cover
Contact Name
Firdaus Noor
Contact Email
jurnalurban@pascasarjanaikj.ac.id
Phone
+6221-3159687
Journal Mail Official
jurnalurban@pascasarjanaikj.ac.id
Editorial Address
Jl. Cikini Raya No. 73 Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Seni Urban dan Industri Budaya
ISSN : 26142767     EISSN : 28283015     DOI : -
Urban: Jurnal Seni Urban is published twice a year (Apr and October) issued by the Postgraduate School of the Jakarta Institute of the Arts. Urban provides open access to the public to read abstract and complete papers. Urban focuses on creation and research of urban arts and cultural industries. Each edition, Urban receives a manuscript that focuses on the following issues with an interdisciplinary and multidisciplinary approach, which are: 1. Film 2. Television 3. Photograph 4. Theatre 5. Music 6. Dance 7. Ethnomusicology 8. Interior Design 9. Fine Arts 10. Art of Craft 11. Fashion Design 12. Visual Communication Design 13. Literature
Articles 76 Documents
Merayakan Perubahan Damono, Sapardi Djoko
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.8

Abstract

Kesusastraan dan Industri Kreatif Damono, Sapardi Djoko
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 2, No.1: April 2018
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v2i1.41

Abstract

Salah satu definisi kebudayaan “Kebudayaan itu komunikasi, komunikasi itu kebudayaan.” Sejak kita memutuskan untuk hidup berkelompok dan menciptakan masyarakat, kebutuhan utama manusia sama sekali tidak bisa dilepaskan dari masalah komunikasi. Kita bermasyarakat menggunakan segala cara berkomunikasi: bunyi, gerak, gambar, aksara, dan segala cara lain yang sekarang sedang kita kembangkan. Sekarang, tulisan dalam bentuk apa pun hanyalah salah satu cara kita berkomunikasi. Sastra adalah tulisan, biasanya dalam bentuk lembaran kertas dan buku – sebelumnya kita menciptakan sastra di berbagai jenis lembaran lain antara lain lontar, kertas, dan layar komputer. Pembicaraan tentang sastra sekarang ini tidak hanya rentetan aksara yang ditata di buku tetapi juga yang disusun di atas lembaran atau ruang jenis lain. Itu sebabnya menulis dan menyebarluaskan karya sastra mempertimbangkan cara-cara lain yang memungkinkan cara dan kandungan karya sastra tersebar.
Street Art Dalam Narasi Sebuah Kota Sungkar, Anna
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 2, No.2: Oktober 2018
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v2i2.22

Abstract

This article discusses street art in the narrative of a city in order to see the phenomenon and role of a piece of art as the media of communication between artist and community. This research uses descriptive method with observation technique with a number of cases studies to delve into a number of artworks, specifically fine arts. Through case studies, a graffiti artist known as Bujangan Urban in Jakarta and an installation work of giant feet of Dunani in Yogyakarta, it is revealed that artworks are not merely a form of ideas channeling, expression, and artist’s creativity, but also as medium to pass on criticism, representing people’s feeling, and also a medium for community to voice their concern to the authority in a particular city.Artikel ini membahas tentang street art dalam narasi sebuah kota untuk melihat fenomena dan peran suatu karya seni sebagai media komunikasi antara seniman dengan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif melalui teknik observasi dengan beberapa studi kasus untuk melihat beberapa peran karya seni, khususnya seni rupa. Melalui studi kasus, seorang seniman grafiti dengan julukan Bujangan Urban di Jakarta serta karya instalasi kaki raksasa Dunani di Yogyakarta, dapat dilihat bahwa karya seni tidak hanya sebagai bentuk penyaluaran ide, ekspresi, dan kreativitas seniman, tetapi juga dapat berperan sebagai media untuk menyampaikan pesan, mewakili perasaan masyarakat, dan juga sebagai media penyampaian kritik bagi suatu komunitas (masyarakat) kepada para penguasa pada suatu kota tertentu.
Keurbanan dan Pergeseran Paradigma dalam Budaya Material Achnas, Nan T.
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 5, No.2: Oktober 2021
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v5i2.69

Abstract

Hakikat Keberagaman Raseuki, Nyak Ina
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 2, No.1: April 2018
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v2i1.2

Abstract

Drupadi: Representasi Perempuan Urban dalam Musik Video Drupadi Melantun Karya Drupadi.id Gatot, Agustinus
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 3, No.2: Oktober 2019
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v3i2.35

Abstract

Drupadi, known as a female character in the Mahabharata epic, was the five Pandawa’s spouse. However, Drupadi’s story is not just about polyandrous woman. Drupadi, the female character in the Mahabarata’s epic has inspired many artists in their work, such as a music video from Drupadi ID. Drupadi ID through Drupadi Melantun on Youtube platform with the title “Semacam Riang”; “Bima’s Dream”; and “Bersama Gelap” tried to show the urban woman figure and their problems. Using the critical approach and semiotic analysis this study has succeeded to capture texts that represent an urban woman through Drupadi Character on Music Video Drupadi Melantun. The problems that urban women experience are represented very nicely by the Drupadi figure in this music video. This music video has become a criticism for the urban people who are not able to separate “Sex” from “Gender” so there is still an imbalance until now.Drupadi dikenal oleh masyarakat sebagai karakter perempuan dalam kisah Mahabharata yang merupakan istri dari kelima Pandawa. Seungguhnya, tokoh Drupadi bukan hanya sekadar perempuan poliandris saja, melainkan juga telah menjelma menjadi sosok perempuan urban masa kini. Drupadi sebagai sosok perempuan dalam kisah Mahabharata telah banyak menginspirasi para seniman dalam berkarya, salah satunya dalam karya musik video yang dibuat oleh Drupadi.Id. Lewat karya bertajuk Drupadi Melantun dengan judul “Semacam Riang”, “Bima’s Dream”, dan “Bersama Gelap” di kanal Youtube-nya, Drupadi.Id berusaha menampilkan sosok perempuan urban dan permasalahannya. Dengan menggunakan pendekatan kritis dan analisis semiotika, tulisan ini menghadirkan analisis berupa teks-teks yang merepresentasikan sosok perempuan urban yang ditampilkan melalui karakter Drupadi 99 dalam musik video Drupadi Melantun. Tulisan ini juga berusaha membongkar permasalahan yang dialami oleh perempuan urban yang mampu direpresentasikan dengan sangat apik oleh sosok Drupadi pada musik video ini. Oleh karena itu, musik video ini dianggap mampu merepresentasikan kehidupan dan harapan para perempuan urban di lingkungan masyarakat perkotaan.
Peran Orang Gila Sebagai Representasi Kritik Sosial Studi Kasus Tiga Film Warkop DKI: Bisa Naik Bisa Turun (1991), Bagi-Bagi Dong (1992), dan Pencet Sana Pencet Sini (1993) Pamungkas, Satrio
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.1: April 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i1.15

Abstract

Film is a form of popular culture which is analysed its stucture and meaning to understand the information or the political indication from its filmaker. Film as a text has been processing of encoding-decoding that including the audience to make meaning. In the case of Warkop DKI comedy film, which was made in 90’s era or late period of New Order before collapsed, they were Bisa Naik Bisa Turun, Bagi-Bagi Dong, dan Pencet Sana Pencet Sini, in satire represented of socio-political critics. Warkop DKI was using ‘madman’ as a representamen of their criticism to against government’s power, because ‘madman’ was thought as a neutral person that could send the critics. Those films presented the figure of government product such as military leader, doctor, and police, which were act by ‘madman’. Madness and humor were wise form to cover the criticism for the government who’s authoritarian.Film merupakan bentuk kebudayaan populer yang dianalisis struktur dan makna di dalamnya untuk memahami muatan pesan atau indikasi politis pembuatnya. Film sebagai teks mengalami proses encoding-decoding yang melibatkan penonton untuk bereaksi penuh dan aktif dalam ruang tertentu. Pada kasus film komedi Warkop DKI yang dibuat pada era tahun 90-an atau pada masa sebelum runtuhnya Orde Baru, yaitu Bisa Naik Bisa Turun, Bagi-Bagi Dong, dan Pencet Sana Pencet Sini, secara satir dan implisit menyampaikan bentuk kritik terhadap wacana yang sedang berlangsung. Dengan cerdasnya, Warkop DKI menggunakan peran orang gila sebagai representamennya, karena mereka dianggap netral (baca: aman) sebagai penyampai kritik. Ketiga film tersebut menghadirkan tokoh tentara, dokter, dan juga polisi dengan citra yang tidak wajar atau gila dalam pandangan umum. Dengan mengambil wujud demikian, kegilaan dan komedi membalut muatan yang sangat politis, bahkan cenderung tidak nampak sama sekali, namun sekaligus menjadi penyelamat dari pemerintah yang reaksioner terhadap kritik.
Keurbanan dan Media Baru Sandra, Wili
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 4, No.1: April 2020
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v4i1.58

Abstract

Tiga Dara & Ini Kisah Tiga Dara: Feminisme dalam Film Sentosa, Karin
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 3, No.1: April 2019
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v3i1.29

Abstract

Films on women’s issues are more and more frequent in theatres in line with the popularity of feminism in pop culture, especially in Indonesia. Two films Tiga Dara (1956) directed by Usmar Ismail was remade using the title Ini Kisah Tiga Dara (2016) directed by Nia Dinata. These two films describe similar conflict of marriage experienced by women in urban areas with different time setting. This research will compare those two films in terms of their structure and meaning based on the perspective of feminism. Through the comparison, it is revealed that the difference is on shifting of meaning and how the films convey the message. Other than that, the concept on women also change: the experience of women in every class, race, age, and sexuality is subjective depending on each individual. By delving in the way women are personified in the two films, we will find what the concept of women film is all about.Film tentang perempuan semakin banyak digarap oleh sutradara Indonesia seiring semakin populernya feminisme dalam budaya populer, khususnya di Indonesia. Film Tiga Dara (1956) karya Usmar Ismail dibuat-ulang dengan judul Ini Kisah Tiga Dara (2016) oleh Nia Dinata. Kedua film ini berisi konflik sama yang dialami perempuan di perkotaan dengan latar belakang zaman yang berbeda yaitu pernikahan. Penelitian ini membandingkan kedua film tersebut secara struktural dan makna menggunakan perspektif feminisme. Melalui perbandingan tersebut, ditemukan adanya perubahan makna dan cara penyampaiannya yang bergeser. Selain itu, konsep mengenai perempuan juga berubah: pengalaman perempuan di setiap kelas, ras, umur, dan seksualitas bersifat subjektif tergantung tiap individu. Dengan melihat bagaimana perempuan dipersonifikasi dalam kedua film tersebut, dapat diketahui bagaimana konsep film perempuan
Belle Dalam Dua Dunia: Animasi Beauty And The Beast Tahun 1991 dan Film La Belle Et La Bête Tahun 2014 Jinanto, Damar
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.9

Abstract

The ideology of a text can be seen in a story, and one can see the message behind a story, even though the story is a popular one that can be reused in many versions. Theories within the framework of media adaptation can be used to interpret changing ideologies behind a text that transformed alongside developing issues, even if the story is only told in a different medium. This is visible on the French popular folktale, La Belle et La Bête (Beauty and the Beast), that was adapted into animation film by Walt Disney Pictures (1991), and the live action French film by Christophe Gans (2014). The battle of ideologies can be seen through the reconstruction of Belle’s story by Walt Disney Pictures, through Belle’s leitmotif, and Christophe Gans’s deconstruction that he did by removing, changing, or adding narrative and cinematographic materials that were present in the Disney version. Ideologi teks dapat tampak di sebuah karya agar mampu ditemukan pesan yang ingin disampaikan walaupun ceritanya merupakan sebuah cerita populer yang dapat dibuat berulang kali dalam berbagai versi. Kajian alih wahana untuk membaca ideologi teks yang berbeda dapat dikaitkan dengan isu yang sedang berkembang di zamannya, walaupun dengan cerita yang diangkat dari sumber yang sama. Hal ini terjadi pada dongeng populer Prancis, La Belle et La Bête (Beauty and the Beast) yang dialihwahanakan menjadi animasi oleh Walt Disney Pictures tahun 1991 dan film Prancis versi live action karya Christophe Gans tahun 2014. Pertarungan ideologi terlihat dari rekonstruksi kisah Belle oleh Walt Disney Pictures melalui leitmotif karakter Belle dan dekonstruksi yang dilakukan Christophe Gans dengan menghilangkan, mengubah, atau menambahkan materi naratif dan sinematografis yang sudah dibangun di versi animasi Disney.