cover
Contact Name
Muhammad Reza
Contact Email
muhammadreza@unsyiah.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jimhukumkenegaraan@unsyiah.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jalan Putroe Phang No.1. Darussalam, Provinsi Aceh, 23111 Telp: (0651) 7410147, 7551781. Fax: 755178
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan
ISSN : -     EISSN : 25976885     DOI : -
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Kenegaraan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan merupakan media jurnal elektronik sebagai wadah untuk publikasi hasil penelitian dari skripsi/tugas akhir dan atau sebagian dari skripsi/tugas akhir mahasiswa strata satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala yang merupakan kewajiban setiap mahasiswa untuk mengunggah karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk yudisium dan wisuda sarjana. Artikel ditulis bersama dosen pembimbingnya serta diterbitkan secara online.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 3: Agustus 2018" : 20 Documents clear
Pelaksanaan Pengawasan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan PT.Karya Tanah Subur Oleh Instansi Pengawas Di Kabupaten Aceh Barat Anggita Selviaroza; Yanis Rinaldi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab usahadan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun dalam prakteknya, pelaksanaan pengawasan Dokumen Amdal PT Karya Tanah Subur (PT. KTS) oleh Instansi Pengawas di Kabupaten Aceh Barat belum terlaksana sebagaimana mestinya. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pengawas dalam melakukan pengawasan sesuai dengan Dokumen Amdal, hambatan yang dihadapi oleh instansi pengawas sehingga pengawasan tidak dilaksanakan sesuai ketentuan, akibat hukum bagi instansip engawas yang tidak melakukan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan dan untuk menjelaskan upaya yang dilakukan oleh instansi terkait untuk meningkatkan pelaksanaan pengawasan. Data yang diperuntukkan dalam penulisan artikel ini dilakukan melalui penelitian kepustakan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan diperoleh dari bahan bacaan seperti buku-buku, Peraturan perundang-undangan, Pendapat para ahli, dan Sumber internet. Penelitian lapangan dengan mengadakan wawancara dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengawasan Dokumen Amdal PT KTS oleh instansi pengawas di Kabupaten Aceh Barat tidak terlaksana sebagaimana mestinya hal ini disebabkan karena hambatan-hambatan yang terjadibaik dari pihak instansi maupun dari pihak pemrakarsa. Upaya yang ditempuh Dinas Lingkungan Hidup dan Instansi terkait untuk mengatasi hambatan dengan melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan mengadakan pembinaan terhadap pemrakarsa, Memberi peringatan secara lisan bagi pemrakarsa yang menyalahi aturan, Melakukankegiatan pelaksanaan pengawasan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Disarankan kepada Dinas Lingkungan HidupKabupaten Aceh Barat beserta instansi yang terkait dalam pengawasan Dokumen Amdal PT KTS untukmelakukan pembinaan kepada personil aparat pengawas dan juga penambahan personil aparat pengawas, agar pelaksanaan pengawasan dapat berjalan secara optimal.
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Pelaku Usaha Beras Tangse Oplosan Chairul Ikhsan; Wardah Wardah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 dalam Pasal 1, 3 dan 9. Namun pada kenyataanya masih ditemukan pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban dalam melakukan usahanya. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan perlindungan hukum terhadap konsumen atas beras Tangse oplosan yang di lakukan oleh pelaku usaha di Kecamatan Tangse, menjelaskan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen jika mendapat beras tangse oplosan. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan kasus-kasus yang berhubungan untuk memperoleh data sekunder. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analisis. Hasil penelitian menjelaskan perlindungan hukum terhadap konsumen atas beras tangse oplosan adalah tidak adanya perlindungan hukum yang diberikan pemerintah terhadap  konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha beras tangse oplosan karena kurangnya kesadaran dari konsumen untuk melakukan pengaduan kepada Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh. Tanggung jawab pelaku usaha beras tangse oplosan terhadap konsumen adalah Tidak adanya ganti kerugian dari pelaku usaha yang dilakukan  terhadap konsumen yang menjadi korban beras tangse oplosan. Disarankan kepada pemerintah untuk mendirikan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Aceh. Produsen dan/atau Pedagang beras Tangse selaku pelaku usaha agar dapat memberikan tanggung jawab berupa ganti kerugian kepada konsumen akibat beras Tangse oplosan.
Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Hak Veto Amerika Serikat Sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Teuku Zulman Sangga Buana; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak veto merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh setiap anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan tetapi hak veto tidak disebutkan secara jelas di dalam Piagam PBB. Amerika Serikat sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sering sekali menggunakan hak vetonya untuk menolak rancangan resolusi-resolusi DK PBB terhadap konflik Israel-Palestina. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaturan hak veto anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hukum internasional. Selain itu, juga untuk menjelaskan akibat hukum dari penggunaan hak veto Amerika Serikat sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam konflik Israel-Palestina. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan kepustakaan, dengan mempelajari literatur ketentuan-ketentuan hukum internasional, konsep-konsep pemikiran para ahli yang dimuat dalam buku, jurnal, karya tulis ilmiah yang berkenaan dengan penelitian ini dan media internet serta bahan kepustakaan lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hukum internasional pengaturan hak veto anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terdapat di dalam Piagam PBB, yaitu berdasarkan penafsiran terhadap Pasal 27 ayat (1), ayat (2) danayat (3) Piagam PBB. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB menyebabkan rancangan resolusi-resolusi DK PBB terhadap konflik Israel-Palestina hanya menjadi draf yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga tidak dapat dilaksanakan. Diharapkan adanya hak veto bagi anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk ditinjau kembali dan agar mengutamakan pertimbangan hukum daripada pertimbangan politik dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina karena dalam Piagam PBB dinyatakan bahwa hukum internasional harus dijadikan landasan dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Kewenangan Bupati Dalam Pemberhentian Keuchik (Studi di Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya) M. Nahyan Zulfikar; Faisal A.Rani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 41 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Juncto Pasal 41 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik di Aceh, Kepala Desa/Keuchik yang dinyatakan sebagai tersangka ataupun terdakwa dalam suatu tindak pidana atas usul Badan Permusawaratan Desa (BPD)/tuha peut diberhentikan sementara oleh bupati/walikota. Namun pada kenyataannya, pemberhentian 3 (tiga) orang Keuchik oleh Bupati di Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Nagan Raya tentang Pemberhentian Sementara Keuchik Gampong Kulu, Pemberhentian Sementara Keuchik Gampong Kuta Sayeh, dan Pemberhentian Sementara Keuchik Gampong Paya Undan tidak ada penetapan tersangka ataupun terdakwa terlebih dahulu oleh Pengadilan maupun usulan pemberhentian oleh Tuha Peut Gampong. Tujuan dari penulisan artikel ini untuk mengetahui apakah Bupati berwenang memberhentikan Keuchik tanpa ada alasan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan untuk mengetahui alasan Bupati memberhentikan Keuchik di Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan penelitian lapangan dan kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan sumber data secara teoritis: buku-buku, doktrin, jurnal hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer: melalui wawancara dengan responden maupun informan. Hasil penelitian lapangan diketahui bahwa Bupati tidak berewenang untuk memberhentikan keuchik tanpa ada alasan yang jelas sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Alasan Bupati memberhentikan Keuchik di Kecamatan Seunagan bertentangan dengan hukum karena argumentasi/alasan hukum yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disarankan Kepada Bupati Nagan Raya untuk menjalankan kewenangannya terutama dalam hal pemberhentian keuchik, tetap berpedoman sebagaimana yang di atur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan Dalam mengambil keputusan memberhentikan keuchik agar melibatkan aparatur gampong dan menggunakan asas keterbukaan kepada masyarakat agar tidak terjadi polemik atau kegaduhan ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat khususnya di nagan raya.
Mekanisme Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh Terhadap Pelaksanaan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Jainakri Phonna; Eddy Purnama
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 24 ayat (1) huruf  b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 menyatakan bahwa DPRK mempunyai tugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Qanun. Namun didalam menjalankan fungsi tersebut, DPRK Banda Aceh mengalami permasalahan mengenai mekanisme pengawasan terhadap Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan hambatan-hambatan yang timbul dalam pengawasan serta penyelesaian hambatan-hambatan yang timbul dalam pengawasan. Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan tentang mekanisme pengawasan, hambatan-hambatan yang timbul dalam pengawasan serta penyelesaian hambatan-hambatan yang timbul dalam pengawasan DPRK Banda Aceh terhadap pelaksanaan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis empiris, maka metode pengumpulan data yang tepat yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya serta telaah kepustakaan dan hasil observasi di lapangan sebagai pelengkap data didalam penulisan artikel ini dan dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan penelitian, kinerja DPRK Banda Aceh dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 belum maksimal karena tidak menetapkan mekanisme sebelumnya untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan fungsi pengawasan. Hambatan-hambatan yang timbul dalam pengawasan DPRK Banda Aceh disebabkan oleh tenaga ahli yang dimiliki oleh DPRK Banda Aceh belum mencukupi. Penyelesaian terhadap hambatan tersebut yaitu dengan cara meningkatkan sosialisasi dan menetapkan suatu mekanisme untuk dijadikan sebagai pedoman atau acuan dalam menjalankan fungsi pengawasan. DPRK Banda Aceh harus membuat suatu aturan yang mengikat tentang sanksi apabila DPRK Banda Aceh tidak menjalankan fungsi pengawasan. DPRK Banda Aceh harus menetapkan suatu mekanisme untuk dijadikan sebagai pedoman atau acuan dalam menjalankan fungsi pengawasan, sehingga mekanisme yang dijalankan tidak hanya berdasarkan pada persepsi masing-masing anggota DPRK. DPRK Banda Aceh harus meningkatkan sosialisasi Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 serta harus lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan kelompok tertentu semisal Partai Politik dimana anggota DPRK Banda Aceh berasal.
Kajian Yuridis Tentang Eksistensi Konsultasi Dan Pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Terhadap Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Iska Hardeka; Kurniawan Kurniawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme perubahan UU PA yang disyaratkan harus melalui konsultasi dan pertimbangan oleh DPRA maupun mengkaji porsedur dan tatacara pemberian konsultasi dan pertimbangan dimaksud. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur-literatur dan pendapat para sarjana yang ada kaitannya dengan penelitian, serta diperkuat dengan hasil wawancara atas sejumlah responden yang terdiri dari akademisi dan praktisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan UU PA yang dimaksudkan di dalam Pasal 269 ayat (3) dimaksud yang mensyaratkan konsultasi dan permintaan pertimbangan dari DPRA hanya berlaku untuk perubahan melalui legislative review dan tidak untuk perubahan akibat judicial review, meskipun DPRA tetap memiliki peluang untuk memberikan pertimbangan atas perubahan akibat judicial review melalui tindakan Intervensi ataupun menjadi Pihak Terkait dalam perkara yang sedang berjalan. Adapun mengenai prosedur dan tatacara pelaksanaan konsultasi dan pertimbangan tersebut, meskipun dapat dilaksanakan dengan menggunakan dasar konvensi ketatanegaraan atau analogi kepada aturan hukum yang serupa, tetapi tidak memberikan kepastian hukum dan menjamin keadilan bagi Aceh sehingga pasal tersebut mesti direvisi atau dirumuskan lebih lanjut dalam suatu aturan yang terpisah serta bersifat rinci dan spesifik. Disarankan kepada DPRA agar proaktif dan peka terhadap urusan yang menyangkut kekhususan Aceh, termasuk dalam hal adanya pengujian UU PA oleh Mahkamah Konstitusi. Diharapkan kepada DPR agar segera merevisi Pasal 269 ayat (3) dimaksud atau membentuk aturan terperinci secara terpisah mengenai prosedur pelaksanaan konsultasi dan permintaan pertimbangan kepada DPRA untuk menjamin kepastian hukum pelaksanaan Pasal 269 ayat (3) tersebut. Kepada para Hakim Konstitusi disarankan pula untuk melibatkan pihak DPRA dalam setiap perkara pengujian UU PA sebagai bentuk penghormatan terhadap eksistensi Pasal 269 ayat (3) dimaksud.
Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Dinas Sosial Dalam Penyediaan Fasilitas Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Banda Aceh Dian Riska Sani; Efendi Efendi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Pasal 19 huruf (b) Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2016 yang mengatur tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Sosial Aceh, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas Dinas Sosial Kota Banda Aceh menyelenggarakan fungsi “Pelaksanaan kebijakan dalam penyendiaan fasilitas bagi penyandang disabilitas”. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan penyandang disabilitas yang belum mendapatkan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhannya di Kota Banda Aceh, hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di kota Banda Aceh belum dilaksanakan secara maksimal. Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Sosial,  kendala yang dihadapi Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh, upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan internet dan hasil karya ilmiah lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini serta penelitian lapangan yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh tidak berjalan sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Sosial Aceh. Hal ini dikarenakan kurangnya dana operasional, penyandang disabilitas bukan berasal dari Banda Aceh, masyarakat tidak memberikan data tentang keluarganya yang mengalami disabilitas, pihak keluarga menyembunyikan identitas penyandang disabilitas, dan pihak keluarga tidak mengizinkan penyandang disabilitas direhabilitasi diluar daerah,. Upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam menghadapi kendala penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas antara lain memberikan sosialisasi kepada masyarakat, memberikan pendidikan dan keterampilan kepada penyandang disabilitas, dan memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas yang memiliki usaha. Diharapkan kepada Kepala Dinas Sosial Kota Banda Aceh untuk lebih meningkatkan dana dalam bidang Rehabilitasi Sosial dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memberikan data tentang penyandang disabilitas kepada Dinas Sosial Kota Banda Aceh.
Upaya Dinas Pendapatan Dan Kekayaan Aceh (DPKA) Terhadap Penagihan Pajak Kendaraan Bermotor Yang Tertunggak Intan Rizki; Mahdi Syahbandir
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Pasal 2 Qanun Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak Aceh disebutkan bahwa, salah satu jenis pajak Aceh adalah pajak kendaraan bermotor. Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu pendapatan asli daerah (PAD). Dalam kenyataannya pada  pajak kendaraan bermotor di Aceh banyak terjadi tunggakan pajak, diperkirakan pada tahun 2014 jumlah tunggakan pajak mencapai  sebesar Rp. 2.027.971.699, pada tahun 2015 meningkat sebesar Rp. 2.880.518.600, dan pada tahun 2016 sebesar Rp. 2.345.394.800. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan upaya Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA) terhadap penagihan pajak kendaraan bermotor yang tertunggak. Dan untuk menjelaskan hambatan Dinas Pedapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA) terhadap penagihan pajak kendaraan yang tertunggak. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan ini adalah metode penelitian empiris dengan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian menjelaskan upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Kekayaan Daerah terhadap penagihan pajak kendaraan bermotor yang tertunggak, pertama dengan melakukan penguatan dibidang hukumnya, yaitu dengan membuat beberapa aturan sebagai payung hukum. Kedua melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat sadar akan pembayaran pajak kendaraan bermotor khususnya yang tertunggak. Kemudian yang ketiga, secara represif dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) tentang berapa pajak yang harus dilunasi. Kemudian yang keempat pemutihan pajak, dimana utang-utang pajak terdahulu di hapus dan wajib pajak hanya harus membayar pajak pada tahun itu saja.  Dan Hambatan Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA) terhadap penagihan pajak kendaraan bermotor yang tertunggak pertama, Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor tepat waktu. Kedua, Kemampuan masyarakat yang masih rendah. Ketiga, Kurangnya melakukan tindakan dilapangan. Keempat, Kurangnya petugas dan  fasilitas bagi petugas penagih pajak. Disarankan kepada Pemerintah Daerah harus memberikan kebijakan lebih tegas bagi masyarakat yang tertunggak pajak kendaraan bermotornya di Aceh. Disarankan kepada Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh untuk melakukan sosialisasi lebih intensif  untuk merubah budaya masyarakat agar sadar untuk membayar pajak kendaraan bermotor agar tidak tertunggak. Dan melakukan tindakan dilapangan dengan mengecek langsung terhadap masyarakat yang tertunggak pajak kendaraan bermotor.
