cover
Contact Name
M. Zaenuri S Hidayat
Contact Email
zaenuri4n6@gmail.com
Phone
+628156976270
Journal Mail Official
pdfiindonesia@gmail.com
Editorial Address
Medical Faculty, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Jl. Dr. Gumbreg, Medical Street, Mersi, Purwokerto Central Java 53122 Telp. (0281) 622022, Fax. (0281) 624990
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
ISSN : 26562391     EISSN : 3032310X     DOI : https://doi.org/10.20884/jfmi
Core Subject : Health,
Indonesian Forensic and Medical Journal is an official scientific media and professional organization of the Indonesian Forensic Doctors Association (PDFI) which is twice edition a year (June & December). This journal contains the results of research, literature reviews, case reports, case studies and other scientific results in the Forensic Medicine and Medicolegal Science Field. The editorial board accepts submissions of manuscripts for publication, from academics of Forensic Medicine and Medicolegal, Professionals and other academic communities who fulfill the published requirements in accordance with the guidelines of writing, and have been reviewed by partners
Articles 53 Documents
HUBUNGAN KEKERABATAN ANTARA SUKU SUNDA, BATAK, DAN TIONGHOA DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN INDEKS TELINGA, INDEKS LOBUS, DAN INDEKS LOBUS TELINGA kristina uli
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 1 No 2 (2019): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v1i2.2658

Abstract

Identifikasi dalam kedokteran forensik merupakan upaya membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Pendekatan yang digunakan untuk proses identifikasi jenazah yang sulit dikenali yaitu menggunakan ilmu ukuran dimensi tubuh manusia yang dikenal dengan antropologi. Identifikasi berbasis telinga adalah metode yang relatif baru di antara teknik biometrik. Gambaran daun telinga bervariasi tiap individu dan ras etnis sehingga dapat digunakan dalam proses identifikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara Suku Sunda, Batak, dan Tionghoa di Kota Bandung berdasarkan indeks telinga, indeks lobus, dan indeks lobus telinga. Terdapat 3 jenis analisa yang digunakan yaitu analisa univariat, bivariat, dan multivariat. Sampel telinga diperoleh dari 259 orang yang terdiri dari Suku Sunda 89 orang (46 laki-laki dan 43 perempuan), Suku Batak (40 laki-laki dan 43 perempuan), dan Suku Tionghoa (40 laki-laki dan 47 perempuan). Pengukuran langsung menggunakan alat Kaliper Geser, mengukur panjang telinga, lebar telinga, panjang lobus, dan lebar lobus. Hasil analisa menunjukkan bahwa morfometrik telinga laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan, berdasarkan metoda analisa kluster hirarki kelompok pertama Suku Sunda lebih mendekati ke Suku Tionghoa dibandingkan dengan Suku Batak. Apabila analisa berdasarkan jenis kelamin, kelompok pertama Suku Sunda perempuan dekat dengan Suku Tionghoa perempuan, kelompok kedua Suku Batak perempuan, kelompok ketiga Suku Sunda laki-laki dekat ke Suku Tionghoa laki-laki kemudian ke Suku Batak laki-laki.
PERBEDAAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN GRAMOXONE DALAM DOSIS LD50 DAN LD100 PADA RENTANG WAKTU POSTMORTEM YANG BERBEDA dadan rusmanjaya
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 1 No 2 (2019): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v1i2.2659

