cover
Contact Name
Aulia Muthiah
Contact Email
jenterajurnal8@gmail.com
Phone
+6285251684929
Journal Mail Official
jenterajurnal8@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Achmad Yani Banjarmasin Jl Jend A Yani Km 5.5 Komp. Stadion Lambung Mangkurat Banjarmasin Telp / Fax (0511325850) HP/WA (08525168929)
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jentera Hukum Borneo
ISSN : 25410032     EISSN : 26859874     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Jentera Hukum Borneo terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli memuat artikel ilmiah dalam bentuk hasil penelitian, kajian analisis, aplikasi teori dan pembahasan kepustakaan tentang hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 02 (2022): Juli 2022" : 5 Documents clear
ANALISIS YURIDIS PENCATATAN PERKAWINAN BEDA AGAMA (Tinjauan Terhadap Pasal 35 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan) Annisa Hidayati
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 02 (2022): Juli 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.073 KB)

Abstract

Tujuan Penelitian mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan pencatatan perkawinan beda agama, dan mengetahui dan menganalisis tentang akibat hukum perkawinan beda agama yang tidak dilakukan pencatatan. Jenis penelitian ini berupa penelitian hukum normatif. Pendekatan penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 (UU Perkawinan) tidak mengatur mengenai pencatatan perkawinan beda agama. Naming dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 (UU Adminduk) pada Pasal 35 huruf a dan Penjelasan Pasalnya menentukan bahwa perkawinan beda agama yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri dicatat di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang berwenang. UU Perkawinan maupun UU Adminduk tidak mengatur tentang akibat hukum bagi perkawinan beda agama yang tidak tercatat. Namun ditinjau dari Pasal 6 ayat (2) KHI yang menentukan bahwa perkawinan yang tidak tercatat tidak mempunyai kekuatan hukum. Dengan ketentuan ini, maka perkawinan beda agama yang tidak tercatat juga tidak mempunyai kekuatan hukum yaitu tidak sah secara hukum administratif.
KEPASTIAN HUKUM UNTUK GANTI KERUGIAN PENGADAAN TANAH GUNA KEPENTINGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Ningrum Ambarsari
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 02 (2022): Juli 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.794 KB)

Abstract

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 yang diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil dengan salah satu prinsipnya yaitu Prinsip Musyawarah, dimana di dalam mencapai kesepakatan dalam pengadaan tanah harus didasarkan atas musyawarah agar tercapai keadilan dan keseimbangan dalam pengadaan tanah terutama terkait bentuk dan besarnya ganti kerugian atas pengadaan tanah. Masalah yang sering dihadapi dalam pengadaan tanah adalah mayarakat tidak memberi tanahnya untuk pembangunan karena berbagai alasan. Salah satu alasan yang didapati adalah adanya perbenturan atau ketidakseimbangan antara pengambilan tanah atau dengan besaran ganti kerugian.Metode penulisan Skripsi ini adalah metode penelitian Yuridis Normatif berupa penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan data skunder yang terdiri dari bahan hukum primer, skunder dan tersier. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Pasal 18 UUPA menjadi dasar dilaksanakannya Pengadaan Tanah di Indonesia dan untuk Kepentingan Umum dengan aturan pelaksananya yaitu Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 yang telah empat kali mengalami perubahan. Namun masih banyak masyarakat yang belum mengerti mekanisme pengadaan tanah ini sehingga tidak bisa berbuat banyak atas ketidakadilan atau ketidakseimbangan yang dirasakan dalam pemberian nilai ganti kerugian atas pengadaan tanah tersebut.
KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM PERADILAN BAGI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (ANAK DIBAWAH UMUR) Istiana Heriani; Indah Dewi Megasari; Muthia Septarina
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 02 (2022): Juli 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.842 KB)

Abstract

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita human capital bagi perjuangan bangsa dan pembangunan nasional. Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menyatakan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk mengamankan dan melindungi anak dan hak-haknya, serta agar anak hidup dan tumbuh kembang secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya. dan diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena global yang telah terjadi dalam kehidupan manusia selama berabad-abad dan telah terjadi di semua negara. Ada banyak bentuk kekerasan. Artinya, dalam bidang sosial budaya, politik, ekonomi dan pendidikan, korbannya biasanya perempuan dan anak-anak di lingkungan rumah.
EKSEKUSI TERHADAP KEWAJIBAN PEMBERIAN NAFKAH ANAK PASCA PERCERAIAN MENURUT HUKUM POSITIF Alfi Bariroh; Aulia Muthiah
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 02 (2022): Juli 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.831 KB)

Abstract

Perceraian merupakan salah satu cara putusnya perkawinan sebagaimana ditentukan oleh Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan terjadinya perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat, kedua orangtua nya, terutama Bapaknya wajib memberikan nafkah kepada anaknya yang yang belum kawin atau belum mandiri. Nafkah anak pada umumnya dimohonkan atas bekas isteri kepada Pengadilan Agama dan permohonan tersebut dituangkan dalam putusan Pengadilan Agama yang besarnya sesuai dengan kemampuan bapak. Namun kewajiban bapak untuk memberikan nafkah anak tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan. Karena bapak tidak melaksanakan kewajiban untuk memberikan nafkah anak. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan eksekusi terhadap putusan Pengadilan Agama yang berisi kewajiban untuk memberikan nafkah anak, serta akibat hukum apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap bahan - bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan cara Studi Pustaka. Selanjutnya bahan - bahan hukum tersebut di olah dan di analasis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksekusi terhadap putusan Pengadilan Agama yang mewajibkan Bapak memberikan nafkah anak pasca Perceraian tidak mudah dilakukan dikarenakan biaya yang mahal dan objek eksekusi tidak diketahui atau tidak jelas. Kemudian Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak menentukan sanksi hukum tertentu kepada Bapak yang tidak menentukan sanksi hukum tertentu kepada Bapak yang tidak mematuhi kewajiban memberi nafkah anak.
HAK MASYARAKAT MENDAPATKAN KEPASTIAN DAN KEADILAN DI PENGADILAN PERIKANAN Safitri Wikan Nawang Sari; Devi Sara'i
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 02 (2022): Juli 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.301 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai konsep-konsep tindak pidana perikanan serta menguraikan terkait hak masyarakat mendapatkan kepastian dan keadilan di Pengadilan Perikanan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dalam penyelesaian tindak pidana perikanan. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan teknik pengumpulan melalui studi kepustakaan (library research) kemudian bahan hukum diolah dan dianalisa melalui editing, coding, reconstructing, systematizing dan dianalisa dan disajikan secara kualitatif deskriptif . Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Pemerintah Indonesia telah membentuk pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana perikanan yang berkedudukan di Pengadilan Negeri dalam perkara tindak pidana perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan negara RI baik yang dilakukan oleh WNA maupun WNI; (2) Sebagai suatu kebijakan dan penanggulangan sengketa hukum atau konflik hukum dalam tindak pidana perikanan yang akan menjadi landasan dalam kebijakan aplikasi maupun eksekusi maka UU No. 31 Tahun 2004 Jo UU No. 45 Tahun 2009 sebagai UU perikanan telah memuat regulasi/ formulasi baik mengenai hukum acara pidana maupun tindak pidana perikanan sepanjang di dalam hukum acara pidana umum yang berlaku di Indonesia (KUHAP/ UU No. 8 Tahun 1981) belum mengaturnya walaupun selama ini pengadilan perikanan belum optimal memberikan perlindungan, mengingat terdapat faktor-faktor penghambat yang bisa membuat masyarakat tidak bisa maksimal dalam mendapatkan akses kepastian dan keadilan.

Page 1 of 1 | Total Record : 5