cover
Contact Name
Vida P.R. Kusmartono
Contact Email
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Editorial Address
Jalan Gotong Royong II, RT 03 RW 06, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Naditira Widya
ISSN : 14100932     EISSN : 25484125     DOI : https://doi.org/10.55981/nw
Naditira Widya aims to be a peer-reviewed platform and a reliable source of information. Scientific papers published consist of research, reviews, studies, and conceptual or theoretical thinking with regard to Indonesian and/or world archaeology and culture. All papers are double-blind reviewed by at least two peer reviewers. Naditira Widya is issued biannually and publishes articles on archaeology and cultural studies, including using anthropological, ethnographic, historical, language, geological, geographical, biological and other relevant approaches.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Arkeologi
Articles 4 Documents
Search results for , issue "Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015" : 4 Documents clear
LAPANGAN TERBANG BELANDA DI MELAK-SENDAWAR SEBAGAI PERTAHANAN UDARA KALIMANTAN TIMUR Nugorho Nur Susanto
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu lapangan terbang yang menarik untuk diteliti di wilayah Kalimantan Timur adalah lapangan terbang yang dibangun oleh Belanda di Melak-Sendawar. Artikel dengan tujuan untuk mendeskripsi peninggalan arkeologi di lapangan terbang tersebut akan menggunakan metode induktif interpretatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa lapangan terbang dibangun sebagai antisipasi menghadapi invasi Jepang. Hal tersebut terlihat pada keberadaan landasan pacu ganda yang dikelilingi oleh sarana dan prasarana pendukung seperti kantor pusat komando, pillbox, gudang peluru, bunker, penjara, penampungan air, gardu listrik, jaringan jalan, bahkan rumah sakit. Fasilitas tersebut menggambarkan adanya strategi untuk mempertahankan Kalimatan Timur yang kaya akan sumber mineral. Disimpulkan bahwa keberadaan bandara Melalan dengan prasarana pendukungnya menunjukkan strategi pertahanan yang terencana dan matang (dapat menjadi model pertahanan nasional yang kokoh). Bandara yang juga sebagai Pangkalan Samarinda II ini juga pernah berperan dalam persiapan operasi “Ganyang Malaysia” semasa konfrontasi pada tahun 1964. There is an interesting airport bulit by Dutch to be considerable studied in Melak-Sendawar, East Kalimantan Province. The paper with aim to describe archaeological data at the airport uses inductive interpetatif method. The result shows that the airport has been built to anticipate the Japanese invasion. That are supported by the existence of double runway surrounded by facilities such as command center office, pillboxes, arsenals, bunkers, prisons, water storages, electrical substations, roads, and hospitals. Those infrastructures represented a strategy to harbor East Kalimantan which has ample of mineral resources. It is concluded that the existence of Melalan airport and surrounding fasilities are evincing of planned air defense (could be a model of sturdily national defence). This airport which was also called as Samarinda II airfield had a role in preparation of “Ganyang Malaysia” operation during confrontation in 1964.
KERAMAT BATU (PATAHU) DI MASYARAKAT NGAJU, KALIMANTAN TENGAH Sunarningsih
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masyarakat Ngaju yang tinggal di sepanjang Sungai Kahayan dan Sungai Kapuas Kalimantan Tengah merupakankomunitas asli. Mereka mengenal kepercayaan Kaharingan dan masih mengadakan ritual yang berkaitan dengan daur kehidupan dan kematian. Salah satu bangunan yang dimiliki oleh setiap desa di masyarakat Ngaju adalah keramat batuatau yang biasa disebut dengan patahu. Artikel ini mengkaji tentang ragam bentuk dan fungsi, serta perubahan fungsikeramat batu di masyarakat sekarang. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan penalaran induktif. Data patahudikumpulkan melalui kegiatan survei dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi dan analisis dapat diketahui bahwamayoritas bentuk batu yang dikeramatkan adalah batu bentukan alam, dan ada bentuk lain yang memberi petunjuk padamasuknya pengaruh luar di masyarakat. Selain itu, meskipun kepercayaaan terhadap kekuatan keramat batu tetap lestari, tetapi fungsi utama keramat batu di masyarakat telah berubah, hanya sebagai simbol penjaga desa. Ngaju communities who are living along the river banks of Kapuas and Kahajan in Central Kalimantan are indigenouse people. Some of them are adherent the Kaharingan belief and still hold rituals associated with the cycle of life and death. One of the buildings owned by each village community is a sacred stone or commonly referred to as patahu. This article attempts to learn about the various forms and functions, as well as changes in rock sacred function in today’s society. The method used is descriptive with inductive reasoning. Patahu data were collected through surveys and interviews. Based on observations and analysis, the paper shows that the majority forms of sacred stones are natural rockformations, and there are other forms that give instructions on the influx of outside influences in society. In addition, although the belief of sacred stones power remains stable, but the principal function of sacred stone in society has changed, just as the symbol of guardian villages.
REVITALISASI KESENIAN LAMUT DI KALIMANTAN SELATAN Agus Yulianto
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lamut adalah seni tutur khas masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Kesenian lamut merupakan teater tutur tunggal dan hanya diiringi oleh satu alat musik yang bernama tarbang lamut. Lamut sudah mulai ditinggalkan generasi muda akibat dari kemajuan teknologi dan gaya hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah lamut dapat direvitalisasi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik studi pustaka dan observasi. Hasil dari penelitian dapat diketahui antara lain pagelaran lamut terbagi menjadi dua, yaitu untuk pertunjukkan dan upacara. Isi cerita lamut sudah baku dan banyak mengandung nilai-nilai kebaikan. Melalui bengkel sastra, revitalisasi kesenian lamut berhasil dilakukan. Lamut is a speciefic oral art of Banjarese, South Borneo. Lamut is a single oral theatre and accompanied by a musical instrument, namely tarbang Lamut. This oral art is becoming obsolete for youth as a result of technological advance and change of lifestyle. The method used is descriptive and library research technique The result tells that lamut performance consists of two types, for entertainment and ceremony. The content of Lamut story is standard and it containns moral values.The Lamut revitalization effort through literary workshop (bengkel sastra) has been done successfully.
MODEL STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH ADAT BANJAR DI TELUK SELONG ULU Hartatik
Naditira Widya Vol. 9 No. 2 (2015): Naditira Widya Volume 9 Nomor 2 Oktober Tahun 2015
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumah adat Banjar tipe Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku di Teluk Selong Ulu, Kalimantan Selatan mempunyai bentuk dan bahan yang masih asli serta nilai penting bagi sejarah dan ilmu pengetahuan. Untuk kepentingan pariwisata, pemerintah membuat taman dan halaman parkir konblok beton dengan mengurung lahan rawa di depan dan samping rumah adat. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak pengelolaan dan membuat model pengelolaan kawasan rumah adat di Teluk Selong Ulu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Untuk membuat model pengelolaan dilakukan dengan teknik Participatory Rural Apprasial (PRA), kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengembangan kawasan rumah adat telah menimbulkan dampak sosial yang meresahkan. Model pengelolaan dibuat dengan memperhatikan zonasi cagar budaya, melibatkan multi stakeholder baik pemerintah maupun masyarakat yang terkoordinir dan dilakukan secara berkelanjutan.Disimpulkan bahwa dengan strategi pengelolaan yang didasarkan pada prinsip pengelolaan sumber daya arkeologi dan kearifan lokal, maka kawasan rumah adat Banjar dapat dikembangkan dan dimanfaatkan optimal sebagai ikon dan kebanggaan budaya lokal.The Banjarese traditional buildings such as Bubungan Tinggi and Gajah Baliku in Teluk Selong Ulu, South Kalimantan have the authenticity of the form and material, and the values of historical and knowledge. Government created a garden and parking lot with concrete floor by swamp land reclamation in front and side of the traditional houses for tourism benefit,. This paper aims to identify the impact of current management, and makes new applicable management model of traditional house area in Teluk SelongUlu. The study was conducted by qualitative methods. Data were collectedby direct observation and in-depth interviews. The making of applicable management model is using Participatory Rural Appraisal (PRA), and analyzing by SWOT. The results show that the development of the traditional house area has a social impact, disturbing surrounding people. The applicable management model is made by paying attention on cultural heritage zoning and involving multiple stakeholders, both government and society, which are coordinated and carried out in a sustainable manner. It is concluded that the strategy is based on the principle of archaeological resources and local knowledge, so the area of Banjarese traditional house can be developed and used optimally as an icon and pride of the local culture.

Page 1 of 1 | Total Record : 4