cover
Contact Name
Abdillah Afabih
Contact Email
abdillahafa5@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalnabawi@gmail.com
Editorial Address
Jl. Irian Jaya No. 10 Tebuireng Diwek Jombang
Location
Kab. jombang,
Jawa timur
INDONESIA
Nabawi: Journal of Hadith Studies
ISSN : 27978370     EISSN : 27463206     DOI : -
NABAWI: Journal of Hadith Studies provide a platform for researchers on hadith and history of hadith. Author can send his research about hadith on any perspective. Nevertherless, We suggest the following broad areas of research: 1. Takhrij and dirasat al-asanid 2. Ulumul Hadith 3. Living Hadith 4. Mukhtalaf Hadith 5. Fiqh al-Hadith 6. Lughat al-hadith 7. Biographical research of ahl al-hadith
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 38 Documents
THE STUDY OF MISHKĀT AL-MAṢĀBĪḤ BY ABU ABDILLAH AL-TIBRIZI: As a Secondary Book of Hadith in Medieval Era Naufal Aulia Hanif; Nisrina Aidaturahma Husnia
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 1 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i1.60

Abstract

This article attempts to describe the characteristics of one of the hadith books that appeared in the Middle Ages by introducing one of the hadith books that were successfully compiled. Namely, the book Mishkāt al-Maṣābīh by Abu Abdillah al-Tibrizi. Even though it is a secondary hadith book which is rarely studied and researched in the current era, the role of the data in the the book is very important to be elaborated with historical data that the authors found to describe the trend of the development of hadith in the Middle Ages. In this qualitative research, the author used a descriptive-analytical method with a literature study model to look for the characteristics and features of Misykāt al-Maṣābīh}in the development of hadith studies. For this reason, this article raises several important issues regarding the object discussed. First, a general discussion about the development of medieval hadith to describe the position of this book in the midst of the social conditions of society at that time. Second, a discussion of the biography and intellectual journey of Abu Abdillah al-Tibrizi. Third, a special discussion of the method and systematics of compiling the book and its advantages and disadvantages. The author finds that Abu Abdillah al-Tibrizi contributed to the development of hadith by providing additional information about the names of narrators and cutting narrators only at the companion level, in addition to introducing three categorizations in composing hadith as an innovation that emerged. [Artikel ini berusaha memaparkan karakteristik dari salah satu kitab hadis yang muncul pada abad pertengahan dengan mengenalkan salah satu kitab hadis yang berhasil disusun, yaitu kitab Misykāt al-Maṣābīh} karya Abu Abdillah al-Tibrizi. Walaupun termasuk kitab hadis sekunder yang jarang dikaji dan diteliti di era sekarang, peran data-data dalam kitab tersebut sangat penting dielaborasikan dengan data historis yang penulis temukan. Untuk menggambarkan tren perkembangan hadis pada abad pertengahan. Dalam penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan metode deskriptif-analitis dengan model kajian kepustakaan untuk mencari karakteristik dan keistimewaan kitab Misykāt al-Maṣābīh} dalam perkembangan kajian hadis. Untuk itu, artikel ini mengangkat beberapa persoalan penting mengenai objek yang dibahas. Pertama, pembahasan secara umum seputar perkembangan hadis abad pertengahan untuk menggambarkan posisi kitab ini di tengah kondisi sosial masyarakat ketika itu. Kedua, pembahasan mengenai biografi dan perjalanan intelektual Abu Abdillah al-Tibrizi. Ketiga, pembahasan khusus mengenai metode dan sistematika penyusunan kitab serta kelebihan dan kekurangannya. Penulis menemukan bahwa Abu Abdillah al-Tibrizi turut berkontribusi dalam perkembangan hadis dengan memberikan tambahan info mengenai nama perawi dan memotong rawi hanya pada tingkat sahabat saja selain mengenalkan tiga kategorisasi dalam menyusun hadis sebagai sebuah inovasi yang dimunculkan).]
THE DEVELOPMENT OF THE METHODOLOGY OF THE 2ND – 13TH CENTURY HIJRI ULAMA IN UNDERSTANDING HADITH Moh. Yusni Amru Ghozaly
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 1 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i1.93

Abstract

So far, the focus of the ummah on the study of the methodology used by the ulemas in taking their position as their thought process in producing legal products has not been carried out too muc, In fact, the methodology of the Ulama II-XIII is the core of ijtihad which must be explored to be studied and developed in order to answer the contemporary problems of the growing ummah. This article aims to explore and examine the methodological components used by the Ulama in that period. Through these components, the author also describes the development of methodology from time to time, related to concepts, styles, to the author's fanatical tendencies in their works. Based on literature research with a content analysis approach, the authors identify and select books that fall into the category of fiqh al-hadith. The writer finds the conclusion that the presence of the works of scholars of the II-XIII centuries dominantly influenced the development of methods of understanding hadith from time to time. From their work it can be seen the tendency of the schools of the Salaf scholars to draw legal conclusions methodologically, making it easier for contemporary hadith reviewers to read the jurists' thought maps and the stages of their istinbat from time to time. The study of fiqh al-hadis is growing after the emergence of hadith books using the tabwib al-fiqh method. [Selama ini fokus para sarjana hadis dan pengkaji Islam terhadap kajian metodologi yang digunakan para ulama dalam beristinbat sebagai proses berpikir mereka dalam melahirkan produk hukum, belum terlalu banyak dilakukan. Padahal, metodologi ulama salaf abad II-XIII Hijriyah adalah core ijtihad yang harus digali untuk dipelajari dan dikembangkan demi menjawab problem-problem kontemporer umat yang terus bertambah. Artikel ini bertujuan untuk menggali dan mengkaji komponen metodologi yang digunakan oleh ulama dalam periode tersebut. Melalui komponen-komponen tersebut, penulis juga menguraikan perkembangan metodologi dari masa ke masa, terkait konsep, corak, hingga kecenderungan fanatis pengarang dalam karya-karya mereka. Berbasis penelitian pustaka dengan pendekatan analisis konten, penulis mengidentifikasi dan memilih kitab-kitab yang masuk dalam kategori fiqh al-hadis,. Penulis menemukan kesimpulan bahwa kehadiran karya-karya ulama abad II-XIII , secara dominan memengaruhi perkembangan metode memahami hadis dari masa ke masa. Dari karya mereka dapat diketahui kecenderungan mazhab para ulama salaf dalam mengambil kesimpulan hukum secara metodologis, sehingga memudahkan para pengkaji hadis masa ini untuk membaca peta pemikiran fuqaha dan tahapan istinbat mereka dari masa ke masa. Kajian fiqh al-hadis semakin berkembang pasca munculnya kitab-kitab hadis dengan metode tabwib al-fiqh.]
IMPLEMENTATION OF MANHAJ MAQĀṢIDĪ BIN BAYAH IN UNDERSTANDING HADITH (FIQH ḤADĪṠ) Kholishudin Kholishudin; Moh. Hudal Hafid Ilmi
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 1 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i1.63

Abstract

Abdullah Bin Bayah is one of the international level ulama’ with multiple expertise. He offers the use of maqāṣid kulliyyah in understanding Shari'a propositions (hadith and the Qur'an). This thought is still rare in journal articles discussing maqāṣid in Indonesia. Moreover, bin Bayah combined it with the theory of tahqīq al-manāṭ. Therefore, this study uses Bin Bayah's books to explore the method of using maqāṣid in fiqh ḥadīṡ (understanding hadith). As a result, Bin Bayah did not separate maqāṣid from uṣūl fiqh. He mentions 30 frameworks in uṣūl fiqh that can be used with maqāṣid to produce a good understanding of hadith and the Qur'an. To understand hadith texts that are mostly zannīyat, Bin Bayah uses three methods: (1) understanding juz'iyyah propositions (hadith texts) in the corridor of kulliyat propositions which can be in the form of verses of the Qur'an, thematic hadiths, and maqāṣid 'āmmah/ maqāṣid kulliyah, (2) considering the similarities, differences, and changes in the variables mentioned in the naṣṣ and these variables in the present/future life [i'tibar manāṭ], (3) integration of maqāṣid sharī'ah and uṣul fiqh in understanding hadith. [Abdullah Bin Bayah adalah salah satu ulama level internasional dengan multi kepakaran. Ia menawarkan penggunaan maqāṣid kulliyyah dalam memahami dalil syariat (hadis dan Al-Qur’an). Pemikiran tersebut masih asing di artikel jurnal yang membahas maqāṣid di Indonesia. Apalagi bin Bayah menggunakannya bersama dengan teori tahqīq al-manāṭ. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan buku-buku Bin Bayah untuk menelusuri metode penggunaan maqāṣid dalam fiqh ḥadīṡ (memahami hadis). Hasilnya, Bin Bayah tidak memisahkan maqāṣid dari uṣūl fiqh. Ia menyebutkan 30 framework dalam uṣūl fiqh yang dapat digunakan bersama maqāṣid untuk menghasilkan pemahaman hadis dan Al-Qur’an yang baik. Untuk memahami teks-teks hadis yang kebanyakan zannīyat, Bin Bayah menggunakan tiga acara: (1) memahami dalil juz’iyyah (teks hadis) dalam koridor dalil kulliyat yang dapat berupa ayat Al-Qur’an, hadis setema, dan maqāṣid ‘āmmah/maqāṣid kulliyah, (2) mempertimbangan persamaan, perbedaan, dan perubahan variabel yang disebutkan dalam naṣṣ dan variabel tersebut di kehidupan sekarang/akan datang [i’tibar manāṭ], (3) integrasi maqāṣid sharī’ah dan uṣul fiqh sebagai konsiderasi sekaligus piranti penggalian hukum dalam memahami hadis dan dalil lainnya.]
CONSTRUCTION OF SYAIKH AHMAD MUHAMMAD SYĀKIR'S METHOD IN REVIEWING THE BOOK OF SUNAN TIRMIDZI Sholihin Sholihin
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 1 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i1.91

Abstract

Shaykh Ahmad Muhammad Shākir is one of the scholars who gave advice on the book Sunan Tirmidhi. Among the many styles of sharia methods from several scholars, Muhammad Shākir has his own characteristics and patterns. The description of this method has not been found in journal articles in Indonesia. Therefore, the researcher reviews the sharaḥ method used by Shaykh Muhammad Shākir in his recitation of Sunan Tirmidhi's book and its implementation in other sharaḥ books, as well as the composition of the sharaḥ method. Through qualitative methods, this research concludes that Shaykh Muhammad Shākir's method in teaching Sunan Tirmidhi's book is theijmāli method. The reason for this method is closely related to the four patterns that Shaykh Muhammad Shākir has in the following hadith lectures: (1) sharaḥ hadith with hadith, (2) the words of ṣahābat, (3) kalam tabi‘in, (4) using ijtihad and style of language. In his lecture, Shaykh Muhammad Shākir uses several compositions such as mentioning the full name of the author of the hadith, nahwu, fiqh issues, and a description of the lafadz hadith. [Syaikh Ahmad Muhammad Syākir merupakan salah satu ulama yang mensyarahi kitab sunan tirmīżī. Di antara banyak corak metode syarah dari beberapa ulama, Muhammad Syākir memiliki ciri khas dan pola tersendiri. Penjabaran metode ini belum ditemukan di artikel jurnal di Indonesia. Oleh karenanya, peneliti mengulas metode syarah yang digunakan Syaikh Muhammad Syākir dalam mensyarah kitab Sunan Tirmīżī dan implementasinya dalam kitab syarah lain, serta komposisi metode syarahnya. Melalui metode kualitatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa metode Syaikh Muhammad Syākir dalam mensyarah kitab Sunan Tirmīżī adalah metode ijmāli. Alasannya metode tersebut erat kaitannya dengan empat pola yang dimiliki Syaikh Muhammad Syākir dalam mensyarah hadis berikut ini: (1) syarah hadis dengan hadis, (2) perkataan sahabat, (3) kalam tabi‘in, (4) menggunakan ijtihad dan gaya bahasa. Dalam pensyarahannya, Syaikh Muhammad Syākir menggunakan beberapa komposisi, seperti menyebutkan nama lengkap dari perawi hadis, nahwu, masalah fikih, dan uraian lafaz hadis.]
IBN MAS'ŪD'S CONTRIBUTION IN HADITH CRITICISM: Efforts to Preserve the Prophet's Hadith in the Era of Ṣaḥābah Faridatul Miladiyah; Muhid Muhid; Andris Nurita
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 1 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i1.96

Abstract

Al-Idlibī's stated that several ṣaḥābah have criticized hadith, including Ibn Mas'ūd. This seems contrary to the fame of Ibn Mas’ūd as mufassir. So the contribution (criticism of hadith) of Ibn Mas’ūd becomes a necessity to examine how far he preserved the hadith at his time and what method he applied bearing in mind that at that time several other ṣaḥābah also did hadith criticism. The purpose of this research is to fīnd out the contribution of Ibn Mas’ūd in the fīeld of hadith, especially criticism of hadith. This research is closely related to the criticism of hadith at the time of the ṣaḥābah,after the death of the Prophet whichtheycould not ask him directly. This research uses a qualitative-descriptive method, with the type of library research, based on sources from a number of classic books, books, journals which are then collected so that they become valid data. Based on the fīnal results of this research, through the criticism conveyed by Ibn Mas’ūd there are two methods that he applies in criticizing the hadith dukhān: 1) criticism of al-khārijī (sanad) delivered directly to the person who brought the news about dukhān,.2) al-dākhilī (matan) criticism which is applied through the ‘aqli approach (logic) and previous events (historical approach), namely when he was with the Prophet in the war of badr. [Al-Idlibī menyebutkan beberapa sahabat telah melakukan kritik hadis. Di antara para sahabat tersebut adalah Ibn Mas’ūd. Padahal, ia lebih terkenal sebagai mufassir. Dari sini, kontribusi (kritik hadis) Ibn Mas’ūd menjadi keperluan untuk diteliti sejauh mana ia memelihara hadis pada masanya dan bagaimana metode yang ia terapkan mengingat pada saat itu beberapa sahabat lain juga melakukan kritik hadis. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kontribusi Ibn Mas’ūd dalam bidang hadis, khususnya kritik hadis. Penelitian ini berkaitan erat dengan kritik hadis pada masa sahabat, yang mana pasca Nabi wafat mereka tidak bisa bertanya langsung kepada Nabi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif, dengan jenis penelitian kepustakaan (library research), berdasar pada sejumlah kitab klasik, buku, jurnal yang kemudian dikumpulkan supaya menjadi data yang valid. Berdasarkan hasil akhir dari penelitian ini, melalui kritik yang disampaikan oleh Ibn Mas’ūd, terdapat dua metode yang ia terapkan dalam mengkritik riwayat hadis dukhān: 1) kritik al-khārijī (sanad) dilontarkan langsung kepada orang yang membawa kabar tentang dukhān,.2) kritik al-dākhilī (matan) yang diterapkan melalui pendekatan ‘aqli (logika) dan kejadian terdahulu (pendekatan historis), yakni ketika ia bersama Nabi dalam perang badar.]
THE STUDY OF MISREPRESENTED HADITHS ON THE INTERNET ABOUT MUSLIM AND NON-MUSLIM RELATIONSHIPS Ahmad Yusronil Haq
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 1 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i1.97

Abstract

Relations between Muslims and Non-Muslims are often tinged with negative issues for various reasons and in various aspects. And this understanding circulates on the internet network which is easily accessible by the public, such as al-ahkam.net, markazsunnah.com, dan nisa-assunnah.com. But his explanation contradicts the meaning of the Qur'an and authentic Hadith. This research will discuss three hadiths about the relationship between Muslims and non-Muslims that are misunderstood in that three internet networks. The data are read according to hadith science standards which include assessing the quality of hadith, understanding the content of hadith through the fiqh al-hadith approach from the perspective of Yusuf al-Qaradawi, Muhammad al-Ghazali, and Ali Mustafa Yaqub, and supported by the views of other ulama regarding this discussion. This research shows that: (1) Hadith "I was ordered to fight Non-Muslims until he converted to Islam" was an order to fight the polytheists of the Arabian Peninsula who at that time were fighting the Muslims, (2) Hadith "Who imitates a people, then he is part of them" was prohibition of resembling non-Muslims in matters related to al-'Ibadah al-Mahdhah, not in al-'Ibadah ghairu al-Mahdhah as long as the substance does not contradict with Islamic values, (3) Hadith "I get rid of every muslim who lives in the midst of musyriks" was the words of the Prophet to those who are obliged to do jihad, but they do not participate in jihad, and instead they live in the midst of polytheists who are fighting Islam. [Hubungan Muslim dengan Non-Muslim kerap diwarnai dengan isu-isu negatif, banyak yang berpandangan dengan salah satu aspek dalil Al-Qur’an atau Hadis bahwa tidak boleh Muslim berinteraksi dengan non-Muslim dengan berbagai alasan. Dan pemahaman ini ternyata beredar di jaringan internet yang sangat mudah diakses oleh masyarakat. Namun penjelasannya bertentangan dengan makna Al-Qur’an dan Hadis yang lebih shahih. Penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Hadis “Aku Diperintah untuk Memerangi Non-Muslim sampai Ia Masuk Islam” ini maknanya tidak seperti dugaan sementara orang bahwa Nabi diperintahkan untuk membunuh siapapun manusia yang tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, melainkan sasaran kata Non-Muslim disini adalah kaum musyrik yang memerangi kaum Muslim dan yang ketika itu bermukim di Jazirah Arab. (2) Hadis “Siapa yang Menyerupai Suatu Kaum, Maka Ia Termasuk Bagian dari Mereka” ini maknanya tidak seperti dugaan sementara orang bahwa segala amal perbuatan yang menyerupai Non-Muslim hukumnya terlarang, melainkan larangan menyerupai Non-Muslim dalam hadis di atas adalah dalam hal-hal yang berkaitan dengan al-‘Ibadah al-Mahdhah, bukan dalam al-‘Ibadah ghairu al-Mahdhah selama substansinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. (3) Hadis “Aku Berlepas Tangan dari Setiap Muslim yang Berdiam di Tengah-tengah Kaum Musyrik” ini makanannya bukan seperti dugaan sementara orang bahwa Hadis ini menunjukkan larangan untuk berdiam atau bertempat tinggal di negeri-negeri yang secara umum dihuni oleh Non-Muslim, dengan mempertimbangkan sebab hadis ini diucapkan, yakni ada kewajiban berjihad, dan orang-orang tersebut tidak ikut berjihad, dan justru mereka berdiam diri atau tinggal di tengah-tengah kaum musyrik yang sedang memerangi Islam, maka Nabi Muhammad Saw. tidak bertanggungjawab atas orang tersebut apabila ia terbunuh.]
VALIDATING THE HADITH ON EATING HABITS OF BELIEVERS AND DISBELIEVERS: A STUDY OF THE TAḤLĪLĪ HADITH IN SUNAN IBN MAJAH (NO. 3256) Gita Roihanatul Firdaus; Jannatul Nur Fitriani Lestari
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 2 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i2.108

Abstract

Understanding certain hadith requires more than just a textual understanding; it also requires a contextual understanding. This research discusses the analysis of the degree of a hadith and its understanding found in Sunan Ibn Majah, number 2356. If this hadith text is used as a reference to judge someone's faith, it is possible that a believer may be considered a disbeliever simply because they eat a large portion of food. There are several literature discussing this hadith, but they have not been able to provide complete data, whether in terms of the chain of narrators (sanad) or the content (matan) of the hadith. This research uses an inductive qualitative method, which involves obtaining data and information by collecting classical Islamic texts that explain the degree of hadith and books on understanding hadith, among others, to strengthen arguments and determine the position of the hadith in order to preserve its accuracy. The degree of this hadith is considered authentic (sahih), and the understanding of the hadith is that it refers to the difference in the amount of food consumed by a believer and a disbeliever. [Dalam memahami sebagian hadis tidak cukup dengan memahaminya secara tekstual saja, melainkan juga harus secara kontekstual. Penelitian ini membahas tentang analisis derajat hadis dan pemahamannya yang terdapat di kitab Sunan Ibnu Majah nomor 2356. Jika teks hadis ini dijadikan acuan untuk menilai keimanan seseorang maka bisa jadi orang yang beriman dianggap menjadi kafir hanya karena porsi makan yang banyak. Ada beberapa literatur yang membahas tentang hadis tersebut, akan tetapi masih belum bisa menyajikan data yang lengkap, entah dari segi sanad maupun matan hadis tersebut. Penelitian ini menggunakan metode induktif kualitatif yaitu memperoleh data dan informasi dengan mengumpulkan kitab turaṡ, yang menjelaskan tentang derajat hadis maupun kitab  pemahaman hadis dan lain-lain, guna memperkuat argumen agar mengetahui kedudukan hadis tersebut sehingga dapat menjaga keakuratan hadis. Derajat hadis tersebut bernilai sahih dan pemahaman hadis tersebut adalah perbedaan makan orang mukmin yang sedikit, dan orang kafir yang banyak.]
SYAIKH ABUL FADHOL SENORI AND HIS CONTRIBUTION TO THE DISSEMINATION OF HADITH IN INDONESIA Yuniar Indra Yahya
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 4, No 2 (2023): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v4i2.110

Abstract

The findings of the manuscripts of sanad KH. Abul Fadhol Senori Tuban sourced from KH. Hasyim Asy'ari added to the treasures of hadith science in Indonesia. This research reveals; process of al-Taḥammul  wa al-Adā' Abul Fadhol Senori, the role and contribution of Abul Fadhol Senori in spreading hadith, and level of his expertise in hadith. For this reason, the author interviewed several families of Abul Fadhol, analyzed the manuscripts found, and examined his books. This study found that the process of al-Taḥammul  Abul Fadhol is by way of a Ijazah Mua'yyan li Mu'ayyan. As well as the al-Adā'  process is a of Ijazah Mua'yyan li Mu'ayyan and Munāwalah Maqrūnah bi al-Ijāzah. As for his contribution in the spread of hadith namely; 1) Holding a hadith assembly, 2) Codifying the sanad of KH. M. Hasyim Asy'ari, 3) Ijazah his hadith books, 4) Doing Fiqh al-Hadith. So it can be concluded that Abul Fadhol Senori is an Al-Musnid and Al-Faqīh. [Misykāt Temuan manuskrip sanad KH. Abul Fadhol Senori Tuban yang bersumber dari KH. Hasyim Asy’ari menambah khazanah dalam ilmu hadis di Indonesia. Penelitian ini mengungkap; proses al- Taḥammul wa al-Adā' Abul Fadhol Senori, peran dan kontribusi Abul Fadhol Senori dalam menyebarkan hadis, serta level keahlian beliau di bidang hadis. Untuk itu, penulis mewawancarai beberapa keluarga Abul Fadhol, menganalisis manuskrip yang ditemukan, serta menelaah karya-karyanya. Penelitian ini menemukan bahwa proses tahammul Abul Fadhol adalah dengan cara Ijazah Mua’yyan li Mu’ayyan. Sedangkan adā’-nya adalah ijazah mu’yyan li mu’yyan dan munawalah maqrūnah bi al-ijazah. Adapun kontribusi beliau dalam penyebaran hadis, yakni; 1) Menggelar majelis hadis, 2) Mengkodifīkasi sanad dari KH. M. Hasyim Asy’ari, 3) Mengijazahkan kitab-kitab hadis, 4) menulis Fīqh al-Ḥadīṣ. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Abul Fadhol Senori merupakan seorang Al-Musnid dan Al-Faqīh.]

Page 4 of 4 | Total Record : 38