cover
Contact Name
Roby Satya Nugraha
Contact Email
robysatyanugraha@unpak.ac.id
Phone
+6288211921727
Journal Mail Official
robysatyanugraha@unpak.ac.id
Editorial Address
Address: Street. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat Indonesia · Tlp: 085888098038 · Fax: 0251-8320123 Article submissions can be sent to pajoul@unpak.ac.id
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL)
Published by Universitas Pakuan
ISSN : 2746041x     EISSN : 27460428     DOI : https://doi.org/10.33751/pajoul
Core Subject : Social,
Pakuan Justice memuat beberapa kajian dan kajian terhadap disiplin ilmu hukum terpilih di beberapa cabang Ilmu Hukum seperti Sosiologi Hukum Sejarah Hukum Hukum Pidana Hukum Perdata Hukum Pemerintah Hukum Ekonomi Bisnis Hukum Internasional Hukum Ekonomi Syariah dan lain-lain
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 32 Documents
SETTLEMENT OF INTERNATIONAL DISPUTES IN THE BODY OF ASEAN: Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia Tiara Almira Raila; Clara Puspa Jelita
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 1, No 2 (2020): Volume 1, Nomor 2 Juli-Desember 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.697 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v1i2.2882

Abstract

ABSTRACT Founded in 1967, the Association of South East Asian Nation or ASEAN was formed as an attempt to create cooperation and solidarity between fellow ASEAN members. Through the years of its existence, relations between ASEAN members in various aspects have developed and have been carried out through agreements and cooperation. However, in implementing agreements and through the cooperation of one or more members within the ASEAN region, countries with different backgrounds and interests are very likely to disagree at some point which would then create a dispute between them. Although formed in order to create peace within its region, disputes within ASEAN region are seldom settled as ASEAN members strongly hold the principles of sovereignty of each member states and the use of non-intervention. Through this background, the Authors of this paper will then study the settlement of international disputes in the body of ASEAN and as to why the principles and objectives of ASEAN and the concept of regional organizations have not been able to work well in ASEAN.Keywords:   International   Dispute   Settlement,   ASEAN,   Treaty   of   Amity   and Cooperation in Southeast Asia    ABSTRAK Ditemukan pada tahun 1967, Association of South East Asian Nation atau ASEAN dibentuk sebagai upaya untuk menciptakan kerjasama dan sebagai bentuk solidaritas  dari  setiap  negara  anggota  ASEAN.  Selama  perjalanannya,  hubungan antara negara anggota ASEAN di berbagai aspek telah berkembang dan dilaksanakan melalui berbagai macam bentuk perjanjian dan kerjasama. Namun dalam pelaksanannya, sangat dimungkinkan untuk terciptanya suatu sengketa diantara negara-negara anggota yang memiliki latar belakang serta kepentingan yang berbeda- beda. Meskipun ASEAN dibentuk dalam rangka menciptakan perdamaian di dalam wilayahnya, sengketa dalam lingkup ASEAN sering tidak dapat terselesaikan. Hal tersebut dikarenakan negara anggota ASEAN yang berpegang teguh pada prinsip kedaulatan setiap negara dan non-intervensi. Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis penelitian ini akan meneliti mengenai penyelesaian sengketa internasional di dalam tubuh ASEAN dan mengapa prinsip dan tujuan dari ASEAN serta konsep organisasi regional belum dapat bekerja sebagaimana mestinya di wilayah ASEAN.  Keywords: Penyelesaian Sengketa Internasional, ASEAN, Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara
ERA DISRUPSI TEKNOLOGI 4.0 DAN ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN DATA HAK PRIBADI sri ayu astuti
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 1, No 1 (2020): Vol 1 No 1 tahun 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (990.695 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v1i1.2035

Abstract

ABSTRACTThe stopping of the Covid Pandemic -19 gives the effect of changes in social interaction in life in the community especially when it is disrupted which has controlled human life sociologically and psychologically in every movement in life, especially since the existence of a pandemic there has been a change in work culture that was originally in the conventional form of switching to online space because of the policy of doing work by way of WFH work from home. Technological advances in the era of the utilization of technology 4.0 have become evident in their use, not even in their total mastery of internet applications, the interaction of everyone in Indonesia, including ethical behavior in communication in the technology space, eventually leading to legal problems that intersect with law enforcement of ITE Law Number 19 of 2016 against function of its use. every person who is in the vortex of using technological advances must be confronted with no maximum legal efforts to do legal protection of personal rights including personal data that is so easily accessed by implementing an internet-based technology system. This is the responsibility of the state, namely the organizer of the Government of the Republic of Indonesia in the jurisdiction of Indonesia, which grants permission to operate as an owner and manager of a technological system that carries out its operations in the sovereignty of a State, which can impose strict sanctions on the legal remedies for protecting every citizen from criminal acts of moving virtual.Keywords: Disruption Era, Technological Uses, Personal data protection ABSTRAK Hentakan adanya Pandemi Covid -19 memberikan pengaruh terjadinya perubahan interaksi sosial dalam kehidupan dalam masyarakat terlebih diera disrupsi yang telah menguasai hidup manusia secara sosiologis dan psykologis disetiap gerak dalam kehidupan, apalagi sejak adanya pandemi terjadi perubahan budaya kerja yang semula dalam bentuk konvensional beralih ke ruang online karena adanya kebijakan melakukan pekerjaan dengan cara WFH work from home. Kemajuan teknologi dalam era kemanfaatan teknologi 4.0 menjadi nyata penggunaannya, bahkan belum secara total  penguasaannya pada aplikasi internet, interaksi setiap orang di Indonesia termasuk perilaku etika dalam komunikasi di ruang teknologi hingga akhirnya menimbulkan permasalahan hukum yang bersinggungan dengan penegakkan hukum UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 terhadap fungsi penggunaannya. setiap orang yang berada dalam pusaran penggunaan kemajuan teknologi harus dihadapkan tidak maksimalnya upaya hukum dilakukannya perlindungan hukum hak pribadi termasuk data-data pribadi yang begitu mudah diakses dengan penerapan sistem teknologi berbasis internet. Hal ini menjadi tanggungjawab negara yakni penyelenggara Pemerintah Republik Indonesia di wilayah hukum Indonesia yang memberikan ijin beroperasinya pemilik sekaligus pengelola sistem teknologi yang melakukan  operasionalnya dalam kedaulatan suatu Negara, yang dapat memberikan sanksi tegas terhadap upaya hukum perlindungan setiap warga negara atas tindak pidana kejahatan yang bergerak secara virtual.Kata Kunci : Era Disrupsi, Kemanfaatan Teknologi, Perlindungan data pribadi
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN PENGUSAHA DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA PASAL 59 BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA Nandang Purnama
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 2, No 1 (2021): Volume 2, Nomor 1 Januari-Juni 2021
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.299 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v2i1.3410

Abstract

ABSTRAK  Kebutuhan hidup dasar setiap manusia adalah terpenuhinya sandang, pangan, dan papan. Untuk memenuhi hal tersebut setiap manusia harus bekerja atau memiliki usaha. Pada kegiatan tersebut antara pekerja dan pengusaha terdapatlah perikatan janji yang disebut perjanjian kerja. Perjanjian Kerja antara pihak Pengusaha dan Pekerja memiliki polemik didalamnya, sehingga jalannya hubungan pekerjaan tidak baik. Hal tersebut diakibatkan ketidak paham para pekerja membaca atau mengetahui aturan hukum terkait perjanjian kerja. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengusaha agar dapat menguntungkan bagi sisi pengusaha. Untuk itu penulis meneliti hal-hal terkait perjanjian kerja terutama perjanjian kerja waktu tertentu, dimana terjadi kasuskasus perselisihan hukum. Selain itu, saat ini terdapat aturan baru yang mengatur tentang perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti, karena hasil penelitian atau penulisan ini dapat menjadi gambaran dan antisipasi perselisihan hukum terkait penerapan perjanjian kerja waktu tertentu dikemudian hari. Kata Kunci : PKWT, Ketenagakerjaan, dan Addendum                                                                      ABSTRACT  The basic necessities of life for every human being are the fulfillment of clothing, food and shelter. To fulfill this, every human being must work or own a business. In these activities, workers and employers have an agreement called a work agreement. The work agreement between the employer and worker has a polemic in it, so that the work relationship is not good. This is due to the workers' lack of understanding in reading or knowing the legal rules related to work agreements. This can be used by entrepreneurs in order to be profitable for the entrepreneur side. For this reason, the authors examine matters related to work agreements, especially work agreements for a certain period of time, where cases of legal disputes occur. In addition, currently there are new rules governing a certain time work agreement (PKWT). This becomes interesting to research, because the results of this research or writing can be an illustration and anticipation of legal disputes related to the application of a certain time work agreement in the future.  Keywords: PKWT, Employment, and Addendum
MODEL PENCEGAHAN BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DI WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN UTARA Aris Irawan; Sri Ayu Astuti; mawardi khairi
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 1, No 2 (2020): Volume 1, Nomor 2 Juli-Desember 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.572 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v1i2.2878

Abstract

ABSTRACT Indonesia's forests are a priceless national treasure. As the 34th province in Indonesia, North Kalimantan (Kaltara) has abundant natural resource potential (SDA). In Kaltara there are forest resources located in 2 districts, namely Malinau Regency and Nunukan Regency. This forest is also known as the “Heart of Borneo”. Illegal logging is a form of deviation from the proper use of the forest. The regulatory conditions and criminal law bases of prevention and eradication of illegal logging are not comprehensive enough and can answer the problem. The main problem in this research is First, how is the problem of handling illegal logging in the border area of North Kalimantan, Second, what is the community-based prevention model for action. Illegal Logging in the border area of North Kalimantan.To answer the problem formulation of this research, the research method used is juridical empirical legal research which in other words is a type of normative legal research and can also be called constitutional research.This research will be carried out in North Kalimantan, several problems in handling Illegal Logging Crime in the border area of Indonesia, including organized crime so it is difficult to disclose it, involvement of intellectual actors and including law enforcers, weak public knowledge. Then what is the prevention of community-based Illegal Logging Crime, namely utilizing community participation in order to prevent the occurrence of Illegal Logging Crime in North Kalimantan. Keywords: Prevention, Illegal Logging, Society. ABSTRAK Hutan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang tak ternilai harganya. Sebagai provinsi ke-34 di Indonesia, Kalimantan Utara (Kaltara) memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah.  Di Kaltara terdapat sumber daya hutan yang terletak di 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan. Hutan ini juga dikenal dengan julukan sebagai “Heart of Borneo“. Pembalakan liar adalah bentuk penyimpangan dari pemanfaatan hutan yang seharusnya. Kondisi pengaturan dan dasar hukum pidana dari pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar belum cukup komperehensif dan dapat menjawab persoalan.Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Pertama, Bagaimanakah problematika penanganan  Illegal Logging di daerah perbatasan Kalimantan utara, Kedua, Bagaimanakah model pencegahan berbasis masyarakat terhadap Tindak Pidana Illegal Logging di daerah perbatasan Kalimantan Utara.Untuk menjawab rumusan permasalahan dari penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis  empiris yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum normatif dan dapat disebut pula dengan penelitian Undang-Undang,Penelitian ini akan dilaksanakan di Kalimantan Utara, beberapa problematik penanganan Tindak Pidana Illegal Logging di wilayah perbatasan Indonesia diantaranya termasuk kejahatan terorganisir sehingga sulit pengungkapannya, terlibatnya pelaku intelektual dan termasuk penegak hukum, lemahnya pengetahuan masyarakat. Kemudian apa itu pencegahan Tindak Pidana Illegal Logging berbasis masyarakat yaitu memanfaatkan peran serta masyarakat dalam rangka mencegah terjadinya Tindak Pidana Illegal Logging di Kalimantan Utara. Kata Kunci : Pencegahan, Illegal Logging, Masyarakat. 
PENEGAKAN HUKUM PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR SECARA RESTORATIVE JUSTICE Darto .
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 2, No 2 (2021): Volume 2, Nomor 2 Juli-Desember2021
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v2i2.4386

Abstract

ABSTRAK Ketentuan hukum tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur terdapat dalam Pasal 362 KUHP. Dalam pelaksanaannya harus memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam menerapkan sanksi pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur harus melihat dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, agar penerapan sanksi tersebut tidak terlepas dari apa yang menjadi hak-hak anak yang melakukan tindak pidana. Penerapan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dilakukan berdasar musyawarah mufakat antara pihak korban, pelaku, dan tokoh masyarakat, di mana para pihak diminta berkompromi untuk mencapai sebuah kesepakatan. Setiap individu diminta untuk mengalah dan menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi demi menjaga kehamronisan bersama. Konsep musyawarah terbukti efektif untuk menyelesaikan sengketa dalam masyarakat di tengah kegagalan peran negara dan pengadilan dalam memberikan keadilan. Dengan penerapan restorative justice, kasus tersebut berhenti sampai tahap penyidikan atau tidak diteruskan ke pengadilan. Penegakan hukum tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dilakukan melalui restorative justice. Dalam penerapan restorative justice selalu dilakukan bagi anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Dalam beberapa kasus, upaya restorative justice tersebut dapat memperoleh kesepakatan oleh masing-masing pihak, sehingga perkara tidak dilanjutkan ke tingkat penuntutan. Penerapan restorative justice hanya terhadap jenis tindak pidana ringan saja, dengan proses mediasi secara musyawarah. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Pencurian, Anak, Restorative Justice ABSTRACT The legal provisions for the crime of theft committed by minors are contained in Article 362 of the Criminal Code. In its implementation, it must pay attention to the provisions of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System and Law Number 35 of 2014 concerningAmendments to Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection. In applying criminal sanctions for theft committed by minors, one must look at the legal basis relating to the crime of theft committed by children, so that the application of these sanctions cannot be separated from the rights of the child who commits a crime. The application of restorative justice in the settlement of criminal acts of theft committed by minors is carried out based on consensus deliberation between the victims, perpetrators, and community leaders, where the parties are asked to compromise to reach an agreement. Each individual is asked to give in and put the interests of the community above personal interests in order to maintain mutual harmony. The concept of deliberation has proven to be effective in resolving disputes in society amidst the failure of the role of the state and courts in providing justice. With the application of restorative justice, the case stops until the investigation stage or is not forwarded to court. Law enforcement of the crime of theft committed by minors is carried out through restorative justice. In the application of restorative justice, it is always carried out for children who are perpetrators of criminal acts. In some cases, the restorative justice efforts can obtain an agreement by each party, so that the case is not continued to the prosecution level. The application of restorative justice is only for minor crimes, with a mediation process by deliberation.Keywords: Law Enforcement, Theft, Children, Restorative Justice
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN TANAH TANPA IZIN BERDASARKAN PASAL 6 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA Ilham Adi Negara
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 2, No 1 (2021): Volume 2, Nomor 1 Januari-Juni 2021
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.53 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v2i1.3406

Abstract

ABSTRAK  Tindak pidana penguasaan tanah tanpa izin merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap penguasaan tanah dengan cara mengambil alih tanah yang bukan miliknya. Tidak jarang muncul suatu persaingan atau konflik antar manusia demi memperoleh sebidang tanah. Perbuatan tersebut tidak dibenarkan menurut aturan, yaitu Perpu Nomor 51 Tahun 1960 dan akan diminta pertanggungjawaban pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 aturan tersebut. Penelitian ini betujuan untuk mendeskripsikan pertanggungjawaban pidana tindak pidana penguasaan tanah tanpa izin dalam putusan nomor: 3/Pid.C/2017/PN.Bgr, penerapan sanksi pidana Pasal 6 Perpu ini dan hambatan aparat penegak hukum dalam pemeriksaan tindak pidana ini serta upaya penanggulangannya. Metode peneltian dalam penelitian ini berjenis penelitian hukum normatif dan didukung penelitian empiris, sifat penelitian deskriptif analitis dan pendekatan yuridis sosiologis serta yuridis komparatif, teknik pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, dan data dari hasil penelitian dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan penelitian ini adalah pertanggungjawaban pidana dalam nomor: 3/Pid.C/2017/PN.Bgr tidak memperhatikan teori pertanggungjawaban pidana, penerapan sanksi pidana kurang diaplikasikan, dan hambatan yang dihadapi aparat penegak hukum berupa menganalisis kasus masih kurang serta upaya penanggulangan dilakukan upaya yuridis dan teknis. Hasil penelitian menyarankan bahwa segera dilakukan perubahan aturan perpu ini menjadi lebih baik sehingga masyarakat merasa haknya dilindungi bila digunakan orang lain secara tidak sah. Kata Kunci:  Pertanggungjawaban Pidana; Penguasaan Tanah Tanpa Izin; Tindak Pidana   ABSTRACT  The criminal act of controlling land without a permit is a form of violation of land control by taking over land that does not belong to. It is not uncommon for a competition or conflict to arise between people for the sake of obtaining a plot of land. Such acts are not justified according to the regulation, namly The Government Regulation In Lieu of Law Number 51 of 1960 and criminal responsibility will be required as stated in Article 6 of the regulation. This study aims to describe criminal liability for criminal acts of land control without permission in decision number: 3/Pid.C/2017/PN.Bgr, the application of the sanctions in Article 6 and obstacles to law enforcement officials in checking out this crime and efforts to cope with it. The research methods are normative legal research and supported by empirical research, the nature of descriptive analytical research and juridical sociological and comparative juridical approaches, data collection techniques using library and field research methods, and data from the research results analyzed qualitatively. The conclusions of this study are criminal liability in number: 3/Pid.C/2017/PN.Bgr does not pay attention to the theory of criminal responsibility, the application of the sanctions is not applied enough, and obstacles faced by law enforcement officials in the form of analyzing cases are still lacking and efforts to cope with it are made by juridical and technica efforts. The results of the study suggest that a change in this regulation should be made for the better so that people feel that their rights are protected.  Keywords: Criminal Act, Criminal Liability, Land Control without Permit
DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG No 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN UNDANG-UNDANG No. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Andi Muhammad Asrun; L. Alfies Sihombing; Yeni Nuraeni
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 1, No 1 (2020): Vol 1 No 1 tahun 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.604 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v1i1.2037

Abstract

AbstractThe management of medical waste is part of environmental sanitation activities in the hospital which aims to protect the public from the dangers of environmental pollution that originate from hospital waste and efforts to prevent the spread of disease. Each type of medical waste has its own way of handling it. If not carried out with appropriate procedures, the consequences will have a more severe impact. Waste or medical waste is the result of waste from a medical activity. This medical waste contains various kinds of medical waste which is dangerous to human health if not treated properly, and storage becomes the last choice if the waste cannot be directly processed. Medical waste is mostly contaminated with bacteria, viruses, poisons and radioactive materials that are harmful to humans and other creatures around their environment. The negative impact of medical waste on the community and its environment occurs due to poor management. The impact that occurs from medical waste can cause pathogens that can adversely affect humans and the environmentKeywords: management, medical waste, environment AbstrakPengelolaan limbah medis merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di Rumah Sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah Rumah Sakit dan upaya penanggulangan penyebaran penyakit.. Tiap jenis limbah medis memiliki cara penanganannya sendiri-sendiri. Apabila tidak dilakukan dengan prosedur yang sesuai maka akibatnya akan berdampak lebih parah Sampah atau limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Limbah medis ini mengandung berbagai macam limbah medis yang berbahaya bagi kesehatan manusia bila tidak diolah dengan benar, dan penyimpanan menjadi pilihan terakhir jika limbah tidak dapat langsung diolah. Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi dengan bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan mahluk lain disekitar lingkungannya. Dampak negatif limbah medis terhadap masyarakat dan lingkungan nya terjadi akibat pengelolaan yang kurang baik. Dampak yang terjadi dari limbah medis tersebut dapat menimbulkan patogen yang dapat berakibat buruk terhadap manusia dan lingkungannyaKata kunci : pengelolaan, limbah medis, lingkunga
PERLINDUNGAN HAK-HAK BURUH YANG MENDAPATKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) OLEH PERUSAHAAN PADA MASA PANDEMI COVID-19 Mawardi Khairi; Aris Irawan; Sri Ayu Astuti
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 2, No 2 (2021): Volume 2, Nomor 2 Juli-Desember2021
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.568 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v2i2.4382

Abstract

ABSTRAK Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) per 1 Mei 2020, jumlah pekerja sektor formal yang telah dirumahkan akibat pandemi Covid-19 sebanyak 1.032.960 orang dan pekerja sektor formal yang di-PHK sebanyak 375.165 orang. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak Covid-19 sebanyak 314.833 orang. Total pekerja sektor formal dan informal yang terdampak Covid-19 sebanyak 1.722.958 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi buruh yang di PHK akibat pandemic COVID-19 serta upaya hukum yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja terhadap perusahaan yang merugikannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan konsep dan pendekatan undang-undang. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pengusaha wajib memberikan uang pesangon bagi tenaga kerja yang di PHK sesuai dengan Pasal 156 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan hukum. Upaya hukum yang dapat dilakukan tenaga kerja yang merasa dirugikan akibat dirumahkan dan di PHK adalah upaya hukum litigasi dan non litigasi. Kata Kunci: Perlindungan hukum, Buruh, PHK ABSTRACT Based on data from the Ministry of Manpower of the Republic of Indonesia (Kemennaker RI) as of May 1, 2020, the number of formal sector workers who have been laid off due to the Covid-19 pandemic is 1,032,960 people and formal sector workers who have been laid off as many as 375,165 people. Meanwhile, the informal sector workers affected by Covid-19 were 314,833 people. The total number of formal and informal sector workers affected by Covid-19 is 1,722,958 people. The purpose of this study is to find out how legal protection is for workers who have been laid off due to the COVID-19 pandemic as well as legal remedies that can be taken by workers against companies that harm them. This research is a normative legal research with a concept approach and a law approach. The conclusion in this study is that employers are obliged to provide severance pay for workers who have been laid off in accordance with Article 156 of Law Number 13 of 2003 concerning Manpower as a form of legal protection. Legal remedies that can be taken by workers who feel aggrieved due to being laid off and laid off are litigation and non-litigation legal remedies.Keywords: Legal protection, Labor, layoffs
KAJIAN TEORITIS: STRATEGI PENGEMBANGAN E- GOVERNMENT DALAM PELAYANAN ADMINISTRASI SECARA DARING Widdy Yuspita Widiyaningrum
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 1, No 2 (2020): Volume 1, Nomor 2 Juli-Desember 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.622 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v1i2.2879

Abstract

ABSTRACT Development of e-government is an effort to develop governance based on (using) electronics in order to improve the quality of public services effectively and efficiently.  Through  e-government  development,  management  systems  and  work processes are structured within the government by optimizing the use of technology information.  The  utilization  of  information  technology  includes  2  (two)  related activities,  namely:  (1)  data  processing,  information  management,  management systems  and  electronic  work  processes;  (2)  the  use  of  advances  in  information technology so that public services can be accessed easily and cheaply by people in all regions of the country. The use of this technology is aimed at building effective and efficient governance by developing e-government in online administrative services so that in this way it will be easy and fast to the community by implementing services online. Online Population Administration Service, hereinafter referred to as Online Adminduk Service, is the process of managing population documents in which data / file requirements are sent using web-based electronic media by utilizing technology, communication and information facilities. Through the development of e-government in online administration services which is linked to the strategic concept of the SWOT analysis, including: Strengths (strengths), namely what strengths (goals) must be achieved so that technological progress will have an impact on optimal e-government development.  Weaknesses  (weaknesses),  namely  by  avoiding  wasted  budget  by planning and developing service sites so that there is transparency in the service. Opportunities  (opportunities),  which  are  supported  by  4  (four)  pillars  of  the  e- government     architecture     framework,     among     others,     access     (optimal telecommunications   networks),    portals    (integration   with   several    agencies), information management and processing organizations (managing, providing, and processing information and electronic documents), as well as basic infrastructure and applications (supported by all infrastructure through hardware and software). And, the threats  (threats), namely in  the development of e-government in online administration services, it is necessary to consider that the higher the level of the site,    the  need   for   management   system  support,   work  processes,   and   information transactions between agencies which are increasingly complex as well. Keywords: SWOT analysis, E-Government, online administration services ABSTRAK  Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di   lingkungan   pemerintah   dengan   mengoptimasikan   pemanfaatan   teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu: (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis; (2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara. Pemanfataan teknologi tersebut ditujukan untuk membangun tata kelola pemerintahan yangh efektif dan efisian dengan mengembangkan e-government pada pelayanan administrasi secara daring agar dengan caar ini akan dengan mudah dan cepat kepada masyarakat dengan menerapkan pelayanan secara daring. Pelayanan Administrasi Kependudukan Daring yang selanjutnya disebut Pelayanan Adminduk Daring adalah proses pengurusan dokumen kependudukan yang pengiriman data/berkas persyaratannya dilakukan dengan media elektronik yang berbasis web dengan memanfaatkan fasilitas teknologi, komunikasi dan informasi. Dengan melalui pengembangan e-government dalam pelayanan administrasi secara daring yang dikaikan  dengan  konsep  strategi  dari  analisis  SWOT,  antara  lain:     Strenghts (kekuatan) yaitu kekuatan apa (sasaran) apa yang harus dicapai agar kemajuan teknologi akan berdampak pada pengembangan e-government yang optimal. Weaknesses (kelemahan) yaitu dengan menghindari pemborosan anggaran dengan perencanaan dan pengembangan situs pelayanan sehingga terjadi transparansi dalam pelayanan tersebut. Opportunities (peluang) yaitu dengan ditunjang dengan 4 (empat) pilar kerangka arsitektur e-government antara lain, akses (jaringan telekomunikasi yang optimal), portal (integrasi dengan beberapa instansi), organisasi pengelolaan dan pengolahan informasi (mengelola, menyediakan, dan mengolah informasi dan dokumen elektronik), serta Infrastruktur dan aplikasi dasar (didukung dengan semua prasarana melalui perangkat keras dan perangkat lunak). Dan, threats (ancaman) yaitu dalam  Pengembangan  e-government  dalam  pelayanan  administrasi  secara  daring yaitu   perlu   dipertimbangkan   bahwa   semakin   tinggi   tingkatan   situs   tersebut, diperlukan dukungan sistem manajemen, proses kerja, dan transaksi informasi antar instansi yang semakin kompleks pula.     Kata  kunci:  Analisis  SWOT,  E-Government,  Pelayanan  administrasi  secara daring
ANALISIS HUKUM PADA KUHP PASAL 263 dan PASAL 378 DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN KARTU KREDIT (CREDIT CAR Enggar Agni Wibowo; Asmak Ul Hosnah; L Alfies Sihombing
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 2, No 2 (2021): Volume 2, Nomor 2 Juli-Desember2021
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.805 KB) | DOI: 10.33751/pajoul.v2i2.4387

Abstract

ABSTRAK Dalam mengantisipasi penyalahgunaan kartu kredit, pentingnya diadakannya pembaruan hukum dalam penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit dimana ketentuan Pasal 263 dan Pasal 378 KUHP tidak relevan digunakan untuk menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit. Beberapa kelemahan dari Pasal 263 dan Pasal 378 KUHP antara lain kartu kredit tidak dapat diinterpretasikan sebagai surat dan hal yang dipalsukan dalam penyalahgunaan kartu kredit adalah pin orang lain yang telah berhasil dicuri melalui penipuan korban. Pembaruan RKUHP di Indonesia sangat penting untuk menjaring pelaku penyalahgunaan kartu kredit sehingga Indonesia tidak tertinggal dengan negara lain dalam menanggulangi kejahatan ini. Ketiadaan substansi hukum tentu akan melemahkan atau bahkan meniadakan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan kartu kredit. Akibat hukum penyalahgunaan kartu kredit dapat menimbulkan dampak finansial, yaitu dampak finansial terhadap penerbit dan dampak finansial terhadap negara. Dengan adanya penyalahgunaan kartu kredit, maka pelaku tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit dapat dikriminalisasi. Dengan demikian, jika pengguna kartu kredit melakukan penyalahgunaan terhadap kartu kredit dapat dianggap melakukan tindak pidana dan dibebankan pertanggungjawaban pidana kepadanya. Penyelesaian hukum dalam penyalahgunaan kartu kredit belum mampu untuk menjaring para pelaku tindak pidana, karena KUHP yang berlaku saat ini serta RKUHP yang telah ada belum mengatur mengenai penanggulangan penyalahgunaan kartu kredit, sementara pelaku tindak pidananya banyak terjadi. Dengan demikian, untuk mengantisipasi penyalahgunaan kartu kredit, maka kebijakan yang harus ditempuh oleh pemerintah adalah penemuan hukum (rechtfinding) harus segera dilakukan dikarenakan belum ada ketentuan yang mengatur mengenai penanggulangan penyalahgunaan kartu kredit. ABSTRACT In anticipating the misuse of credit cards, the importance of holding legal reforms in overcoming criminal acts of credit card abuse where the provisions of Article 263 and Article 378 of the Criminal Code are not relevant to be used to tackle criminal acts of credit card abuse. Some of the weaknesses of Article 263 and Article 378 of the Criminal Code include credit cards cannot be interpreted as letters and what is falsified in credit card abuse is someone else's pin that has been stolen through victim fraud. The renewal of the RKUHP in Indonesia is very important to capture credit card abusers so that Indonesia does not lag behind other countries in tackling this crime. The absence of legal substance will certainly weaken or even eliminate law enforcement against credit card abuse. The legal consequences of credit card abuse can have a financial impact, namely the financial impact on the issuer and the financial impact on the country. With the misuse of credit cards, the perpetrators of criminal acts of credit card abuse can be criminalized. Thus, if a credit card user abuses a credit card, it can be considered a crime and criminal liability is imposed on him. Legal settlements in credit card abuse have not been able to capture the perpetrators of criminal acts, because the current Criminal Code and the existing RKUHP have not regulated the handling of credit card abuse, while many criminal acts occur. Thus, to anticipate credit card abuse, the policy that must be taken by the government is legal discovery (rechtfinding) that must be carried out immediately because there are no provisions that regulate the handling of credit card abuse. Keywords: Credit Card Abuse

Page 1 of 4 | Total Record : 32