cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 4 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN" : 4 Documents clear
KAJIAN YURIDIS TERHADAP TERA METER KONSUMEN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) DITINJAU DARI PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Pada Konsumen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak) DAVID NABABAN,SH A.21210060, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThis thesis discusses judicial review of the actions of PDAM Tirta Equatorial Pontianak who re-calibration of the meter of drinking water in terms of consumer protection laws. In addition, it also has a goal is to reveal and analyze whether the action PDAM Tirta Equatorial Pontianak who re tera consumers against drinking the water meter is not contrary to the rule of law and to provide protection to the consumer, the factors that led to the Equator PDAM Tirta Pontianak do tera back to metered water consumers, and the settlement in the event of Conflict of Interest between consumer interests related actions Equatorial PDAM Tirta Pontianak who re-calibration of the meter of drinking water consumers.Through literature and field studies using normative approaches and methods of qualitative research is concluded, that the act of PDAM Tirta Equatorial Pontianak who re-calibration of the meter of drinking water consumers against the rule of law, especially the provisions of Law No. 2 of 1981 on Legal Metrology and Government Regulation No. 2 of 1985 on the obligation and the exemption for ditera and / or ditera Birthday and Conditions For Tools Measure, Measure, Weigh and Fittings (UTTP) for all matters relating to the calibration and re-calibration of the measuring tools , measure, weigh and equipment (UTTP) is the duty and responsibility of Metrology. In addition, PDAM Tirta action Equatorial Pontianak who re tera consumers against water meter does not give protection to consumers because it does not have the accuracy of the data usage of water by consumers (customers), so the recording of water use carelessly impressed that cause harm consumers, factors the cause of PDAM Tirta Equatorial Pontianak perform re-calibration of the meter of drinking water consumers because the costs to be incurred to re tera metered water consumers (customers) if involving officials of Metrology Services Unit, inefficient time to conduct re tera water meter consumers (customers) if involving officials of Metrology Services Unit compared to the number of consumers (subscribers) PDAM Tirta Equatorial Pontianak so much, and the absence of local regulation governing the liability of Metrology Services Unit to re tera water meter PDAM Tirta Equator City Pontianak.The settlement in the event of Conflict of Interest between consumer interests related actions PDAM Tirta Equatorial Pontianak who re tera the water meter can be reached by non-2litigation (outside the courts), where the consumers (customers) taps complain / report the matter to NGOs Concerned Consumer (LSMPK) Pontianak because consumer rights have been violated by PDAM Tirta Equator as entrepreneurs. Of the complaint / report to consumers (subscribers) taps, the Concerned Citizens Consumer Organization (LSMPK) Pontianak City will submit the report to the Consumer Dispute Settlement Body (BPSK) Pontianak.AbstrakTesis ini membahas tentang kajian yuridis terhadap tindakan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang melakukan tera ulang terhadap meteran air minum ditinjau dari hukum perlindungan konsumen. Di samping itu juga mempunyai tujuan yaitu untuk mengungkapkan dan menganalisis apakah tindakan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang melakukan tera ulang terhadap meteran air minum konsumen tidak bertentangan dengan aturan hukum dan dapat memberikan perlindungan kepada konsumen, faktor-faktor yang menyebabkan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak melakukan tera ulang terhadap meteran air minum konsumen, dan penyelesaian jika terjadi Conflict of Interest antara kepentingan konsumen terkait tindakan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang melakukan tera ulang terhadap meteran air minum konsumen.Melalui studi kepustakaan dan lapangan menggunakan metode pendekatan hukum normatif serta metode penelitian kualitatif diperoleh kesimpulan, bahwa tindakan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang melakukan tera ulang terhadap meteran air minum konsumen bertentangan dengan aturan hukum khususnya ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Kemetrologian Legal dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang serta Syarat-Syarat Bagi Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) karena semua hal yang berhubungan dengan tera dan tera ulang terhadap alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) menjadi tugas dan tanggung jawab Kemetrologian.Selain itu, tindakan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang melakukan tera ulang terhadap meteran air konsumen tidak memberikan perlindungan kepada konsumen karena tidak memiliki keakurasian terhadap data pemakaian air oleh konsumen (pelanggan), sehingga pencatatan penggunaan air terkesan asal-asalan yang berakibat merugikan konsumen, faktor-faktor yang menyebabkan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak melakukan tera ulang terhadap meteran air minum konsumen dikarenakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan tera ulang meteran air konsumen (pelanggan) apabila melibatkan petugas dari Unit Pelayanan Kemetrologian, tidak efisiennya waktu untuk3melakukan tera ulang meteran air konsumen (pelanggan) apabila melibatkan petugas dari Unit Pelayanan Kemetrologian dibandingkan dengan jumlah konsumen (pelanggan) PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang begitu banyak, dan belum adanya Peraturan Daerah yang mengatur masalah kewajiban dari Unit Pelayanan Kemetrologian untuk melakukan tera ulang meteran air PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak.Adapun penyelesaian jika terjadi Conflict of Interest antara kepentingan konsumen terkait tindakan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak yang melakukan tera ulang terhadap meteran air minum dapat ditempuh melalui jalur non litigasi (di luar pengadilan), di mana para konsumen (pelanggan) PDAM mengadukan/melaporkan hal tersebut kepada Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Konsumen (LSMPK) Kota Pontianak karena hak-hak konsumen telah dilanggar oleh PDAM Tirta Khatulistiwa sebagai pelaku usaha. Dari adanya pengaduan/laporan para konsumen (pelanggan) PDAM, maka Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Konsumen (LSMPK) Kota Pontianak akan mengajukan laporan tersebut ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Pontianak.
PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA DENGAN NEGARA MALAYSIA DI WILAYAH KECAMATAN BADAU KABUPATEN KAPUAS HULU AGUS MULYANA,SH.A.21211035, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis researching the problems Indonesia Border Area Development In Malaysia In Sub Region Badau Kapuas Hulu. From the results of research using normative legal research methods can be concluded: 1. Government Policy in the Kapuas Hulu Development Plan, based on the provisions of Law Number 25, 2004 on National Development Planning System, which produces RPJPD Years 2005-2025, RKPD 2011-2015 and Kapuas Hulu budgeting. Prior to the formation of BNPP, BPP and BPP Provincial District as the implementation of Law Number 43, 2008 on Regional State President Jo Regulation Number 12, 2010 on the National Border Management, Border Area Development Planning Kapuas Hulu become an integral part of RPJPD, RPJMD and RKPD Kapuas Hulu. However, after the formation of BNPP, BPP and BPP Province Kapuas Hulu, border area development planning Kapuas Hulu on Priority Area (Locations Priority) Badau, Puring Kencana, Putusibau North, South Putusibau, Embaloh Hulu, and Trunk Lupar, switch to BNPP. 2. The presence of the Minister of Home Affairs Regulation Number 2, 2011 on Guidelines Establishment of Regional Border Management Agency, which regulates the powers, duties and functions of the Border Management Agency (BPP) BPP provincial and regency/city in Article 6 and Article 7, essentially a government takeover of authority Provincial and Regency / City Government as provided for in Article 11 and Article 12 of Law Number 43, 2008, which led to legal and technical issues in the implementation of border area development Kapuas Hulu aspect of applying the principle of deconcentration, desentraliasai and tasks. 3. Locations Priority Badau is an area that has a superior resource potential for development of local economic activity and encourage regional economic units. Badau strategic position in the border country that has direct access to the East Malaysian state Srawak a driving factor (push factor) for the economic development in the District and surrounding Badau, towards the realization of the border as the front porch Homeland. Further recommended that the Minister of Home Affairs Number 2, 2011 on Guidelines Establishment of Regional Border Management Agency, which regulates the powers, duties and functions of the Border Management Agency (BPP) BPP provincial and district / city to take over the authority of the Provincial Government and District/ City as provided in Article 6 and Article 7 of Law Number 43, 2008, to do a judicial review to the Supreme Court because it is against Article 11 and Article 12 of Law Number 43, 2008 on territory or "Cancel For Law".Keywords: Border Area DevelopmentABSTRAKTesis ini membahas masalah Pembangunan Kawasan Perbatasan Indonesia Dengan Malaysia Di Wilayah Kecamatan Badau Kabupaten Kapuas Hulu. Dari hasil penelitian mengunakan metode penelitian hukum normatif diperoleh kesimpulan : 1. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Dalam Menyusun Rencana Pembangunan Kabupaten Kapuas Hulu, berbasis pada ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menghasilkan RPJPD Tahun 2005-2025, RPJMD 2011-2015 dan RKPD, serta APBD Kabupaten Kapuas Hulu. Sebelum terbentuknya BNPP, BPP Provinsi dan BPP Kabupaten sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara Jo Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Perencanaan Pembangunan Kawasan Perbatasan Kabupaten Kapuas Hulu menjadi bagian integral dari RPJPD, RPJMD dan RKPD Kabupaten Kapuas Hulu. Namun setelah terbentuknya BNPP, BPP Provinsi dan BPP Kabupaten Kapuas Hulu, penyusunan perencanaan pembangunan kawasan perbatasan Kabupaten Kapuas Hulu pada Lokasi Prioritas (LOKPRI) Badau, Puring Kencana, Putusibau Utara, Putusibau Selatan, Embaloh Hulu, dan Batang Lupar, beralih kepada BNPP. 2. Adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan Di Daerah, yang mengatur wewenang, tugas, dan fungsi Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi dan BPP Kabupaten/Kota dalam Pasal 6 dan Pasal 7, hakikatnya merupakan pengambilalihan kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008, yang memunculkan permasalahan yuridis maupun teknis dalam pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan Kabupaten Kapuas Hulu dari aspek penerapan asas dekonsentrasi, desentraliasai dan tugas pembantuan. 3. Lokpri Badau merupakan kawasan yang memiliki sumber daya unggulan potensial untuk dikembangkan mendorong kegiatan ekonomi lokal dan mendorong kegiatan unit-unit ekonomi kawasan. Posisi strategis Badau di wilayah perbatasan negara yang memiliki akses langsung dengan negara bagian Srawak Malaysia Timur merupakan faktor pendorong (push factor) bagi perkembangan perekonomian di Kecamatan Badau dan sekitarnya, menuju terwujudnya kawasan perbatasan sebagai beranda depan NKRI. Selanjutnya direkomendasikan agar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan Di Daerah, yang mengatur wewenang, tugas, dan fungsi Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi dan BPP Kabupaten/Kota dengan mengambil alih kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008, dapat dilakukan yudisial review kepada Mahkamah Agung karena bertentangan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara atau Batal Demi Hukum.Kata Kunci : Pembangunan Kawasan Perbatasan.
ANALISIS TERHADAP HAMBATAN PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERUSAKAN FASILITAS PUBLIK YANG DIAKIBATKAN UNJUK RASA AHMAD FIRDAUS, SE.A.21210108, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis is studies of Analysis To Investigation Process Resistance of Mutilation Crime of Public Facility Resulted By Demonstration. By the legal and social legal reseach method, obtained conclusion that : 1. Execution resistance of Investigation of mutilation crime of public facility resulted by demonstration is determine surely who is main perpetrator (pleger), who orders does (doenpleger), who haves a share does (medepleger), and who is man who is suggesting does (uitlokker), mutilation of public facility is intended. All the things, must be provable in accurate figure, valid and assures. In here is required expertise and accuracy of investigator to express elements Section Criminal Law impinged. There are some Section liable Criminal Law to mutilation perpetrator of public facility, that is : Section 170, 192, 193, 197, 200, 201 Criminal Law Jo Section 55 and Section 56 Criminal Law. 2. One of strategic effort done by National Indonesia Police to overcome the happening of mutilation of public facility by taste bearer is by publishing Head Of Republic of indonesia State Police Regulation Number 9, 2008 about Management Procedures of Service, Security and Handling of Submission Case of Public Opinion held company. Based on this regulation, besides arranged by demonstration participant rights and obligations carefully also is arranged about handling procedures of collision case, straightening, phase straightening, standard straightening, perpetrator, evidence goods handling standard, solving of case. Hereinafter is recommended in expection of frame to guarantee execution of independence of forwarding of publicly held company opinion, beside through approach of preventive and represive, also is done through effort pre-emptive that is through construction of harmonious relationship between officers with public. To create the harmonious relationship, can be done effort and activity: socialization of rule the management of independence forwarding of publicly held company opinion among public to get the picture and adheres order applied; understanding to whole officer about execution procedure of service duty, security, handling of independence case forwarding of publicly held company opinion, so that execution of duty in enforceable field professionally and proportional.ABSTRAKTesis ini membahas masalah Analisis Terhadap Hambatan Proses Penyidikan Tindak Pidana Perusakan Fasilitas Publik Yang Diakibatkan Unjuk Rasa. Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif dan Sosiologis, diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Hambatan pelaksanaan penyidikan tindak pidana perusakan fasilitas publik yang diakibatkan unjuk rasa adalah menentukan secara pasti siapa pelaku utamanya (pleger), siapa yang menyuruh melakukan (doenpleger), siapa yang turut serta melakukan (medepleger), dan siapakah orang yang menganjurkan melakukan (uitlokker), perusakan fasilitas publik dimaksud. Kesemuanya itu, harus dapat dibuktikan secara akurat, sah dan meyakinkan. Di sinilah diperlukan2keahlian dan kecermatan penyidik untuk mengungkap unsur-unsur Pasal KUHP yang dilanggar. Terdapat beberapa Pasal KUHP yang dapat dikenakan terhadap pelaku perusakan fasilitas publik, yaitu : Pasal 170, 192, 193, 197, 200, 201 KUHP Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. 2. Salah satu upaya strategis yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menanggulangi terjadinya perusakan fasilitas publik oleh pengunjuk rasa adalah dengan menerbitkan Peraturan Kapolri Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanagan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Berdasarkan peraturan ini, selain diatur dengan cermat hak dan kewajiban peserta unjuk rasa juga diatur tentang tata cara penanganan perkara pelanggaran, penindakan, tahap penindakan, standar penindakan pelaku, standar penanganan barang bukti, penyelesaian perkara. Selanjutnya direkomendasikan agar dalam rangka menjamin pelaksanaan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, di samping melalui pendekatan preventif dan represif, juga dilakukan melalui upaya pre-emptif yaitu melalui pembinaan hubungan yang harmonis antara petugas dengan masyarakat. Untuk menciptakan hubungan yang harmonis tersebut, dapat dilakukan upaya dan kegiatan: sosialisasi ketentuan penyelenggaraan kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum di kalangan masyarakat agar dapat memahami dan menaati aturan yang berlaku; pemahaman kepada segenap petugas mengenai prosedur pelaksanaan tugas pelayanan, pengamanan, penanganan perkara kemerdekaan penyampaian pendapat di muka umum, sehingga pelaksanaan tugas di lapangan dapat dilaksanakan secara profesional dan proporsional.
PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UU NO. 18 TAHUN 2004 TENTANG PERKEBUNAN HASUDUNGAN P. SIDAURUK, SH A.2120025, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThis thesis discusses the duality of powers between the investigators and investigators Plantation Environment in law enforcement against corporate crime combustion of oil palm plantations on land preparation period in Sambas district. In addition, it also has a goal is to reveal and analyze the causes of the dualism of authority between investigators and investigators Plantation Environment in law enforcement against corporate crime combustion of oil palm plantations on land preparation period in Sambas district and solutions to prevent it.Through empirical legal research methods with socio-juridical approach the conclusion, that the causes of the dualism of authority between investigators and investigators Plantation Environment in law enforcement against corporate crime combustion of oil palm plantations on land preparation period in Sambas district of Sambas district is as following: (a) The existence of overlapping authority arrangements regarding the investigation by criminal investigators in clearing land by burning the plantation is regulated by Law No. 18 Year 2004 on Plantation and Law No. 32 of 2009 on Environmental Protection and Management life; (b) The existence of sectoral ego attitude of each of the investigators because they were given the authority to conduct investigations by law, so that the investigators felt each have the authority to open a criminal investigation against plantation land by burning, and (c) less maximal Police Investigator role in coordination and supervision of investigators and investigators Environment Plantations, thus resulting in the emergence of the problem of dualism of authority in conducting the investigation of the offenses opened plantations by burning. As a solution to prevent the dualism of authority between investigators and investigators Plantation Environment in law enforcement against corporate crime combustion of oil palm plantations on land preparation period in Sambas district is to takeover the investigation of criminal cases in the plantation environment by Police Investigator .This is possible because, according to Article 45 paragraph (1) of Law No. 18 Year 2004 on Oil and Article 94 of Law No. 32 of 2009 on the Protection and Management of the Environment stated that: in addition to investigating officers at the Indonesian National Police, the Servants particular civil investigators in this case the scope of their respective duties on the plantation areas and / or areas of environmental protection and management was given special authority as investigators. In addition, the duties and responsibilities of investigators under the coordination and supervision of the police investigators.2AbstrakTesis ini membahas tentang dualisme kewenangan antara PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup dalam penegakan hukum terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran lahan perkebunan sawit pada masa persiapan lahan di Kabupaten Sambas.Di samping itu juga mempunyai tujuan yaitu untuk mengungkapkan dan menganalisis sebab-sebab terjadinya dualisme kewenangan antara PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup dalam penegakan hukum terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran lahan perkebunan sawit pada masa persiapan lahan di Kabupaten Sambas dan solusi untuk mencegahnya.Melalui metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis diperoleh kesimpulan, bahwa sebab-sebab terjadinya dualisme kewenangan antara PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup dalam penegakan hukum terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran lahan perkebunan sawit pada masa persiapan lahan di Kabupaten Sambas Kabupaten Sambas adalah sebagai berikut: (a) Adanya tumpang tindih pengaturan mengenai kewenangan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS dalam tindak pidana membuka lahan perkebunan dengan cara membakar yang diatur oleh Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; (b) Adanya sikap ego sektoral dari masing-masing PPNS karena diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan oleh undang-undang, sehingga masing-masing PPNS merasa memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana membuka lahan perkebunan dengan cara membakar; dan (c) Kurang maksimalnya peran Penyidik Polri dalam melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup, sehingga mengakibatkan timbulnya masalah dualisme kewenangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana membuka lahan perkebunan dengan cara membakar.Adapun solusi untuk mencegah terjadinya dualisme kewenangan antara PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup dalam penegakan hukum terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran lahan perkebunan sawit pada masa persiapan lahan di Kabupaten Sambas adalah dengan pengambilalihan penyidikan terhadap perkara tindak pidana lingkungan hidup di lahan perkebunan oleh Penyidik Polri. Hal ini dimungkinkan karena menurut Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan Pasal 94 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa: selain Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia, maka Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu, dalam hal ini PPNS yang ruang lingkup tugasnya masing-masing pada bidang perkebunan dan/atau bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang khusus sebagai penyidik. Selain itu, tugas dan tanggung jawab PPNS di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri.

Page 1 of 1 | Total Record : 4


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue