cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN" : 16 Documents clear
PENGATURAN REKONSTRUKSI SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi Di Wilayah Hukum Polresta Pontianak) JUDA TRISNO TAMPUBOLON, SH., S.IK. A.21212018, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis addresses the issue of reconstruction settings as evidence in the investigation (Study In Pontianak Police Jurisdiction). From the results of research using normative legal research methods, we concluded that the arrangements regarding the reconstruction of criminal cases in the criminal procedure law in Indonesia is carried out at the level of investigation in the Criminal Code is not found explicitly or terang¬terangan because the Criminal Procedure Code only regulates the general provisions of the investigations so that as a further elaboration was issued SK National Police chief No.Pol.Skep / 1205 / IX / 2000 on the Revised Guidelines and technical Guidance Association process by the Directorate of investigation crime investigation Police Headquarters who then set about the reconstruction as a technique of examination in order investigation of a criminal case. The reconstruction of a criminal case in Pontianak Police assist in the investigation of an offense, namely to clarify the criminal offenses committed by suspects with the way reenact how the suspect committed the crime or on the witness knowledge helps give confidence to investigators in connection with the crime that happened. Disampingitu, the constraints felt by the Pontianak Police investigating authorities in the reconstruction came from suspects, witnesses and the general public so as to anticipate, then the Pontianak Police investigators made several attempts including, tighten security suspects, tighten the security of witnesses and move the location of reconstruction.Rekemendasi of this is the view of the role of the reconstruction of criminal cases are quite important, the authors argue that reconstruction criminal cases serve as a legal product standard and has its own settings in the provisions of the criminal procedure law Indonesia.Dalam implement reconstruction, the investigating authorities should more actively to promote the purpose and the objective of reconstruction to the general public so that people know and understand that preventing people to perform acts that disrupt the reconstruction. And good things are done away sebelummenggelar reconstruction by maximizing the function of Guidance (guidance community) that exist within the police force.Keywords: reconstruction as evidence in the investigation process2ABSTRAKTesis ini membahas masalah pengaturan rekonstruksi sebagai alat bukti dalam proses penyidikan (Studi Di Wilayah Hukum Polresta Pontianak). Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif, diperoleh kesimpulan bahwa Pengaturan mengenai rekonstruksi perkara pidana dalam hukum acara pidana di Indonesia yang dilakukan pada tingkat penyidikan dalam KUHAP memang tidak ditemukan secara eksplisit atau terangterangan karena KUHAP hanya mengatur ketentuan-ketentuan umum dari penyidikan sehingga sebagai penjabaran lebih lanjut dikeluarkanlah SK KAPOLRI No.Pol.Skep/1205/IX/2000 Tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana oleh Direktorat Reserse Mabes Polri yang kemudian mengatur mengenai rekonstruksi sebagai tehnik pemeriksaan dalam rangka penyidikan suatu perkara pidana.Pelaksanaan rekonstruksi perkara pidana di Polresta Pontianak membantu dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, yakni untuk memperjelas tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana atau atas pengetahuan saksi membantu memberi keyakinan kepada penyidik sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi. Disampingitu, kendala yang dirasakan oleh pihak penyidik Polresta Pontianak dalam melakukan rekonstruksi berasal dari tersangka, saksi dan masyarakat umum sehingga untuk mengantisipasinya, maka penyidik Polresta Pontianak melakukan beberapa upaya diantaranya, memperketat pengamanan tersangka, memperketat pengamanan saksi dan memindahkan lokasi pelaksanaan rekonstruksi. Rekemendasi dari ini adalah Mengingat peran rekonstruksi perkara pidana yang cukup penting, maka penulis berpendapat agar rekonstruksi perkara pidana dijadikan sebagai produk hukum yang baku dan memiliki pengaturan tersendiri dalam ketentuan hukum acara pidana Indonesia.Dalam melaksanakan rekonstruksi, hendaknya aparat penyidik lebih aktif untuk mensosialisasikan maksud serta tujuan dilakukannya rekonstruksi kepada masyarakat luas agar masyarakat mengerti dan memahami hal tersebut sehingga mencegah masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya rekonstruksi. Dan baiknya hal tersebut dilakukan jauh sebelummenggelar rekonstruksi dengan memaksimalkan fungsi bimas (bimbingan masyarakat) yang ada di tubuh kepolisian.Kata Kunci: rekonstruksi sebagai alat bukti dalam proses penyidikan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PESERTA BPJS KESEHATAN DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD ADE MUHAMMAD DJOEN SINTANG (LEGAL PROTECTION OF PARTICIPANTS IN THE HEALTH BPJS GET HEALTH CARE HOSPITAL IN ADE MUHAMMAD DJOEN SINTANG) FITRA ARYADI, SH A.2021131002, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTFormation of the Law on the Social Security Agency is the implementation of Law No. 40 of 2004 on National Social Security System. Implementation of Article 5 (1) and Article 52 of Law No. 40 of 2004 on National Social Security System which mandates the establishment of the Social Security and institutional transformation of PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) and PT Asabri (Persero) into the Social Security Agency. Given these conditions, there appeared the Social Security Agency Regulation No. 1 Year 2014 on the Implementation of Health Insurance in order to facilitate the government's policy on health.The transformation followed by the transfer of participants, programs, assets and liabilities, employees, and the rights and obligations. With this law established two (2) Social Security Agency, the Social Security Agency of Health and Social Security Employment Agency. Social Security Agency of Health organizes health insurance and Social Security Employment Agency organizes work accident insurance, old age insurance, pension insurance, and life insurance. With the formation of both the Social Security Agency of the scope of membership of social security programs will be expanded gradually.Regional General Hospital Ade Muhammad Djoen located at Jalan Pattimura Sintang Sintang where now the director of the hospital was dr. Rosa Trifina, M.P.H, is also a health service provider in the city of Sintang who is responsible for the implementation of the law relating to the protection of the rights of the patient participants Social Security Agency health in health services.The persistence of the constraints faced by the Regional General Hospital Ade Muhammad Djoen Sintang in providing health services to the participants of the Social Security Agency is a risk of application of the Act. However, there are some efforts made by Regional General Hospital Ade Muhammad Djoen Sintang to fulfill the rights of participants of the Social Security Agency of which provide education and patient education information as needed.Keywords : Health care, Social Security Administrator and District General Hospital Ade Muhammad Djoen SintangABSTRAKPembentukan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.Pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dengan adanya hal tersebut maka terbitlah Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan guna memfasilitasi kebijakan pemerintah dalam hal kesehatan.Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban. Dengan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosialakan diperluas secara bertahap.Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang beralamat di Jalan Pattimura Sintang dimana sekarang direktur rumah sakit tersebut ialah dr. Rosa Trifina, M.P.H, juga merupakan pemberi pelayanan kesehatan di Kota Sintang yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaanperlindungan hukum terkait dengan hak-hak pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.Masih adanya kendala-kendala yang yang dihadapi Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan resiko dari penerapan Undang-undang tersebut. Namun ada beberapa upaya yang dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang untuk memenuhi hak-hak peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diantaranya Memberikan informasi edukasi dan pendidikan pasien sesuai kebutuhan.Kata kunci : Pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang
PUBLIKASI ILMIAH KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH (STUDI DI PTUN PONTIANAK) APRIANA KUSWARDANI. A.21207005, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses the legal force certificate as evidence in land dispute resolution (studies in Pontianak Administrative Court). From the results of research using normative legal research can be concluded that: Object Land dispute with the issuance of certificates of double / overlapping is strong evidence in the case of state administration in the Administrative Court Pontianak No. 20 / G / 2011 / PTUN-CAR is due to granting new rights by the Land Office of Pontianak City through the implementation of land registration systematically carried out by the Committee of Adjudication, which in practice is found to be a violation of the duties and authority of the Committee of Adjudication, in the process of issuing certificates -sertifikat Hak No. 02 131 s / d 02 172 and 02 191, the inaccuracy and ketidaktelitiannya in checking and examining the data of physical and juridical data either directly on the ground and in terms of the investigation history of the land and the assessment of truth evidence of ownership or control of land by checking warkah in Land Office Pontianak.Pertimbangan law judge Administrative Court in resolving disputes double certificate (overlapping) is in accordance with the applicable legislation that is based on the provisions of the Agrarian law, the issuance of certificates Hak No. 02 131 s / d 02 172 and 02 191 legally not guarantee legal certainty, it is contrary to the purpose of the land registration according to the BAL and PP 24/1997, whereas under the provisions of the law of the State Administration that Hak Hak No. 02 131 s / d 02 172 and 02 191 which is an administrative decision, (National Land Agency) is legally flawed, because it was published contrary to the general principles of governance Yanga well, namely the principle of accuracy and the principle of legal certainty (Article 53 paragraph (2) letter a Law No. 5/1986). Recommendations Should publicity principle is applied in land registration by the Committee of Adjudication in this case the implementation of the announcement is not limited to the Village Office Siantan Upper and Base Camp Committee of Adjudication, but also performed at the level of RT, RW as well as through the mass media, so as to reach out to the interests of the parties The third related to the holding as a result of registration of the land, so that in the event of an objection may be filed as early as possible prior to the issuance of certificates already double / overlapping.Mengingat still many areas that have not made the map essence, the basic map-making in an area of the village / town needs to be conducted through enhanced implementation of the land registry the first time in a systematic manner to implement Certification Program Bulk Organization Program (SMS) is the implementation of land registration in a systematic but implemented with the self at the expense and initiative of the owners of land to be registered, and that organizing is the Land2Office City / County is concerned, instead of the Adjudication Committee, and thus can avoid double certificates / overlapping.Keywords: certificate of legal force 'in the resolution of land disputes.ABSTRAKTesis ini membahas kekuatan hukum sertifikat sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa tanah (studi di PTUN Pontianak). Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif diperoleh kesimpulan, bahwa : Objek sengketa Tanah dengan terbitnya sertifikat ganda/overlapping merupakan alat bukti yang kuat dalam perkara tata usaha negara di PTUN Pontianak No. 20/G/2011/PTUN-PTK yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Pontianak dengan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya didapati adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan sertifikat-sertifikat Hak Milik No. 02131 s/d 02172, dan 02191, yaitu ketidakcermatan dan ketidaktelitiannya dalam memeriksa dan meneliti data-data fisik dan data yuridis baik secara langsung di lapangan maupun dalam hal penyelidikan riwayat tanah dan penilaian kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah melalui pengecekan warkah yang ada di Kantor Pertanahan Kota Pontianak.Pertimbangan hukum hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa sertifikat ganda (overlapping) ini sudah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku yaitu berdasarkan ketentuan hukum Agraria, penerbitan sertifikat-sertifikat Hak Milik No. 02131 s/d 02172, dan 02191 secara yuridis tidak menjamin adanya kepastian hukum, hal ini bertentangan dengan tujuan diadakannya pendaftaran tanah menurut UUPA dan