cover
Contact Name
Locus Media Publishing
Contact Email
locusmediapublishing@gmail.com
Phone
+6281360611911
Journal Mail Official
support@jurnal.locusmedia.id
Editorial Address
Jalan Sunggal, Komplek Sunggal Mas No.A-9. Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia, 20127.
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : 28099265     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum merupakan sebuah portal jurnal yang didedikasikan untuk publikasi hasil penelitian yang berkualitas tinggi dalam rumpun ilmu hukum. Semua publikasi dijurnal ini bersifat terbuka untuk umum yang memungkinkan artikel jurnal tersedia secara online. Jurnal Konsep Ilmu Hukum menerbitkan penelitian akademik interdisipliner yang menguji atau mengembangkan teori ilmiah hukum atau sosial tertentu tentang hukum dan lembaga hukum, termasuk pengajuan singkat yang mengkritik atau memperluas artikel yang diterbitkan dalam edisi sebelumnya. Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum menekankan pendekatan ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu politik, dan lainnya, tetapi juga menerbitkan karya sejarawan, filsafat, dan orang lain yang tertarik pada perkembangan ilmu hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 1 No 1 (2021): Desember" : 5 Documents clear
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Layanan Branchless Banking Adi Gunawan; Bismar Nasution; Sunarmi; Mahmul Siregar
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2021): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.527 KB) | DOI: 10.56128/jkih.v1i1.11

Abstract

Branchless Banking dalam penelitian ini akan berfokus pada layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (Laku Pandai) Versi OJK. Tujuannya untuk mengetahui hubungan hukum dan tanggung jawab BRI dan agen, perlindungan hukum terhadap agen dan nasabah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis. Data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier serta didukung oleh data primer. Tehnik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka dan studi lapangan dengan alat berupa pedoman wawancara. Analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif. POJK No. 19/POJK.03/2014 telah memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah branchless banking. Namun POJK tersebut belum efektif dinilai berdasarkan substansi hukum, struktur hukum, sarana dan prasarana serta budaya masyarakat yang belum mendukung. Praktik Laku Pandai di BRILink pada Bank BRI Unit Gebang Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa masyarakat ataupun agen tidak mengetahui tentang perlindungan hukum yang mereka dapatkan melalui POJK tersebut, sehingga tidak pernah ada laporan yang diterima Otoritas Jasa Keuangan terkait keluhan nasabah atas layanan branchless banking. Kata Kunci: branchless banking, nasabah, keuangan inklusif , perlindungan hukum Abstract Branchless banking in this research will focusing for branchless banking of Otoritas Jasa Keuangan (Laku Pandai) from OJK. Purpose are for knowing about legal relations and responsibility of the parties, legal protection. This research using methods of normative law that are descriptive analytical. Data consist of secondary data consisting of primary, secondary and tetrtier legal materials and supported by secondary data. Data collection techniques using library study technique and field studies. Collected data is analyzed by qualitative data analysis methods. POJK No. 19/POJK.03/2014 about branchless banking for financial inclusion has provided legal protection for customers of branchless banking. But the POJK is not yet effective assessed based legal substance, legal structure, facilities and infrastructure as well as the culture of society that does not support. Research on practice branchless banking (Laku Pandai) of BRILink at BRI Unit Gebang, show that people or agents do not know about the legal protections they have through the POJK. So there is never a report received by the financial services authority regarding customer complaints of branchless banking services. Keywords: branchless banking, customer, financial inclusion, legal protection
Tanggung Jawab Negara Terhadap Terpidana Anak Korban Salah Tangkap Maulana Habibie; Madiasa; Marlina; Edy Ikhsan
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2021): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.835 KB) | DOI: 10.56128/jkih.v1i1.12

Abstract

Negara memiliki tanggungjawab terhadap terpidana anak korban salah tangkap dan sangat erat kaitannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 95 dan pasal 97 Kitab Undang-undang no 8 tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Bentuk tanggungjawab negara terhadap terpidana anak korban salah tangkap. Tanggungjawabnya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana maka ada dua bentuk tanggungjawabnya yaitu ganti rugi dan rehabilitasi. Analisis terhadap putusan Mahkamah Agung No 131/PK/Pid.Sus/2015. Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam menjatuhkan Putusannya yaitu menyatakan terdakwa keempat pengamen terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama dalam Pasal 338 jo 55 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan dikuatkan kembali oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dalam hal ini keputusan hakim tidaklah tepat karena hakim hanya bersandar pada bukti-bukti yang ada pada proses penyidikan dikepolisian.  Sementara itu pada Tingkat Mahkamah Agung berdasarkan Penijauan kembali yang diajukan terpidana anak pengamen yang memuat putusan bebas kepada terpidana anak tersebut. Berdasarkan novoum yang dijadikan alasan menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan alasan keempat terpidana anak pengamen sehinggah hakim tingkat Mahkamah Agung melalui putusan No 131/PK/Pid.Sus/2015 memutus bebas keempat terpidana anak pengamen. Katakunci: Tanggungjawab Negara, Terpidana Anak, Korban Salah Tangkap Abstract The state has a responsibility to convict child victims of wrongful arrest and is very closely related. This can be seen in Article 95 and Article 97 of the Book of Law No. 8 of 1981 concerning the Criminal Procedure Code. The form of state responsibility towards convict child victims of wrongful arrest. Responsibilities based on the Criminal Procedure Code, there are two forms of responsibility, namely compensation and rehabilitation. Analysis of the Supreme Court's decision No. 131/PK/Pid.Sus/2015. Based on the consideration of the judges of the South Jakarta District Court in passing their verdict, namely stating that the defendants of the four buskers were proven to have committed the crime of murder together in Article 338 jo 55 paragraph (1) of the Criminal Code and reaffirmed byDKI Jakarta High Court. In this case the judge's decision is not right because the judge only relies on the evidence that is in the police investigation process. Meanwhile, at the Supreme Court level, based on a review submitted by the convict child buskers, which contains an acquittal to the convict child. Based on the novoum which was used as the reason for the judge's consideration in granting the reasons for the four convicts of child buskers, the judge at the Supreme Court level through decision No. 131/PK/Pid.Sus/2015 decided to release the four convicts of child buskers. Keywords: State Responsibility, Child Convicts, Victims of Wrong Arrest
Penerapan Sanksi Pidana Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika Nuri Andayanti
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2021): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.866 KB) | DOI: 10.56128/jkih.v1i1.13

Abstract

Tindak Pidana Narkotika di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur sejumlah perbuatan perbuatan yang termasuk tindak pidana narkotika serta mengatur sejumlah sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana narkotika. Salah satu sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku tindak pidana narkotika ialah pidana. Pemberian pidana mati kepada pelaku tindak pidana narkotika merupakan suatu hal yang kontroversi di semua kalangan baik akademisi, pemerintah, maupun masyarakat. Hal tersebut didasarkan pada teori, konsep dan pandangan setiap orang berbedabeda terhadap pemberian pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia.  Kejahatan Narkotika sudah sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara karena penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika sudah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat dari tingkat elit sampai ke masyarakat desa. Narkotika merusak sumber daya manusia sebagai salah satu Modal Pembangunan Nasional, oleh karena itu Putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap Budiman aalias Sinyo bin I Made Sudjana, dengan putusan pidana mati, tidak hanya memperkuat putusan hakim sebelumnya, tetapi juga menjadi catatan terhadap upaya pemberantasan narkotika di Indonesia. Katakunci: Narkotika, Pidana Mati, Sanksi Abstract Narcotics Crime in Indonesia is regulated in Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics which regulates a number of acts including narcotics crime and regulates a number of sanctions given to narcotics criminal offenders. One of the criminal sanctions given to perpetrators of narcotics crimes is criminal. The provision of capital punishment to narcotics offenders is a matter of controversy among all circles, both academics, government and society. This is based on the different theories, concepts and views of each person regarding the provision of capital punishment for narcotics offenders. The research method used is juridical normative, namely by reviewing or analyzing secondary data in the form of secondary legal materials by understanding the law as a set of regulations or positive norms in the statutory system that regulates human life. The crime of Narcotics has seriously endangered the lives of the community, nation and state because the abuse and illicit trafficking of Narcotics has spread to all levels of society from the elite level to the village community. Narcotics damages human resources as one of the National Development Capital, therefore the verdict handed down by the judge against Budiman aalias Sinyo bin I Made Sudjana, with the death penalty verdict, not only strengthens the previous judge's decision, but also becomes a record of efforts to eradicate narcotics in Indonesia. Keywords: Death Penalty, Narcotics, Sanctions.,
Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Pancur Batu Yang Overcrowded Lukman Hakim Lubis
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2021): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.365 KB) | DOI: 10.56128/jkih.v1i1.14

Abstract

Berdasarkan Pasal 1 Angka 32 KUHAP Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah meperoleh kekuatan hukum tetap. Terpidana yang akan di eksekusi ke setiap LAPAS harus didaftarkan sehingga nantinya pendaftaran tersebut merubah status terpidana menjadi narapidana sebagaimana amanat dalma Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Narapidana berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Nomor 12 Tahun 1995 merupakan terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemaysarakatan. Penyebab terjadinya overcrowded, Hambatan dan Upaya dalam Pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Pancur Batu meningkatnya jumlah kejahatan yang tidak sesuai dengan jumlah keluarnya narapidana dari Lapas, regulasi pemidanaan yang berlaku, tempat dan fasilitas dari Lapas Kelas II Pancur Batu yang tidak memadai dan tidak adanya pola hubungan antara penegak hukum yang tidak maksimal. Pelaksanaan Pidana Penjara yang Menyebabkan Overcrowded di Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia merupakan Fenomena yang tidak terlepas dari sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia. Dalam aspek Hak Asasi Manusia pembinaan narapidana tidak melanggar HAM. Namun, dengan adanya permasalahan Overcrowded ini membuat pelaksanaan pembinaan narapidana di Lapas tidak berjalan secara optimal sehingga hak-hak narapidana cukup sulit untuk didapatkan dan tidak tereralisasikan secara efektif. Dengan demikian, pembinaan narapidana ini tidak bisa dihapuskan untuk memberikan aspek perlindungan kepada masyarakat. Kata Kunci : pembinaan narapidana, lembaga pemasyarakatan, overcrowded Abstract Based on Article 1 Number 32 of the Criminal Procedure Code, a convicted person is a person who is convicted based on a court decision who has obtained permanent legal force. The convict who will be executed in each correctional facility must be registered so that later the registration will change the status of the convicted person to become a convict as mandated in Article 10 paragraph (1) and paragraph (2) of Law Number 12 of 1995 concerning Corrections. Prisoners based on Article 1 number 7 of Law Number 12 of 1995 are convicts who have served a sentence of lost independence in a correctional facility. Correctional Institution, hereinafter referred to as LAPAS, is a place to carry out the development of prisoners and Correctional Students. The causes of overcrowded occurrence, obstacles and efforts in the implementation of coaching prisoners in the Class II A Prison in Pancur Batu increase the number of crimes that are inconsistent with the number of prisoners released from prison, applicable criminal regulations, inadequate places and facilities at Pancur Batu Class II Prison and there is no relationship pattern between law enforcers that is not optimal. The implementation of prison sentences that cause overcrowded in prisons in a human rights perspective is a phenomenon that cannot be separated from the criminal justice system in force in Indonesia. In the aspect of human rights, the development of prisoners does not violate human rights.However, with the Overcrowded problem, the implementation of training for prisoners in prisons does not run optimally so that the rights of prisoners are quite difficult to obtain and are not effectively realized. Thus, the development of these prisoners cannot be eliminated to provide an aspect of protection to the community. Keywords: prison development, correctional facilities, overcrowded
Royalty Management Regulation for Song and/or Music Copyright: The Needs of Indonesian Musicians Mustika Putra Rokan
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2021): Desember
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.6 KB) | DOI: 10.56128/jkih.v1i1.15

Abstract

Problems often arise, namely related to the scope of legal protection to the Creator for his creation. This is something that most members of the public do not understand, especially song and/or music users. Many song users do not realize that what they are doing is a violation of Copyright, both for their economic rights or the moral rights of the Creators. On March 30, 2021, President Joko Widodo finally stipulates Government Regulation (PP) Number 56 of 2021 concerning Management of Song and/or Music Copyright Royalties, which is the mandate of Article 35 paragraph (3) of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Apart from the problem of delays, the issuance of this PP on the Management of Song and Music Royalties has brought a breath of fresh air to songwriters in Indonesia. This is because the legal basis for collecting and distributing royalties is now stronger. Keywords: Copyright, Music, Royalties, Songs. Abstract Permasalahan sering muncul yaitu terkait ruang lingkup perlindungan hukum kepada Pencipta atas ciptaannya. Hal inilah yang belum bisa dimengerti oleh kebanyakan anggota masyarakat, terutama para pengguna lagu dan/atau musik. Banyak pengguna lagu yang tidak menyadari, bahwa apa yang dilakukannya merupakan sebuah pelanggaran terhadap Hak Cipta, baik atas hak ekonominya ataupun hak moral dari para Pencipta. Pada 30 Maret 2021, akhirnya Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik yang merupakan amanat Pasal 35 ayat (3) dari UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Di luar masalah keterlambatan, terbitnya PP Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik ini membawa angin segar bagi para pencipta lagu di Indonesia. Sebab, kini dasar hukum pemungutan dan pembagian royalti jadi lebih kuat. Kata Kunci : Hak Cipta, Lagu, Musik, Royalti.

Page 1 of 1 | Total Record : 5