cover
Contact Name
Shita Dewi
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jkki.fk@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
ISSN : 2089 2624     EISSN : 2620 4703     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 4 (2016)" : 7 Documents clear
Perancangan Sistem Penilaian Kinerja 360º Berdasarkan Metode Kompetensi Spencer Bagian Medis di Rasyidamedan Arfah Mardiana Lubis; Umi Salmah; Isyatun Mardhiyah Syahri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (638.793 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.30536

Abstract

ABSTRACTBackground: The main product of Rasyida Medan is haemodialysis treatment that is being responsible of Medical Department, which are Medical Manager, HD room head, HD vice room head, Doctor, Nurse, CAPD, CIMINO, Rontgen and USG, so it must be carried out supervision and performance appraisal well. But there are concern over non-objective supervisor assessments and the performance appraisal document is not based competency. While the competencies necessary to describe the knowledge, abilities, skills and other characteristics needed to do the job. Therefore, we need Spencer competency-based 360º Performance Appraisal System design on Medical Department Rasyida Medan.Objective: To identify competencies of Medical department, so that it has accurate competency mapping, increasing the effectiveness and efficiency of recruitment, education, training and promotion.Methods: This qualitative research is done on March - September 2013. The 21 person participants are chosen based on theory, employee that have Superior and Average performance (2:1.5) and their supervisor. The data collecting by group interview with thematic analysis.Results: Each of Medical Department parts has a level of medical competence and weights vary according to the level of interest in the job. The resulting competence poured into Behavioral codebook and the competency- based 360º Performance Appraisal Sheets.Conclusion: Core competencies are the impact and influence, interpersonal understanding, self-confidence, self-control, organizational commitment, expertise, customer service orientation, teamwork, analytical thinking, conceptual thinking, initiative, flexibility, and directive. Keywords: 360º Performance appraisal, doctor, nurse, haemodialysis, Spencer competency ABSTRAKLatar Belakang: Produk utama klinik Rasyida Medan adalah pelayanan Hemodialisa yang ditanggung jawabi bagian Medis, yaitu Manager Medis, Kepala Ruang HD, Wakil Kepala Ruang HD, Dokter, Perawat, CAPD, CIMINO, Rontgen dan USG, se- hingga harus dilakukan pengawasan dan penilaian kinerja dengan baik. Tetapi muncul kekhawatiran ketidak-objektifan penilaian atasan dan dokumen penilaian tidak berdasarkan kom- petensi. Sedangkan kompetensi perlu untuk menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keahlian dan karakteristik lain yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan. Oleh karena itu perlu dirancang Sistem Penilaian Kinerja 360º Bagian Medis Ber-dasarkan Metode Kompetensi Spencer.Tujuan: Mengidentifikasi kompetensi bagian Medis, sehingga memiliki pemetaan akurat kompetensi bagian Medis, peningkatan keefektifan dan keefisienan rekrutmen, pendidikan, pelatihan dan promosi.Metode: Penelitian kualitatif dengan studi kasus intrinsik ini dilakukan pada bulan Maret - September 2013. Partisipan 21 orang dipilih berdasarkan teori, karyawan superior dan average performance (2 : 1,5) dan atasannya. Pengumpulan data wawancara berkelompok dengan analisis tematik.Hasil : Masing-masing bagian medis memiliki tingkat kompetensi dan bobot yang berbeda-beda sesuai tingkat kepentingan dalam jabatan. Kompetensi yang dihasilkan dituangkan ke dalam Behavioral Codebook dan Lembar Penilaian Kinerja 360º Berdasarkan Metode Kompetensi Spencer.Kesimpulan: Kompetensi inti Bagian Medis adalah Dampak dan pengaruh, Empati, Percaya diri, Pengendalian diri, Komitmen terhadap organisasi, Keahlian teknikal, Berorientasi kepada pelanggan, Kerja sama kelompok, Berfikir analitis, Berfikir konseptual, Inisiatif, Fleksibilitas, dan Kemampuan mengarahkan/ memberikan perintah. Kata Kunci: Penilaian Kinerja 360º, dokter, perawat, hemodialisa, kompetensi Spencer
Determinan Pilihan Naik Kelas Perawatan Rumah Sakit dari Kelas I ke Kelas VIP Joys Karman Nike Palupi; Viera Wardhani; Sri Andarini
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.663 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.30540

Abstract

ABSTRACTBackground: The decision to upgrade service level in the era of National Health Insurance is a demand arising for health services. There are several factors that influence the demand for health services.Objectives: The aims of the study are to determine the influence of income level, availability of care classes, hospital common rates, service quality, comfort, privacy, the completeness of facilities and additional insurance against the upgrading service level selection of Healthcare and Social Security Agency (BPJS Kesehatan) inpatients from class I to VIP class and the most dominant factor.Research Methods: This study was an observational study with cross-sectional design of the 284 respondents were divided proportionally from 6 hospitals in Kediri in collaboration with the BPJS Kesehatan Kediri Branch. The research was conducted by interviewing the respondents using a questionnaire at the time of going home from the hospital or during outpatient control.Results: The results showed eight independent variables can influence on the model simultaneously. Factors that are statistically significant influence patient choice grade is hospital common rates factor (p=0.001); (²=0.208). This may imply that the choice of grade-patient tends to grow at 20.8% every hospitals common rates reduction.Conclusions: Hospitals reasonable rates will make patients reconsider their ability to pay. Rates adjusment and standardization of hospital services, monitoring of class availability in hospital, as well as the National Health Insurance premium adjustment is required in order to implement better social security. Keywords: inpatients, service level upgrading, BPJS Kesehatan ABSTRAKLatar belakang: Keputusan untuk memilih naik kelas rawat pada era Jaminan Kesehatan Nasional merupakan permintaan yang timbul terhadap pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam permintaan pelayanan kesehatan.Tujuan: Mengetahui pengaruh faktor tingkat pendapatan, ketersediaan kelas perawatan, tarif rumah sakit, kualitas pelayanan, kenyamanan, privasi, kelengkapan fasilitas dan asuransi tambahan terhadap pilihan pasien rawat inap BPJS Kesehatan naik kelas perawatan dari kelas I ke kelas VIP dan faktor yang paling dominan.Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional pada 284 responden yang dibagi secara proporsional dari 6 rumah sakit di Kota Kediri yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Cabang Kediri. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan wawancara pada responden menggunakan kuisioner pada saat hendak pulang dari rumah sakit maupun pada saat kontrol rawat jalan.Hasil: Penelitian menunjukkan kedelapan variabel independen dapat memberikan pengaruh terhadap model secara simultan. Faktor yang secara statistik signifikan mempengaruhi pilihan naik kelas rawat adalah faktor tarif umum rumah sakit (p=0.001); (²=0.208). Hal ini dapat diartikan bahwa pilihan naik kelas rawat cenderung bertambah sebesar 20,8% setiap ada penurunan tarif umum rumah sakit.Kesimpulan: Tarif rumah sakit yang wajar akan membuat pasien berpikir ulang tentang kemampuannya dalam membayar. Penyesuaian tarif dan standarisasi pelayanan rumah sakit, monitoring ketersediaan kelas rawat di rumah sakit, serta penyesuaian iuran Jaminan Kesehatan Nasional diperlukan dalam rangka pelaksanaan jaminan sosial yang lebih baik. Kata kunci: pasien rawat inap, naik kelas rawat, BPJS Kesehatan
Analisis Perubahan Kebijakan Peraturan Presiden No.19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden No.28 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan Julian Simanjuntak; Ede Surya Darmawan
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.71 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.30546

Abstract

ABSTRACKBackground: The rapid change from presidential regulation no. 19 year 2016 on health insurance into presidential regulation no. 28 year 2016 on health insurance get a big attention.Objectives: This research was purposed to analyze about health insurance policy which changed very quickly. It changed from presidential regulation no.19 year 2016 into presidential regulation no.28 year 2016 on health insurance.Research Methods: The researcher used qualitative methods.Results: The analysis from the input processing and output showed that the change of presidential regulation is a responsive form from president when he looked public rejection response for the increase of fee.Conclusions: The president extended it through the department of health affairs.This change has not been described a process of democracy because there’s still a lack of cross-sectoral coordination role in the discussion. This change of presidential regulation not yet affected to appropriate the fee adequacy on BPJS Implementation. The department of health affairs as a leader of health sector was recommended to increase the cross-sectoral coordination which can manifest the better product of health policy and to complete the policy instrument that yet to be determined. It also used to be concern from the department of health affairs, DJSN and BPJS which explained the increase of fee must be offset by a quality improvement rather than the implementation of national health insurance. Keywords; change, policy, presidential regulationABSTRAKLatar belakang: Perubahan Peraturan Presiden No.19/2016 tentang Jaminan Kesehatan menjadi Peraturan Presiden No. 28/2016 tentang Jaminan Kesehatan yang sangat cepat menjadi sorotan yang mencolok.Tujuan: penelitian ini untuk menganalisis perubahan yang begitu cepat tentang kebijakan jaminan kesehatan Peraturan Presiden No.19/2016 tentang Jaminan Kesehatan menjadi Peraturan Presiden No.28/2016 tentang Jaminan KesehatanMetode penelitian: pendekatan kualitatif.Hasil: Berdasarkan analisis bahwa dalam proses input, proses dan output, perubahan Peraturan Presiden ini merupakan bentuk responsif Presiden melalui lembaga pemerintah Kementerian Kesehatan dengan melihat respon penolakan masyarakat akan kenaikan iuran. Proses perubahan ini belum menggambarkan sebuah proses yang demokrasi dikarenakan masih kurangnya koordinasi peran lintas sektoral dalam pembahasannya.Kesimpulan: Dengan adanya perubahan Peraturan Presiden ini berdampak belum memadainya kecukupan iuran dalam penyelenggaraan BPJS. Peran Kementerian Kesehatan sebagai leader dalam regulasi bidang kesehatan disarankan dapat meningkatkan koordinasi lintas sektoral untuk dapat mewujudkan produk kebijakan kesehatan yang lebih baik serta melengkapi instrument kebijakan yang belum ditetapkan, serta untuk menjadi perhatian sektor terkait Kementerian Kesehatan, DJSN dan BPJS Kesehatan bahwa kenaikan iuran harus dapat diimbangi dengan peningkatan kualitas daripada penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. Kata kunci: Perubahan, Kebijakan, Peraturan Presiden
Analisis Keefektifan Kebijakan Pictorial Health Warning pada Kemasan Rokok dalam Menurunkan Perilaku Merokok Siswa Smk se Kabupaten Jember Christyana Sandra
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.965 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.30529

Abstract

ABSTRACTBackground: Smoking is a major factor impacting on lung health. In cigarette smoke there are 4000 harmfull chemicals for health. Two of them are the addictive nature of nicotine and tar which are carcinogenic. The number of novice smokers prevalence in teenagers. But smoking at an early age will increase risks to to health. The increased risk is what pushed the Government to enforce Pictorial Health Warning policies on cigarette packs in 2014.Methods: The objectives of this study was to analyze the effectiveness of the policy in lowering the smoking behaviour in students of SMK in Jember District. This was descriptive study with SMK student population, study was carried out in Februari to April 2015. Samples was 63 student using random method.Results: As many as 53,96% from 63 students which are active smokers. All students active smokers that know of any creepy images on cigarette packs but only 70,58% of them know that creepy images is the Government’s policy. As much as 42,86% do not feel scared at the sight of the creepy images, either the first time or after it. 79,41% of active smokers do not feel scared at the sight of creepy images on cigarette packs. Conclution: Pictorial Health Warning policy has not been fully sociallized to the public, only a fraction of the active smokers who feel scared at the sight of the picture has not yet been effectively raises the active smoker’s desire to quit smoking. It is recommended that the Government lists of images that more creepy and vary in order to evoke feelings of fear and disgust so that reduces the interest the student for smoking. Keywords: Pictorial Health Warning, active smokers, SMK students. ABSTRAKLatar Belakang: Rokok merupakan faktor berdampak besar pada kesehatan paru. Dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan. Dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Jumlah prevalensi perokok pemula pada remaja semakin meningkat. Padahal merokok pada usia dini akan meningkatkan risiko terhadap kesehatan. Peningkatan risiko inilah yang mendorong pemerintah menerapkan kebijakan Pictorial Health Warning pada kemasan rokok pada tahun 2014.Metode: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keefektifan kebijakan tersebut dalam menurunkan perilaku merokok pada siswa SMK se Kabupaten Jember. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan populasi seluruh siswa SMK se Kabupaten Jember, penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015. Sampel dalam penelitian ini adalah 63 siswa SMK menggunakan metode sampel acak.Hasil: Dari 63 siswa SMK diketahui sebanyak 53,96% merupakan perokok aktif dan semua siswa perokok aktif tersebut mengetahui adanya gambar menyeramkan yang ada di kemasan rokok namun hanya 70,58% diantaranya yang mengetahui bahwa gambar menyeramkan tersebut merupakan kebijakan pemerintah. Sebanyak 42,86% tidak merasa takut saat melihat gambar menyeramkan tersebut, baik pertama kali atau setelahnya. 79,41% perokok aktif tidak merasa takut saat melihat gambar menyeramkan pada kemasan rokok.Kesimpulan: Kebijakan Pictorical Health Warning tersebut belum sepenuhnya tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dan hanya sebagian kecil dari perokok aktif yang merasa takut saat melihat gambar tersebut namun belum secara efektif menimbulkan keinginan perokok aktif tersebut untuk berhenti merokok. Disarankan pemerintah mencantumkan gambar yang lebih menyeramkan dan bervariasi agar menimbulkan perasaan takut dan jijik sehingga mengurangi minat pelajar untuk merokok. Kata Kunci: Pictorial Health Warning, perokok aktif, siswa SMK
Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi Keselamatan Pasien Di RSUD Ajjappannge Soppeng Tahun 2015 Fridawaty Rivai; A.Indahwaty Sidin; Ita Kartika
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.169 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.30527

Abstract

ABSTRACTBackgroud: The incidence of nosocomical in Ajjappannge Soppeng hospital still high ie 2.4 %. Mortality rate of patient still high (1.2%), caused by 0.6% of drug administration error and the lack of use of protecequipment ADP. This indicates that the implementation of patient safety in RSUD Ajjappannge Soppeng.Objective: This study aims to determine factors related to the implementation of patients safety at RSUD Ajjappannge in 2015.Methods: This research is an observational with cross- sectional approach and using univariate and bivariate analysis with chi-square test ±=0.05. The population of the study was all inpatient nurses in Ajjappannge Soppeng Hospital. Sampling technique using exhaustive sampling where all the population being sampled by 137 nurses.Result: The result indicate that the implementation of patient safety include in good category (54,7%). The result also indicate that there is a relationship between leadership (p=0.015), communication (p=0.004) and supervision (p=0,000) with the implementation of patient safety by nurses. Meanwhile teamwork ( p=1) and safety culture variables have not significant relationship with the implementation of patient safety by nurses.Conclusions: The recommendations are hospital management should disseminate patient safety programs and hold a patient safety training to all hospital staffs. Keywords: Implementation of Patient Safety, Leadership, and Supervision ABSTRAKLatar belakang: Angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD Ajjappannge Soppeng, masih tinggi yaitu sebesar 2,4%. Begitupula angka kematian pasien yaitu sebesar 1,2% yang disebabkan oleh 0,6% adanya kesalahan pemberian obat dan kurangnya penggunaan alat pelindung diri APD). Hal ini menunjukkan masih rendahnya implementasi keselamatan pasien di RSUD Ajjappannge Soppeng.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan implementasi keselamatan pasien di instalasi rawat inap RSUD Ajjapangge Soppeng tahun 2015.Metode: Jenis penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional study. Populasi yaitu seluruh perawat pelaksana di unit rawat inap RSUD Ajjappannge Soppeng berjumlah 137 perawat. Pengambilan sampel dengan teknik exhaustive sampling dengan besar sampel 137 perawat. Analisis data yang digunakan adalah univariat dan bivariat, dengan uji chi square dengan ±=0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi keselamatan pasien termasuk dalam kategori baik (54,7%).Hasil: Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan kepemimpinan (p=0,015), komunikasi (p=0,004) dan supervisi (p=0,000) dengan implementasi keselamatan pasien oleh perawat pelaksana. Untuk variabel kerjasama tim (p=1) dan budaya keselamatan (p=0,905) tidak memiliki hubungan dengan implementasi keselamatan pasien oleh perawat pelaksana. Kesimpulan: Peneliti menyarankan kepada pihak manajemen rumah sakit untuk mensosialisasikan program keselamatan pasien dan mengadakan pelatihan patient safety kepada seluruh staf rumah sakit.Kata kunci: Implementasi keselamatan pasien, Kepemimpinan, dan Supervisi
Audit Mutu Layanan Rujukan Primer Guna Mengurangi Jumlah Rujukan ke Layanan Sekunder. Studi Kasus pada Provinsi DKI Jakarta Muhammad Hardhantyo; Armiatin Armiatin; Adi Utarini; Hanevi Djasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.296 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.29152

Abstract

ABSTRACTBackground: Cost control care was sensitive issue in Universal Health Coverage (UHC) era. Some assume it could be achieved by reduce the quality given or service fee for functional staff. However, optimizing primary care services to avoid hospitalization could be another form of cost controlled careMethod: Retrospective audit was performed to 1025 medical record from 15 primary health office in DKI Jakarta Province. Sample was patient referred to hospital from Januari 1st until June 30th 2015. W e monitored percentage of complete documentation, accuracy and quality of referred patient specifically for four diagnosis which Diabetes Melitus, Severe Pre Eclamcia, Hypertension and Dengue Fever. Selection of those diagnose was made based on high patient referred with low quality (60,2%). Result of audit was use to made effective refferal system guidance that contained referral manual for four case and revision of referral form.Result: Patient referred were 0-87 year old. Majorly range from 60-70 year old (25,9%), 43,2% were men and 56,8% were woman, and most of them 54,5% used universal health coverage BPJS PBI. Medical record audit showed there is only 69,5% (SD ± 13.26) patient deserved to be referred to hospital from primary health office. After implementation the re-audit result showed significant improvement of referral quality, from 69,5% become 83,4% (SD ± 13.67, P<0.05), including its complete documentation, accuracy, and quality of the referral system.Conclutsion: The innovation for improving quality of referral system need support from various stakeholder. Referral form changes need approval from BPJS because its function not merely for administation, it is a way to communicate between primary doctors and specialist in hospital. Some component was missing in referral form today. Referral guidance revision from Ikatan Dokter Indonesia also needed for 155 cases in primary health office. Cost controlled care in universal health coverage could be achieved by optimizing the function of doctor in primary health office. Keyword: Referral and conultation, gate keeper, quality assurance ABSTRAKLatar Belakang: Kendali biaya merupakan suatu hal yang sensitif di era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini, banyak yang beranggapan bahwa kendali biaya berarti menurunkan mutu pelayanan atau jasa medis untuk staf fungsional. Padahal salah satu bentuk dari kendali biaya adalah optimalisasi peran dokter primer dengan menurunkan angka rujukan yang tidak perlu dari puskesmas.Metode: Audit dilakukan secara restrospektif, kami mengambil sampel sebanyak 1025 rekam medis pasien yang di rujuk dari 15 puskesmas di Provinsi DKI Jakarta selama periode Januari hingga Juni 2014. Audit rekam medis dilakukan untuk melihat aspek kelengkapan, ketepatan, serta mutu rujukan terutama pada empat kasus khusus yakni Diabetes Melitus, Pre Eklamsia, Hipertensi dan Demam Dengue. Pemilihan kasus tersebut didasarkan pada tingginya angka rujukan disertai dengan rendahnya kualitas rujukan pada empat kasus tersebut (60,2%). Hasil audit kemudian dijadikan acuan guna penyusunan sistem rujukan efektif yang terdiri dari manual rujukan, perbaikan form rujukan serta pedoman rujukan primer pada empat kasus.Hasil: Pasien yang dirujuk berusia antara 0 hingga 87 tahun (mean ± SD, 46.78 ± 19.15) dengan rentang usia terbesar adalah 60 hingga 70 tahun sebanyak 25,9%, laki-laki 43,2% dan perempuan 56,8%, dengan jaminan kesehatan terbanyak merupakan pengguna kartu BPJS PBI sebanyak 54,5%. Hasil audit menunjukkan bahwa hanya terdapat 69.5% (SD ± 13.26) kasus rujukan yang berkualitas dari 15 puskesmas di Provinsi DKI Jakarta. Pasca adanya implementasi, hasil re-audit menunjukkan peningkatan signifikan kualitas rujukan menjadi 83.4% (SD ± 13.67, P<0.05), baik dari segi kelengkapan, ketepatannya maupun mutunya.Kesimpulan: Inovasi untuk meningkatkan kualitas sistem rujukan memerlukan dukungan dari berbagai stakeholder. Penggantian form rujukan memerlukan persetujuan dari BPJS karena fungsinya tidak hanya sebagai kelengkapan administrasi tetapi juga sebagai jembatan komunikasi antara dokter umum dengan spesialis di rumah sakit. Saat ini beberapa komponen dalam form masih kurang lengkap. Perbaikan pedoman rujukan bagi 155 kasus yang dapat ditangani di puskesmas perlu disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia. Dengan berbagai perbaikan tersebut, kendali biaya di era jaminan kesehatan saat ini dapat tercapai dengan mengoptimalkan fungsi dokter di layanan primer. Kata Kunci: Rujukan dan Konsultasi, Gate keeper, Jaminan Kualitas 
Penyakit-Penyakit di Bidang Psikiatri yang Harus Dituntaskan di Puskesmas Sri Idaiani
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.228 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.30532

Abstract

ABSTRACTBackground: Since January 1st 2014, Indonesia has imple- mented the national health insurance. Indonesian Doctor Com- petency Standard 2012 and Ministry of Health Regulation No 5 in 2014 about clinical practice guideline of doctor in primary care were applied as reference. The aim of this analysis was to give reccomendation related to psychiatric diseases have to be controlled and completely treated by doctors in primary health careMethods: This article was a study of health policy, literature review followed by verification from several experts and vis- iting to two primary health centers (PHCs) in Jakarta and Bogor on July to September 2014.Results: Four psychiatric diseases have to be controlled and completely treated in PHC are insomnia, dementia, mixed anxi- ety depression disorder, and psychosis. In general, patients visiting in PHC have physical, mental and social problems. It was undifferentiated cases and not fulfills the diagnostic cri- teria if examined by psychiatric interview and cause psychiat- ric cases were very limited reported in PHC.Conclusion and Recommendation: The gap of psychiat- ric cases that were not reported is possibly caused by very strict diagnostic criteria therefore doctor in PHC cannot detect psychiatric disease with low severity. This study suggests the need of special psychiatric diagnostic in PHC considering diagnosis, severity, chronicity, and disability. Keywords: psychiatric diseases, primary health center, clinical practice guideline. ABSTRAKLatar belakang: Sejak tanggal 1 Januari 2014 di Indonesia dilaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebagai rujukannya diterapkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012 dan Permenkes Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinik dokter di pelayanan primer. Tujuan analisis ini adalah untuk memberikan rekomendasi terhadap penyakit- penyakit dibidang psikiatri yang harus dikuasai dan tuntas ditangani oleh dokter di pelayanan kesehatan primer.Metode: Artikel ini adalah telaah kebijakan kesehatan, kepus- takaan dilanjutkan dengan verifikasi dengan beberapa narasumber dan kunjungan di dua Puskesmas di Jakarta dan Kota Bogor. Dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2014.Hasil: Empat penyakit dibidang psikiatri yang harus dapat dituntaskan di Puskesmas adalah insomnia, demensia, gangguan campuran cemas dan depresi, dan psikosis. Pada umumnya pasien Puskesmas mempunyai banyak gejala fisik, psikologik dan masalah sosial. Bila dilakukan pemeriksaan psikiatri, merupakan kasus-kasus yang tidak terdiferensiasi (undifferentiated) dan tidak memenuhi kriteria diagnostik sehingga kasus gangguan jiwa selalu tidak terlaporkan.Kesimpulan dan Saran: Kesenjangan kasus gangguan jiwa yang tidak terlaporkan di Puskesmas mungkin disebabkan oleh kriteria diagnostik yang sangat ketat sehingga dokter di pelayanan primer tidak mampu mendeteksi gangguan dengan keparahan yang lebih rendah. Hasil telaah ini mengusulkan perlunya kode diagnosis di Puskesmas yang memperhatikan diagnosis, severitas, kronisitas dan disabilitas. Kata kunci: penyakit dibidang psikiatri, Puskesmas, panduan praktik klinik

Page 1 of 1 | Total Record : 7