PP 24/1997, sedangkan berdasarkan ketentuan hukum Tata Usaha Negara bahwa sertifikat Hak Hak Milik No. 02131 s/d 02172, dan 02191 yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, (Badan Pertanahan Nasional) adalah cacat hukum, karena diterbitkan bertentangan dengan asas umum pemerintahan yanga baik yaitu asas kecermatan dan asas kepastian hukum (Pasal 53 ayat (2) huruf a UU No. 5/1986).Rekomendasi Hendaknya asas publisitas yang diterapkan dalam pendaftaran tanah oleh Panitia Ajudikasi dalam perkara ini pelaksanaan pengumuman tidak hanya terbatas di Kantor Kelurahan Siantan Hulu dan Base Camp Panitia Ajudikasi, namun juga dilakukan di tingkat RT, RW maupun melalui mass media massa, sehingga dapat menjangkau kepentingan pihak ketiga yang terkait dengan akibat diadakannya pendaftaran tanah tersebut, sehingga apabila terjadi keberatan dapat diajukan sedini mungkin sebelum terlanjur diterbitkannya sertifikat-sertifikat ganda/overlapping.Mengingat masih banyaknya daerah yang belum dibuat peta dasarnya, maka pembuatan peta dasar dalam suatu wilayah desa/kota perlu segera dilakukan melalui peningkatan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali secara sistematik dengan cara melaksanakan program Sertifikasi Massal Swadaya (Program SMS) yaitu pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik tetapi dilaksanakan dengan swadaya atas biaya dan inisiatif dari para pemilik bidang tanah yang akan didaftar, dan yang menyelenggarakan adalah Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten yang bersangkutan, bukan Panitia Ajudikasi, sehingga dengan demikian dapat menghindari adanya sertifikat ganda/overlapping.Kata Kunci: Kekuatan hukum sertifikat’ dalam penyelesaian sengketa tanah.
EFEKTIVITAS HUKUM PIDANA TERHADAP PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG KARENA KELALAIANNYA MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA BERDASARKAN PASAL 310 AYAT 4 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 (Studi Di Polresta Pontianak) AMRI YUDHY S, S.IK A.21212009, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discuss the effectiveness of the criminal law against motorists that due to negligence has caused others died under article 310 paragraph 4 of Law No. 22 of 2009 (studies in Police pontianak). From the results of research using normative legal research methods, we concluded that culpa or negligence is the mental state of the perpetrator of criminal acts that are sloppy / careless / incautious to pebuatan and the consequences that the law prohibited it happen. This culpa actors in absolutely no intention at all to commit a crime. But he still blame because of his careless or teledor.Efektifitas the application of Article 310 paragraph (4) of Law Number 22 Year 2009 regarding Traffic and Road Transportation to motorists that due to negligence has caused another person died is by the application of sanctions to motorists because of negligence caused a traffic accident, stipulated in article 310 paragraph (1) to paragraph (4) of Law No. 22 of 2009, which sanctioned the punishment in the form of imprisonment or a fine, in accordance with the consequences caused by the accident victim. Efforts to improve the effectiveness of law enforcement of traffic violations in the area of Police can be done in a focused Pontianak: oriented to protection, shelter and services to road users who commit such violations: violation enforcement Helmets, seat belts and fittings of motor vehicles; Other road users such as: driver's license violation enforcement, speed, signs, markings and others, as well; disclosure of interest form the criminal case: violation enforcement vehicle registration, order number, engine number and other). Implemented not only at the time of the police operation carried out alone but also on the location and hours vulnerable according to the results of analysis and evaluation conducted by analyst traffic section in the police in efforts to maintain security, safety, order and a smooth traffic. Community Policing implement the traffic functions carried out continuously in a mutually supportive togetherness without having to interfere with the functions, duties, responsibilities and authority of each institution associated therein.Keyword : Effectiveness, Criminal Law, against the driver of the motor vehicle due to negligence.ABSTRAKTesis ini membahas masalah Efektivitas hukum pidana terhadap pengemudi kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia berdasarkan pasal 310 ayat 4 undang-undang nomor 22 tahun 2009 (studi di polresta pontianak). Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif, diperoleh kesimpulan Bahwa culpa atau kelalaian adalah keadaan batin si pelaku perbuatan pidana yang bersifat ceroboh/ teledor/ kurang hati-hati hingga pebuatan dan akibat yang dilarang hukum itu terjadi. dalam culpa ini pelaku sama sekali tidak ada niat sedikitpun2untuk melakukan tindak pidana. Akan tetapi ia tetap patut dipersalahkan karena sikapnya yangceroboh atau teledor.Efektifitas penerapan hukum Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap pengemudi kendaraan bermotor yangkarena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal adalah dengan penerapan sanksi terhadappengendara bermotor karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas, diatur dalam pasal310 ayat (1) sampai ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, yang sanksi hukumannyaberupa pidana penjara dan atau denda, sesuai dengan akibat yang ditimbulkan oleh korbankecelakaan.Upaya meningkatkan efektivitas penerapan hukum pelanggaran lalu lintas di wilayahPolresta Pontianak dapat dilakukan secara terfokus :berorientasi pada perlindungan, pengayoman danpelayanan terhadap pengguna jalan yang melakukan pelanggaran berupa : penindakan pelanggaranHelm, Sabuk pengaman dan kelengkapan kendaraan bermotor; Pengguna jalan lainnya berupa: penindakan pelanggaran SIM, Kecepatan, rambu, marka dan lainnya, serta; kepentinganpengungkapan kasus pidana berupa : penindakan pelanggaran STNK, Nomor rangka, nomor mesindan lainnya). Dilaksanakan tidak hanya pada saat Operasi Kepolisian saja tetapi dilaksanakan pulapada lokasi dan jam rawan menurut hasil analisa dan evaluasi yang dilaksanakan oleh bagian analislalu lintas di lingkungan Polri dalam upaya memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dankelancaran lalu lintas. Mengimplementasikan Perpolisian Masyarakat dalam Fungsi lalu lintasyang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam kebersamaan yang saling mendukung tanpa harusmencampuri fungsi, tugas, tanggung jawab dan kewenangan masing-masing instansi yang terkaitdidalamnya.Kata Kunci: formulasi hukum pidana terhadap pengemudi kendaraan bermotor yang karenakelalaian.
KEWENANGAN PENGAWASAN ANTARA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KALBAR DAN TNI ANGKATAN LAUT BESERTA POLAIR POLDA KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERIKANAN. ROMULUS,SH A.2021131070, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses the supervisory authority of the Department of Marine and Fisheries of West Kalimantan province, Navy and Polair West Kalimantan Based on Law No. 45 of 2009 on Fisheries. This research was conducted using the method of sociological juridical legal research. From the results of this thesis research was obtained that the implementation of the supervisory authority of the Department of Marine and Fisheries of West Kalimantan Province and officer of the Navy along with Polair West Kalimantan has been very good, Supervision fishery consists of four (4) object, namely: licensing, fishing boats, territories and catching lines and fishing gear. That licensing supervision composed of: fisheries business license, business license and permit fishing vessels transporting fish. While the fishing vessel monitoring consists of: inspection at the time of arrival of the vessel, checks at the time of departure of the ship, fishing vessel di¬adhock verification, and a report by watchdog. Factors affecting overlapping supervisory authority of the Department of Marine and Fisheries of West Kalimantan Province and Navy along with Polair West Kalimantan in the implementation of fisheries surveillance in the waters of West Kalimantan Province is that the breadth of the scope of the threat of disruption of maritime security, setting authority of Investigation in the Field of Fisheries Yang still partial , yet the formation of a coordination forum in the field of fisheries enforcement in west Kalimantan and the lack of facilities, infrastructure inspectors. Attempts were made in the future in order to avoid overlapping of authority is to synchronize and harmonize fisheries surveillance authority so that law enforcement goes well. Synchronization and harmonization of the authority of law enforcement can be interpreted as an attempt was made to harmonize, harmonize regulations perudang crustaceans existing or adjust authority investigations conducted by the Department of Marine and Fisheries, Army-Navy, Police and must be supported with the Financial Budget sufficient from national and regional budgets. Including the preparation of facilities and infrastructure required to implement fisheries law enforcement. In this context, should be developed principles of coordination, namely objectivity, functional, continuity, flexibility, control, supervision, communication, effectiveness, direct contact, and the interrelationships among the factors that exist that are no longer avoid overlapping authority between officers law enforcement related.Keywords: Surveillance Authority, Department of Marine and Fisheries, Navy and PolairABSTRAKTesis ini membahas kewenangan pengawasan antara Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalbar , TNI Angkatan Laut Dan Polair Polda Kalimantan Barat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian hukum yuridis sosiologis. Dari hasil penelitian tesis ini diperoleh Bahwa pelaksanaan kewenangan pengawasan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalbar Dan Perwira TNI AL beserta Polair Polda Kalimantan Barat sudah sangat baik, Pelaksanaan pengawasan perikanan terdiri dari dari 4 (empat) objek yaitu: perizinan, kapal perikanan, wilayah dan jalur penangkapan serta alat penangkapan ikan. Bahwa pengawasan perizinan terdiri dari: izin usaha perikanan, izin usaha penangkapan ikan dan izin kapal pengangkutan ikan. Sedangkan pengawasan kapal perikanan terdiri dari: pemeriksaan pada saat kedatangan kapal, pemeriksaan pada saat keberangkatan kapal, verifikasi kapal perikanan yang diadhock, dan laporan oleh pengawas. Faktor yang mempengaruhi tumpang tindih kewenangan pengawasan Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalbar Dan TNI Angkatan Laut beserta Polair Polda Kalimantan Barat dalam pelaksanaan pengawasan perikanan di perairan Provinsi Kalimantan Barat adalah bahwa Luasnya lingkup ancaman gangguan keamanan laut, Pengaturan Kewenangan Penyidikan Di Bidang Perikanan Yang Masih Bersifat Parsial, belum terbentuknya forum koordinasi penegakan hukum di bidang perikanan di kalimantan barat dan minimnya sarana, prasarana petugas pengawas. Upaya dilakukan kedepannya agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan adalah dengan melakukan sinkronisasi dan harmonisasi wewenang pengawasan perikanan agar penegakan hukum berjalan dengan baik. Sinkronisasi dan harmonisasi wewenang penegakan hukum dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan untuk menyerasikan, menyelaraskan peraturan perudang-udangan yang ada atau menyesuaikan kewenangan penyidikan yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, TNI-Angkatan Laut, Kepolisian dan harus ditopang dengan Anggaran Keuangan yang mencukupi dari APBN dan APBD. Termasuk penyiapan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melaksanakan penegakan hukum perikanan. Dalam konteks ini, layak dikembangkan prinsip-prinsip koordinasi yaitu obyektivitas, fungsional, kesinambungan, fleksibilitas, pengendalian, pengawasan, komunikasi, efektifitas, kontak langsung, dan hubungan timbal balik di antara faktor-faktor yang ada supaya tidak lagi terjadi tumpang tindih kewenangan antara aparat penegak hukum terkait.Kata Kunci : Kewenangan pengawasan, Dinas Kelautan Dan Perikanan, TNI Angkatan Laut Dan Polair Polda
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PADA KANTOR DINAS PENDAPATAN DAERAH FRANRA SAE PUDABA, S.H. A.2021131049, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakFranra Sae Pudaba, NPM A202 1131 049, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada kantor Dinas Pendapatan Daerah. Dibawah bimbingan Kamarullah sebagai Pembimbing I dan Hamdani sebagai Pembimbing II. Penelitian ini dilakukan pada kantor Dinas Pendapatan Daerah di Kabupaten Bengkayang, Berdasarkan dari hasil penelitian bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada kantor Dinas Pendapatan Daerah dalam penerapannya Peraturan Daerah tersebut dianggap belum optimal dikarenakan oleh faktor sebagian besar wajib pajak belum tahu peraturan daerah yang mengatur di bidang pajak bumi dan bangunan, serta tidak setuju apabila pemerintah daerah menerapkan sanksi pidana atau kurungan penjara dan penyitaan, kemudian kurangnya kesadaran masyarakat seperti lupa tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dan kurang efektifnya petugas pajak dalam melakukan penagihan. Metode penelitian ini tergolong observasional research dengan cara survey yaitu penelitian ini memakai quistioner dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Sedangkan dari sudut tipenya penelitian ini tergolong deskriptif analisis karena bermaksud memecahkan masalah berdasarkan fakta dan data yang terkumpul serta tampak sebagaimana adanya saat penelitian dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai pihak terkait. Semua data yang telah diperoleh disajikan secara deskriptif untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini. Temuan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah (1). Implementasi peraturan daerah belum sesuai dengan semangat yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan. (2). Faktor-faktor yang menghambat implementasi tersebut yaitu kurangnya kesadaran masyarakat, kelalaian pemerintah dalam hal penerbitan SPPT, kurangnya pengawasan legislatif terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan, dan domisili wajib pajak yang tidak berada di lokasi objek pajak. Implementasi kebijakan daerah tersebut dapat berjalan dengan baik apabila pemerintahan daerah dapat memperhatikan faktor-faktor yang menghambat implementasi peraturan daerah tersebut dan perlunya upaya efektif dalam rangka peningkatan penerimaan pendapatan daerah yaitu optimalisasi dalam pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan dalam hal ini petugas pajak yang ditunjuk oleh pemerintah daerah serta dinas terkait yaitu Dinas Pendapatan Daerah yang secara langsung menerima dan memungut Pajak Bumi Dan Bangunan hendaknya melakukan kebijakan sesuai aturan yang berlaku.Kata Kunci : Implementasi, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan , Dinas Pendapatan Daerah.AbstractSae Franra Pudaba, NPM A202 049 1131,Regional Implementation Bengkayang Regulation Number 2 year 2013 Land and Building Tax on Rural and Urban Areas in office Revenue departmen. Under the guidance of Kamarullah as Hamdani as a Supervisor I and Supervisor II. This research was conducted at the Department of Revenue office in Bengkayang, Based on the results of the research that the implementation of District Regulation Bengkayang Number 2 year 2013 on Land and Building Tax Rural and Urban at the office of Regional Revenue Office in the implementation of the regional regulation are considered not optimal due to the factor most of taxpayers do not know the local regulations governing in the field property tax, and disagree when local governments to apply criminal sanctions or imprisonment and confiscation, then the lack of public awareness as to forget the due date of the payment of taxes and less effective in collecting tax officials. The research method is classified as observational research using survey method that uses quistioner research and interviews as a data collection tool. While the terms of the type of research is classified as descriptive analysis because intends to solve the problem based on facts and data collected as well as visible as the time of the study. This study was conducted by interviewing relevant parties. All data have been obtained are presented descriptively to answer the problem formulation in this study. The findings obtained from the results of this study are (1). Implementation of local regulation is not in accordance with the spirit embodied in legislation. (2). Factors that inhibit the implementation of which is the lack of public awareness, government negligence in the case of the issuance of SPPT, lack of legislative oversight of the implementation of laws and regulations, and the domicile of the taxpayer who is not in the location of objects taxation. Implementation of the regional policies can work well if the regional government may consider the factors that hinder the implementation of these local regulations and the need for effective measures in order to increase acceptance of local revenue that optimize the collection of tax on land and building in this case tax officials appointed by local governments and related agencies namely the Department of Revenue who directly receive and levy tax on land and buildings should make policy according to the rules applicable. Key Concept : Implementation, Land and Building Tax Rural and Urban Regional Revenue Office.
STRATEGI KEPOLISIAN RESORT KOTA PONTIANAK DALAM MENJAGA KETERTIBAN PADA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (Studi Pemilihan Umum Presiden 2014) HUJRA SOUMENA,S.Ik. A.2021131086, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACThis thesis discuss strategy Pontianak City Police in maintaining order on the organization of elections (Presidential Election Study 2014). In order to secure the implementation of the Presidential Election 2014 Police Pontianak organizing internally that is organizing the parts and units Operational Police Pontianak become a united force and coordinated properly it is also necessary organizing externally that the City Government of Pontianak, KPU Pontianak, Pontianak city Supervisory Committee, Organizing Committee for the 2014 presidential election and Community Potential in an integrated and coordinated systematically according to the task, role, functions and responsibilities of each in relation to the implementation pemelihan pressiden 2014. The dominant factor affecting the implementation of the 2014 Presidential Elections Police Pontianak and public order are primed in Pontianak Police region are: geographical conditions very broad Pontianak City 107.82 km2, with a population of 550 304 inhabitants. While the number of Police personnel Pontianak just as much as 1331 personnel, is certainly not sufficient to Pontianak Police efforts in protecting, nurturing and serving the people of the city of Pontianak in the face of the organization of the election year 2014.Kondisi jobs in Pontianak are still limited or not comparable with the needs of the population to get decent work in various sectors of life, has the potential to create interference in the administration of the 2014 presidential election in the City of Pontianak.Kondisi socio-economic, socio-political and socio-cultural in Pontianak are still vulnerable to the dynamics of democratic life that deviate from the values of moral, religious, social, and applicable laws and regulations, can trigger horizontal conflict and / or crime-impact kontijensi.Strategi strategy lakukakan by Pontianak City Police in maintaining maintaining order on the implementation of the 2014 presidential election through prevention, deterrence and prevention of crime to support the implementation of the general election president in 2014 conducive manner: Improving the implementation of the policing function optimally, a partnership Police with the City of Pontianak, KPU Pontianak, Panwaslu Pontianak City and related institutions, establish partnerships Police with the Community, as well as improve the ability, character, identity and professionalism Police personnel on an ongoing basis. Doing deterrence, the condition of the "threshold interference" with the objective to reduce the social order "chance factor" and lower "faith factor" through regulation, guard, escort and patrol. Enforcing the law against "real threat" kamtibmas explicitly, consequently and consistently under the provisions of applicable law.Keywords: Policing Strategy, the implementation of the presidential election.2ABSTRAKTesis ini membahas masalah strategi Kepolisian Resort Kota Pontianak dalam menjaga ketertiban pada penyelenggaraan pemilihan umum (Studi Pemilihan Umum Presiden 2014) . Dalam rangka pengamanan penyelenggaraan Pemilihan Presiden Tahun 2014 Polresta Pontianak melakukan pengorganisasian secara intern yaitu pengorganisasian bagian-bagian dan satuan-satuan operasional Polresta Pontianak menjadi suatu kekuatan yang utuh dan terkoordinir dengan baik perlu juga dilakukan pengorganisasian secara ekstern yaitu dengan Pemerintahan Kota Kota Pontianak, KPU Kota Pontianak, Panwaslu Kota Pontianak, Panitia Penyelenggara Pilpres 2014 dan Potensi Masyarakat secara terpadu dan terkoordinir secara sistimatis sesuai tugas, peran dan fungsi serta tanggung jawabnya masing-masing dalam rangka penyelenggaraan pemelihan pressiden tahun 2014. Faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan penyelenggaraan Pemilihan Presiden Tahun 2014 Polresta Pontianak dan ketertiban masyarakat yang prima di wilayah Polresta Pontianak adalah: Kondisi geografis Kota Pontianak yang sangat luas 107,82 km2, dengan jumlah penduduk 550.304 jiwa. Sedangkan jumlah personil Polresta Pontianak hanya sebanyak 1331 personil, tentunya tidak memadai dengan upaya Polresta Pontianak dalam melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat kota Pontianak dalam menghadapi penyelenggaraan pilpres tahun 2014.Kondisi lapangan kerja di Kota Pontianak yang masih terbatas atau belum sebanding dengan kebutuhan penduduk untuk mendapatkan pekerjaan yang layak diberbagai sektor kehidupan, berpotensi untuk menciptakan gangguan dalam penyelenggaraan Pilpres 2014 di Kota Pontianak.Kondisi sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya di Kota Pontianak yang masih rawan terhadap dinamika kehidupan demokrasi yang menyimpang dari nilai-nilai moral, agama, sosial, dan ketentuan hukum yang berlaku, dapat memicu terjadinya konflik horizontal dan/atau kejahatan berdampak kontijensi.Strategi-Strategi yang lakukakan oleh Kepolisian Resort Kota Pontianak dalam menjaga menjaga ketertiban pada penyelenggaraan pemilihan umum presiden 2014 melalui pencegahan, penangkalan dan penanggulangan kejahatan untuk menopang terlaksananya pemilihan umum presiden tahun 2014 yang kondusif dengan cara :Meningkatkan pelaksanaan fungsi kepolisian secara optimal, menjalin kemitraan Polri dengan Pemerintah Kota Pontianak, KPU Kota Pontianak,Panwaslu Kota Pontianak dan Instansi terkait, memantapkan kemitraan Polri dengan Masyarakat, serta meningkatkan kemampuan, watak, jati diri dan profesionalitas personil Polri secara berkelanjutan. Melakukan penangkalan, terhadap kondisi “ambang gangguan” kamtibmas dengan sasaran untuk mengurangi “faktor kesempatan” dan menurunkan “faktor niat” melalui pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli. Melakukan penegakan hukum terhadap "ancaman nyata" kamtibmas secara tegas, konsekuen dan konsisten berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.Kata Kunci: Strategi Kepolisian, penyelenggaraan pemilihan president.
MEWUJUDKAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA YANG BERWIBAWA BUDIAMIN RODDING, SH. A.2021131084, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKVisi Mahkamah Agung adalah menjadikan peradilan yang Agung, hal ini juga menjadi komitmen lembaga Peradilan dibawahnya khususnya Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mewujudkannya. Perwujudannya PTUN sebagai lembaga berwibawa harus mendapat dukungan baik dari internal maupun dari eksternal Peradilan.Upaya untuk mencapai peradilan yang berwibawa terus dilakukan dengan melakukan pemecahan-pemecahan masalah yang dihadapi dengan cara melakukan perubahan-perubahan baik dari segi sistem, subtansi, prosedur maupun dari segi peraturan/regulasi.Peningkatan sumber daya manusia, pengawasan dan pembinaan yang efektif serta peningkatan sarana dan prasarana yang memadai diharapkan dapat mewujudkan PTUN yang berwibawa.Kata Kunci : Mewujudkan, Peradilan Tata Usaha Negara, BerwibawaABSTRACRealize Administrative Court PrestigeThe Supreme Court is to make the vision of the Supreme court, it is also a commitment by the Courts below, especially the State Administrative Court (Administrative Court) to make it happen. PTUN manifestations as authoritative institution must have the support both from internal and external Justice.Efforts to achieve a dignified judiciary continued to perform solutions to problems faced by doing changes both in terms of the system, substance, procedure and in terms of the rules / regulations.Improvement of human resources, oversight and effective formation and improvement of facilities and infrastructure is expected to create an authoritative administrative court.Key Note : Realize, Administrative Court, Prestige
EFEKTIVITAS PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 DI MAHKAMAH KONSTITUSI ERHAMMUDIN, SH. A.2021131016, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discuss the effectiveness of dispute resolution 2014 legislative election results in the Constitutional Court. From the results of research using normative law research method can be concluded, that: There has been an increase in the number of cases from 655 cases PHPU (Pilleg 2009) to 902 cases (Pilleg 2014). In the case judging by the number pesertapemilunya, Pilleg 2009 far more than 2014 Pilleg 2009 diikutioleh 11 219 candidates DPR and DPD candidates 1116, whereas in 2014 only Pilleg 6607 followed by the House of Representatives candidates and 945 candidates DPD. Increase in cases is due to the procedural law of the Court has broadened the legal standing of the applicant which is not only political parties and individual candidates for the DPD, also individual candidates DPR and DPRD both provincial and district / city. As a result in 2014 Pilleg add some 118 cases of individual petition. Dissatisfaction with the process, namely the emergence of many alleged violations. Dissatisfaction of this process does not necessarily indicate poor quality of recall of 902 cases filed, only 22 cases were granted the 2,4persen. During the filing of the petition, the Constitutional Court issued a different release related to the number of cases received. The case number was changed from every stage of acceptance of the case. The difference is due to differences in the number of policies in force between the constitution and the general secretary of the Constitutional Court judges who then gave Ruan gbagi pemoho nuntuk apply for passing of the deadline 3x24 hours. As a result, some of the petition must be declared not accepted due to the overdue filing. Should the Court can refuse the request during the registration process is closed, so do not give up hope palsu.Pengaturan Dispute Settlement Legislative Election Results In the Constitutional Court More Effective Into his future is together Election Commission (KPU), Election Supervisory Body (Bawaslu ) to establish a dispute resolution mechanisms and electoral complaints within the electoral system in Indonesia.Such mechanisms necessary to protect the rights of citizens and help determine whether the election is really a true reflection of the will of its citizens. so that the elections can be credible, it is important for voters and election contestants to have access to the electoral resolution mechanism that is independent, fair, accessible and effective. However, in order to strengthen the dispute resolution structures and make it more user-friendly (easy to use) and effective, Indonesia needs to take some important steps before the national elections going forward with ratification of the Electoral Law timely by the House of Representatives (DPR), Bawaslu and Supervisory Committee's mandate is to mediate in order to ease the burden sengekat Commission and allow more cases to be processed by shorter.Keywords: Effectiveness of Dispute Settlement Election ResultsiiiABSTRAKTesis ini membahas masalah efektivitas penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum legislatif 2014 Di Mahkamah Konstitusi. Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normative diperoleh kesimpulan, bahwa : Telah terjadi peningkatan jumlah kasus PHPU dari 655 kasus (Pilleg 2009) hingga 902 kasus (Pilleg 2014). Pada hal dilihat dari jumlah pesertapemilunya, Pilleg 2009 jauh lebih banyak dibanding 2014. Pilleg 2009 diikutioleh 11.219 caleg DPR dan 1.116 caleg DPD, sedangkan Pilleg 2014 hanya diikuti oleh 6.607 caleg DPR dan 945 caleg DPD. Peningkatan kasus ini disebabkan oleh Hukum acara MK telah memperluas legal standing pemohon yakni tidak hanya partai politik dan perseorangan calon DPD, juga perseorangan Caleg DPR dan DPRD baik propinsi maupun kabupaten/kota. Akibatnya dalam Pilleg 2014 menambah permohonan perseorangan sejumlah 118 kasus. Ketidakpuasan terhadap proses, yakni munculnya banyak dugaan pelanggaran. Ketidak puasan terhadap proses ini tidak serta merta menunjukkan buruknya kualitas penyelenggaraan mengingat dari 902 kasus yang diajukan, hanya 22 kasus yang dikabulkan yakni 2,4persen. Selama pengajuan permohonan, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan rilis yang berbeda terkait jumlah perkara yang diterima. Jumlah perkara tersebut mengalami perubahan dari setiap tahapan penerimaan perkara. Perbedaan jumlah ini disebabkan perbedaan kebijakan yang diberlakukan antara hakim konstitusi dan sekjen MK yang kemudian memberikan ruan gbagi pemoho nuntuk mengajukan permohonan lewat dari batas waktu 3x24 jam. Akibatnya beberapa permohonan harus dinyatakan tidak diterima akibat melewati batas waktu pengajuan permohonan. Mestinya MK bisa menolak permohonan tersebut pada saat proses pendaftaran ditutup, sehingga tidak memberikan harapan palsu.Pengaturan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif Di Mahkamah Konstitusi Yang Lebih Efektif Ke Masa Depannya adalah bersama-sama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membentuk mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dan pengaduan pemilu di dalam sistem pemilu di Indonesia. Mekanisme semacam itu penting untuk melindungi hak warga negara dan membantu menentukan apakah pemilu benar-benar merupakan cerminan yang sesungguhnya dari kehendak warganya. agar pemilu dapat dianggap kredibel, penting bagi para pemilih dan kontestan pemilu untuk memiliki akses ke mekanisme penyelesaian pemilu yang independen, adil, dapat diakses dan efektif. Namun, untuk memperkuat struktur-struktur penyelesaian sengketa dan membuatnya lebih user-friendly (mudah digunakan) dan efektif, Indonesia perlu mengambil beberapa langkah penting sebelum pemilu nasional tahun kedepannya dengan pengesahan Undang-Undang Pemilu yang tepat waktu oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bawaslu dan Panwaslu memiliki mandat untuk memediasi sengekat agar meringankan beban KPU dan memungkinkan lebih banyak kasus untuk dapat diproses dengan lebih singkat.Kata Kunci: Efektivitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP (Studi Kasus Putusan Kasasi Nomor : 531.K/TUN/2013) THE VERDICT EXECUTION OF THE ADMINISTRATIVE COURT AND BINDING (A Case Study Of Kasasi Decision Number : 531.K/TUN/2013) RIDWAN AKHIR, SH. A.2021131047, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKewenangan mengadili Peradilan TUN, berdasarkan pasal 47 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986, Tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah bertugas dan berwenang, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sedangkan sengketa kepegawaian berdasarkan pasal 1 angka 10 Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha termasuk dalam sengketa tata usaha negara. Pelaksanaan putusan (eksekusi) pengadilan yang berkekuiatan hukum tetap (inkraacht van gewijsde) secara sukarela oleh Tergugat merupakan tahap akhir dari penyelesaian sengketa kepegawaian. Lemahnya pengaturan pelaksanaan putusan dalam pasal 116 Undang-Undang Peradilan TUN menjadi salah satu faktor Tergugat tidak melaksanakan putusan pengadilan. Penulisan ini memakai metode penelitian yuridis normatif, berupa pendekatan kasus (in concreto) hasil yang dicapai berupa gambaran yang seharusnya dilakukan berdasarkan hukum. Analisis data dengan metode deduktif dengan pendekatan analisis yuridis deskriptif, data diperoleh melalui penelitian lapangan (field research) dan penlitian kepustakaan (library research) terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Faktor-faktor baik yuridis maupun tekhnis yang meneybabkan Tergugat tidak melaksanakan putusan Kasasi Nomor : 531.K /TUN/2013, pada PTUN Pontianak yaitu : kurang maksimalnya aturan mengenai penerapan sanksi administrasi dan uang paksa (dwangsom), sulitnya rehabilitasi penggugat kepada kedudukan semula, sikap arogansi tergugat sebagai pejabat publik untuk tidak mengakui kesalahan serta kurang efektifnya pengawasan terhadap tindakan pemerintah. Mengingatkan tergugat agar melaksanakan kewajiban hukum dan ditindak lanjuti dengan publisitas, serta upaya melalui jalur pengadilan (litigasi) baik berupa gugatan Perdata, Pidana maupun diluar pengadilan (non litigasi) diharapkan menjadi tekanan/solusi bagi tergugat untuk mentaati putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap.Kata-kata Kunci : PTUN, Berkekuatan Hukum Tetap, Pelaksanaan PutusanABSTRACTThe authority to hear Administrative Court based on article 47 Of Regulation Number : 5 Year 1986, On the State Administrative Court is the duty and authority, examine, decide and resolve disputes state administration, while disputes personnel under section 1 point 10 of the Law On Judicial Procedure businesses including in state administrative disputes. The verdict execution of the Administrative Court and binding (inkraacht van gewijsde) voluntarily by the defendant is the final stage of the settlement of employment disputes. Weak enforcement of regulation in article 116 Of Regulation Administrative Court be one factor defendant did not implement the court ruling. Writing is wearing a normative juridical research methods, such as case approach (in concreto) the results achieved in the form of a picture is supposed to do under the law. Analysis of the date by deductive approach juridical descriptive analysis, the date obtained through field research and library research consists of primary legal materials, secondary and tertiary. Factors that both juridical and technical course of causing the defendant did not carry out the verdict of Kasasi Number : 531.K / TUN / 2013, the Administrative Court Pontianak namely: less maximum rules regarding the application of administrative sanctions, forced money (dwangsom), the difficulty of rehabilitation of the plaintiff to its original position, the arrogance of the defendant as public officials not to admit mistakes and a lack of effective oversight of government action. Reminding the defendant in order to carry out legal obligations and followed up with publicity, as well as efforts through the court (litigation) in the form of a lawsuit in Civil, Criminal and outside the court (non litigation) expected to be a pressure or asolutions for the defendant to comply with the decision of the administrative court and binding.Keywords: Administrative Court, Is Legally Binding, The Verdict Execution

Page 1 of 2 | Total Record : 16


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue