cover
Contact Name
Elis Suryani Nani Sumarlina
Contact Email
elis.suryani@unpad.ac.id
Phone
+6282216552522
Journal Mail Official
lintasbudayanusantara@gmail.com
Editorial Address
https://ejournal.lintasbudayanusantara.net/index.php/jkbh/about/editorialTeam
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH)
ISSN : 26567156     EISSN : 2830697X     DOI : 10.61296/jkbh
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH) adalah Jurnal yang menyajikan artikel-artikel ilmiah hasil penelitian dan hasil kajian di bidang adat, aksara, bahasa, filologi, sejarah, sastra, tradisi, sosiohumaniora, dan budaya secara multidisiplin. Terbit 3 kali dalam setahun, setiap Februari, Juni, dan Oktober.
Articles 103 Documents
TINJAUAN KONVENSI PUISI (PUPUH DAN SYAIR) DALAM NASKAH WAWACAN RAWI MULUD: TINJAUAN KONVENSI PUISI (PUPUH DAN SYAIR) DALAM NASKAH WAWACAN RAWI MULUD Rahmat Sopian
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 6 No 2 (2024): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Juni 2024
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v6i2.243

Abstract

Wawacan Rawi Mulud (WRM) merupakan naskah yang bernuansa keagamaan, yakni agama Islam. Secara garis besar WRM menceritakan tentang proses turun-temurunnya Nur Muhammad. Naskah ini berasal dari Tasikmalaya namun menurut kolofon naskah, naskah ini ditulis di Sumedang. WRM ini tidak seperti wawacan pada umumnya karena selain dibangun oleh pupuh juga dibangun oleh syair. Total secara keseluruhan jumlah bait dalam WRM berjumlah 773 bait yang terbagi menjadi 38 kanto. Bait-bait dalam WRM tersebar dalam 9 Syair dan 13 Pupuh. Adapun ketiga belas pupuh tersebut adalah: Sinom, Asmarandana, Dangganggula, Pangkur, Kinanti, Kumambang, Mijil, Pucung, Durma, Gambuh, Magatru, dan Wirangrong. dari syair dan pupuh yang disajikan dalam WRM beberapa di antaranya tidak sesuai dengan pola metrum yang telah baku. Pada syair secara umum jumlah suku kata adalah 10 namun ditemukan juga yang berjumlah 9. Kemudian pada pupuh untuk Mijil terjadi perubahan Guruwilangan (jumlah suku kata) padalisan (baris) empat dari 10 menjadi 9. Kemudian pola metrum Gambuh terjadi perubahan Guruwilangan (jumlah suku kata) padalisan (baris) pertama dari 7 menjadi 8.
KABUYUTAN DALAM TRADISI SUNDA: KABUYUTAN DALAM TRADISI SUNDA Undang Ahmad Darsa; Rangga Saptya Permana; Elis Suryani Nani Sumarlina
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 6 No 2 (2024): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Juni 2024
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v6i2.244

Abstract

Artikel ini berjudul Kabuyutan dalam Tradisi Sunda. Sumber data kajiannya didasarkan pada tradisi tulis Sunda Kuno berupa naskah lontar, piagam lempengan logam, maupun prasasti. Adapun tujuannya penulisan artikel adalah menelusuri bukti jejak-jejak tempat aktivitas keagamaan berupa kabuyutan yang terpantulkan dalam lingkungan tradisi masyarakat Sunda Kuno pada zamannya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ditempuh melaui pendekatan filologi karena berkaitan dengan proses kajian sumber tradisi tulis dalam upaya peafsiran data yang terkandung di dalamnya. Metode penelitian kualitatif diterapkan dalam upaya memahami fakta di balik kenyataan yang dapat diamati atau diindera secara langsung.Hasilnya diperoleh bukti, pertama, kabuyutan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda sudah sangat akrab, baik di telinga maupun di hati. Istilah kabuyutan ini adalah kosa kata asli Sunda dari kata dasar buyut (artinya: 1. generasi ke-4 dari ego: anak-indung/bapa-nini/aki-buyut; 2. pamali ‘tabu, bertuah, suci’) ditambah konfiks ka-an menunjukkan tempat atau lokasi. Jadi, kabuyutan secara generik mengandung arti suatu lokasi yang oleh masyarakat setempat dianggap mempunyai kesaktian, bertuah, angker, suci, atau sebuah tempat keramat. Istilah keramat itu sendiri berasal dari kosa kata bahasa Arab: karamah yang mengadung makna ‘mulia’. Kedua, menurut catatan yang tertuang dalam teks-teks tradisi tulis Sunda Kuno, artinya sejauh hal itu terdapat dalam berbagai sumber data, tempat yang dianggap keramat dan suci yang dinamakan kabuyutan itu dapat diduga ada yang dengan sengaja didirikan atau dibangun langsung pada masanya. Akan tetapi, tidak jarang masyaarakat itu cukup menata dan hanya memanfaatkan apa yang sudah disediakan alam di lingkungan tempat tinggalnya. Apabila sebuah tempat sudah dianggap sebagai kabuyutan, apakah di situ ada benda cagar budaya atau tidak, bukan menjadi sesuatu perdebatan yang utama. Bagi masyarakat sekitarnya, lokasi-lokasi semacam itu adalah tempat suci dan keramat sehingga hampir tidak ada yang berani bertindak gegabah di situ.
EKSISTENSI BANK TANAH DALAM PERSPEKTIF POLITIK HUKUM PERTANAHAN Nia Kurniati; Milda Milda
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 6 No 2 (2024): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Juni 2024
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v6i2.253

Abstract

Peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan pembangunan juga turut meningkat. Akan tetapi hal tersebut tidak diikuti oleh ketersediaan tanah untuk pembangunan ikut meningkat yang menyebabkan ketersediaan tanah menjadi tidak memadai. Lahirlah Badan Bank Tanah yang merupakan badan hukum khusus untuk mengelola tanah. Penelitian ini bertujuan mengkaji eksistensi Badan Bank Tanah ditinjau dari perspektif politik hukum pertanahan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan metode analisis data bersifat yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keberadaan Badan Bank Tanah dalam perspektif politik hukum pertanahan merupakan pilihan yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk mengimplementasikan ketentuan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sehingga Badan Bank tanah ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan dan penataan tanah untuk pembangungan bagi kepentingan umum serta sebagai penjaga suplai kebutuhan pemerintah akan tanah.

Page 11 of 11 | Total Record : 103