Peranan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Banda Aceh Dalam Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kota Banda Aceh Cut Safia Yasmin; Yanis Rinaldi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak menyatakan bahwa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan terhadap wajib pajak. Sesuai ketentuan Pasal 58 tersebut Kantor Pelayanan Pajak Banda Aceh belum melakukan pengawasan secara maksimal. Sehingga dalam kenyataannya kepatuhan wajib pajak masih tergolong rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Pratama Banda Aceh dalam pengawasan kepatuhan wajib pajak, hambatan-hambatan dalam pengawasan kepatuhan wajib pajak, dan upaya yang ditempuh dalam mengatasi hambatan pengawasan kepatuhan wajib pajak di Kota Banda Aceh. Penelitian ini  menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan teknik wawancara semi terstruktur terhadap responden dan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan teknik dokumentasi dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Pratama Banda Aceh dalam pengawasan kepatuhan wajib pajak belum berjalan maksimal, hal ini disebabkan belum maksimalnya penerapan aturan dan kurang maksimalnya penegakan hukum atas wajib pajak yang tidak patuh. Hambatan dalam pengawasan dikelompokkan menjadi internal dan eksternal. Hambatan internal meliputihambatan sistem yakni sistem yang error, hambatan SDM yakni kurangnya petugas pajak, dan hambatan waktu yakni kurangnya waktu untuk sosialisasi kepada masyarakat. Sedangkan hambatan eksternal meliputi informasi data wajib pajak yang tidak lengkap, kurangnya kesadaran serta rasa kepercayaan masyarakat terhadap aparatur perpajakan. Upaya yang ditempuh terhadap hambatan-hambatan tersebut adalah melakukan pembinaan terhadap wajib pajak, menyadarkan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, namun sistem dan jumlah petugas perpajakan khususnya dibidang pengawasan belum ada dilakukan upaya untuk menyelesaikan hambatan tersebut.Disarankan kepada KPP Pratama Banda Aceh agar lebih meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan perpajakan, melakukan upgrade sistem secara berkala sehingga tidak ada wajib pajak yang merasa dirugikan serta penambahan petugas pajak serta kualitasnya khususnya pada bidang pengawasan.
Izin Pemasangan Alat Pembatas Kecepatan Di Kota Banda Aceh Inda Sintia; Yanis Rinaldi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan pemasangan Alat Pembatas  kecepatan di kota Banda Aceh, faktor-faktor yang mempengaruhi pemasangan Alat pembatas Kecepatan tanpa izin, serta tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perhubungan kota Banda Aceh terhadap pemasangan Alat Pembatas kecepatan yang tidak sesuai persyaratan teknis dalam izin. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan dilakukan untuk memperolah data primer dengan mewawancarai responden dan informan dan penelitian keperpustakaan dlakukan untuk memperoleh data skunder dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku serta hasil karya ilmiah lain yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan pemasangan Alat Pembatas Kecepatan di Kota Banda Aceh belum sesuai dengan persyaratan teknis ketentuan peraturan perundang-undangan, dikarenakan oleh banyaknya para pengguna jalan yang kebut-kebutan, kurangnya kesadaran masyarakat dalam menaati peraturan, dan ketidakpahaman warga masyarakat terhadap aturan dan tata cara pemasangan Alat Pembatas Kecepatan, serta kurangnya peran pemerintah dalam menangani dan menindaklanjuti hal tersebut. Adapun tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perhubungan kota Banda Aceh terhadap pemasangan Alat Pembatas Kecepatan tanpa izin adalah pembongkaran dan dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 274 dan 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.  Disarankan bahwa dalam pembuatan Alat Pembatas Kecepatan ini haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Perlu adanya sosialisasi dan keaktifan Dinas perhubungan dalam menangani  dan menindaklanjuti persoalan tersebut serta peran aktif masyarakat dalam kesadaran hukum agar aturan tentang pemasangan Alat Pembatas Kecepatan dapat terealisasikan dengan benar.

Page 1 of 2 | Total Record : 20