cover
Contact Name
Saiful Mustofa
Contact Email
episteme@uinsatu.ac.id
Phone
+62335321513
Journal Mail Official
episteme@uinsatu.ac.id
Editorial Address
Jl. Mayor Sujadi No.46, Kudusan, Plosokandang, Kec. Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur 66221
Location
Kab. tulungagung,
Jawa timur
INDONESIA
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman
FOCUS Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman aims to strengthen transdisciplinary perspective on issues related to Islam and Muslim societies. The journal is committed to publishing scholarly articles dealing with multiple facets of Islam and Muslim societies with a special aim to expand and to deepen a transdisciplinary approach in the study of Islam as tradition, culture, and practice. It focuses on topical issues which include scholarship on classical and contemporary studies on Islam and Muslim societies and takes a transdisciplinary approach that benefits from a cross-cultural perspective. SCOPE Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman specializes in the study of Islam and Muslim societies and aims to strengthen transdisciplinary studies on Islam and Muslim societies. The published articles will explore the discussions on classical and contemporary Islamic studies from different socio-scientific approaches, such as anthropology, sociology, politics, international relations, ethnomusicology, arts, film studies, economics, human rights, law, diaspora, minority studies, demography, ethics, communication, education, economics, philosophy, and philology. Studies grounded in empirical research and comparison of relevance to the understanding of broader intellectual, social, legal, and political developments in contemporary Muslim societies reserve as the crucial scope of the journal.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 11 No 2 (2016)" : 9 Documents clear
MEMPERTIMBANGKAN KONTRIBUSI CHARLES TAYLOR TERHADAP STUDI AGAMA DI INDONESIA Kamaruzzaman Bustamam- Ahmad
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.225-259

Abstract

Artikel ini membahas tentang Charles Taylor, salah satu filsuf dari McGill University, Kanada. Ia telah menghasilkan berbagai karya dalam bidang filsafat, sejarah ide, imajinasi sosial, modernitas, identitas, religi, ilmu kemanusiaan, ilmu sosial, bahasa dan mendapatkan perhatian dari berbagai sarjana di seluruh dunia, kecuali Indonesia. Artikel ini merupakan upaya perdana untuk memperkenalkan karya-karya Taylor, yang hampir semua berbahasa Inggris dan Prancis. Studi bibliografi ini, paling tidak akan memberikan genealogi gagasan-gagasan Taylor. Dalam studi ini dijelaskan siapa saja sarjana yang telah melakukan studi terhadap pemikiran Taylor. Adapun susunan artikel ini adalah biografi intelektual Taylor, karya-karyanya, para penstudi Taylor, dan cuplikan pemikirannya. Akhirnya, ditemukan bahwa karya-karya Taylor merupakan usahanya untuk memberikan peran kembali agama di dalam ruang publik, dimana argumen-argumennya telah banyak mengundang perdebatan di kalangan para sarjana. Paling tidak, artikel ini mampu memberikan masukan bagi para sarjana yang mengkaji Islam di Indonesia, untuk dapat mengunakan model-model argumen yang dilakukan oleh Taylor, dalam memahami religi dalam era kontemporer.This article is about Charles Taylor, a philosopher from McGill University, Canada. He has authored many works in philosophy, history of ideas, social imaginary, modernity, identity, human sciences, social sciences, language, and received many responses from scholars internationally, except Indonesia. This study is an introduction to his works, which are mostly written in English and France. As bibliographical study, this article will map out varieties of Taylor’s ideas in his works. This study listed some of scholars who study Charles Taylor’s thought. Furthermore, this article will examine intellectual biography of Taylor, his works, and works on him by Western scholars. Finally, it argued that his works have taken a step how to integrate the role of religion in public spaces, which is still debated among scholars. Last but not least, this essay will enhance of Muslim scholars in Indonesia to adapt Taylor’s argument in religious in contemporary era.
TURKIC SULTANATES AND FEMALE SOVEREIGN IN ISLAMDOM Hanafi Wibowo
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.261-288

Abstract

The status of women in the Islamdom is a source of frequent criticism. Some Western critics charge that Islam has misogynist tendencies that are often teaches and promoted the inferiority of women in Muslim societies. As a result the debate over female leadership in Islam is a become splinter of the debate on Islam’s views of women in general. The role of Women in Islam, as a political leader is considered a taboo, even sometimes get fierce opposition from a group of people, who interpret the word of God in a veil of monopolistic desires. However, there were numerous women in Islamic history that is capable of being head of state. In the various Arab speaking notes, women have been known as the head of state. In the Sultanate of Delhi, there was Razia Sultan, in Egypt there was Shajarat ad Durr, during Ottoman period, there was Mihrimah Sultan and coincidently, all of them were Turkic origin. The study examines the reason why those women can become leaders within Islamdom. The conclusion, secularism of Islamdom which orchestrated by Turkic Mercenaries, when the institution of Abbasid Caliphate and Sultanate was separated, makes the women are eligible to become sultanah, which consistent with women’s independent nature in Turkic society.Status perempuan di dunia Islam merupakan masalah yang kerapkali diperdebatkan. Beberapa kritikus Barat menuduh bahwa Islam memiliki kecenderungan misoginis yang sering mengajarkan rendahnya posisi perempuan dalam masyarakat Muslim. Akibatnya perdebatan kepemimpinan perempuan dalam Islam selalu mengarah menjadi perdebatan pada pandangan Islam tentang perempuan pada umumnya. Peran perempuan dalam Islam, sebagai pemimpin politik dianggap tabu, bahkan kadang-kadang mendapatkan perlawanan sengit dari sekelompok orang, yang menafsirkan firman Allah sesuai keinginannya sendiri. Namun, ada banyak perempuan dalam sejarah Islam yang mampu menjadi kepala negara. Dalam berbagai catatan berbahasa Arab, perempuan telah dikenal sebagai pemimpin negara. Di Kesultanan Delhi ada Razia Sultan, di Mesir ada Syajarat al Durr, di Turki Usmaniada Mihrimah Sultan dan kebetulan semua dari orang Turki. Artikel ini mengkaji alasan mengapa para perempuan dapat menjadi pemimpin di dunia Islam. Kesimpulannya, sekularisme di dunia Islam yang dilakukan oleh para tentara bayaran Turki mengakibatkan terjadinya separasi antara institusi Kekhalifahan Abbasiyah dan kesultanan yang memungkinkan perempuan untuk menjadi seorang sultanah serta konsisten dengan sifat perempuan yang mandiri dalam masyarakat Turki.
PENANGANAN MANTAN GAFATAR DI KALIMANTAN TENGAH DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI Gondo Utomo
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.403-433

Abstract

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sempat menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat. Ratusan dan bahkan ribuan anggotanya dari beberapa provinsi diketahui melakukan eksodus ke beberapa provinsi di Kalimantan. Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa Gafatar sesat dan menyesatkan. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, Jaksa Agung dan Kementerian Agama juga mengeluarkan keputusan bersama. Sedangkan Kepolisian Republik Indonesia melakukan penindakan hukum terhadap beberapa pemimpin Gafatar. Kementerian Agama melalui jajarannya melakukan sejumlah langkah pembinaan terhadap mantan Gafatar, termasuk di Kalimantan Tengah. Melalui metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, diketahui bahwa sejumlah Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota di Kalimantan Tengah telah melakukan penyuluhan agama Islam dan pendampingan terhadap mantan Gafatar. Penyuluhan agama Islam dan pendampingan tersebut dapat dilihat dalam perspektif komunikasi. Dalam pandangan komunikasi, penyuluhan dan pendekatan terhadap mantan Gafatar akan akan menghasilkan pemahaman bersama yang menjadi dasar perubahan perilaku. Perubahan perilaku pada mantan Gafatar diharapkan bisa mengembalikan mereka kepada ajaran Islam yang benar dan agar Gafatar tidak berkembang menjadi gerakan fundamentalis Islam radikal yang bisa memunculkan radikalisme agama sebagai awal dari terorisme.Fajar Nusantara Movement (Gafatar) has made social hype in the public recently. Hundreds and even thousands of its members that were from several provinces was known to have made an exodus to the provinces in Kalimantan.The Indonesian Ulama Council (MUI) issued a fatwa stating that the Gafatar organization is heretical and misleading as well. The government through the Ministry of Home Affairs (Kemendagri), the Attorney General (Jaksa Agung) and the Ministry of Religious Affairs (Kemenag) also issued a joint decision. Meanwhile, the Indonesian National Police also conducted legal actions against some Gafatar leaders. The Ministry of Religious Affairs through its staff also conducted a religious program as a teaching step for former members of the Gafatar, including those were in Central Kalimantan. Through a qualitative research method with a case study approach, a number of the offices of Religious Affairs Ministries in districts and cities in Central Kalimantan had conducted a religious counseling program and accompaniment to former Gafatar. Religious counseling and mentoring can be seen in the perspective of communication. In that perspective, counseling and mentoring to ex Gafatar would generate a common understanding that becomes the basic of changes in behavior. The changes in behavior of the former members of Gafatar are expected to restore them to the true Islam teachings and to prevent the growth of Gafatar organization not to grow the radical Islam fundamentalist movement that could lead to religion radicalism as the beginning of terrorism.
NALAR EPISTEMOLOGI AGAMA: Argumen Pluralisme Religius Epistemologis Abdul Karim Sorosh Aksin Wijaya
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.201-224

Abstract

Menurut Abdul Karim Sorosh, agama terdiri dari dua unsur: pengalaman seseorang bertemu dengan Yang Sakral dan kitab suci yang merupakan manifestasi dari pengalaman Yang Sakral itu. Tafsir terhadap agama diarahkan kepada dua unsur tersebut. Yang penting dicatat dalam konteks penafsiran bahwa di satu sisi, pengalaman keagamaan seorang nabi bervariasi dan kitab suci agama mengandung pesan beragam. Sedangkan di sisi lain, seorang mufassir agama melalui luar kerangka agama sehingga terselip asumsi-asumsi, harapan-harapan dan teori-teori ilmu pengetahuan sesuai dinamika hidup sang mufassir. Karena itu, tafsir terhadap agama yang disebut dengan istilah pemikiran keagamaan menurut Sorosh tidak hanya beragam, tetapi juga dinamis. Keragaman dan dinamika pemikiran keagamaan bisa dilihat dari banyaknya aliran pemikiran keagamaan yang berkembang di dunia, baik aliran keagamaan yang menjadi mainstream maupun non-mainstream. Contohnya, Sorosh melansir tiga kategori aliran pemikiran keagamaan yang berkembang saat ini: pertama, pemikiran keagamaan yang menekankan agama agar bermanfaat bagi manusia dalam menjalani hidupnya di dunia (maslahi). Kedua, pemikiran keagamaan yang menekankan agar agama bisa menjawab persoalan-persoalan epistemologis yang dihadapi manusia (ma’rifati). Ketiga, pemikiran keagamaan yang menekankan agar agama menjadi bagian dari pengalaman seseorang dalam bertemu dengan Tuhan (tajribati). Masing-masing aliran itu menurut Sorosh mempunyai variasi gerakan sendiri-sendiri, namun aliran keagamaan yang ketiga (tajribati) lebih bervariasi daripada dua aliran lainnya.According to Abdul Karim Sorosh, the religion consists of two components namely a person’s meeting experience to the Sacred and the holy books which is concreted from its Sacred experience. Interpretation of the religion is directed to these two elements. Meanwhile, prophets had varied religious experiences as well as religion’s holy books contain diverse messages. However, mufassir interprets religion through the outside framework of religion itself; as a result, assumptions, expectations and theories of science are which in accordance with the life of the mufassir start to emerge eventually. For that reason, the interpretation of religious according to Sorosh is not only diverse but also dynamic. The diversity and dynamics of religious thought can be seen from variability of sect developed around the world in the form of mainstream and non-mainstream. The example is that Sorosh divided three categories of religious thought sect nowdays. Firstly, it emphasizes that religion is beneficial for living in the world (maslahi). Secondly, it highlight that religion can solve epistemological problems faced by mankind (ma’rifati). Thirdly, it put emphasison the concept that religion as a part of one’s experience in meeting the Lord (tajribati). Each type of religious schools of thought proposed by Sorosh hasits own movement, however the movements for the third types (tajribati) is more various than the other two types.
DIALECTICS OF EDUCATIONAL TECHNOLOGY AND REPOSITION ISLAMIC EDUCATION (PAI) TEACHER’S ROLE IN GLOBALIZATION ERA Agus Purwowidodo
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.311-338