Abstract

Pendahuluan Pada postmortem terjadi beberapa proses perubahan pada tubuh. Pemberian gramoxone dengan dosis LD50 dan LD100 pada postmortem pada 0 jam, 12 jam dan 24 jam dilihat dari gambaran histopatologi. Tujuan Untuk mengetahui gambaran histopatologi paru dalam dosis LD50 dan LD100 pada rentang waktu postmortem yang berbeda ( 0 jam, 12 jam dan 24 jam). Material dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Keluaran (outcome) yang dinilai adalah gambaran histopatologi jaringan paru dalam dosis gramoxone LD50 dan LD100 pada rentang waktu postmortem yang berbeda ( 0 jam, 12 jam dan 24 jam). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Uji Coba Hewan Universitas Negeri Semarang, dengan 36 sampel. Gambaran histopatalogi kerusakan paru dengan kriteria modifikasi sistem skoring. Untuk melihat perbedaan diantara kelompok menggunakan uji Kruskal-Wallis, selanjutnya akan dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan. Uji dikatakan signifikan bila nilai P ≤ 0,05. Hasil Penelitian Dari uji Kruskal-Wallis pada perbedaan Edema didapatkan nilai P = <0,001, pada perbedaan luas perdarahan didapatkan nilai P = <0,037, dan perbedaan penebalan septum alveoli didapatkan nilai P = <0,025, sedangkan perbedaan sebaran leukosit didapatkan nilai P = <0,239. Kesimpulan Terdapat perbedaan gambaran histopatologis paru-paru tikus wistar dengan edema, luasnya perdarahan dan penebalan septum alveoli setelah pemberian gramoxone dengan LD50 dan LD 100, kecuali untuk sebukan leukosit tidak didapatkan perbedaan yang signifikan.
The Forensic Autopsy Record: A Type of Medical Record or Not? putri dianita ika meilia
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 1 No 2 (2019): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v1i2.2660

Abstract

Forensic pathology is a part of (forensic) medicine that has unique features compared to other medical specialties. One of them is that the results of forensic pathological examinations are not documented in medical records but in forensic autopsy records (FARs). Despite the existence of regulations regarding medical records and the performance of (forensic) autopsies, FARs themselves are rarely mentioned in detail. This paper aims at reviewing current issues regarding FARs and discussing whether FARs can be considered as a type of medical record or not. Our literature review yields that there exist guidelines regarding the management of FARs, e.g. in the USA and Europe. Indonesia, however, lacks similar guidelines. There are several ethical and medico-legal issues present regarding FARs, which should be addressed, as FARs cannot be considered as a type of MRs. PDFI can play an important role in developing guidelines regarding FARs, which should be adopted by Indonesian forensic medical centres to avoid ethical and medico-legal pitfalls.
Penentuan Sebab Kematian Diduga Keracunan Fungisida Mancozeb Berdasarkan Pemeriksaan Histopatologi Pada Jenazah Busuk Taufik Hidayat
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 4 No 2 (2023): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v4i2.2984

Abstract

Peningkatan kejadian kasus pembunuhan maupun bunuh diri menggunakan racun terjadi dari tahun ke tahun. Pembuktian sebab kematian karena racun membutuhkan analisis forensik yang dalam terkait efek racun terhadap organ tubuh manusia. Dilaporkan penemuan jenazah laki-laki dewasa dalam keadaan busuk dipenuhi belatung di sebuah kebun teh. Pada pemeriksaan luar ditemukan luka bakar derajat 2 seluas 19% di area bokong, genitalia dan perut bawah.Memar pada kulit puncak kepala. Organ dalam keadaan busuk.Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan kongesti dan perdarahan pada jantung, hati, limpa, ginjal dan paru. Ditemukan aterosklerosis koroner, fatty change, edema pulmonum, glomerulosklerosis dan tubular atrophy. Pemeriksaan entomologi ditemukan larva instar 2 dan instar 3 darifamily Calliphoridae. Disimpulkan sebab kematian akibat racun yang menyebabkan asfiksia (matilemas) dan terdapat penyakit menahun pada jantung dan ginjal. Kata kunci : pembusukan, racun, sebabmati
- COMPARISON BETWEEN FINGERPRINT PATTERNS AND TOTALRIDGE COUNT IN DIABETES MELITUS PATIENTS WITH NORMAL POPULATION IN SLEMAN handayani dwi utami
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 4 No 1 (2023): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v4i1.2992

Abstract

Background: The number of people with diabetes mellitus (DM) was increased every year in all countries. Screening tools for early, inexpensive, and non-invasive DM predictors are needed. This research was conducted to see the role of dermatoglyphics in DM. Objective: To see the difference in fingerprint patterns and Total Ridge Count (TRC) in DM patients with normal population. Methods: This cross-sectional study involved 200 subjects consisting of 100 DM patients in Sleman and 100 normal respondents at the Faculty of Medicine, UII, Yogyakarta. Fingerprints are obtained by put the finger into ink stamp then print them on paper. The fingerprint images seen by magnifying glass and the TRC was calculated manually. Results: 200 subjects showed that the most frequent pattern of fingerprints appeared ie loops. Comparison of patterns between DM patients with normal respondents ie, whorl 2.5: 1; loop 1: 1,5; arch 1: 1,25, analyzed with the Mann-Whitney test (p = 0,000). TRC in DM patients was 10,730 with an average of 107 and normal respondents were 15,253 with an average of 152 in the ten fingers. TRC was analyzed using the Mann-Whitney test (p = 0,000). Conclusion: There were significant differences in fingerprint and TRC patterns between DM patients and the normal population (p = 0,000). DM patients found more whorl patterns and fewer TRC than normal respondents.
studi kasus KEKERASAN TAJAM DENGAN CIDERA VASKULER PADA TIGA KASUS PEMBUNUHAN Ainun Fahmi Yanuarti; martiana suciningtyas
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 4 No 2 (2023): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v4i2.2996

Abstract

PENDAHULUAN Pembunuhan dengan kekerasan tajam merupakan salah satu penyebab kematian utama di beberapa negara. Kekerasan tajam dapat disertai dengan cidera vaskuler pada pembuluh darah yang tanpa adanya pertolongan segera seringkali berakhir pada kematian. Berikut akan didiskusikan tiga kasus pembunuhan dengan kekerasan tajam yang melibatkan cidera vaskuler dan berakhir kematian. MATERIAL DAN METODE Materi diskusi berupa tiga kasus pembunuhan dengan kekerasan tajam yang melibatkan cidera vaskuler di Yogyakarta. Kasus pertama adalah laki-laki dengan luka tusuk pada paha kiri, pada pemeriksaan dalam didapatkan srteri dan vena femoralis dalam keadaan terpotong. Kasus kedua adalah seorang laki-laki dengan dua luka bacok pada paha kanan, satu luka pada tungkai bawah kanan dan satu luka bacok pada tungkai bawah kiri. Dari uji bilas pembuluh nadi kanan didapatkan kebocoran pada pembuluh darah tungkai bawah kanan sisi belakang. Kasus ketiga merupakan seorang perempuan dengan beberapa luk tusuk: empat pada leher, satu pada dada kiri, satu pada punggung kiri dan satu pada lengan atas kanan serta satu luka iris pada siku kiri. Dari pemeriksaan dalam terlihat bahwa arteri carotis interna terpotong. KESIMPULAN Ketiga kasus memiliki pola luka seperti ciri-ciri luka dalam pembunuhan yakni luka bisa terjadi di sembarang area tubuh, dijumpai luka tangkis dan kerusakan pakaian. Cidera vaskular yang terlibat pada ketiga kasus menghasilkan mekanisme kematian yang sama, yakni perdarahan masif.
Kualitas Sertifikat Medis Penyebab Kematian (SMPK) di RSUP Persahabatan Tahun 2016 – 2018 putri dianita ika meilia; Andrew Rens Salendu
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 2 No 1 (2020): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v2i1.3134

Abstract

Salah satu unsur esensial dari surat kematian, atau Sertifikat Medis Penyebab Kematian (SMPK), adalah penentuan penyebab kematian. Ketidaktepatan dalam penentuan penyebab kematian dapat mengakibatkan perumusan kebijakan kedokteran dan kesehatan yang keliru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kelengkapan dan ketepatan pengisian SMPK di RSUP Persahabatan, sebagai salah satu rumah sakit rujukan tersier di Jakarta, selama tahun 2016 – 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan desain potong lintang. Sampel penelitian berupa data sekunder yang diambil dari SMPK serta rekam medis. Selama tahun 2016 – 2018 telah diterbitkan sebanyak 8224 SMPK. Ditemukan bahwa masih terdapat kekurangan dalam kelengkapan dan ketepatan pengisian SMPK. Berdasarkan tingkat kelengkapan pengisian unsur-unsur dalam SMPK, sebagian besar unsur umumnya terisi. Namun, terdapat beberapa unsur yang masih sering tidak diisi sama sekali atau diisi namun tidak lengkap/tidak tepat. Hanya pada sekitar 40% dari seluruh SMPK pemilihan kelompok penyebab kematian sudah tepat dan sesuai dengan penyebab kematian dasar. Pada hampir 70% SMPK, terdapat ketidaksesuaian antara ketiga jenis penyebab kematian. Untuk meningkatkan kualitas pengisian SMPK, diperlukan upaya-upaya perbaikan yang kolaboratif dan berkelanjutan.
Child Sexual Abuse (CSA) Using Hypnosis putri dianita ika meilia; Mardi Susanto
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 4 No 2 (2023): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v4i2.3135

Abstract

Child sexual abuse (CSA) is a global problem and a serious public health issue. Perpetrators often resort to threats and force to incapacitate their victims, including using hypnosis. The use of hypnosis increases the level of difficulty of clinical forensic examination by presenting a diagnostic issue and complicating the formulation of forensic medical expert opinions. This evidence-based case report (EBCR) aims at assessing the available evidence concerning the forensic examination and diagnosis of hypnosis-facilitated CSA. A comprehensive computer-based literature search was performed using several keywords related to the clinical question. The search yielded seven relevant articles. The articles were appraised using general critical appraisal questions from the Centre for Evidence-Based Medicine, University of Oxford. All articles suggest that there might be a place for hypnosis in a criminal investigation (‘forensic hypnosis’). The evidence on the correct application of forensic hypnosis and its benefits are, however, still inconclusive and conflicting. In cases of suspected sexual assault using hypnosis, forensic hypnosis could potentially help memory recall of the victim and aid forward-thinking in drawing a clear and unambiguous conclusion for the forensic medical expert opinion.
Memperkirakan saat Kematian (Postmortem Interval) Menggunakan Temuan Mikrobiom pada Setiap Tahap-Tahap Penguraian (Decomposition) Afid Brilliana Putra; Ihya Fakhrurizal Amin; Rizky Dini Fitriyasa; Najma Najma; Oktavinda Safitry
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 2 No 1 (2020): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v2i1.3829

Abstract

Microorganisms play an important role in the process of corpse decomposition. The corpse's decomposition can indicate time since death or postmortem interval (PMI). Bacterial decomposition plays an important role in determining the time since death and has a significant impact on forensic investigations. Therefore, it is necessary to know the type of microbiome that appears at each stage of decomposition. Literature searching was conducted online and was carried out through 4 journal databases, including PubMed, EBSCOhost, ProQuest, and Cochrane. The literature is selected based on inclusion & exclusion criteria, then critically appraised using criteria from the University of Oxford's Center for Evidence-Based Medicine. Based on the results, obtained a systematic review, two prospective cohorts, and a cross-sectional study with good validity, importance and applicability. The study showed a relationship between time since death/PMI and colonization of certain bacteria, which may be related to alteration of oxygen levels. Facultative anaerobic bacteria appear in early stage of decomposition and shift into obligate anaerobic bacteria in the final stage of decomposition. The presence of certain types of microbiome can determine duration of decomposition and PMI objectively and quantitatively.
TRAUMATIC BRAINSTEM INJURY DUE TO BLUNT FORCE TRAUMA: AN AUTOPSY CASE REPORT Made Ayu Mira Wiryaningsih
Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia Vol 5 No 1 (2024): Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia (In Progress)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/jfmi.v5i1.3950

Abstract

Trauma is the leading cause of morbidity and mortality in patients under 35-years of age and the sixth leading cause of death worldwide, but primary traumatic brainstem injury after blunt force trauma to the head is a rare event. A forensic autopsy was performed on a 35 years old female who was found dead in an apartment building with both her hands and feet tied together and mouth closed with duct tape. External examination showed the victim suffered from blunt force trauma to the head, face, both arms and legs. Internal examination of the body showed hematomas on the scalp, temporal muscles and deep neck muscles and organs, subarachnoid, intraventricular and brainstem haemorrhage and contusion, along with signs of asphyxiation. Trauma to the occipital region of the head not only can cause traumatic brain injury but can also cause trauma to the brainstem as a result from acute hyperflexion of the neck. Haemorrhages and contusions of the brainstem can lead to changes in the respiratory system, depending on the location of the lesions. Cause of death was concluded to be force trauma to the occipital region causing primary brainstem injury with the mechanism of death of asphyxia.