cover
Contact Name
Ni'matul Huda
Contact Email
notarium.editor@uii.ac.id
Phone
+6287738216661
Journal Mail Official
notarium.editor@uii.ac.id
Editorial Address
Jurnal Officium Notarium Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Islam Indonesia. Jl. Cik Dik Tiro No. 1, Yogyakarta
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Officium Notarium
ISSN : 27765458     EISSN : 28082613     DOI : 10.20885/JON
Core Subject : Social,
Jurnal Officium Notarium adalah jurnal yang diterbitkan oleh program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Jurnal Officium Notarium mulai tahun 2021 terbit tiga kali dalam satu tahun (April, Agustus dan Desember). Jurnal ini adalah media komunikasi dan pengembangan ilmu. Redaksi menerima naskah artikel laporan hasil penelitian dari mahasiswa, akademisi maupun praktisi, sepanjang relevan dengan misi redaksi.Diantaranya masalah yang terkait dengan undang-undang dan peraturan Notaris Indonesia dan negara lain, hukum kontrak, hukum pertanahan, hukum administrasi, kode etik profesi, dan hukum Islam yang terkait dengan topik ini, dll. We are interested in topics which cover issues in Notarial related law and regulations Indonesia and other countries. Articles submitted might included topical issues in contract law, security law, land law, Administrative Law, Etical codes of Profession, acts and legal documents, and Islamic law related to these topics, etc.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 130 Documents
Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Atas Pemanggilan Notaris Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Moeh Angga Nugraha
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art20

Abstract

Article 66 paragraph 1 of Law Number 2 of 2014 on Notary Position is intended to provide protection for notaries in the running of their profession. On the other hand, the article has disabled legal enforcers from immediately summoning or asking for an authentic deed made by a notary without the approval of the Notary Honorary Council (MKN). In response, material review of the article was conducted and it was ruled in the decision of the Constitutional Court Number 16/PUU-XVIII/2020. Derived from this description, the first problem arises, whether MKN can hinder the criminal examination process? Second, has the Constitutional Court's decision been satisfied as a decision based on justice, expediency and legal certainty? This is a normative legal research and with study through the statutory, conceptual, and case approaches. The results of this study conclude that first, the authority of the MKN in Article 66 of the UUJNP does not considerably hinder the law enforcement process and is part of the protection of the notary profession. Second, the Constitutional Court's decision has provided benefits for the general public who use notary services while maintaining the authority of the MKN. Then in terms of legal certainty, Article 66 becomes the basis for the limits of the MKN's authority to provide approval for investigators, public prosecutors and judges in summoning a notary or examining other files for judicial purposesKey Word: Notary Honorary Council; Public Notary; Constitutional Court DecisionAbstrakPutusan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dimaksudkan untuk melindungi notaris dalam pelaksanaan profesinya. di sisi lain, pasal tersebut membuat pengak hukum tidak serta merta melakukan pemanggilan atau meminta akta otentik yang dibuat oleh notaris tanpa persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Oleh karenanya terdapat pihak yang melakukan uji materiil terhadap pasal tersebut dan diputus dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVIII/2020. Dari penjabaran tersebut, muncul permasalah pertama, apakah MKN dapat menghalangi proses pemeriksaan pidana? Kedua, apakah Putusan MK tersebut telah memenuhi sebagai putusan berdasarkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum? Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan dikaji melalui pendekatan perundang-undangan, konsep, dan kasus. Adapun hasil dari penelitian ini disimpulkan pertama, kewenangan MKN dalam Pasal 66 UUJNP tidak dianggap menghalangi proses penegakan hukum dan menjadi bagian dari perlindungan terhadap profesi notaris. Kedua, Putusan MK tersebut telah memberikan kemanfaatan bagi masyarakat umum pengguna jasa notaris dengan tetap mempertahankan kewenangan MKN. Kemudian, dalam hal kepastian hukum, pasal 66 tersebut menjadi dasar batas kewenangan MKN memberikan persetujuan bagi penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemanggilan terhadap notaris ataupun memeriksa berkas-berkas lain untuk keperluan peradilan.Kata Kunci: Majelis Kehormatan Notaris; Notaris; Putusan Mahkamah Konstitusi
Tanggung Jawab Notaris Dalam Pelanggaran Kode Etik Notaris Latifah Latifah
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art15

Abstract

Violations committed by Notary related to the code of ethics are actions that need to be followed up and monitored by the Notary Honorary Council, so that in the future there will be no more violations and so that the level of discipline will increase and become an example for new Notaries. In addition, the role of the Notary Honorary Council as a supervisor and providing sanctions for violations to Notaries is still lacking because in practice the Honorary Council still has to coordinate with the Notary Supervisory Council to impose sanctions. Therefore, an interesting problem arises, first, what is the risk borne by a notary if there is a violation of the code of ethics? Second, how is the implementation of the sanctions imposed by the Notary Honorary Council against a notary who is proven to have violated the code of ethics? This research is an empirical juridical research using a statutory and conceptual approach. The results of this study conclude that, first, notaries who violate the Notary Code of Ethics can be subject to ethical sanctions from the Notary Honorary Council. Second, the Notary Honorary Council must continue to coordinate with the Notary Supervisory Council in imposing ethical sanctions and notaries who are subject to ethical sanctions can file an appeal.Keywords: Code of ethics; notary; responsibility; violationAbstrakPelanggaran yang dilakukan Notaris terkait kode etik adalah perbuatan yang perlu ditindak lanjuti dan di awasi oleh Dewan Kehormatan Notaris, agar kedepannya tidak terjadi kembali pelanggaran dan  sehingga tingkat kedisplinan semakin meningkat dan menjadi contoh untuk notaris baru. Selain itu, peran Dewan Kehormatan Notaris juga sebagai pengawas dan memberikan sanksi atas pelanggaran kepada Notaris masih kurang karena pada praktiknya Dewan Kehormatan masih harus berkoordinasi pada Majelis Pengawas Notaris untuk menjatuhkan sanksi. Oleh karena itu timbul permasalahan menarik, pertama, bagaimana risiko yang dipikul notaris jika terjadi pelanggaran kode etik? Kedua, bagaimana pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Notaris terhadap notaris yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil dalam penelitian ini menyimpulkan, pertama, notaris yang melanggar Kode Etik Notaris dapat dijatuhi sanksi etik dari Dewan Kehormatan Notaris. Kedua, Dewan Kehormatan Notaris harus tetap berkoodinasi dengan Majelis Pengawas Notaris dalam menjatuhkan sanksi etik dan notaris yang dijatuhi sanksi etik dapat mengajukan banding.Kata Kunci: Kode etik; notaris; pelanggaran; tanggung jawab
Pertanggung Jawaban Badan Pertanahan Nasional Dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pembebanan Hak Tanggungan Terhadap Hak Atas Tanah Mohammad Mudatsir Abdullah
Officium Notarium Vol. 1 No. 2: AGUSTUS 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss2.art9

Abstract

The land inhabited by the community in Lekobalo Village, is an area on the banks of Lake Limboto which is included in conservation land, so it cannot be inhabited let alone owned. However, the problem arises due to 356 land certificates issued by BPN on the banks of Lake Limboto,which the certificate stands on conservation land owned by the state which cannot be used as residential land. In the light of the phenomena that have occurred, questions arise, namely first, what is the responsibility of the National Land Agency for the cancellation of land rights certificates in Limboto Lake? Second, what is the responsibility of PPAT in granting mortgage rights on state land in Limboto Lake? This research is empirical in nature with a law approach and a case approach. The results of this study conclude, firstly, the Gorontalo Provincial BPN cannot be held liable for compensation because BPN is only in charge of registering the deed and canceling the deed, so that the local government can be held responsible, namely by replacing all losses in accordance with the Basic Agrarian Law. Second, PPAT in this case cannot be subject to sanctions because PPAT only makes a deed that he made only based on the will of the applicant and PPAT also makes based on a certificate that has been issued by the Gorontalo City BPN automatically PPAT here cannot be held accountable, the deed made by PPAT will still be canceled for the sake of law or become an underhand deed due to following a certificate that was canceled by BPN.Key Word: BPN, Responsibility, PPATAbstrakTanah yang didiami oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Lekobalo, merupakan daerah bantaran Danau Limboto yang masuk dalam lahan konservasi, sehingga tidak bisa didiami apalagi sampai dimiliki. Akan tetapi, hal itu menjadi masalah sebab terdapat 356 setifikat tanah yang di terbitkan oleh BPN di atas bantaran danau limboto, sehingga menimbulkan permasalahan hukum karena sertifikat itu berdiri di atas lahan konservasi yang dimiliki oleh negara yang tidak bisa dijadikan sebagai lahan pemukiman. Dilihat dari fenomena yang terjadi timbul pertanyaan yakni, pertama, bagaimana tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional terhadap Pembatalan Sertifikat hak atas tanah di Danau Limboto? Kedua, bagaimana tanggung jawab PPAT dalam pemberian pembebanan hak tanggungan di atas tanah negara di Danau Limboto? Penelitian ini bersifat empiris dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, BPN Provinsi Gorontalo tidak bisa dimintai pertanggungjawaban secara ganti rugi karna BPN hanya bertugas mendaftarkan akta dan membatalkan akta maka yang dapat bertanggung jawab adalah pemerintah daerah yaitu dengan mengganti semua kerugian sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Kedua, PPAT dalam kasus ini tidak bisa dikenakan sanksi dikarenakan PPAT hanya membuat akta yang dibuatnya hanya berdasarkan kehendak penghadap dan juga PPAT membuat berdasarkan sertifikat yang telah di keluarkan oleh BPN Kota Gorontalo otomatis PPAT disini tidak bisa dimintai pertanggungjawaban akan tetap akta yang di buat PPAT batal demi hukum atau menjadi akta di bawah tangan dikarenakan mengikuti sertifikat yang di batalkan oleh BPN.Kata Kunci: Pertanggungjawaban, BPN, PPAT
Pertanggung Jawaban Hukum Bagi Notaris Atas Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Karyawan Notaris Mayrsha Ayu Khairina
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art14

Abstract

This study aims to analyze and identify the form of the notary's responsibility as a leader against criminal acts committed by the notary’s employees? and the legal protection of a notary against criminal acts committed by notary employees? This is a normative research, supported by primary data in the form of Law Number 2 of 2014 concerning Notary Positions and related court decisions as well as secondary data in the form of integrated interviews with sources from practitioners and academics. The approach taken by the author is a legal approach and a case approach which is described in a qualitative descriptive manner. The results of this research conclude that firstly, if a notary’s employee commits a criminal act of forging a letter which results in a defect in the authentic deed or a loss for a third party, then it is possible that the notary can be held responsible for this as in the crime of participation contained in Article 55 Jo. Article 263 paragraphs (1) and (2) of the Criminal Code. Second, there are forms of legal protection provided by the law, namely from the Notary Honorary Council and self-protection.Keywords: Forgery of letter; notary’s employee; notary responsibilityAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban notaris sebagai pimpinan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh karyawan notaris? serta bagaimanakah perlindungan hukum notaris atas tindak pidana yang dilakukan oleh karyawan notaris? Penelitian ini adalah penelitian normatif. Didukung dengan data primer yang berupa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan putusan pengadilan terkait serta data sekunder berupa wawancara terpadu dengan narasumber yang berasal dari praktisi dan akademisi. Pendekatan yang dilakukan oleh penulis ialah dengan pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan kasus yang dijelaskan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, bilamana karyawan notaris melakukan tindak pidana pemalsuan surat yang mengakibatkan cacatnya akta otentik atau kerugian bagi pihak ketiga, maka tidak menutup kemungkinan notaris dapat dipertanggungjawabakan atas hal tersebut sebagaimana dalam tindak pidana penyertaan yang termuat dalam Pasal 55 Jo. Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP. Kedua, bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang, yakni dari Majelis Kehormatan Notaris dan perlindungan diri sendiri.Kata Kunci: Pekerja notaris; pemalsuan surat; pertanggungjawaban notarisForgery of letter; notary’s employee; notary responsibility
Keabsahan Akta Kuasa Menjual Sebagai Jaminan Atas Perjanjian Hutang Piutang Khalifa Nur Maulidan
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art2

Abstract

This paper aims to analyze how the validity of a deed of power of attorney to sell which is used as collateral for a debt agreement which results in deviations from the provisions regarding the application of collateral law, especially in material guarantees, there are two formulation of the problems in this study, first how is the validity of the deed of power of attorney to sell as collateral for a debt agreement accounts receivable? Second, what is the legal protection for debtors and creditors against the power of attorney to sell as collateral? This research is a normative research supported by primary data and secondary data in the form of interviews. The approach used is a statutory approach and is described in a qualitative descriptive manner. The results of this study conclude that, first, that the deed of power of attorney to sell made on the same day with consecutive numbers with the deed of credit agreement is not valid even though it is made by and before the authorized official. Second, a power of attorney to sell does not provide legal protection to creditors or debtors. Legal protection for both parties can actually be by using a material guarantee institution (in the context of this issue the Mortgage guarantee institution)Keywords: Collateral; debt agreement; power of attorney to sellAbstrakTulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana keabsahan suatu akta kuasa menjual yang dijadikan jaminan atas perjanjian hutang piutang yang mengakibatkan adanya penyimpangan ketentuan mengenai penerapan hukum jaminan khususnya pada jaminan kebendaan, Terdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini, pertama bagaimana keabsahan akta kuasa menjual sebagai jaminan perjanjian hutang piutang? Kedua, bagaimana perlindungan hukum bagi debitur dan kreditor terhadap kuasa menjual sebagai jaminan? Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang didukung dengan bahan hukum (data) primer serta bahan hukum (data) sekunder berupa wawancara. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan diuraikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian tesis ini menyimpulkan, pertama, akta kuasa menjual yang dibuat pada hari yang sama dengan nomor yang berurutan dengan akta perjanjian hutang piutang tersebut tidak sah walaupun dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang. Kedua, suatu kuasa menjual tidak memberikan perlindungan hukum kepada pihak kreditor ataupun debitur. Perlindungan hukum untuk kedua belah pihak sejatinya dapat dengan menggunakan lembaga jaminan kebendaan (dalam kontesks persoalan ini lembaga jaminan Hak Tanggungan).Kata Kunci: Akta kuasa menjual; jaminan; perjanjian hutang piutang
Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Terkait Ketidakcakapan Penghadap Setelah Penandatanganan Akta Adella Tiara Maharani
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art1

Abstract

A written agreement can be converted into a Notary deed which is an authentic deed if it is made before a Notary as an official authorized to make an authentic deed in accordance with Article 15 paragraph (1) of Law Number 2 of 2014 on Amendments to Law Number 30 of 2004 on Public Notary. In accordance with Article 1320 of the Civil Code, the conditions for an agreement to be deemed valid are mutual consent, capacity of the parties, subject matter and lawful cause. This study aims to determine and analyze the power of evidence of the Notary deed in relation to the incompetence of the applicant after the signing of the deed and legal settlement of the deed whose witnesses are later declared incompetent. This type of research is juridical-empirical. This study uses primary legal materials and secondary legal materials. The results of this study conclude that the Notary deed has the external power formal and material evidence. The Notary Deed made by the applicant who lost their capacity after signing the deed is still valid before the lawsuit and the judge's decisionKeywords: Authentic deed; power of evidenceAbstrakPerjanjian tertulis dapat diubah menjadi akta Notaris yang merupakan akta otentik jika dibuat di depan Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata syarat sah perjanjian yakni adanya kesepakatan, kecakapan para pihak, obyek tertentu dan adanya kausa yang halal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan pembuktian akta Notaris terkait ketidakcakapan penghadap setelah penandatanganan akta dan penyelesaian hukum terhadap akta yang penghadapnya dikemudian hari dinyatakan tidak cakap. Jenis penelitian yang dibuat adalah yuridis-empiris. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian lahiriah, formal dan materil. Akta Notaris yang dibuat oleh penghadap yang kehilangan kecakapan setelah penandatanganan akta masih sah dan berlaku sebelum adanya gugatan dan putusan dari Hakim.Kata Kunci: Akta otentik; kekuatan pembuktian
Kewajiban Menjaga Kerahasiaan Dalam Pembuatan Akta Bagi Calon Notaris Magang Anggun Ludy Hardani
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art18

Abstract

There are two formulations of the problem in this study: first, what are the obligations of prospective notary apprentices in a notary office? Second, how can the sanctions for violating Article 16 of Law Number 2 of 2014 on Notary Positions be applied to prospective notary apprentices? This study uses a normative juridical approach. By reviewing a statutory regulation as a basis for solving problems. Research data were collected by interviewing notaries and prospective notaries who had carried out their internship obligations, as well as reviewing laws and regulations, books and other documents related to research. The results of this research are that the obligations of prospective notary apprentices have been well-stated in the law; and prospective notary apprentices who violate the obligation to keep the deed a secret cannot be equated with sanctions imposed on notaries.Keywords: Deed; obligation; prospective notary; secretAbstrakTerdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini: pertama, apakah kewajiban calon notaris magang di kantor notaris? Kedua, bagaimana sanksi terhadap pelanggaran Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dapat diterapkan pada calon notaris magang? Penelitian ini menggunakan pendekatan  yuridis normatif. Dengan mengkaji suatu peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam melakukan pemecahan masalah. Data penelitian dikumpulkan dengan cara wawancara kepada notaris dan calon notaris yang telah melaksanakan kewajiban magang, serta mengkaji peraturan undang-undangan, buku pustaka maupun dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Hasil dari penelitian ini bahwa kewajiban calon notaris magang adalah apa yang ada dalam undang-undang. Calon notaris magang yang melanggar kewajiban merahasiakan akta tidak dapat dipersamakan dengan sanksi yang dikenakan kepada notarisKata Kunci: Akta; calon notaris; kerahasiaan; kewajiban
Pembatalan Akta Jual Beli Hak Atas Tanah Dan Akta Pemberian Hak Tanggungan Berdasar Putusan Pengadilan (Studi Putusan Perkara Nomor 93/Pdt/2016/PT.Yyk) Devendra Dovianda Priyono
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art8

Abstract

There are two problem formulations in this study, namely: first, how is the application of the precautionary principle by PPAT in making the deed of sale and purchase of land rights and the deed of granting mortgage rights? Second, what are the legal considerations used by the judge in deciding the cancellation of the deed of sale and purchase of land rights and the deed of granting mortgage? The type of this research is empirical, by using a case approach that is supported by interviewing sourceperson. Data analysis in this legal research uses qualitative analysis. The sourceperson in this legal research in PPAT located in the area of Yogyakarta City, Bantul Regency, and Kulonprogo Regency. The results of this study conclude that, first, PPAT in the making of the deed of sale and purchase of land rights and the deed of granting mortgage rights are obliged to apply the precautionary principle to avoid issues that may harm the parties and to avoid the PPAT deed being canceled and declared null and void. Second, the legal considerations used by the judge to cancel the PPAT deed is due to the buyer committed an unlawful act and abused the situation against an elderly seller who was sick, lived alone and could not read and write hence being lied to by the buyer.Keywords: Cancelation; mortgage right; sale and purchase of land rightAbstrakTerdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini yakni: pertama, bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian oleh PPAT dalam pembuatan akta jual beli hak atas tanah dan akta pemberian hak tanggungan? Kedua, dasar pertimbangan hukum apakah yang digunakan hakim dalam memutus pembatalan akta jual beli hak atas tanah dan akta pemberian hak tanggungan? Jenis penelitian ini adalah empiris, dengan menggunakan pendekatan kasus yang didukung dengan wawancara narasumber. Analisis data dalam penelitian hukum ini menggunakan analisis kualitatif. Narasumber di dalam penelitian hukum ini adalah PPAT yang berada di wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulonprogo. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, bahwa PPAT dalam membuat akta jual beli hak atas tanah dan akta pemberian hak tanggungan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari permasalahan yang timbul dan merugikan para pihak serta untuk menghindari akta PPAT tersebut dibatalkan dan menjadi tidak berkekuatan hukum. Kedua, dasar pertimbangan hukum yang digunakan hakim untuk membatalkan akta PPAT tersebut karena pembeli melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan keadaan terhadap penjual yang sudah lanjut usia yang dalam keadaan sakit, tinggal sendirian dan tidak bisa baca tulis dengan dibohongi kata-kata oleh pembeli.Kata Kunci: Akta jual beli hak atas tanah; akta pemberian hak tanggungan; pembatalanAkta jual beli hak atas tanah; akta pemberian hak tanggungan; pembatalan
Implikasi Hukum Peraturan Pelayanan Hak Taggungan Secara Elektronik Terhadap Ppat Dan Kreditur Di Kota Yogyakarta Dhana Charina Ardhanary
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art7

Abstract

This legal writing aims to examine the legal implications of implementing electronic mortgage service regulations for PPAT and creditors in the city of Yogyakarta. This type of research is normative with a statutory approach and a conceptual approach with qualitative analysis methods. The results of this study conclude that, first, the legal implications of the issuance of PM ATR/BPN No. 5 of 2020 on PPAT and Creditors are: (i) to creditors, they are obliged to submit applications for registration of Mortgage Rights directly through the electronic system and have the authority to print records of encumbrance of rights. Dependents to be attached to the certificate of Land Rights that are guaranteed, (ii) the PPAT need only to submit the APHT through the electronic system and guarantees the validity of the supporting documents contained in the statement sent via the electronic system. Second, regarding the application of Article 10 paragraph (3) of the Mortgage Law against PM ATR/BPN No. 5 of 2020 is that for electronic Mortgage services, it is not possible to use Land Rights that have not been registered as they have not been inputted into the system as in the HT-el system, one must have a land right in which there is a certificate number for that right. When there are Land Rights that have not been registered to be used as collateral for Mortgage Rights, they must be converted or registered in parallel.Keywords: Creditor; electronic mortgage; implication; PPATAbstrakPenulisan hukum ini bertujuan untuk mengkaji implikasi hukum penerapan peraturan pelayanan hak tanggungan secara elektronik terhadap PPAT dan Kreditur di Kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini bersifat normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dengan metode analisis kualitatif. Dari hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, implikasi hukum dari diterbitkannya PM ATR/BPN No 5 Tahun 2020 terhadap PPAT dan Kreditur: (i) terhadap kreditur, berkewajiban untuk menyampaikan permohonan pendaftaran Hak Tanggungan langsung melalui sistem elektronik serta mempunyai kewenangan dalam mencetak catatan pembebanan hak tanggungan guna dilekatkan pada sertifikat Hak Atas Tanah yang dijaminkan, (ii) terhadap PPAT hanya menyampaikan APHT melalui sistem elektronik dan memberikan jaminan terhadap keabsahan dokumen-dokumen pendukung yang dimuat dalam surat pernyataan yang dikirim melaui sistem elektronik. Kedua, mengenai penerapan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan terhadap PM ATR/BPN No 5 Tahun 2020, bahwa untuk layanan Hak Tanggungan secara elektronik tidak dimungkinkan untuk menggunakan Hak Atas Tanah yang belum didaftarkan, karena tidak masuk ke dalam sistem, dalam sistem HT-el harus mempunyai Hak Atas Tanah yang mana terdapat nomor sertifikat hak tersebut. Ketika terdapat Hak Atas Tanah yang belum di daftarkan akan digunakan sebagai jaminan Hak Tanggungan, maka harus dikonversikan atau didaftarkan secara pararel.Kata Kunci: Hak Tanggungan elektronik; Implikasi; PPAT; Kreditur
Akta Sebagai Produk Akhir Notaris Menjadi Objek Dalam Persidangan Pidana Pada Pengadilan Negeri Sleman Elsi Vita Sari
Officium Notarium Vol. 1 No. 1: APRIL 2021
Publisher : Officium Notarium

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JON.vol1.iss1.art3

Abstract

This study examines “Deed as the Notary’s Final Product Subjected to a Criminal Trial at the Sleman District Court”. The problems formulation are first, whether the final product of a Notary in the form of a deed can be questioned criminally, and second, how is the judge's consideration of a pure acquittal against a Notary who made the deed that is questioned in the criminal trial at the Sleman District Court. This type of research is normative juridical which is supported by information from sources. The approach used in this research is a statutory, sociological and case approach. The results of this study conclude that, first, the final product of a Notary in the form of a deed can be questioned criminally if the criminal elements in the making of the deed can be proven, (i) a deed made before a Notary (consensus) is used as the basis for committing a crime, (ii) a Notary in the making of the deed before or by a Notary which if measured based on the UUJN is not in accordance with the UUJN and (iii) the actions of the Notary are not in accordance with their authorities. Second, the judge's consideration of the pure acquittal of a notary who made the deed was questioned in the criminal trial at the Sleman District Court because the public prosecutor could not prove the existence of a debt agreement, and the criminal elements charged by the public prosecutor were "fraud committed collectively" was not proven at trial.Keywords: Deed; notary; hearingAbstrakPenelitian ini meneliti tentang “Akta Sebagai Produk Akhir Notaris Yang Menjadi Objek Persidangan Pidana Pada Pengadilan Negeri Sleman”. Masalah yang dirumuskan pertama, apakah produk akhir Notaris berupa akta dapat dipersoalkan secara pidana, dan kedua, bagaimana pertimbangan Hakim atas putusan bebas murni terhadap seorang Notaris yang membuat akta dipersoalkan dalam persidangan pidana pada Pengadilan Negeri Sleman tersebut. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yang didukung dengan keterangan narasumber. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, produk akhir Notaris berupa akta dapat dipersoalkan secara pidana apabila unsur-unsur pidana dalam pembuatan akta dapat dibuktikan, (i) akta yang dibuat dihadapan Notaris (sepakat) dijadikan dasar melakukan suatu tindak pidana, (ii) Notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN dan (iii) tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang. Kedua, pertimbangan Hakim atas putusan bebas murni terhadap seorang Notaris yang membuat akta dipersoalkan dalam persidangan pidana pada Pengadilan Negeri Sleman tersebut karena Penuntut Umum tidak dapat membuktikan adanya perjanjian hutang piutang, dan unsur-unsur pidana yang didakwakan oleh Penuntut Umum yaitu “penipuan yang di lakukan secara bersama-sama” tidak terbukti pada persidangan.Kata Kunci: Akta; persidangan; notaris

Page 1 of 13 | Total Record : 130