cover
Contact Name
Istikharoh
Contact Email
hazharialvan2193@gmail.com
Phone
+6285712383804
Journal Mail Official
hazharialvan2193@gmail.com
Editorial Address
Jl. Kemerdekaan Barat No 17 Kesugihan Kidul Kabupaten Cilacap Jawa Tengah
Location
Kab. cilacap,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Al-Wasith : Jurnal Studi Hukum Islam
ISSN : 25413368     EISSN : 25413376     DOI : https://doi.org/10.52802/wst.v7i2
Core Subject : Education,
Jurnal Al-Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam dengan nomor terdaftar ISSN 2541-3376 (online), ISSN 2541-3368 (cetak) adalah jurnal yang berisi artikel tentang hukum islam yang dilakukan oleh dosen, peneliti dan yang berhubungan dengan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi. Jurnal Al-Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam adalah jurnal studi hukum islam yang diterbitkan olehFakultas Syariah, Institut Agama Islam Imam Gozali Cilacap. Secara kelembagaan, Berdasarkan Keputusan Menterian Agama Republik Indonesia 657 Tahun 2020, mulai 6 Oktober 2020 yang semula Jurnal Al-Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam dikelola oleh Fakultas Syariah Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) karena perubahan bentuk menjadi Universitas Nahdlatul Ulama Al Ghazali (UNUGHA) Cilacap, sehingga Fakultas Syariah berubah menjadi Fakultas Keagamaan Islam berikut dengan Program Studi yang berada di Fakultas Tarbiah dan Dakwah di Perguruan Tinggi IAIIG.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 2 (2016)" : 5 Documents clear
KONSEP KELUARGA SAKINAH PERSPEKSTIF AKTIVIS MUSLIMAT NU DI DESA KESUGIHAN KIDUL Afif Hidayat; Soiman Soiman
Jurnal Al-Wasith : Jurnal Studi Hukum Islam Vol. 1 No. 2 (2016)
Publisher : Fakultas Syariah, Prodi Ahwal As Syakhsiyah (AS) Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.734 KB) | DOI: 10.52802/wst.v1i2.66

Abstract

Agama Islam berupaya mewujudkan ketentraman dan kesejahteraan umatnya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ru>m ayat 21. Dalam membentuk keluarga sakinah sangat dibutuhkan adanya upaya mengarahkan dan mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuan mewujudkan keluarga bahagia sejahtera, sekaligus membiasakan setiap anggota keluarganya kepada hal-hal positif yang akan mengantarkan keluarga tersebut memperoleh kehidupan lebih baik. Muslimat NU merupakan wadah organisasi yang memiliki potensi dalam membangkitkan semangat masyarakat dalam pembangunan karakter dan dapat memberikan sinar positif bagi pembangunan dengan nilai-nilai keagamaan dan keruhanian. Aktivis Muslimat disini tidak membatasi pada perempuan yang menjadi bagian dari kesetruktural organisasi Muslimat saja, akan tetapi juga perempuan yang mengikuti kegiatan-kegiatan Muslimat yang aktif dalam membangun masyatakat melalui jalur organisasi, serta perempuan-perempuan yang berupaya membentuk ketentraman khususnya dalam keluarga maupun masyarakat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research), dan data diperoleh dengan cara wawancara kepada pengurus Muslimat Ranting NU, anggota Muslimat, maupun perempuan yang berpengaruh dalam Muslimat NU Kesugihan Kidul. Selain data yang diperoleh dari hasil wawancara, penelitian ini juga didukung dengan penelitian pustaka (library research), yaitu dengan cara membaca, menelaah buku-buku yang berkaitan dengan keluarga sakinah, makalah-makalah, skripsi dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitia menunjukkan bahwa: kegiatan-kegiatan Muslimat NU yang menunjang kepada terciptanya konsep keluarga sakinah di Desa Kesugihan Kidul diantaranya yaitu kegiatan kerohanian, karena didalamnya mengandung unsur-unsur keagamaan yang dapat memicu kepribadian baik.. Konsep mereka jalani yang terpenting tidak bertentangan dengan agama Islam, baik yang diketahui dari Al-Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad SAW serta Hukum Islam, seperti, adanya ketentraman, keharmonisasian rumah tangga, menjaga hak dan kewajiban suami istri, jauh dari kekerasan, terpenuhi segala kebutuhan spiritualitas dan materialitas dan dapat menyelesaikan setiap masalah dengan baik yang hal tersebut menjadi upaya dasar membentuk keluarga sakinah.
ANALISIS TERHADAP KETENTUAN UUP NO 1 PASAL 39 TAHUN 1974 DAN KHI PASAL 117 (Tentang Keharusan Pengucapan Perceraian di Depan Sidang Pengadilan Agama) Akhmad Muflikhuddin; Nasrulloh Nasrullah
Jurnal Al-Wasith : Jurnal Studi Hukum Islam Vol. 1 No. 2 (2016)
Publisher : Fakultas Syariah, Prodi Ahwal As Syakhsiyah (AS) Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.362 KB) | DOI: 10.52802/wst.v1i2.67

Abstract

Pengaturan penjatuhan cerai talak diatur dalam UUP Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam dapat disimpulkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan Agama. Sedangkan kalau kita lihat dalam literatur fiqih klasik bahwa talaq bisa dilakukan dimanapun, kapanpun, karena perceraian adalah hak mutlak sang suami, yang mana orang lain tidak bisa mengguankanya, apalagi harus minta izin kepada pengadilan untuk menggunakan hak tersebut. Terkait dengan masalah tersebut. Bahsul masail NU dalam muktamar ke 28 di yogyakarta tahun 1989 telah memberikan keputusan hukum bahwa talak adalah hak prerogatif suami yang bisa dijatuhkan kapanpun dan dimanapun, bahkan tanpa alasan sekalipun. Oleh karena itu apabila suami belum menjatuhkan talak di luar Pengadilan Agama, maka talak yang dijatuhkan di depan Hakim Agama itu dihitung talak yang pertama dan sejak itu pula dihitung 'iddahnya. Jika suami telah menjatuhkan talak di luar Pengadilan Agama, maka talak yang dijatuhkan di depan Hakim Agama itu merupakan talak yang kedua dan seterusnya jika masih dalam waktu 'iddah raj'iyyah. Sedangkan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam fatwanya yang disidangkan pada hari Jum’at 8 Jumadal Ula 1428 H/ 25 Mei 2007 M memberikan sebuah putusan bahwa perceraian harus dilakukan melalui proses pemeriksaan pengadilan, cerai talak dilakukan dengan cara suami mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan dan cerai gugat diputuskan oleh hakim. Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan dinyatakan tidak sah. Selain itu ada sisi penting dalam suatu proses terjadinya perceraian. Yaitu saksi, namun saksi disini adalah saksi yang memberi peranan penting dalam proses kelancaran, keabsahan serta kemaslahatan bagi sebuah tindakan hukum. Tentang pelaksanaan perceraian sudah disebutkan dalam UUP No 1 pasal 39 tahun 1974 dan dan Kompilasi Hukum Islam pasal 115 sampai pasal 117. Sedangkan dalam fiqih klasik tak ada syarat-syarat tesebut. Berangakat dari masalah tersebut diatas, penyusu tertarik untuk mengakaji lebih mendalam mengenal dasar-dasar dari pada syarat dan penetapan UUP dan Kompilasi Hukum Islam. pendekatan yang penyusun pergunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan historis yaitu mengetahui sejarah latar belakang terbentuknya suatu perUndangUndangan tertentu dengan mengkaji semua dokumen hukum yang terkait dengan proses pembuatanya, dalam hal ini adalah UUP tahun 1974 dan KHI. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan ushul fiqih yaitu dengan mengkaji metode penetapan hukum Islam, serta melacak dalil-dalil yang berkaitan dengan persyari’atan/penetapan KHI dan UUP tahun 1974. Dari hasil penelitian, setelah mengkaji literatur yang didapat, penyusun berkesimpulan bahwa talak yang di jatuhkan diluar sidang pengadilan tetap terhitung (sah) dengan sarat syarat dan rukun percerain dipenuhi. dan kalau perceraian yang diucapkan didepan sidang pengadilan hanya untuk menceritakan x perceraian yang dilakukan di luar pengadilan agama (dirumah) maka talaknya tidak terhitung dan massa ‘iddanya terhitung sejak talak yang dijatuhkan pertama (dirumah). Adapun tentang persaksian dalam perceraian masih menjadi perselisihan antara para ulama, tapi toh ada yang mempersyaratkan persaksian dalam perceraian seperti syiah imamiyah. Selanjutnya hal yang melatar belakangi penetapan UUP No 1 pasal 39 dan KHI pasal 117 adalah; mempersulit terjadinya perceraian, kepastian hukum, menghindari kesewenang-wenangan suami terhadap istri, dan demi kemaslahatan serta pengaturan percerain yang teratur.
PERAN MEDIATOR DALAM RANGKA MENDAMAIKAN PERSELISIHAN SUAMI ISTRI DI PENGADILAN AGAMA CILACAP Ahmad Budiyanto; Mohammad Fahmi
Jurnal Al-Wasith : Jurnal Studi Hukum Islam Vol. 1 No. 2 (2016)
Publisher : Fakultas Syariah, Prodi Ahwal As Syakhsiyah (AS) Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.356 KB) | DOI: 10.52802/wst.v1i2.69

Abstract

Penelitian ini bertujuan Tujuan Untuk mendapatkan informasi tentang apa yang mempengaruhi perselisihan suami istri dalm rumah tangga di Pengadilan Agama Cilacap.Untuk mengetahui peran mediator dalam rangka mendamaikan perselisihan suami istri di Pengadilan Agama Cilacap. Untuk menganalisa peran mediator dalam menangani kasus perselisihan suami istri di Pengadilan Agama Cilacap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), yaitu dimana penulis terjun langsung kelapangan untuk memperoleh data secara obyektif di Pengadilan Agama Cilacap. Subyek dari penelitian ini adalah hakim Pengadilan Agama Cilacap yang berjumlah 16 hakim. Obyek penelitian yang akan penulis teliti adalah tentang “peran mediator dalam mendamaikan perselisihan suami istri di Pengadilan Agama Cilacap”. Metode pengumpulan data Observasi, Interview, dan Dokumentasi. Analisis data Metode deduktif yaitu suatu analisis data yang berangkat dari pengetahuan bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus dan spesifik. Metode induktif yaitu suatu analisis data yang berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus dan kongkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus dan kongkrit itu di generalisasi yang mempunyai sifat umum. Adapun hasil dari penelitian ini adalah Hakim yang menjadi mediator pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Dan jika ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi, hakim melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi, hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi, hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa. Hak para pihak memilih mediator para pihak berhak memilih mediator di antara Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan, Advokat atau akademisi hukum, Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa, Hakim majelis pemeriksa perkara, Gabungan antara mediator. Kesulitan ekonomi yang menimbulkan ketidakpuasan istri sehingga istri meninggalkan.
STUDI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAJDá¿™D NIKAH SIRI Darsidin Darsidin
Jurnal Al-Wasith : Jurnal Studi Hukum Islam Vol. 1 No. 2 (2016)
Publisher : Fakultas Syariah, Prodi Ahwal As Syakhsiyah (AS) Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (644.566 KB) | DOI: 10.52802/wst.v1i2.70

Abstract

Nikah di bawah tangan (siri) adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang perempuan dan seorang laki-laki tanpa melalui prosedur yang benar menurut Undang-Undang Perkawinan. Nikah di bawah tangan merupakan pernikahan ilegal, tetapi menurut hukum Islam akad pernikahannya sah, karena secara hukum agama yaitu fiqḥ sudah dianggap sah, karena sudah memenuhi semua syarat dan rukun nikah. Mengenai nikah siri (tidak dicatatkan), Undang-Undang Pernikahan No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa setiap pernikahan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, dan juga setiap pernikahan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Konsep Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa mempertegas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dengan ketentuan supaya terjamin ketertiban bagi masyarakat Islam setiap pernikahan harus dicatatkan.
STATUS KEWARISAN ANAK ANGKAT PASAL 209 KHI MENURUT HUKUM ISLAM Imam Fauzi; Masruri Masruri
Jurnal Al-Wasith : Jurnal Studi Hukum Islam Vol. 1 No. 2 (2016)
Publisher : Fakultas Syariah, Prodi Ahwal As Syakhsiyah (AS) Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (788.256 KB) | DOI: 10.52802/wst.v1i2.75

Abstract

Pengangkatan anak bukanlah permasalahan yang baru. Sejak zaman Jahiliyah, pengangkatan anak telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda sejalan dengan sistem dan peraturan hukum yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Persoalan mengenai pengangkatan anak dapat ditemukan dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia dan hukum Islam (Madzhab Imam Hanafi, Imam Hanbali, Imam Maliki dan Imam Syafi’i). Dimana, kedua perangkat hukum ini sama-sama menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah sesuatu yang diperbolehkan selama demi kepentingan terbaik bagi anak angkat. Akan tetapi persoalan muncul ketika pengangkatan anak ini dikaitkan dengan persoalan waris. Antara KHI dan hukum Islam (Madzhab Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki dan Imam Syafi’i) timbul ketentuan yang berbeda dalam menyikapi permasalahan waris anak angkat. Hal inilah yang memberikan kesempatan kepada penyusun untuk menemukan Bagaimana ketentuan waris anak angkat dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam menurut Hukum Islam (Madzhab Imam Hanafi, Imam Hanbali, Imam Maliki dan Imam Syafi’i). Penelitian ini bertujuan untuk memetakan diskursus mengenai status kewarisan anak angkat dalam dua perspektif yang berbeda, yaitu KHI dan hukum Islam (Madzhab Imam Hanafi, Imam Hanbali, Imam Maliki dan Imam Syafi’i). Dikarenakan kajian ini adalah kajian pustaka, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara normatif hukum dengan mengkaji ketentuan tentang anak angkat yang terdapat dalam al-Qur’an, al-Hadits, pendapat Madzhab Imam Hanafi, Imam Hanbali, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan ulama penganut Madzhabnya, serta ketentuan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, maka terungkaplah bahwa yang diambil sebagai landasan Kompilasi Hukum Islam dalam menentukan kewarisan anak angkat melalui wasiat wajibah mengikuti ijtihad ulama madzhab Hanbali. Dimana, konsep wasiat wajibah yang di-adopsi oleh Kompilasa Hukum Islam berasal dari negara Mesir dan Suriah. Namun, perbedaannya terletak pada, wasiat wajibah di negara Mesir dan Suriah diberikan kepada dzawil arham dan di Indonesia diberikan kepada anak angkat dan orang tua angkat. Sedangkan dalam memperoleh jumlah 1/3 dari harta warisan mengikuti pendapat ulama madzhab Hanafi.

Page 1 of 1 | Total Record : 5