Abstract

Learning technology as applied disciplines grows and evolves according to the needs of learning: more effective, efficient, spacious, and quickly in the global era. It also facilitates problem solving learning on design aspects, development, utilization, assessment processes and learning resources. Perspective of learning technology in the global era is how Islamic education (PAI) teachers professionally are able to design and create innovative learning environment with reference to the process of national education standard that sets out in the framework of national education. PAI teacher’s challenge in the global erais the demands of the learning process that can improve information literacy that is well supported by data and facts to deliver to the students in the era of information society and the knowledge society. So it is needed an approach and innovative method of learning strategies that address the challenges of learning needs in the globalization and information era. Dialectics of technology on learning in a globalization era are characterized by the demands of the students to have critical thinking skills, problem solving, innovative and creative, mastering ICT, fluent communication and multi languages. And also Islamic education teacher competence and interaction and learning technologies such as ICT products that push reposition the role of an advanced teacher trainer, counselor, manager, participants, leader and author of learning works asan abstraction and a high commitment as a base quality of professionalism.Teknologi pembelajaran sebagai disiplin ilmu terapan tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan belajar yang lebih efektif, efisien, luas dan cepat di era global. Selain itu juga memfasilitasi pemecahan masalah belajar pada aspek desain, pengembangan, pemanfaatan, penilaian proses-proses serta sumber-sumber belajar. Perspektif teknologi pembelajaran di era global adalah bagaimana guru PAI secara profesional mampu mendesain dan menciptakan lingkungan belajar yang inovatif dengan mengacu pada standar proses pendidikan nasional yang ditetapkan dalam kerangkan pendidikan nasional. Tantangan guru PAI di era global adalah tuntutan terhadap proses pembelajaran yang mampu meningkatkan information literacy yang baik didukung oleh data dan fakta untuk mengantarkan siswanya menuju pada era masyarakat informasi dan masyarakat ilmu pengetahuan. Sehingga dibutuhkan pendekatan strategi dan metode inovatif pembelajaran yang mampu menjawab tantangan kebutuhan pembelajaran pada era globalisasi dan informasi. Dialektika teknologi terhadap proses pembelajaran di era global diwarnai dengan tuntutan terhadap siswa mempunyai keterampilan dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, inovatif dan kreatif, menguasai ICT, komunikasi lancar, multi bahasa. Serta interaksi kompetensi guru PAI dan produk teknologi pembelajaran berupa ICT yang mendorong reposisi peran guru menjadi pelatih, konselor, manajer, partisipan, pemimpin serta pengarang karya pembelajaran sebagai daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalisme.
MEMBANGUN PARTISIPASI POLITIK KELAS MENENGAH MUSLIM INDONESIA Wasisto Raharjo Jati
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.375-402

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis mengenai karakter politik dan tipologi masyarakat kelas menengah Muslim Indonesia pascareformasi. Karakter tersebut menjadi penting dikaji untuk melihat basis-basis pembentukannya. Pada umumnya, kelas menengah Muslim Indonesia tumbuh karena dua sumber: intelektualisme dan borjuasi. Intelektualisme menandai adanya transformasi pemikiran Islam yang serba ortodoks dan puritan menjadi kritis. Sedangkan borjuasi menandai adanya pergeseran basis ekonomi yang semula bercorak agraris menjadi tergantung pada jasa, perdagangan, maupun birokrasi. Modernisasi menjadi kata kunci terhadap pembaruan kelas menengah Muslim Indonesia. Ia terbagi dalam tiga rentang waktu, yakni masa kolonialisme, pascakemerdekaan dan masa pascareformasi. Sejalan dengan modernisasi tersebut, arah partisipasi dan representasi politik kelas menengah Muslim Indonesia kemudian berkembang ke dalam ranah politik maupun non-politik. Secara politis, pendirian partai politik merupakan solusi bagi mereka dalam mengartikulasikan kepentingannya. Sedangkan,secara non-politis atau kultural, mereka umumnya terepresentasikan dalam kegiatan keagamaan dan pengajian kaum elit.This article aimed to analyze about political character of Indonesia Muslim middle class in postreformation era. In addition to analyze, this article is also describe the typology of Indonesian Muslim middle class. That typologies are becoming important to observe the establishment bases of Indonesian Muslim middle class. In general terms, Indonesian Muslim middle class have grown up due to intellectualism and bourgeoises. Intellectualism has indicated such transformation from traditional thinking method based on pesantren to critical studies. Meanwhile, bourgeoises indicated transformation from farming activities towards trade, bureaucracy, and manufactures. In other words, modernizationis pivotal words among Indonesian Muslim middle class which devided into three parts; colonialization, republicanism, and postreformation era. Those three parts have own modernization characteristic. In line with that growth pattern, political party establishment is sole solution among Indonesian middle class to articule their political interest. Furthermore, middle class who were not in political struggle tend to creating “majelis ta’lim” and other forms. It is came to conclusion that society strengthening is ultimate option to carry out political interest and representation. This article will elaborate more deeply about political participation among Indonesian Muslim middle class.
MODEL PENGAJARAN KEJUJURAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DI PONDOK PESANTREN AL-AZHAAR LUBUKLINGGAU Ah. Mansur
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.339-374

Abstract

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan model pengajaran kejujuran menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan menyasar enam indikator: disiplin, amanah, komitmen, konsisten, adil, dan berkata benar. Melalui enam indikator tersebut tingkat kejujuran seseorang diukur; apakah seseorang dapat dikategorikan sebagai seorang yang jujur atau sebaliknya. Model pengajaran ini sangat cocok diterapkan di pondok pesantren atau sekolah berasrama. Karena model ini mengharuskan adanya peran maksimal orang tua dan pendidik secara simultan dan berkelanjutan. Di pesantren atau di asrama peran orang tua digantikan oleh pembimbing akademik selaku pengasuh dan sekaligus berperan sebagai pendidik yang bertindak sebagai model karakter yang diinginkan. Penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research) menggunakan metode eksprimen semu (quasi experiment) dan berpedoman pada konsep penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kurt Lewin, dengan melaksanakan tiga siklus treatment. Masing-masing siklus dilakukan selama satu bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model Pengajaran Kejujuran Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berpengaruh sangat signifikan. Di mana nilai karakter jujur sebelum treatment ditunjukkan dengan nilai rata-rata1,71, dan karakter jujur setelah treatment ditunjukkan dengan nilai rata-rata 3,58. Peningkatan ini sangat drastis karena nilai-nilai kejujuran diinternalisasikan secara massif dengan melibatkan pembimbing akademik sebagai model atau figur dan kolaborator sebagai pengamat. Di samping itu penelitian ini melibatkan hampir semua media dan program pondok yang sudah ada. Berdasarkan hasil penelitian ini maka direkomendasikan agar lembaga pendidikan umum maupun swasta, khususnya yang berasrama dapat menggunakan model pengajaran kejujuran menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).This study aimed to develop a model of honesty teaching by using Informationand Communication Technology (ICT) by targeting the six indicators: discipline, responsible, commitments, consistent, fair, and honest. Through the six indicators measured someone’s honesty; whether a person can be categorized as an honestman, or otherwise. This teaching model is very suitable to be applied in a pesantren or a boarding school. Because this model requires the maximum role of parents and educators simultaneously and continuously. In boarding schools or in the dorm role of parents is replaced by counselors as care giver role is as an educator who acts as a model for the character you want. This research is action research by using quasi-experimental methods and guided by the concept of action research developed by Kurt Lewin, to carry out three cycles of treatment. Each cycle is done for one month. The results showed that Honesty Teaching Modelby Using Information and Communication Technology (ICT) is very significant effect. Where the value of honest character before treatments are indicated by an average value of 1.71, and honest character after treatment is indicated by an average value of 3.58. This increase drastically because the values of honesty internalized massively involving academic supervisor as models or figures and collaborators as observers. Besides, this study involved almost all the media and the pesantren (boarding school) program that already exists. Based on these results,it is recommended that the public and private educational institutions, especially the boarding school can use the teaching model of honesty by using Information and Communication Technology (ICT).
MENGGALI NILAI-NILAI “PENDIDIKAN TALI ASIH” MELALUI TRADISI AHLEN DI KECAMATAN KALIJAMBE SRAGEN JAWA TENGAH Azam Syukur Rahmatullah
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.289-310

Abstract

Tulisan ini berupaya menggali sisi-sisi positif dari tradisi Ahlen, sebuah tradisi kebudayaan berbasis Islam yang dikembangkan selama bertahun-tahun di Kecamatan Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah. Acara tersebut dilaksanakan setiap tahun, yakni pada bulan Syawal. Tradisi ini berupaya mengembangkan kegiatan yang syarat dengan “nilai-nilai pendidikan tali asih,” yang antara lain: pertama, menghidupkan rumah keprabon untuk acara Ahlen. Kedua, pembacaan doa kepada leluhur dengan tahlil. Ketiga, mengenalkan anggota keluarga baru. Keempat, pembacaan ikrar janji untuk rukun tanpa permusuhan. Kelima, pembagian angpau. Keenam, bersalam-salaman antara sesama saudara. Kegiatan yang senantiasa diupayakan untuk menghidupkan pemaknaan (meaningful of action), artinya memaknai kegiatan Ahlen ini menjadi dasar yang tidak boleh ditinggalkan lantaran di sinilah pusat tarbiyah an-nafs. Secara tidak langsung tradisi Ahlen ini juga memberikan dampak positif untuk hati, mengajari untuk lebih menghargai leluhur, meninggalkan egoisitas diri, memaafkan kesalahan saudara, dan tulus untuk berjabat tangan dengan saudara. Budaya Ahlen ini mengarahkan dan merealisasikan kepada setiap pelakunya untuk menuju pada hati yang hidup bukan hati yang mati sebab untuk sampai pada tahapan manusia yang penuh manfaat, fondasi dasar yakni hati yang hidup sangat diperlukan.This paper sought to search the positive part from the tradition of Ahlen;one of tradition based on Islam. It developed for many years in districs of Kalijambe, Sragen, Central Java. That event held every years on Syawal month. This tradition sought to develop the event that have many “values ofaffection education”. Firstly, revive “kepabron’s home” to doing the Ahlen’s programme. Secondly, read of prayer to ancestor by tahlil. Thirdly, to acquaint all of the new comer in big family. Fourthly, read of pledge to make the unity without the hostility. Fifthly, give the angpau. Sixthly, shake hands to the others. This event sought to raise the meaningful of action, it means all people have to intepret this event. It is to make foundation and can’t leave it, cause here is the central of tarbiyah an-nafs (the education of soul). The traditionof Ahlen having good impact to the soul, because the tradition of Ahlen rich the education of soul and educate to appreciate ancestor, leave self ego, giving a forgive to another, and sincere shake hands to another. The tradition of Ahlen direct and realize to the people to go to life’s soul and it is not die’s soul, cause this step to be useful’s human kind need the life’s soul.
KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR ISLAM ERA KLASIK: Komparasi Pemikiran Ibnu Suhnūn dan al-Qābisi S Syahrizal
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 11 No 2 (2016)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2016.11.2.435-463

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan dan persamaan antara kurikulum pendidikan dasar Islam yang dipaparkan Ibnu Suhnūn dengan kurikulum pendidikan dasar Islam yang dikemukakan al-Qābisi dan menganalisis implementasi pemikiran keduanya dalam rangka pengembangan pendidikan dasar Islam dalam konteks keindonesiaan. Berdasarkan metode deskriptif, content analysis, analisis komparatif dan analisis sintesis maka hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Ibnu Suhnūn dan al-Qābisi tentang kurikulum pendidikan dasar Islam memiliki perbedaan dan persamaan. Perbedaannya mencakup aspek klasifīkasi isi kurikulum pendidikan dasar Islam dan rincian mata pelajaran al-Qur’an. Sedangkan persamaannya meliputi aspek pengertian, klasifīkasi, keseimbangan, kategori, tujuan dan corak kurikulum pendidikan dasar Islam. Kurikulum pendidikan dasar Islam versi Ibnu Suhnūn dan al-Qābisi memungkinkan untuk diimplementasikan dalam rangka pengembangan kurikulum pendidikan dasar Islam di Indonesia. Hal ini karena kurikulum pendidikan dasar Islam yang didesain oleh kedua tokoh pendidikan Islam klasik tersebut masih relevan hingga dewasa ini. Meskipun ada beberapa kekurangan lantaran faktor lini masa, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya, namun tetap bisa disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemajuan zaman.This study aimed to analyzing the differences and the similarities between Islamic elementary school curriculum of Ibnu Suhnūn and al-Qābisi, and to analyze the implementation both of them in the Islamic elementary school of Indonesia. Based on descriptive, content, comparative, and synthesis analysis, the result of study showed that Ibnu Suhnūn and al-Qābisi’s thought on Islamic elementary school curriculum has the differences and the similarities.The differences include classifying contain of it and detailing Qur’anic subject aspect. While the similiarities include the defīning, classifying, balancing, categorizing, purposing and patterning of Islamic elementary school curriculum aspect. Ibnu Suhnūn and al-Qābisi’s thought was enabled to be implementated in order to develop the curriculum of Islamic elementary school in Indonesia. Because the concept of them are still relevant in contemporary era. Eventhough any weaknesses because some factors, such as different in term of time, the progress of sciences and technology, etc, but can be enhanced in accordance with the demands and the progress of time.

Page 1 of 1 | Total Record : 9