cover
Contact Name
Tatang Hidayat
Contact Email
tatang.hidayat@stiqzad.ac.id
Phone
+6285314983890
Journal Mail Official
jurnal@stiqzad.ac.id
Editorial Address
Jl. Nasional 11, Kp. Cibeureum, Ds. Cibeureum, Kec. Cugenang, Kab. Cianjur, Jawa Barat - Indonesia 43252
Location
Kab. cianjur,
Jawa barat
INDONESIA
ZAD Al-Mufassirin
ISSN : 28296966     EISSN : 27234002     DOI : 10.55759
ZAD AL-MUFASSIRIN adalah jurnal studi ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang diterbitkan dua kali dalam setahun (per semester) oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Zad Cianjur. STIQ ZAD Cianjur itu sendiri, jelasnya Jurnal ini dikembangkan untuk merealisasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an ZAD Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dikelola oleh para pakar dan akademisi di bidang Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, di bawah supervisi Dr. Sameh Salem Abdelhamid, Lc., MA, seorang pakar qira’at dan tafsir dari Bumi Kinanah, Mesir, yang memiliki sanad qira’at ‘asyarah shughra dan kubra’, dengan sanad ‘aly (tinggi) terpaut 28 generasi hingga muttashil (bersambung) kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Sejalan dengan visi jurnal ini yang fokus pada penelitian dan pengembangan kajian ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dengan mempublikasikan hasil penelitian berupa gagasan, teori, metode, dan kajian masalah-masalah aktual lainnya yang berkaitan dengan studi ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, yang ditulis para ahli di bidang Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, baik dari dalam negeri maupun luar negeri (semisal dari Arab Saudi, Mesir, dan lainnya).
Articles 61 Documents
Turunnya Al-Qur’an dalam Tujuh Huruf Muhammad 'Aqil Rabbani
ZAD Al-Mufassirin Vol. 1 No. 1 (2019): ZAD Al-Mufassirin July 2019
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.568 KB) | DOI: 10.55759/zam.v1i1.1

Abstract

Tema tujuh huruf menjadi istilah yang musykil, dengan artian, istilah ini mengalami perkembangan makna sehingga bermunculan berbagai pengertian mengenai istilah tujuh huruf ini. Oleh karena itu, para ulama –baik dahulu maupun sekarang- memberikan perhatian lebih terhadap istilah tujuh huruf dengan mengkaji kembali pengertian istilah ini. Sehingga muncul berbagai literatur yang menarik untuk dikaji oleh para akademisi tentang tema tujuh huruf. Dalam perkembangan studi Al-Qur’an, juga bermunculan beberapa kalangan yang meragukan keontetikan Al-Qur’an lewat tema ini. Az-Zarqâni dalam bukunya, Manahil Al-Irfan fi ulum Al-Qur’an mengatakan bahwa para musuh Islam memanfaatkan pemahaman yang salah mengenai pegertian tujuh huruf untuk memunculkan berbagai tikaman terhadap Al-Qur’an. Sehingga butuh upaya dari kalangan Umat Islam, khususnya akademisi, untuk mengkaji kembali tema tujuh huruf ini dan mempersembahkan upaya ini kepada masyarakat Islam. Makalah ini membahas mengenai hadits-hadits tentang tujuh huruf, defenisi tujuh huruf, antara tujuh huruf dan qiraat yang tujuh, dan pendapat-pendapat orientalis mengenai tujuh huruf.
Negara Adidaya dalam Perspektif Islam: Penafsiran Kontekstual atas Surat Al-A’raaf Ayat 96 David Anwar; Waskito
ZAD Al-Mufassirin Vol. 1 No. 1 (2019): ZAD Al-Mufassirin July 2019
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.087 KB) | DOI: 10.55759/zam.v1i1.2

Abstract

Menjadi sebuah negara adidaya yang berperan aktif dalam kancah dunia, bukanlah sesuatu yang mustahil. Ia bersifat manusiawi dan bisa dicapai. Secara historis pun di dunia ini tidak pernah sepi dari eksistensi negara adidaya, di zaman modern maupun klasik. Di tingkat dunia, ukuran keadidayaan sebuah negara dilihat dari kemampuan ekonomi dan militer negara itu. Negara seperti Amerika disebut-sebut sebagai negara adidaya modern. Para ulama sejak lama menjelaskan syarat-syarat menjadi sebuah negara ideal (al-Madinah al-fadhilah). Seperti Al-Farabi yang mengumpamakan negara dengan koordinasi dalam tubuh manusia. Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat kunci yang menjelaskan konsep kesuksesan sebuah negara, hingga dalam rangka mencapai derajat negara adidaya. Ayat itu terdapat dalam Surat Al-A’raaf ayat 96. Ayat ini menarik dikaji dari berbagai perspektif sehingg membuahkan faidah ilmiah, yaitu panduan membangun sebuah negara adidaya di tengah percaturan dunia.
Prinsip Dakwah Qur’ani: Perspektif Balaghah Surat Al-Nahl Ayat 125 Irfan Rhamdan Wijaya
ZAD Al-Mufassirin Vol. 1 No. 1 (2019): ZAD Al-Mufassirin July 2019
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.922 KB) | DOI: 10.55759/zam.v1i1.3

Abstract

Al-Qur’an, mukjizat abadi sepanjang masa, takkan lekang di makan zaman, terkandung di dalamnya sebaik-baik pesan dari Dzat Yang Maha Agung, tersurat dan tersirat tingkatan tertinggi kefasihan dan balaghah, unggul seluruhnya, baik dari keragaman uslub ungkapannya, ma’ani-nya, maupun seni pengungkapannya. Penelitian ini, ditujukan untuk menggambarkan keagungan bahasa Al-Qur’an sekaligus aplikasinya menyelami kandungan ayat Al-Qur’an, dan ayat pilihan yang dijadikan objek penelitian adalah QS. Al-Nahl [16]: 125, menggunakan pendekatan studi kepustakaan (library research) dengan analisis mendalam (istiqrâ’); yakni dengan mengumpulkan data-data primer dan sekunder terkait balaghah ayat. Dengan ruang lingkup pembahasan, mencakup paradigma mendasar balaghah Al-Qur’an dan aplikasinya pada tafsir-balaghah QS. Al-Nahl [16]: 125. Dari penelitian ini, akan tergambar kedudukan ilmu balaghah dalam mendukung setiap insan yang beriman mentadaburi Al-Qur’an al-’Azhim.
Poligami dalam Al-Quran dan Konsep Maqashid Syari’ah Ibnu ‘Asyur Lira Erlina
ZAD Al-Mufassirin Vol. 1 No. 1 (2019): ZAD Al-Mufassirin July 2019
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.554 KB) | DOI: 10.55759/zam.v1i1.4

Abstract

Poligami dikaji dalam Al-Qur’an, khusunya pada Surat An-Nisâ ayat 3 dan 129, hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, serta qudwah dari Nabi yang menikahi beberapa isteri. Dari dalil-dalil tersebut muncul tiga permasalahan terkait poligami, yaitu: Apa hukum poligami? Berapa wanita yang boleh dinikahi? Aan apa syarat-syarat poligami? Dari hasil istinbath terhadap dalil-dalil dipahami bahwa poligami hukumnya dibolehkan dengan pendekatan, Al-amri ba’da al-hazhri lil ibâhah. Dan jumlah maksimal wanita yang boleh dinikahi adalah empat wanita yang disimpulkan dari hadits Nabi yang memerintahkan para Shahabat menceraikan kelebihan dari empat isteri mereka. Adapun untuk syarat poligami, metode istinbath hukumnya dengan pendekatan, Asy-syarthu yu’atstsir fil hukmi ‘inda ‘adamihi. Menurut Ibnu Asyûr dalam kitabnya, disebutkan bahwa poligami mengandung kemaslahatan terhadap manusia. Di antara hikmah pensyariatan poligami, ia memperbanyak Umat dan termasuk bagian Maslahah Kulliyat. Poligami mencegah dari zina yang merupakan pembahasan dari Sadduzh Zharâ’i, poligami solusi bagi wanita yang tidak memiliki suami karena jumlah wanita di akhir zaman lebih banyak dari jumlah laki-laki; dan ini bagian dari maslahah yang sifatnya Tahsiniyah bagi individu dan maslahah yang sifatnya Hajiyat bagi Umat di akhir zaman kelak.
Pro Kontra Eksistensi Sajak Dalam Al-Qur’an Yogi Suparman; Musfa Hendra; Zainuddin Soga
ZAD Al-Mufassirin Vol. 3 No. 2 (2021): ZAD Al-Mufassirin December 2021
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1274.335 KB) | DOI: 10.55759/zam.v3i2.13

Abstract

Differences in understanding in this concept give rise to various kinds of differences among scholars. One of them is the debate about the existence of rhymes (saja’) in the Qur'an, and this is a very classic problem. This debate had already arisen in the middle of the fourth century hijri spearheaded by imam Abul Hasan Al Asy'ari then popularized by imam Al Baqilani and imam Ar Rummani. These three high priests flatly rejected the existence of rhymes in the Qur'an and preferred the term fâshilah or fâwashil. On the other hand, the pro-life in this matter, such as the mu'tazilah figures, remained adamant in defending their opinions and presenting arguments that he considered strong. Therefore, this paper tries to find common ground and tries to take a middle ground from these differences, because there are points of similarity in them so that it is very possible to combine and collaborate. Among the results of this study is that the term fâshilah is more common than the term rhyme (saja’). So the consequence is an opinion that chooses the term fâshilah for the naming of each end of the verse, indirectly acknowledging the existence of rhymes (saja’) in the Qur'an. Because the rhyme (saja’)  itself is part of the fâshilah that is in the Qur'an.
Kekhasan Pemikiran Misbah Musthofa Dalam Tafsir Al-Iklīl Fī Ma’ānī Al-Tanzīl Dan Contoh Teks Penafsirannya Anggi Maulana; Mifta Hurrahmi; Alber Oki
ZAD Al-Mufassirin Vol. 3 No. 2 (2021): ZAD Al-Mufassirin December 2021
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1738.21 KB) | DOI: 10.55759/zam.v3i2.22

Abstract

Tafsir Al-Iklil Fī Ma’āni Al-Tanzīl is the work of Misbah Musthofa (1916-1994 ). Written using pegon script with the aim of writing to carry out Islamic law as much as possible and its contents ,the understand the quran and its contents. This interpretation is used as a medium for preaching. Misbah Mustafa wrote Tafsir Al-Iklil Fī Ma’āni Al-Tanzīl  for 8 years starting from 1977 to 1985 AD. In his book of commentaries, Misbah Mustafa studies a lot about the phenomena of problems that arise in society. This book consists of 30 volumes, each volume contains 1 juz of Quran. The method used by Misbah Mustafa in writing his tafsir is the tahlili method. The author uses the library method in finding data related to this paper.
CORAK TAFSIR BALAGHI (Studi Analisis Tafsir Al-Kassyaf ‘An Ghawamidh At-Tanzil Wa ‘Uyun Al-Aqawil Fii Wujuh At-Ta’wil karya Abu al-Qasim Az-Zamakhsyari) Sidiq Samsi Tsauri; Ahsin Sakho Muhammad; Adha Saputra
ZAD Al-Mufassirin Vol. 3 No. 1 (2021): ZAD Al-Mufassirin June 2021
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1180.879 KB) | DOI: 10.55759/zam.v3i1.24

Abstract

Mengetahui corak penafsiran tertentu dari suatu karya tafsir penting dilakukan sebab setiap Mufassir akan terpengaruh dalam penafsirannya baik itu oleh lingkungan, pemikiran, Aqidah, Guru dan sebagainya. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui corak tafsir balaghi dengan analisis melalui kitab tafsir Tafsir Al-Kassyaf ‘An Ghawamidh At-Tanzil Wa ‘Uyun Al-Aqawil Fii Wujuh At-Ta’wil karya Abu al-Qasim Az-Zamakhsyari. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur (Library research). Berdasarkan pembahasan, Corak penafsiran balaghi bisa diketahui dengan cara melihat mufassir dalam menafsirkan ayat tertentu. Dalam konteks tafsir al-Kasyaf ini, Az-Zamaksyari memilki metode khusus dalam menafsirkan ayat tertentu diantaranya: mengawalinya dengan menyebutkan nama surat, makkiyah dan madaniyah, menjelaskan makna nama surat, menyebutkan keutamaan surat,memasukkan qira’at, Menjelaskan bahasa, nahwu, sharaf dan ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya (secara tahlili), dan menafsirkan ayat dengan mengacu pendapat tertentu dan membantah penafsiran yang dianggapnya tidak tepat. Knowing the pattern of certain interpretations of a work of interpretation is important because each Mufassir will be affected in its interpretation be it by the environment, thoughts, Aqidah, Master and so on. This paper aims to find out balaghi's interpretation patterns with analysis through the Tafsir al-Kassyaf 'An Ghawamidh At-Tanzil Wa 'Uyun Al-Aqawil Fii Wujuh At-Ta'wil by Abu al-Qasim Az-Zamakhsyari. The method used in this paper is a qualitative approach method with the method of literature study (Library research). Based on the discussion, balaghi interpretation patterns can be known by looking at mufassir in interpreting certain verses. In the context of al-Kasyaf's interpretation, Az-Zamaksyari has a special method of interpreting certain verses including: starting by mentioning the names of letters, makkiyah and madaniyah, Explain the meaning of the letter name, mention the virtues of the letter, include qira'at, explain the language, nahwu, sharaf and other Arabic sciences (tahlili), and interpret the verse by referring to certain opinions and refute interpretations that it considers inappropriate.
Uslub Nahyu Dalam Kajian Metode Tafsir Al-Quran Yusuf Bahtiar; Aam Abdussalam
ZAD Al-Mufassirin Vol. 2 No. 2 (2020): ZAD Al-Mufassirin December 2020
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1373.963 KB) | DOI: 10.55759/zam.v2i2.26

Abstract

The purpose of this discussion is to find out Uslub Nahyu in the study of the Qur'anic Interpretation method. Uslub Al-Quran is a method of analysis and a refrensive approach in compiling his sentences and the selection of his lafaz-lafaz. Uslub Al-Quran has characteristics, namely: The touch of lafaz al-Quran through the beauty of the intonation of the Qur'an and the beauty of the language of the Qur'an, acceptable to all walks of life, the Qur'an touches (accepted) reason and feelings, the compatibility of the Quran's sequence of sentences and the richness of editorial art. Uslub nahyu is the opposite of amr, which is a lafaz that shows the demand to leave something from the superior to the subordinates or the word nahyu on the number of al-nahy (Prohibition sentence) as a speech conveyed by the higher party of his position to the party below him or the lower party in order to leave something deed.
Analisis Metode Tafsir Al-Marāghī Ika Parlina; Aam Abdussalam; Tatang Hidayat
ZAD Al-Mufassirin Vol. 3 No. 2 (2021): ZAD Al-Mufassirin December 2021
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1303.146 KB) | DOI: 10.55759/zam.v3i2.27

Abstract

Tafsīr Al-Marāghī  belongs to the group of interpretations that are weighty and high-quality, this can be seen from the writing methods and systematics used by his writing. The purpose of this study was to analyze the method of Tafsir Al-Maragi. Based on the results of the study, Al-Marāghī 's interpretive method suggests verses from the beginning of the discussion, in which case Al-Marāghī  seeks to give only one or two verses that refer to the same meaning and purpose. Explain the vocabulary and syarkh mufradāt that serves to explain words in language, when it turns out that there are words that are difficult for the reader to understand. Explain the meaning of the verse globally. So that the reader does not confuse Al-Marāghī  trying to explain the meaning globally, this effort tries to bridge so that the readers before diving into the deepest meanings can know the meanings of the verse in general.
Analisis Karakter Manusia Munafik Melalui Pendekatan Tematik Digital Quran Nur Rohmatul Azka; Udin Supriadi
ZAD Al-Mufassirin Vol. 2 No. 1 (2020): ZAD Al-Mufassirin June 2020
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) ZAD Cianjur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (918.213 KB) | DOI: 10.55759/zam.v2i1.29

Abstract

Hypocritical people are basically those who disobey God, and His Apostle, even though they are born believers. In another view, hypocrisy is interpreted as a two-faced attitude and appears differently from the circumstances it craves. In the hadith it is mentioned that the sign of a hypocrite is threefold: When he speaks lying, when he rains down he disavows, and When he is believed he betrays. Then how is the hypocritical human nature mentioned in the Quran. The author uses the quran's digital thematic approach to find verses related to hypocritical human characters. The most fundamental feature of hypocritical man is his concern between faith and disbelief and his ability to make a firm and clear attitude with regard to the beliefs of tawhid. This is because he is a person who lacks confidence. They cannot make a firm and clear decision to join the believers or with the musyrikins.