cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN" : 12 Documents clear
EFEKTIVITAS PELAYANAN PENERBITAN STNK DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM QUICK WINS DI KANTOR BERSAMA SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP (SAMSAT) KABUPATEN MELAWI RIDHO HIDAYAT, S.IK. A.2021131089, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discuss the effectiveness of publishing services in the framework of the implementation of the program stnk quick wins in the office with a unified administrative system of the roof (Units) Melawi. From the results of research using normative legal research methods and sociological conclusion, that: The services provided to the people who assessed from the dimensions of service quality in the process of issuing vehicle registration service of vehicles R2 / R4 in Samsat Office Melawi been good .. It is proven that category both received the highest total assessment of all categories of service. In the service process in the issuance of vehicle registration, the Quick Wins program also experience barriers in terms of ministry. The obstacles come from external and internal SAMSAT. Ie internal aspects of human nature that is responsible for a third unit in the ministry and their kekurangdisiplinan care workers, while the external aspects of the persistence of the society at the time registration was incomplete and there are still people who do not understand when the registration form has been informed in writing SAMSAT regarding the conditions that must be completed in the management of vehicle registration and the registration form. Recommendations from the study of this thesis is SAMSAT Melawi need to improve further its service on the dimensions of empathy on indicators of friendliness and courtesy in providing services to the public so that people can feel the hope of better services can tercapai.Demi improve the quality of service to the community so much better then SAMSAT should take action against care workers who lack discipline. In addition to improving the speed of service in order to reduce the ignorance of some people in the complete file registration requirements and fill out the registration form, it is expected that service personnel should be more clearly inform the public either directly or indirectly so that the public can better know again fill out the registration form as well as on registration requirements.Keywords: Effectiveness vehicle registration Publishing Services in the Context of the Implementation of the Quick Wins ProgramABSTRAKTesis ini membahas masalah efektivitas pelayanan penerbitan stnk dalam rangka pelaksanaan program quick wins di kantor bersama sistem administrasi manunggal satu atap (samsat) Kabupaten Melawi. Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif dan sosiologis diperoleh kesimpulan, bahwa : Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang dinilai dari dimensi-dimensi kualitas pelayanan dalam pelayanan proses penerbitan STNK kendaraan R2/R4 di Kantor Samsat Melawi telah baik.. Hal tersebut dibuktikan bahwa kategori baik mendapat total penilaian pelayanan tertinggi dari semua kategori. Dalam prosespelayanan dalam penerbitan STNK, program Quick Wins juga mengalami adanya hambatan dalam hal pelayanannya. Hambatan tersebut berasal dari eksternal maupun internal SAMSAT. Aspek internal yaitu sifat SDM dari ketiga unit yang bertanggung jawab dalam pelayanan dan adanya kekurangdisiplinan petugas pelayanan, sementara itu dari aspek eksternal masih adanya masyarakat pada waktu pendaftaran berkasnya belum lengkap dan masih ada masyarakat yang belum mengerti mengisi formulir pendaftaran padahal pihak SAMSAT telah menginformasikannya secara tertulis mengenai syarat-syarat yang harus dilengkapi dalam pengurusan STNK dan mengenai pengisian formulir pendaftaran. Rekomendasi dari Penelitian tesis ini adalah Samsat Melawi perlu meningkatkan lagi pelayanannya pada dimensi empathy pada indikator keramahan serta kesopanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar harapan masyarakat dapat merasakan pelayanan yang lebih baik lagi dapat tercapai.Demi meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat agar lebih baik lagi maka SAMSAT harus menindak petugas pelayanan yang kurang disiplin. Selain itu guna meningkatkan kecepatan pelayanan demi mengurangi ketidaktahuan sebagian masyarakat dalam melengkapi berkas persyaratan pendaftaran dan mengisi formulir pendaftaran, maka diharapkan petugas pelayanan harus lebih jelas lagi memberikan informasi kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung agar masyarakat bisa lebih tahu lagi mengisi formulir pendaftaran serta mengenai persyaratan pendaftarannya.Kata Kunci: Efektivitas Pelayanan Penerbitan Stnk Dalam Rangka Pelaksanaan Program Quick Wins
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK YANG BEKERJA DISEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DITINJAU DARI UU 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN JO UU 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (STUDI DI KABUPATEN KUBU RAYA) TOMMY SUNJOTO, SH, A.2021131009, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis focuses on the legal protection of child laborers working in the oil palmsector in terms of Act No. 13 of 2003 on Labor jo Law No. 23 of 2002 on theProtection of Anak.Dari study authors using sociological obtained legal researchconclusions: 1) .bahwa conditions of children working in the palm oil sector if it isassociated with article 69 paragraph 2 of Law No. 13 Year 2003 jo Law No. 23 of2002 on Child Protection, everything is not met. It means that there are deviationswere made by the company to employ children in the context of the law. Theseconditions would have to be protected from the local government Kubu Raya, thesechildren should not be allowed to work, because of the age of the child is still underage should sit in school. The local government seems less serious attention to childlabor. It can be seen from the lack of real action from the government, either in theform of cessation of the company's operations or revocation of business licenses ofplantation and furthermore no effort of the local government Kubu Raya to attract thechildren of plantation companies where children The bekerja.2). That the factors thatcause children to work in oil palm plantations is the Poverty and Economic Factors;Socio-cultural factors; Factors Pengawasan.3 Education). That the steps taken bythe Department of Labor and Transmigration the summons against children and theelderly. The summoning of the Oil Palm. These two steps being very vain, becausethe repressive actions of the Department of Labor and Transmigration Kubu Rayaabsolutely nothing. Manpower and Transmigration Kubu Raya just give directivesalone, which is more imbaun. This condition would not be a deterrent for companiesto keep employing child labor. The suggestions are 1). Preventive efforts should bemade law in the form of labor inspection and the continuous efforts of repressive2laws such legal actions can provide a real deterrent effect for oil palm plantationcompany which employs anak.2). Highway district government camp must make abreakthrough in the form of policies that can attract children who work to return toschool.ABSTRAKTesis ini menitikberatkan pada perlindungan hukum terhadap pekerja anak yangbekerja di sektor perkebunan kelapa sawit ditinjau dari UU No 13 Tahun 2003Tentang Ketenagakerjaan jo UU No 23 Tahun 2002 Tentang PerlindunganAnak.Dari penelitian penulis dengan menggunakan metode penelitian hukumsosiologis di peroleh kesimpulan : 1).bahwa kondisi anak-anak yang bekerja disektor perkebunan kelapa sawit jika dikaitkan dengan pasal 69 ayat 2 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 jo Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentangPerlindungan Anak, semuanya tidak terpenuhi. Artinya ada penyimpanganpenyimpanganyang dilakukan pihak perusahaan dalam mempekerjakan anak dalamkonteks hukum. Kondisi ini tentu harus mendapat perlindungan dari pemerintahdaerah Kabupaten Kubu Raya, seharusnya anak-anak tersebut tidak diperkenankanuntuk bekerja, karena usia anak tersebut masih dalam usia yang seharusnya dudukdibangku sekolah. Pemerintah daerah tampaknya kurang memperhatikan secaraserius terhadap pekerja anak ini. Hal ini, dapat dilihat dari tidak adanya tindakannyata dari pemerintah daerah, baik dalam bentuk penghentian operasionalperusahaan ataupun pencabutan izin usaha perkebunan dan lebih jauh lagi tidakusaha dari pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya untuk menarik anak-anaktersebut dari perusahaan-perusahaan perkebunan dimana anak tersebut bekerja.2).Bahwa faktor yang menyebabkan anak bekerja di perkebunan kelapa sawit adalahFaktor Kemiskinan dan Ekonomi ; Faktor Sosial Budaya; Faktor PendidikanPengawasan.3). Bahwa langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Dinas TenagaKerja dan Transmigrasi yakni Pemanggilan terhadap anak dan orang tua.Pemanggilan terhadap Pihak Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit. Dua langkahini menjadi sangat sia-sia, karena tindakan-tindakan refresif dari Dinas Tenaga Kerjadan Transmigrasi Kubu Raya sama sekali tidak ada. Dinas Tenaga Kerja danTransmigrasi Kubu Raya hanya memberikan pengarahan-pengarahan saja, yanglebih bersifat imbaun. Kondisi ini tentu tidak menjadi efek jera bagi perusahaan untuk3tetap mempekerjakan anak sebagai tenaga kerja. Saran-saran adalah 1). Harusdilakukan upaya hukum preventif berupa pengawasan ketenagakerjaan yangberkesinambungan dan upaya hukum refresif berupa tindakan-tindakan hukumnyata yang dapat memberikan efek jera bagi perusahan perkebunan kelapa sawityang mempekerjakan anak.2). Pemerintah daerah kabupaten kubu raya harusmembuat terobosan berupa kebijakan yang dapat menarik anak-anak yang bekerjauntuk kembali bersekolah.
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA TERHADAP PELAKU PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN DI PELABUHAN LAUT DWIKORA PONTIANAK drg. FAISYAL NOER. A.21211077, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.924 KB)

Abstract

ABSTRAKDengan makin meningkatnya mobilitas manusia, atau barang yang dapat menjadi media pembawa hama dan penyakit pada hewan dan tumbuhan serta masih terbatas melakukan pengawasan, pengamanan dan penegakan hukum, maka peluang penyebaran hama dan penyakit cukup besar. Hal tersebut akan sangat membahayakan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekonomi nasional. Upaya mencegah masuknya kedalam wilayah negara Republik Indonesia hama dan penyakit yang memiliki potensi merusak tersebut dilakukan melalui karantina. Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuha, Karantina adalah tempat pengasingan dari atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Penegakan hukum pasal 31 Undang-Undang No.16 Tahun 1992 di Pelabuhan Dwikora Pontianak belum dapat dilaksanakan sebagaimana mana mestinya hal ini disebabkan beberapa faktor. Dimana penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis dengan spesifikasi deskriftif analisis serta dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Diharapkan dengan penelitian penegakan hukum dalam menanggulangi tindak pidana dibidang karantina hewan, ikan dan tumbuhan dapat efektif.Kata Kunci : karantina, penegakan hukum, efektif.3ABSTRACTWith the increasing mobility of people, or items that can be a carrier of pests and diseases in animals and plants, and limited oversight, security and law enforcement, then the chances of the spread of pests and diseases is quite large. It would be very harmful to the preservation of natural resources and the national economy. Efforts to prevent the entry into the territory of the Republic of Indonesia of pests and diseases that have the potential damage done through quarantine. In Act 16 of 1992 concerning Animal, Fish and Plant Quarantine is a retreat from or acts as an effort to prevent the entry and spread of pests and diseases from abroad and from one area to another within the country or the release of the the territory of the Republic of Indonesia. Law enforcement Article 31 of Law 16 of 1992 at the Port of Pontianak Dwikora which can not be implemented as it should be this is due to several factors. Where this study using sociological juridical approach to the specification of descriptive analysis and analyzed using qualitative methods. Expected to study law enforcement in dealing with criminal offenses in the field of quarantine of animals, fish and plants can be effective.Keywords: quarantine, enforcement, effective.
ANALISIS YURIDIS-SOSIOLOGIS TERHADAP KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERKEBUNAN DAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUNGAN HIDUP DALAM KASUS PEMBAKARAN LAHAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN KUBU RAYA ALI PERTOKO,SH. A.2021131022, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses the problem-Sociological Analysis of the Juridical Authority Against Civil Servant Investigators Plantation And Civil Servant Investigators Environment In Case of Burning plantation in Kubu Raya. One of solution offered in this paper is : to find out the foundation of law to be proposed as prosecution reason for criminal matter leading to pollution and degradation the gradation of life environment. Once the reason of law prosecution known, it should be then known which PPNS to have the authority in making the investigation for those criminal matter. The solution is to apply the Law No. 32/2009 regarding Management of Life Environment, thus the authorizing PPNS for investigation should be PPNS of Live Environment. This research is based on normative juridical research supported by library research, primary data, secondary and tertiary data. The result of research indicates that the similarity of attitudes and characteristics of criminal mater mentioned above than more toward the problem of life environment, thus there should be the certainity in prosecution basis application for the criminal matters. This certainity will be to realize the law enforcement and authority of the investigators. Because as consequence, if PPNS in fact those not have the authority to make the investigation for criminal matter of life environment, all set of investigation activities and all investigation Official news issued, will become invalid. It is also suggested; in presence of claim between PPNS of estate and PPNS of life Environment for authority of investigation, police can take the role to decide which PPNS is to act as investigator, and if one of the PPNS is not satisfied whit the decision, then Police investigator can be reached through constitution of Court in basis of claim for authority conflict between government institutions.Keywords:. Against Juridical-Sociological Analysis, Combustion Case plantationABSTRAKTesis ini membahas masalah Analisis Yuridis-Sosiologis Terhadap Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup Dalam Kasus Pembakaran Lahan Perkebunan Di Kabupaten Kubu Raya. Salah satu solusi2yang dikemukan dalam tulisan ini adalah; untuk menemukan dasar hukum apa yang akan diajukan sebagai dasar penuntutan atas tindak pidana yang berakibat pada rusak dan tercemarnya fungsi lingkungan hidup. Setelah diketahui dasar hukum pengajuan tuntutannya maka, diketahuilah PPNS mana yang berwenang melakukan penyidikan atas perkara tindak dimaksud. Salah satu solusinya adalah menggunakan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sehingga PPNS yang berwenang untuk menyidiknya pun haruslah PPNS Lingkungan Hidup. Penelitian ini didasarkan atas penelitian yuridis normatif ditambah dengan penelitian kepustakaan, dengan didukung oleh data primer, data sekunder dan data tertier.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kesamaan sifat dan karekteristik tindak pidana yang disebut diatas lebih mengarah ke persoalan lingkungan hidup, sehingga perlunya ketegasan penggunaan dasar tuntutan pada tindak pidana tersebut. Ketegasan ini adalah untuk mewujud suatu kepastian hukum dan kepastian kewenangan penyidik. Sebab konsekwensinya apabila sesorang PPNS ternyata tidak berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana lingkungan hidup dimaksud maka, seluruh rangkaian kegiatan penyidikan dan seluruh Berita Acara Pemeriksaan yang dikeluarkan menjadi tidak sah. Penulisan tesis ini juga menyarankan agar; jika terjadi saling klaim antara PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup atas kewenangan penyidikan maka, pihak Polri dapat mengambil peran untuk memutuskan PPNS mana yang bertindak sebagai penyidik, dan jika salah satu PPNS dimaksud tidak puas pada hasil keputusan Penyidik Polri maka dapat ditempuh jalur Mahkamah Konstitusi dengan dasar gugatan atas sengketa wewenang antar lembaga pemerintah.Kata Kunci:. Analisis Yuridis-Sosiologis Terhadap, Kasus Pembakaran Lahan Perkebunan
PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK PEKERJA/BURUH TERUTAMA BERUPA PEMENUHAN ATAS UPAH YANG LAYAK (Studi di Kabupaten Sanggau) IWAN NOVIAR, S.ST. A 2021131011, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.728 KB)

Abstract

ABSTRAKMendapatkan pekerjaan dan Penghidupan yang layak merupakan hak konstitusional setiap warga negara indonesia, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 pasal 27 ayat (2). Di Indonesia, selain mendapatkan pekerjaan yang sangat sulit (angka pengangguran masih tinggi), permasalahan terkait upah yang layak juga mendapat sorotan serius. Upah yang diterima pekerja di Indonesia(khususnya di Kabupaten Sanggau) umumnya masih dibawah besaran upah minimum yang mana upah minimum tersebut hanya diperuntukkan bagi pekerja lajang dengan masa kerja 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) tahun. Belum lagi upah minimum yang telah ditetapkan tersebut masih dibawah nilai Kebutuhan Hidup Layak). Belum lagi jika berbicara upah lembur yang diterima pekerja yang tidak sesuai dengan perhitungan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal tersebutlah yang juga berpengaruh signifikan terhadap kasus perselisihan hubungan industrial yang ada. Ini menunjukkan banyaknya pelanggaran terkait ketentuan ketenagakerjaan (dibidang pengupahan). Untuk itulah dalam penelitian ini ada 2 (dua) permasalahan yang akan di jawab, pertama adalah bagaimana efektifitas peran Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau dalam upaya memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja terutama atas pemenuhan upah yang layak. Kedua adalah bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau dalam meningkatkan efektifitas pengawasan ketenagakerjaan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam optimalisasi pemenuhan hak pekerja terutama atas upah yang layak.2Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dan yuridis sosiologis.Penelitian ini berhasil menjawab permasalahan yang dikemukakan tadi dimana peran Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau masih sangat minim atautidak optimal dalam pengawasan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial atas pemenuhan upah yang layak. Tidak optimalnya pemerintah daerah kabupaten sanggau dalam hal ini karena beberapa aspek, yaitu aspek personel, aspek pendanaan, dan aspek kelembagaan. Untuk itulah dalam saran atau rekomendasi penelitian ini terhadap permasalahan yang ada adalah membenahi ketiga aspek tersebut.Kata Kunci : Upah yang Layak, Efektifitas Peran Pemerintah Daerah, Efektifitas Pengawasan Ketenagakerjaan.
PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI TIDAK MENGHAPUSKAN HAK UNTUK MENUNTUT KERUGIAN TERHADAP KEUANGAN NEGARA AMIRUDIN, SH. A.2021131029, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.044 KB)

Abstract

ABSTRACTCorruption that occurred during this time in addition to financial harm and thecountry's economy also inhibits the growth and sustainability of nationaldevelopment, may hinder the stability and national security, corruption is a complexcrime and social implications to others because it concerns the rights of others toobtain the same prosperity. Even corruption can be termed as a social sin which asin or a crime committed and the impact for many people, the value of sinfulness fargreater than the sin of personal nature. One element in corruption in Article 2paragraph (1) and Article 3 of Law No. 31 of 1999. On Combating Corruption is thefinancial loss the country / economy of the country is done unlawfully. tate loss canoccur because of a violation of law or negligence of state officials or public servantsinstead of treasurer in the framework of the implementation of the administrativeauthority or by the treasurer in the framework of the implementation of the treasuryauthority. Completion of state losses needs to be done to restore the country's wealthis lost or reduced, and increase discipline and responsibility of civil servants / officialsof the state in general, and financial managers in particular.Against the acquittal orescape from any such lawsuits based on the provisions of Article 32 paragraph (2) ofLaw No. 31 of 1999. as amended by Act No. 20 of 2001 on Corruption Eradicationsaid: "acquittal in criminal corruption does not abolish the right to demand financialloss to the state ".The method in this research-based approach to the normativejurisprudence, where the approach to the problem is done by reviewing the variousaspects of the law, in terms of statutory provisions in force concerning penalprovisions for compensation against the acquittal in corruption cases linked with thepurpose of punishment.2Keywords: Corruption, compensation and acquittalABSTRAKTindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan danperekonomian negara juga menghambat pertumbuhan dan kelangsunganpembangunan nasional, dapat menghambat stabilitas dan kemanan nasional,korupsi merupakan kejahatan kompleks dan berimplikasi sosial kepada orang lainkarena menyangkut hak orang lain untuk memperoleh kesejahteraan yang sama.Bahkan korupsi dapat disebut sebagai dosa sosial dimana sebuah dosa ataukejahatan yang dilakukan dan berdampak bagi banyak orang, nilai kedosaan jauhlebih besar ketimbang dosa yang sifatnya personal. Salah satu unsur dalam tindakpidana korupsi di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31tahun1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah adanya kerugiankeuangan negara/perekonomian negara yang dilakukan secara melawan hukum.Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabatnegara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaankewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaankewenangan kebendaharaan. Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukanuntuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang sertameningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri/pejabat negara padaumumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya Terhadap putusan bebasatau lepas dari segala tuntutan hukum tersebut berdasarkan pada ketentuan Pasal32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun1999 sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi menyebutkan : ?Putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidakmenghapuskan hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan negara? Metodependekatan dalam penelitian ini berbasis kepada ilmu hukum normatif, dimanapendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspekhukum, dari segi ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai ketentuanpidana pembayaran uang pengganti terhadap putusan bebas dalam perkara tindakpidana korupsi dikaitkan dengan tujuan pemidanaan.Kata kunci : Tindak Pidana Korupsi, ganti kerugian dan putusan bebas
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN SANGGAU YANTO. E.P. SITORUS, SH. A.2021131014, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKrisis perekonomian yang terjadi di Indonesia berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan menyempitnya lapangan pekerjaan, sedangkan pada sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Meningkatnya angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan menjadi persoalan yang sangat rumit dipecahkan. Dampak dari hal tersebut menjadikan faktor kriminogen timbulnya berbagai macam kejahatan antara lain kejahatan terhadap nyawa, tubuh, harta benda, dan kesusilaan. Salah satu bentuk kejahatan yang timbul berkaitan persoalan ketenagakerjaan adalah tertipunya tenaga kerja Indonesia di luar negeri.Kegiatan perdagangan orang di Kalimantan Barat sudah pada tingkat yang sangat memprihatinkan dengan korban sebagian besar perempuan dan anak yang tereksploitasi melalui ketenagakerjaan maupun perkawinan, sehingga memerlukan jaminan perlindungan dengan melakukan pencegahan, pelayanan, rehabilitasi dan reintegrasi sosial terhadap korban.Berdasarkan data-data pra penelitian terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang di Kabupaten Sanggau yang terdata di Polres Sanggau pada tahun 2011 terjadi 4 kasus, tahun 2012 terjadi 5 kasus, tahun 2013 terjadi 8 kasus tahun 2014 terjadi 3 kasus dan tahun 2015 terjadi 2 kasus.Dalam kenyataannya, walaupun telah ada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perlindungan terhadap korban tindak pidana Perdagangan Orang sebagaimana2diberikan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang masih jauh dari harapan. Salah satu yang tampak di permukaan lemahnya undang-undang adalah pada umumnya korban tindak pidana perdagangan orang tidak mau mengadukan kasusnya dikarenakan melibatkan hubungan keluarga dan menjaga nama baik keluarga.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis dan sosiologis. Pendekatan yuridis adalah pendekatan yang memakai kaidah-kaidah serta perundangundangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, sedangkan pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang memakai data primer dengan dukungan data sekunder.Kata kunci : Perlindungan Hukum Korban, Perdagangan Orang dan SanggauABSTRACT The economic crisis that occurred in Indonesia have an impact on economic growth and narrowing inhibition of jobs, while on the other side of the labor force continues to increase. Increased labor force is not matched by employment becomes a very complicated problem to solve. The impact of these factors make kriminogen incidence of various crimes include crimes against life, body, property, and decency. One form of crime-related employment issues that arise are deluded Indonesian workers abroad.Trafficking activities in West Kalimantan are already at a very alarming with the victims mostly women and children exploited through employment or marriage, so it requires a guarantee of protection to prevention, care, rehabilitation and social reintegration of victims.Based on the data pre-study of the Crime of Trafficking in Sanggau recorded at the police station Sanggau in 2011 occurred in 4 cases, in 2012 occurred in 5 cases, 8 cases occurred in 2013, 2014 occurred in 3 cases and 2015 occured in 2 cases..In fact, although there has been Act No. 21 of 2007 on the Eradication of Trafficking in Persons, the protection of victims of criminal acts of trafficking as provided in Act No. 21 of 2007 on the Eradication of Trafficking in Persons is3still far from expectations. One that looked at the surface of the weakness of this legislation is generally victims of the crime of trafficking in persons do not want to complain because the case involves family relationships and maintain the family name.The method used in this research is the method of juridical and sociological. Juridical approach is an approach that uses rules and legislation relating to the problems examined, while the sociological approach is an approach that uses primary data with secondary data support.Keywords: Legal Protection of Victims of Trafficking in Persons and Sanggau
PEMBIMBINGAN MASYARAKAT HINDU DI KOTA PONTIANAK I WAYAN SEGARA, SH. A.21211089, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.112 KB)

Abstract

AbstrakTulisan ini dilatarbelakangi oleh maraknya pelanggaran-pelanggarankebebasan beragama yang terjadi akhir-akhir ini, sementara kebebasanberagama dijamin dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999Tentang Hak Asasi Manusia: Pasal 22 ayat 1 dan 2. Untuk menciptakankerukunan umat beragama di atas diperlukan peran aktif pemerintahterkait terutama Kementerian Agama untuk melakukan pelayanan,pembinaan, dan pembimbingan masyarakat. Dari penjelasan di atas,khusus untuk tulisan ini bahwa Implementasi Peraturan Menteri AgamaNomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja VertikalKementerian Agama, memiliki pertanyaan mendasar, yaitu BagaimanaPembimbing Masyarakat Hindu dalam melaksanakan pelayanan,bimbingan, pembinaan berdasarkan Pasal 653 Peraturan Menteri AgamaNomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja VertikalKementerian Agama. Metode penelitian yang digunakan adalah metodedeskriptif berbentuk penelitian hukum empiris. Subyek penelitiannyaadalah orang-orang yang terkait dalam pembimbingan. Lokasi penelitianpada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat.Cara mengambil data menggunakan wawancara dan dokumentasi.Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan model interaktif. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa pembimbingan terhadap masyarakatHindu di Kota Pontianak menggunakan metode yang bervariasidimaksudkan agar jalannya pembimbingan tidak monoton dan2membosankan. Banyak metode yang digunakan dalam pembimbinganproses bimbingan terhadap masyarakat Hindu secara bersamaan,diantaranya ceramah, tanya jawab, diskusi, latihan, tugas, problem solving(pemecahan masalah), dan demonstrasi. Kegiatan pembimbinganterhadap masyarakat Hindu tersebut cukup bermanfaat bagi masyarakatHindu di Kota Pontianak sebagai bekal dalam menghadapi proseskehidupan masyarakat Hindu itu sendiri baik dari segi iman, sosial,budaya, dan ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalampembimbingan masyarakat Hindu di Kota Pontianak adalah perbedaanindividual peserta bimbingan, situasi kegiatan pembimbingan yangpemateri ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari, keterbatasanfasilitas, dan keterbatasan jumlah umat Hindu.Kata kunci : pembimbingan, masyarakat, HinduAbstractThis writing is inspired by the appearance of religious intolerants thesedays, while the fredom of performing certain religion is covered under theRegulation Number 39 Year 1999 of Human Righats 22 verse 1 and 2. Tocreate the harmony amongs the difference believers, it needs the role ofgovernment in this case Religious Affairs to actively doing service,counseling and guidance to the society. From the explaination above,especially in this writing that Implementation of the Religion MinistryRegulation Number 13 Year 2012 of Vertical Organization and Work ofReligious Affairs, having basic question, that is: How is the HinduCounselor doing service, counseling and guidance based on 653 ReligionMinistry Regulation Number 13 Year 2012 of Vertical Organization andWork of Religious Affair. The method used is descriptive in the form ofempirical legal reserach. The subject of this research is persons who trulyincluded in doing service, counseling and guidance to their society. Thelocation of this research is at Province Office of Religious Affairs West3Kalimantan. Collecting the data using interview an documentation.Analizing the data is done qualitatively by using interactive model. Theresult of this research indicates that guidance towards Hindu society inPontianak City using variative method in order that the guidance runningwell, not monotone and boring. Many method which used in the process ofguidance towards Hindu society in turn at the same occation such asspeech, question and answer, discussion, exercise, recitation, problemsolving and demonstration. The activity of guidance towards Hindu societyis meaningful to Hindu Pontianak socity them selves as instrument or toolto face their living process in the form of believe, social, culture, andeconomy. Factors that influence guidace of Hindu society in PontianakCity is individual differences among participant, the air of guidanceactivities created by the presenter is not always standard day by day, thelimitation of facilities, and the number of Hindu followers is rare.Keyword : guidance, society, Hindu
IMPLEMENTASI PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DALAM RANGKA MENCARI KEADILAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM (STUDI DI KABUPATEN BENGKAYANG) YUSTINUS DEDI, SH. A.2021131066, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKJudul tesis ini adalah Implementasi Pemberian Bantuan Hukum Kepada masyarakat MiskinDalam Rangka Mencari Keadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011tentang Bantuan Hukum (Studi di Kabupaten Bengkayang). Adapun latar belakangnyaadalah bahwa pelaksanaan bantuan hukum di Kabupaten Bengkayang belum dilaksanakandengan baik. Adanya pembahuruan secara normatif tentang Bantuan Hukum, tentumembawa perubahan dalam implementasinya, hal inilah yang menjadikan penelitian inimenarik untuk diteliti. Maka, perlu diketahui lebih lanjut mengenai implementasi bantuanhukum, kepada masyarakat miskin dalam mencari keadilan di Kabupaten Bengkayang.Pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma bagi masyarakat tidak mampu di KabupatenBengkayang mengalami banyak kendala yang ada, yaitu terbatasnya advokat ataupenasehat hukum yang ada di Kabupaten Bengkayang dan belum adanya LembagaBantuan Hukum yang terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.Mengingat pentingnya bantuan hukum dalam menciptakan keadilan, menegakkan HAM danequality before the law, serta dalam mencapai due process of law, tentu menjadikankewajiban pemberian bantuan hukum menjadi hal yang penting untuk dapat dilaksanakansecara efektif. Penelitian ini sangatlah penting, mengingat manfaat yang sangat besar yangakan didapatkan ketika pelaksanaan bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu diKabupaten Bengkayang, dapat dilaksanakan secara efektif, selain itu juga memberikanbentuk upaya reformasi hukum dalam aspek pemerataan keadilan. Masalah adalah (1) tidakada Lembaga Bantuan Hukum di Kabupaten Bengkayang yang diakreditasi OlehKementerian Hukum dn HAM Republik Indonesia (2) Tidak ada Advokat yang terdaftar diPeradi (3) bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkayang mengatasimasalah tersebut ?Hasil penelitian tesis dapat disimpulkan, bahwa pertama, Implementasi Pemberian BantuanHukum Kepada Masyarakat Miskin Dalam Rangka Mencari Keadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (Studi Di Kabupaten Bengkayang)belum dapat diimplementasikan dengan baik karena adanya penyimpangan-penyimpangan2dalam prakteknya. Seperti, belum adanya masyarakat yang mengajukan PermohonanBantuan Hukum karena belum memahami sepenuhnya tentang Pemahaman Hukum, danbingung untuk mengajukan kepada siapa ketika hendak memperoleh Bantuan Hukum,pelaksanaan bantuan hukum melalui pendampingan advokat baru dapat dinikmati apabilamasyarakat miskin melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau 5 (lima)tahun atau lebih tersangka dan proses persidangan tetap berlanjut walaupun tanpa hadirnyaadvokat, walaupun advokat tidak ada yang menolak secara lansung memberikan bantuanhukum, tetapi advokat dinilai kurang profesional dan diskriminatif. Tidak adanya ketentuandan tidak diberikannya bantuan hukum kepada tersangka dan terdakwa yang melakukantindak pidana dengan ancaman pidana di bawah 5 (lima) tahun ketika mengikutipersidangan sehingga banyak masyarakat miskin yang mengikuti persidangan tanpa diwakiliAdvokat, Kedua : Kendala-kendala yang dihadapi dalam Implementasi Pemberian BantuanHukum Kepada Masyarakat Miskin Dalam Rangka Mencari Keadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (Studi Di Kabupaten Bengkayang)didapat diklasifikasi dan dibedakan menjadi 3 faktor yakni, faktor substansi hukum (legalsubstance), struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture). Faktorsubstansi hukum yang menghambat salah satunya adalah kekurangan atau kelemahandalam substansi Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang mengatur mengenai pembatasan penerimabantuan hukum berdasarkan kwalifikasi ancaman hukuman. Faktor struktur hukum yangmenghambat yakni, faktor penegak hukum dari segi internal dan eksternal yang jugameliputi sarana atau fasilitas. Faktor penegak hukum dari segi internal yang menghambatseperti, kurangnya integritas, moralitas, idealisme dan profesionalitas advokat. Faktorpenegak hukum dari segi eksternal dan sarana atau fasilitas yang menghambat sepertiTidak ada Lembaga Bantuan Hukum di Kabupaten Bengkayang yang di akreditasi olehKementerian Hukum dan HAM dan Tidak ada Advokat yang terdaftar di Peradi, kurangnyapendanaan atau anggaran dari Pemerintah Daerah, kurangnya kontrol dan pengawasan,Faktor budaya hukum yang menghambat meliputi faktor budaya hukum atau faktorkebudayaan dan faktor masyarakat. Faktor budaya hukum atau kebudayaan dalam hal inimeliputi faktor budaya hukum atau kebudayaan dari masyarakat dan penegak hukum(penyidik dan advokat). Seperti, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hak atasbantuan hukum mengacu pada ketidakpercayaan, sikap pesimisme, serta sikap skeptisterhadap pelaksanaan bantuan hukum, dan elemen sikap, nilai-nilai, cara bertindak danberpikir advokat dan penyidik, yang terjadi secara berulang-ulang sehingga mengarah padasikap atau tindakan penyimpangan. Faktor masyarakat yang menghambat adalahpandangan masyarakat yang negatif tentang pelaksanaan bantuan hukum sertakekhawatiran dalam menggunakan bantuan hukum. Saran,(1) Sebaiknya di dalampersidangan pada pengadilan, bantuan hukum melalui pendampingan advokat dapat3dinikmati masyarakat pada saat tahapan awal bukan pada saat pemeriksaan tambahan dansebaiknya pemeriksaan tidak dilakukan sebelum hadirnya advokat. Integritas, moralitas,idealisme, dan profesionalitas aparat penegak hukum harus lebih ditingkatkan lagi. Perluadanya ketentuan untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang menjaditersangka dan terdakwa yang disangka dan didakwa melakukan tindak pidana denganancaman pidana di bawah 5 (lima) tahun tanpa harus menunggu permohonan bantuan darimasyarakat miskin tersebut. (2) Agar Pemerintah Daerah Perlu untuk membentuk LembagaBantuan Hukum di Kabupaten Bengkayang, membuat Peraturan Daerah tentang BantuanHukum kepada masyarakat Miskin, dan juga perlu melakukan kerjasama dengan LembagaBantuan Hukum yang telah ada di Kalimantan Barat sehingga Bantuan Hukum kepadaMasyarakat miskin dapat segera diberikan sebelum terbentuknya Lembaga Bantuan Hukumdi Kabupaten Bengkayang.Kata Kunci: Lembaga Bantuan Hukum, Advokat, Peraturan Perundang-Undangan,Peraturan Daerah.ABSTRACTThe title of this thesis is the implementation of the public administration of the Legal Aid ToPoor In Order for Justice pursuant to Act No. 16 of 2011 on Legal Aid (Studies inBengkayang District). The background is that the implementation of legal aid in Bengkayangnot been implemented properly. Pembahuruan their normative on Legal Aid, certainlybrought changes in implementation, this is what makes this study interesting to study. So,you need to know more about the implementation of legal aid to the poor in seeking justice inBengkayang.The provision of legal assistance free of charge to the community can not afford inBengkayang encounter many obstacles that exist, namely the lack of an advocate or legalcounsel in Bengkayang and the absence of Legal Aid which is accredited by the Ministry ofJustice and Human Rights of the Republic of Indonesia.Given the importance of legal aid in creating justice, uphold human rights and equality beforethe law, as well as in achieving the due process of law, would make the obligation to providelegal assistance becomes important to be implemented effectively. This study is important,given the enormous benefits to be gained when the implementation of legal assistance to theunderprivileged in Bengkayang, can be carried out effectively, but it also provides forms oflegal reforms in the aspect of distributive justice. The problem is (1) no Legal Aid inBengkayang accredited by the Ministry of Justice of the Republic of Indonesia Human Rights4dn (2) No Advocate registered in Peradi (3) how the Government policy Bengkayangovercome these problems?The results of the research thesis can be concluded, that the first, Implementation ProvidingLegal Aid To Poor People In Order for Justice Under Law No. 16 of 2011 on Legal Aid(Study In Bengkayang District) can not be implemented properly for their deviations inpractice. Such as, the lack of people who file the Application of Legal Aid because it has notfully understood about Understanding the Law, and confused to apply to anyone when tryingto obtain legal aid, execution of legal assistance through mentoring advocate can only beenjoyed if the poor committing a crime punishable by the death penalty or 5 (five) years ormore suspects and the court process continues even without the presence of lawyers, eventhough there is no denying advocate in directly providing legal aid, but advocates consideredless professional and discriminatory. The absence of provision and not given legalassistance to suspects and accused of committing criminal offenses punishable under 5(five) years when following the trial so many poor people who followed the trial without therepresented Advocate, Second: The obstacles encountered in the implementation of GivingLegal aid To Poor People In Order for Justice Under Law No. 16 of 2011 on Legal aid (StudyIn Bengkayang District) obtained classified and divided into three factors namely, the factorof legal substances (legal substance), legal structure (legal structure), and legal culture(legal culture). Factors legal substances that inhibit one of which is the lack or weakness inthe substance of Article 56 paragraph (1) Criminal Code concerning restrictions on legal aidrecipients based on the qualifications of the threat of punishment. Factors that inhibit thelegal structures, law enforcement apparatus in terms of internal and external which alsoincludes facility or facilities. Factors law enforcement in terms of internal inhibits such as,lack of integrity, morality, idealism and professionalism advocates. Factors law enforcementin terms of external and facilities or facilities that inhibits such as No Legal Aid inBengkayang which is accredited by the Ministry of Justice and Human Rights and NoAdvocate registered in Peradi, lack of funding or budgets of local governments, lack ofcontrol and supervision , cultural factors that inhibit law covering cultural factors of law orcultural factors and community factors. Legal culture or cultural factors in this regard includecultural factors of law or culture of the community and law enforcement officers (investigatorsand lawyers). Such as, the lack of public understanding of the right to legal aid refers tomistrust, pessimism and skepticism towards the implementation of legal aid, and elements ofattitudes, values, way of acting and thinking advocates and investigators, which occursrepeatedly leading to the attitudes or actions irregularities. Factors that inhibit community isnegative community views on the implementation of legal aid as well as concerns in the useof legal assistance. Suggestions: (1) We recommend that in the hearing at the court, legal5assistance through mentoring advocates can be enjoyed by people during the early stagesrather than when additional screening and examination should not be performed before thepresence of an advocate. Integrity, morality, idealism and professionalism of lawenforcement officers should be further enhanced. The need for provisions to provide legalassistance to people who become suspects and defendants are suspected of and chargedwith a criminal offense punishable under 5 (five) years without having to wait for assistancefrom poor communities. (2) For Local Governments Need to establish Legal Aid inBengkayang, create a Local Regulation on Legal Aid to the community of Poor, and alsoneed to cooperate with the Legal Aid Society who has been in West Kalimantan that LegalAid to Poor people may soon be given before the establishment of the Legal Aid Institute inBengkayang.Keywords: Legal Aid Society , Advocates , Laws and Regulations, Regional Regulation
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ABRAHAM VAN VOLLEN HOVEN GINTING, SH. A.2021131017, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.088 KB)

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses the juridical analysis of the constitutional court's decision number 34 / PUU-XI / 2013 about judicial review of law number 08 of 1981 on criminal procedure law to the constitution of the republic Indonesia in 1945. From the research we concluded that: Urgency request reconsideration of a decision can only be performed one time is for the sake of legal certainty as the purpose of the law itself, with hope when kepatian law has been achieved, in the certainty that there will be justice. On the other hand these provisions are also compatible with the principles of criminal justice quick, simple and inexpensive and can technically improve the quality of decisions, Supreme Court mapping facilitate legal proceedings and reduce the number of cases in the Supreme Court, which means reducing the workload of the Constitutional Court's decision Supreme Court.Implikasi No. 34 / PUU¬XI / 2013 against the principle of legal certainty is the granting of a legal remedy reconsideration may be performed more than once does not lead to a blurring of legal certainty because of a court decision if they have permanent legal force already have legal certainty. Subsequent to the decision of the Constitutional Court Number 34 / PUU-XI / 2013 on legal remedies Reconsideration of the justice system in Indonesia is the creation of rules technicalities regarding the submission of new evidence (Novum) and also the deadline for filing legal remedy reconsideration necessary to make a regulation concrete that parties who wish to apply for judicial review should not be confused because the Constitutional Court Decision Nomor34 / PUU-XI / 2013 and also SEMA No. 7 of 2014. Recommendation: To forming undang¬ Act should be amended pasal¬ the articles in the Criminal Code that have been carried out judicial review by the Constitutional Court and thus creating clarity in systematic KUHAP.Kepada forming undang¬ legislation should make a clear regulation regarding evidence new (novum) what kind of judicial review may be filed more than one kali.Pengajuan remedy reconsideration should have to set restrictions on the number of times allowed to file a legal action to review and be given time to file for a legal remedy reconsideration (in this case to convict dead) in order to create legal certainty, fairness and expediency.Keywords: juridical analysis, of the ruling, the constitutional court.ABSTRAKTesis ini membahas analisis yuridis terhadap putusan mahkamah konstitusi nomor 34/PUU-XI/2013 tentang pengujian undang-undang nomor 08 tahun 1981 tentang hukum acara pidana terhadap undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan, bahwa : Urgensi permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya bisa dilakukan satu kali adalah demi tegaknya kepastian hukum sebagai tujuan dari hukum itu sendiri, dengan harapan ketika kepatian hukum sudah tercapai maka dalam kepastian itu akan ada keadilan. Disisi lain ketentuan tersebut juga sesuai dengan asas peradilan pidana cepat, sederhana dan biaya ringan dan secara teknis dapat meningkatkan kualitas putusan, memudahkan MA melakukan pemetaan permasalahan hukum dan mengurangi jumlah perkara di tingkat kasasi yang berarti mengurangi beban kerja MA.Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap prinsip kepastian hukum adalah dengan dikabulkannya upaya hukum peninjauan kembali yang boleh dilakukan lebih dari satu kali tidak mengakibatkan kaburnya kepastian hukum karena putusan pengadilan apabila telah memiliki kekuatan hukum tetap sudah memiliki kepastian hukum.Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap upaya hukum Peninjauan Kembali dalam sistem peradilan di Indonesia adalah pembuatan aturan yang teknis mengenai pengajuan bukti baru (novum) dan juga tenggang waktu pengajuan upaya hukum peninjauan kembali perlu dibuat suatu regulasi yang konkrit agar pihak-pihak yang ingin mengajukan peninjauan kembali tersebut tidak dibingungkan karena Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor34/PUU-XI/2013 dan juga SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tersebut. Rekomendasi : Kepada pembentuk undang-undang hendaknya melakukan amandemen terhadap pasal-pasal yang ada di dalam KUHAP yang telah dilakukan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi sehingga terciptanya kejelasan dalam sistematis KUHAP.Kepada pembentuk undang-undang hendaknya membuat suatu regulasi yang jelas mengenai bukti baru (novum) yang seperti apa yang dapat diajukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali.Pengajuan upaya hukum peninjauan kembali hendaknya perlu ditetapkan pembatasan berapa kali dibolehkan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali dan diberikan tenggang waktu untuk mengajuan upaya hukum peninjauan kembali (dalam hal ini untuk terpidana mati) agar terciptanya kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.Kata Kunci: analisis yuridis, terhadap putusan, mahkamah konstitusi.

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue