cover
Contact Name
Ni'matul Huda
Contact Email
notarium.editor@uii.ac.id
Phone
+6287738216661
Journal Mail Official
notarium.editor@uii.ac.id
Editorial Address
Jurnal Officium Notarium Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Islam Indonesia. Jl. Cik Dik Tiro No. 1, Yogyakarta
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Officium Notarium
ISSN : 27765458     EISSN : 28082613     DOI : 10.20885/JON
Core Subject : Social,
Jurnal Officium Notarium adalah jurnal yang diterbitkan oleh program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Jurnal Officium Notarium mulai tahun 2021 terbit tiga kali dalam satu tahun (April, Agustus dan Desember). Jurnal ini adalah media komunikasi dan pengembangan ilmu. Redaksi menerima naskah artikel laporan hasil penelitian dari mahasiswa, akademisi maupun praktisi, sepanjang relevan dengan misi redaksi.Diantaranya masalah yang terkait dengan undang-undang dan peraturan Notaris Indonesia dan negara lain, hukum kontrak, hukum pertanahan, hukum administrasi, kode etik profesi, dan hukum Islam yang terkait dengan topik ini, dll. We are interested in topics which cover issues in Notarial related law and regulations Indonesia and other countries. Articles submitted might included topical issues in contract law, security law, land law, Administrative Law, Etical codes of Profession, acts and legal documents, and Islamic law related to these topics, etc.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021" : 20 Documents clear
Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Atas Pemanggilan Notaris Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Moeh Angga Nugraha
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art20

Abstract

Article 66 paragraph 1 of Law Number 2 of 2014 on Notary Position is intended to provide protection for notaries in the running of their profession. On the other hand, the article has disabled legal enforcers from immediately summoning or asking for an authentic deed made by a notary without the approval of the Notary Honorary Council (MKN). In response, material review of the article was conducted and it was ruled in the decision of the Constitutional Court Number 16/PUU-XVIII/2020. Derived from this description, the first problem arises, whether MKN can hinder the criminal examination process? Second, has the Constitutional Court's decision been satisfied as a decision based on justice, expediency and legal certainty? This is a normative legal research and with study through the statutory, conceptual, and case approaches. The results of this study conclude that first, the authority of the MKN in Article 66 of the UUJNP does not considerably hinder the law enforcement process and is part of the protection of the notary profession. Second, the Constitutional Court's decision has provided benefits for the general public who use notary services while maintaining the authority of the MKN. Then in terms of legal certainty, Article 66 becomes the basis for the limits of the MKN's authority to provide approval for investigators, public prosecutors and judges in summoning a notary or examining other files for judicial purposesKey Word: Notary Honorary Council; Public Notary; Constitutional Court DecisionAbstrakPutusan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dimaksudkan untuk melindungi notaris dalam pelaksanaan profesinya. di sisi lain, pasal tersebut membuat pengak hukum tidak serta merta melakukan pemanggilan atau meminta akta otentik yang dibuat oleh notaris tanpa persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Oleh karenanya terdapat pihak yang melakukan uji materiil terhadap pasal tersebut dan diputus dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVIII/2020. Dari penjabaran tersebut, muncul permasalah pertama, apakah MKN dapat menghalangi proses pemeriksaan pidana? Kedua, apakah Putusan MK tersebut telah memenuhi sebagai putusan berdasarkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum? Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan dikaji melalui pendekatan perundang-undangan, konsep, dan kasus. Adapun hasil dari penelitian ini disimpulkan pertama, kewenangan MKN dalam Pasal 66 UUJNP tidak dianggap menghalangi proses penegakan hukum dan menjadi bagian dari perlindungan terhadap profesi notaris. Kedua, Putusan MK tersebut telah memberikan kemanfaatan bagi masyarakat umum pengguna jasa notaris dengan tetap mempertahankan kewenangan MKN. Kemudian, dalam hal kepastian hukum, pasal 66 tersebut menjadi dasar batas kewenangan MKN memberikan persetujuan bagi penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemanggilan terhadap notaris ataupun memeriksa berkas-berkas lain untuk keperluan peradilan.Kata Kunci: Majelis Kehormatan Notaris; Notaris; Putusan Mahkamah Konstitusi
Pertanggung Jawaban Badan Pertanahan Nasional Dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pembebanan Hak Tanggungan Terhadap Hak Atas Tanah Mohammad Mudatsir Abdullah
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art9

Abstract

The land inhabited by the community in Lekobalo Village, is an area on the banks of Lake Limboto which is included in conservation land, so it cannot be inhabited let alone owned. However, the problem arises due to 356 land certificates issued by BPN on the banks of Lake Limboto,which the certificate stands on conservation land owned by the state which cannot be used as residential land. In the light of the phenomena that have occurred, questions arise, namely first, what is the responsibility of the National Land Agency for the cancellation of land rights certificates in Limboto Lake? Second, what is the responsibility of PPAT in granting mortgage rights on state land in Limboto Lake? This research is empirical in nature with a law approach and a case approach. The results of this study conclude, firstly, the Gorontalo Provincial BPN cannot be held liable for compensation because BPN is only in charge of registering the deed and canceling the deed, so that the local government can be held responsible, namely by replacing all losses in accordance with the Basic Agrarian Law. Second, PPAT in this case cannot be subject to sanctions because PPAT only makes a deed that he made only based on the will of the applicant and PPAT also makes based on a certificate that has been issued by the Gorontalo City BPN automatically PPAT here cannot be held accountable, the deed made by PPAT will still be canceled for the sake of law or become an underhand deed due to following a certificate that was canceled by BPN.Key Word: BPN, Responsibility, PPATAbstrakTanah yang didiami oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Lekobalo, merupakan daerah bantaran Danau Limboto yang masuk dalam lahan konservasi, sehingga tidak bisa didiami apalagi sampai dimiliki. Akan tetapi, hal itu menjadi masalah sebab terdapat 356 setifikat tanah yang di terbitkan oleh BPN di atas bantaran danau limboto, sehingga menimbulkan permasalahan hukum karena sertifikat itu berdiri di atas lahan konservasi yang dimiliki oleh negara yang tidak bisa dijadikan sebagai lahan pemukiman. Dilihat dari fenomena yang terjadi timbul pertanyaan yakni, pertama, bagaimana tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional terhadap Pembatalan Sertifikat hak atas tanah di Danau Limboto? Kedua, bagaimana tanggung jawab PPAT dalam pemberian pembebanan hak tanggungan di atas tanah negara di Danau Limboto? Penelitian ini bersifat empiris dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, BPN Provinsi Gorontalo tidak bisa dimintai pertanggungjawaban secara ganti rugi karna BPN hanya bertugas mendaftarkan akta dan membatalkan akta maka yang dapat bertanggung jawab adalah pemerintah daerah yaitu dengan mengganti semua kerugian sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Kedua, PPAT dalam kasus ini tidak bisa dikenakan sanksi dikarenakan PPAT hanya membuat akta yang dibuatnya hanya berdasarkan kehendak penghadap dan juga PPAT membuat berdasarkan sertifikat yang telah di keluarkan oleh BPN Kota Gorontalo otomatis PPAT disini tidak bisa dimintai pertanggungjawaban akan tetap akta yang di buat PPAT batal demi hukum atau menjadi akta di bawah tangan dikarenakan mengikuti sertifikat yang di batalkan oleh BPN.Kata Kunci: Pertanggungjawaban, BPN, PPAT
Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Yang Dibuat Di Hadapan Notaris Karena Wanprestasi Fitriasih Fitriasih
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art5

Abstract

The deed of sale and purchase agreement number 53 dated 27 November 2013 drawn up before a notary is a valid agreement between PT Bantul Kota Mandiri and PT Rumah Cerdas. As a result of the defendant’s actions of not paying off the payment or default and having been reprimanded by the plaintiff to make the payment, the plaintiff filed a lawsuit for cancellation of the agreement at the Bantul District Court. The formulation of the problem in this study is first, what is the basis for the consideration of the Bantul District Court judge in canceling the sale and purchase binding deed made before a notary due to default? Second, what are the legal consequences of canceling the sale and purchase binding deed made before a notary because of a default? This type of research is normative juridical using two approaches, namely the statutory and the case approaches. There are 2 (two) conclusions, first, the decision to cancel the sale and purchase binding deed between PT Bantul Kota Mandiri and PT Rumah Cerdas is correct from a philosophical, juridical and sociological aspect and from a justice perspective it has fulfilled legal justice, social justice and moral justice. Second, due to the decision to cancel the sale and purchase binding deed, the deed has no legal force, cannot be used as evidence and the parties’ rights are returned as before the agreementKey Word: Deed cancellation, judge decision, justiceAbstrakAkta pengikatan jual beli nomor 53 tertanggal 27 November 2013 yang dibuat dihadapan notaris merupakan perjanjian yang sah antara PT Bantul Kota Mandiri dan PT Rumah Cerdas. Akibat perbuatan tergugat yang tidak melunasi pembayaran atau wanprestasi dan telah ditegur oleh penggugat untuk melakukan pembayaran sehingga penggugat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian di Pengadilan Negeri Bantul. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, pertama, apakah dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Bantul dalam pembatalan akta pengikatan jual beli yang dibuat di hadapan notaris karena wanprestasi sudah tepat ? Kedua, bagaimanakah akibat hukum pembatalan akta pengikatan jual beli yang dibuat di hadapan notaris karena wanprestasi? Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Terdapat 2 (dua) kesimpulan bahwa, pertama, putusan pembatalan akta pengikatan jual beli antara PT Bantul Kota Mandiri dan PT Rumah Cerdas sudah tepat dilihat dari aspek filosofis, yuridis dan sosiologis serta dari sisi keadilan telah memenuhi legal justice, social justice dan moral justice. Kedua, akibat putusan pembatalan akta pengikatan jual beli maka akta tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, tidak dapat dijadikan alat bukti dan para pihak hak-haknya dikembalikan seperti sebelum ada perjanjianKata Kunci: Keadilan, Pembatalan Akta, Putusan Hakim
Eksistensi Stabilization Clause Dalam Kontrak Karya Sehubungan Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pamungkas Hudawanto
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art1

Abstract

There are several foreign companies engaged in the management of Mineral and Coal in Indonesia such as PT. Newmoont. In its development, the Indonesian government stated that the working relationship between the government and the company needed to be changed from a Contract of Work system to a Special Mining Business Permit. However, the permissibility of this change is questioned by the existence of a stabilization clause principle. The formulation of the problem in this study is how the existence and use of the stabilization clause in the contract of work relates to the enactment of Law Number 4 of 2009. This research is a normative research using 2 (two) approaches, namely the statutory and the conceptual approaches. The results of this study conclude that the stabilization clause still exists in Law Number 4 of 2009 and is useful for ensuring the operational activities of PT. Newmoont Indonesia according to the Contract of Work that has been made until the expiration of the contract/agreementKeyWord: Agreement, PT. Newmoont, stability clauseAbstrakTerdapat beberapa perusahaan asing yang bergerak dalam engelolaan Minerba di Indonesia seperti PT. Newmoont. Dalam perkembangannya pemerintah Indonesia menyatakan bahwa hubungan kerja antara pemerintah dengan perusahaan tersebut perlu diubah dari sistem Kontrak Karya menjadi Ijin Usaha Pertembangan Khusus. Namun, kebolehan atas perubahan ini dipertanyakan dengan adanya asas tabilization clause. Rumusan masalah dalam penelitian ini yakni bagaimanakah eksistensi dan kegunaan stabilization clause dalam kontrak karya sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini yakni stabilization clause tetap eksis dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan berguna untuk menjamin kegiatan operasional PT. Newmoont Indonesia sesuai Kontrak Karya yang telah dibuat sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.Kata Kunci: Perjanjian, klausa stabilitas, PT Newmooont
Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Pembiayaan di Perbankan Syariah Triamita Rahmawati
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art18

Abstract

The problems formulated in this study are first, how is the legality of mortgages as collateral in financing in Islamic banking, and second, about whether mortgage guarantees in financing in Islamic banking have the same position as in credit in conventional banking. This type of research is juridical, with a legal and conceptual approach, collecting data from research subjects, information and interviews based on qualitative analysis. The results of this study conclude that the Legality of Mortgage in financing in Islamic Banking is not only seen from the Mortgage Deed based on Law Number 4 of 1996, it can also be based on the Financial Services Authority Regulation Number 16/POJK.03/2014 so that Mortgage provides legal protection for parties in financing in Islamic banking. Mortgage rights in Islamic banking and conventional banking have different positions. In conventional banks, mortgages as collateral are the main things in providing credit and privileges for creditors, while in Islamic banking, guarantees do not have a privileged position in the provision of financing fundsKey Word: Guarantee, Mortgage Right, Sharia BankingAbstrakMasalah yang dirumuskan dalam penelitian ini, pertama, bagaimana legalitas hak tanggungan sebagai jaminan dalam pembiayaan di perbankan syariah, dan kedua, tentang apakah jaminan hak tanggungan dalam pembiayaan di perbankan syariah mempunyai kedudukan yang sama seperti halnya dalam kredit di perbankan konvensional. Jenis penelitian ini bersifat yuridis, dengan pendekatan undang-undang dan konseptual, mengumpulkan data yang bersumber dari subjek penelitian, informasi dan wawancara berdasarkan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan legalitas Hak Tanggungan dalam pembiayaan di Perbankan Syariah selain dilihat dari Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang berlandaskan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 dapat pula berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa keuangan Nomor 16/POJK.03/2014, sehingga Hak Tanggungan memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam pembiayaan di perbankan syariah. Hak tanggungan pada perbankan syariah dan perbankan konvensional mempunyai kedudukan yang berbeda. Dalam bank konvensional hak tanggungan sebagai jaminan merupakan hal yang pokok dalam pemberian kredit dan privilege (istmewa) bagi kreditur sedangkan dalam pembiayaan di perbankan syariah jaminan tidak berkedudukan privilege dalam pemberian dana pembiayaanKata Kunci: Hak Tanggungan, Jaminan, Perbankan Syariah
Pemberian Sanksi Pelanggaran Pelaksanaan Jabatan Notaris Dan Perilaku Notaris Oleh Majelsi Pemeriksa Eka Sulistya
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art6

Abstract

This study aims to analyze the existence of the Notary Supervisory Board in imposing sanctions for Notaries after the issuance of Ministry of Law and Human Rights Regulation (Permenkumham) No. 15 of 2020 and the implementation of Permenkumham No. 15 of 2020. This is a normative juridical research, namely research whose main basis refers to secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The results of the study conclude that first, that the Regional Supervisory Council has the authority to impose sanctions on Notaries and Article 77 of the UUJN determines that the Central Supervisory Council has the authority to impose sanctions. However, in Article 1 point 4 of the Permenkumham No. 15 of 2020, it is stipulated that the authority to impose sanctions on Notaries lies with the Examining Council. Permenkumham No. 15 of 2020 contradicts the UUJN and since there are overlapping rules, the Permenkumham should not be able to downgrade or change the provisions in the UUJN. Second, the implementation of Article 1 point 4 of the Permenkumham No. 15 of 2020 on Procedures for Examination of the Supervisory Council Against Notaries is difficult to implement because the higher provisions, namely UUJN, does not regulate or authorize the Examining Council to impose sanctions on Notaries.Key Word: Notary Function, Notary Supervision, sanctioningAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberadaan Majelis Pengawas Notaris dalam pemberian sanksi bagi Notaris pasca terbitnya Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 dan pelaksanaan Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang basis utamanya mengacu pada data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menyimpulkan pertama, bahwa Majelis Pengawas Wilayah yang berwenang menjatuhkan sanksi kepada Notaris dan Pasal 77 UUJN menentukan pula Majelis Peng awas Pusat yang berwenang menjatuhkan sanksi. Namun dalam Pasal 1 angka 4 Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 tersebut menentukan bahwa kewenangan pemberian sanksi kepada Notaris ada pada Majelis Pemeriksa. Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 bertentangan dengan UUJN dan terkesan ada tumpang tindih aturan, semestinya Permenkumham tidak bisa men-downgrade atau mengubah ketentuan dalam UUJN. Kedua, pelaksanaan Pasal 1 angka 4 Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris sulit diterapkan sebab berdasarkan ketentuan yang lebih tinggi, yakni UUJN tidak mengatur atau memberikan kewenangan terhadap Majelis Pemeriksa untuk memberikan sanksi terhadap NotarisKata Kunci: Jabatan Notaris, Pengawasan Notaris, Pemberian Sanksi
Praktek Administrasi Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Dalam Pengenaan Pajak Di Kabupaten Magelang Rinaldy Prabuningtyas
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art19

Abstract

This study analyzes the administrative practice of BPPKAD in the imposition of BPHTB taxes in Magelang Regency. There are 2 (two) problem formulations, namely first, what is the legal basis applied by BPPKAD in carrying out BPHTB tax collection in Magelang Regency? Second, what is the basis for the authority of the Magelang Regency BPPKAD validator to change the transaction price, especially in the transfer of sale and purchase rights. This research is a sociological juridical research using a statutory and conceptual approach. The results of this study concluded, first, the legal basis used by BPPKAD is the Regent's Decree Number 180.182/327/kep/31/2015 on the Land Value Index, but in reality the tax imposition is based on the Land Value Zone system used by the Ministry. ATR/BPN without binding regulations to use the Land Value Zone system. Second, BPPKAD does not have the authority to determine the price of land parcels that are the object of the transfer of sale and purchase rights by the parties, its authority is limited to validating the SSPD-BPHTB. The law only regulates the authority to collect BPHTB) which is the authority of the regional government, as regulated in Law No. 28 of 2009 on Regional Taxes and LeviesKey Word: Fee for the Acquisition of Rights on Building Land (BPHTB), Regional Revenue, Financial and Asset Management Agency (BPPKAD), validationAbstrakPenelitian ini menganalisis praktek administrasi BPPKAD dalam Pengenaan Pajak BPHTB di Kabupaten Magelang. Terdapat 2 (dua) rumusan masalah, yakni, pertama, apa landasan hukum yang diterapkan oleh BPPKAD dalam melaksanakan penarikan pajak BPHTB di Kabupaten Magelang? Kedua, apa dasar wewenang validator BPPKAD Kabupaten Magelang mengubah harga transaksi khususnya dalam peralihan hak jual beli. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, landasan hukum yang digunakan oleh BPPKAD adalah Surat Keputusan Bupati Nomor 180.182/327/kep/31/2015 tentang Indeks Nilai Tanah, namun kenyataannya yang dipergunakan untuk pengenaan pajak berdasarkan sistem Zona Nilai Tanah yang dipergunakan oleh Kementerian ATR/BPN tanpa adanya peraturan yang mengikat untuk menggunakan sistem Zona Nilai Tanah tersebut. Kedua, BPPKAD tidak memiliki kewenangan untuk menentukan harga bidang tanah yang menjadi obyek peralihan hak jual beli oleh para pihak, kewenangannya sebatas memvalidasi SSPD-BPHTB. Undang-undang hanya mengatur kewenangan pemungutan BPHTB) yang merupakan kewenangan pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahKata Kunci: Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan (BPHTB), Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD), Validasi
Tanggung Jawab Notaris Werda Terhadap Hilangnya Minuta Akta Caesar Faturahman Hadju
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art7

Abstract

This research raises the problems of first, how is the responsibility of the retired notary who has lost their minutes of the deed. Second, how is the legal protection for the parties who request for the copy of the minutes of the deed after the notary has retired. This is a normative legal research, using a statutory approach that is supported by interviewing source persons. This study concludes that first, when a notary retired, they must submit the notary protocol to another predecessor notary. If there is a problem with the loss and damage to the minutes of the deed before the retirement, the retired notary can be held civilly and criminally responsible. Second, there are no regulations governing legal protection for parties who lose their minutes of deed. There is also an alternative that the parties can seek, which is to make a new deed by mutual agreement to ensure legal certainty for the partiesKey Word: Notary, Retired Notary, ResponsibilityAbstrakPenelitian ini mengangkat permasalahan pertama, bagaimana tanggung jawab notaris yang telah werda atas hilangnya minuta akta. Kedua, bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang meminta salinan aktanya atas hilangnya minuta akta setelah notaris werda. Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) yang didukung dengan wawancara narasumber. Penelitian ini menyimpulkan, pertama, ketika notaris werda maka harus menyerahkan protokol notaris ke pada notaris lain. Jika terjadi permasalahan terhadap hilang dan rusaknya minuta akta sebelum werda maka notaris werda dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata dan pidana. Kedua, tidak ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi para pihak yang kehilangan minuta aktanya. Ada pun yang dapat dilakukan para pihak yaitu membuat akta baru dengan kesepakatan bersama untuk menjamin kepastian hukum untuk para pihakKata Kunci: Notaris, Notaris Werda, Pertanggung-jawaban
Implementasi Bantuan Hukum Oleh Notaris Secara Cuma-Cuma Kepada Orang Yang Tidak Mampu Fikri Aulia
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art10

Abstract

The categorization of free legal aid is not only found in the final result of the deed made, but when someone comes to consult the final result without a deed, then it also includes as free legal aid because a Notary is not possible to collect honorarium from the results of the knowledge that they have. Sanctions made to bring down Notaries who do not carry out the mandate of Article 37 paragraph (1) of Law Number 2 of 2014 on Notary Positions (UUJN) are also not implemented properly. This is because there are no people who submit an application to the Notary Supervisory Council that the community is not served well by the Notary. The purpose of this research is to examine how the implementation of legal aid by a notary for free to people who cannot afford it. The nature of this research is empirical juridical, by using a statute and a qualitative approaches, the method used to collect data is literature study and interviews. In this study, there are several theories used, including implementation theory, code of ethics, law enforcement and sanctions, Notary Public, Notary Supervisory Council. From the research results, there is no classification on how people can be assisted free of charge by a Notary.Key Word: Free legal aid, Notarial legal aidAbstrakKategorisasi bantuan hukum secara cuma-cuma bukan hanya terdapat pada hasil akhir akta yang dibuat, tapi ketika seorang datang untuk berkonsultasi dengan hasil akhir tanpa akta, maka itu juga termasuk bantuan hukum secara cuma-cuma, karena seorang Notaris tidak mungkin memungut honorarium dari hasil disiplin ilmu yang dimilikinya. Sanksi yang dibuat untuk menjatuhkan para Notaris yang tidak melaksanakan amanat Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) juga tidak diimplementasikan secara baik. Hal ini dikarenakan tidak adanya masyarakat yang mengajukan permohonan ke Majelis Pengawas Notaris bahwa masyarakat tersebut tidak dilayani secara baik oleh Notaris. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana implementasi bantuan hukum oleh Notaris secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu. Sifat dari penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan menggunakan metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kualitatif, cara yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan studi pustaka serta wawancara. Dalam penelitian ini terdapat beberapa teori yang digunakan, antara lain teori implementasi, kode etik, penegakan hukum dan sanksi, Notaris, Majelis Pengawas Notaris. Dari hasil penelitian, belum ada klasifikasi tentang bagaimana orang yang dapat dibantu secara cuma-cuma oleh Notaris.Kata Kunci: Jasa hukum Notaris dan jasa hukum cuma-cuma
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris Menurut Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 Marthinus Mesak Mandala
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art11

Abstract

This research is about the implementation of Permenkumham Number 9 of 2017 related to the principle of recognizing service users for Notaries, and whether Permenkumham Number 9 of 2017 must be followed by Notaries considering the dichotomy of the Notary Position Law. This type of research uses normative legal research (normative juridical). The results of this research conclude that: first, the implementation of Permenkumham Number 9 of 2017 relates to the principle of recognizing service users for Notaries as the provisions of the UUJN only determine the formal requirements by being known/introducing an appearance to a Notary is sufficient to be a requirement for making an authentic deed, and has no responsibility to determine material truth. Second, formally implementing the provisions of Permenkumham Number 9 of 2017 is an obligation for Notaries, but materially if based on the hierarchy theory of laws and regulations it is not an obligation for Notaries to implement Permenkumham Number 9 of 2017, because it is contrary to the Law on Notary PositionsKey Word: Notary, service userAbstrakPenelitian ini tentang implementasi Permenkumham Nomor 9 Tahun 2017 terkait prinsip mengenali pengguna jasa bagi Notaris, dan apakah Permenkumham Nomor 9 Tahun 2017 wajib diikuti oleh Notaris mengingat adanya dikotomi terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penilitian hukum normatif (yuridis normatif). Hasil penelilitan ini menyimpulkan bahwa: pertama, implementasi Permenkumham Nomor 9 Tahun 2017 berkaitan dengan prinsip mengenali pengguna jasa bagi Notaris sebagaimana ketentuan UUJN hanya menentukan syarat formal dengan dikenal/diperkenalkannya penghadap kepada notaris sudah cukup untuk menjadi syarat pembuatan akta autentik,dan tidak memiliki tanggung jawab untuk menentukan kebenaran materiil. Kedua, secara formal pelaksanaan ketentuan Permenkumham Nomor 9 Tahun 2017 merupakan kewajiban bagi Notaris, namun secara materiil apabila berdasarkan teori hierarki peraturan perundang-undangan bukan merupakan kewajiban bagi Notaris untuk melaksanakan Permenkumham Nomor 9 Tahun 2017,karena bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan NotarisKata Kunci: Pengguna Jasa, Notaris

Page 1 of 2 | Total Record : 20