Adi Utarini
Departemen Kebijakan Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat Dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

ANALISIS PERILAKU PENDAMPING AKREDITASI KLINIK PRATAMA PASCA PELATIHAN Wiratri, Arum; Utarini, Adi
(Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat) Vol 5, No 1 (2020): JIMKesmas (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat)
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37887/jimkesmas.v5i1.10515

Abstract

Abstrak Pelatihan pendamping akreditasi klinik pratama merupakan usaha dalam peningkatan mutu pelayanankesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi program pelatihan pendamping akreditasiklinik pratama pasca pelatihan. Evaluasi program pelatihan pada penelitian ini menggunakan pendekatanbehavior lavel dari Kirkpatrik model dengan melihat empat dimensi yaitu motivasi , dukungan organisasi,perilaku dan materi pelatihan. Penelitian ini diawali dengan melakukan pengumpulan data secara kuantitifmelalui penyebaran kuesioner kepada tim pendamping akreditasi klinik pratama yang telah mengikutipelatihan. Untuk lebih mendalami makna – makna dari hasil pengolahan kuesioner, penelitu melakukanwawancara semi terstruktur kepada tim pendamping akreditasi klinik pratama tersebut. Hasil dari kuesionermenunjukkan bahwa perilaku pendamping akreditasi berada pada rentang baik yaitu dengan skor 79.59%.Dukungan lingkungan menunjukkan rentang nilai baik dengan skor 84,43% . Materi pelatihan berada padarentang sangat baik yaitu 93.46% dan motivasi berada pada rentang sangat baik yaitu 93.84%. Sedangkan hasilwawancara menunjukkan bahwa pendamping akreditasi klinik pratama telah mengaplikasikan ketrampilanyang telah diperoleh dari pelatihan. Hasil presentase skor dan wawancara tersebut menunjukkan bahwapelatihan pendamping akreditasi klinik pratama dapat merubah tingkah laku para peserta pelatihan setelahkembali ke tempat kerja. Kata Kunci : Pelatihan , pendamping akreditasi klinik pratama , Kirkpatrik model
Women’s Autonomy and Tradition in Making Decision on Place of Delivery and Birth Attendants Annisa Nurrachmawati; Anna Marie Wattie; Mohammad Hakimi; Adi Utarini
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas Vol 12, No 2 (2018): Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas
Publisher : Faculty of Public Health, Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24893/jkma.v12i2.342

Abstract

Data from the Basic Health Research survey (Riskesdas) in 2013 showed that 33.3% deliveries in Indonesia occurred outside health facilities. Culture and gender influenced the decision-making process regarding place of delivery and birth attendants. A qualitative longitudinal study with an ethnography study design was conducted to explore the socio-cultural context and women’s autonomy in the dynamics of decision making regarding  place of delivery and birth attendants. This study was conducted in the working area of Muara Kaman Health Center, Kutai Kertanegara, East Kalimantan. In-depth interviews with 17 pregnant women were conducted since the first or second trimester of pregnancy until childbirth. Data were analyzed using thematic analysis. Nine informants delivered at the health facilityand eight informants chose home delivery.Those who delivered at the health facility made their own decision. Nevertheless some informants who were autonomous still chose homebirth, either assisted by  midwives, TBAs, or both. Women whose choice was decided by others (husbands, parents and TBAs), all gave birth at home assisted by TBAs. Women’s autonomy needs to be strengthened by improved knowledge, practice of delivery plan and also increase family support to enable women to choose health facilities as place for delivery.
Perilaku Seks Pranikah Remaja Komang Yuni Rahyani; Adi Utarini; Siswanto Agus Wilopo; Mohammad Hakimi
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7 No. 4 November 2012
Publisher : Faculty of Public Health Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.739 KB) | DOI: 10.21109/kesmas.v7i4.53

Abstract

Hubungan seksual sebelum nikah pada remaja merupakan masalah yang serius, berhubungan dengan peningkatan penularan penyakit menular seksual, mempunyai pasangan lebih dari satu, dan kehamilan dini. Suatu kerangka kerja model perilaku terintegrasi (Integrated Behavioral Model, IBM) digunakan untuk menilai berbagai faktor prediktor hubungan seksual prematur pada remaja. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi inisiasi hubungan seksual sebelum nikah pada remaja level 10 dan 11 berdasarkan kerangka kerja IBM, meliputi komunikasi tentang seks kelompok peers, orang tua, paparan perilaku pornografi, kepercayaan normatif, agen personal, dan keinginan hubungan seksual. Metode yang digunakan adalah menyertakan 626 responden dalam survei awal. Responden adalah siswa sekolah menengah atas level 10 – 11 di kota Denpasar. Data dikumpulkan dengan kuesioner laporan sendiri khususnya prediktor inisiasi hubungan seksual sebelum menikah. Penelitian ini menemukan bahwa pajanan pornografi, perilaku langsung dan tidak langsung berhubungan secara signifikan dengan inisiasi hubungan seksual sebelum nikah (nilai p < 0,05). Remaja laki-laki tampaknya melakukan lebih banyak aktivitas seksual daripada remaja perempuan. Penelitian ini berimplikasi terhadap pemahaman perilaku langsung dan pajanan pornografi mungkin digunakan dalam meningkatkan program kesehatan dan kesehatan remaja.Kata kunci: Hubungan seksual sebelum nikah, penyakit menular seksual, remajaAbstract Premarital sexual inisiation on adolescence is a serious problem, associated with increased transmition sexually transmitted disease/STD, had having more partners, and early pregnancy. An Integrated Behavioral Model (IBM) framework used to assess predictors of premarital sexual on adolescents. The purpose of this research is to explore predictors of premarital sexual inisiation in adolescents grade 10 and 11 based on IBM framework, includes: communication about sex with peers, parents, pornography exposure, attitude, normative belief, personal agency, and intention to have sex. Method that used is 626 respondent included in earlier survey, and respondent were students of senior high school grade 10 – 11 in Denpasar City. Data collected with self reported questionaire particularly predictor of premarital sexual initiation. The result found that pornography exposure, indirectly attitude, and directly attitude were significantly associated with premarital sexual initiation (p < 0,05). Male adolescents engage in more sexual activity like premarital sexual inisiation than female adolescents. This study has implications for understanding how directly attitude and pornography exposure may be used in intervention to promoting adolescents health program and adolescents ressiliency.Keywords: Premarital sexual, sexually transmitted disease, adolescence
Determinan Infeksi Luka Operasi Pascabedah Sesar Fridawaty Rivai; Tjahjono Koentjoro; Adi Utarini
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8 No. 5 Desember 2013
Publisher : Faculty of Public Health Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.344 KB) | DOI: 10.21109/kesmas.v8i5.390

Abstract

Infeksi luka operasi (ILO) adalah bagian dari infeksi nosokomial dan merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan, terjadi pada 2 - 5% dari 27 juta pasien yang dioperasi setiap tahun dan 25% dari jumlah infeksi terjadi di fasilitas pelayanan. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan usia, status gizi, jenis operasi, lama rawat prabedah, kadar Hb, transfusi darah, waktu pemberian antibiotik profilaksis, jenis anestesi, lama pembedahan serta lama rawat pascabedah dengan kejadian ILO pada pasien pascabedah sesar di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Rancangan desain penelitian studi observasional prospektif dilakukan dengan sampel 154 orang. Data diperoleh melalui observasi menggunakan daftar tilik sejak pasien masuk rumah sakit sampai 30 hari pascabedah. Analisis data meliputi analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan uji kai kuadrat serta analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara waktu pemberian antibiotik profilaksis (OR = 1,16; 95% CI = 1,09 - 1,37), lama rawat prabedah (OR = 1,12; 95% CI = 1,02 - 1,24) dan lama rawat pascabedah (OR = 1,21; 95% CI = 1,04 - 1,39) dengan kejadian ILO. Faktor lainnya tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian ILO. Hasil uji regresi logistik ganda menemukan lama rawat pascabedah merupakan faktor yang paling dominan terhadap kejadian ILO. Identifikasi faktor risiko ILO dapat bermanfaat untuk merencanakan upaya meminimalkan kejadian ILO pada pasien pascabedah sesar.Surgical site infection (SSI) is part of health care associated infection and remains a problem in hospital care. SSI occurs in 2 to 5% of the 27 million patients having surgery each year and 25% of infections occur in care facilities. This study aimed to relation various such as age, nutritional status, type of surgery, pre-operative length of stay, hemoglobin level, bloodtransfusions, timing of antibiotics prophylaxis, type of anesthesia, duration of operation and post-operative length of stay on the incidence of SSI post caesarean section at Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta. Prospective observation study was conducted in 154 sample. Data were obtained through observations using checklist since hospital admission up to 30 days post surgery. Data analysis included univariate, chi-square test and multiple logistic regression. The result showed that time of prophylactic antibiotics (OR = 1.16; 95% CI = 1.09 - 1.37), pre-operative length of stay (OR = 1.12; 95% CI = 1.02 - 1.24) and post-operative length of stay (OR = 1.21; 95% CI = 1.04 - 1.39) were risk factors for SSI. Other factors did not show significant associations with incidence of the SSI. The findings from multiple logistic regression showed post-operative length of stay in hospital as the most dominant factor for incidence of SSI. Identifying SSI risk factors can be used to plan efforts to minimize the occurrence of SSI in post-caesarean section patients.       
MEN'S INVOLVEMENT IN FAMILY PLANNING: A GENDER PERSPECTIVE Adi Utarini
Populasi Vol 9, No 2 (1998): Desember
Publisher : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.342 KB) | DOI: 10.22146/jp.11784

Abstract

Akhir-akhir ini, keterlibatan pria dalam kesehatan reproduksi secara umum mulai banyak mendapat sorotan. Tulisan ini terutama membahas apakah keterlibatan tersebut berartimempersempit kesenjangan antara pria dan wanita secara umum. Dengan perspektif gender, keterlibatan pria dan wanita dianalisis dalam 3 tingkatan, yaitu pada tingkat kebijakan internasional, tingkat program dan tingkat individu. Hasil studi pustaka ini menunjukkan bahwa proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan keluarga berencana belum banyak dibahas, berbeda halnya dengan jenis keputusan dan pembuat keputusan. Untuk menyatakan bahwa keterlibatan pria berakibat positif terhadap kesetaraan gender (gender equality), diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai proses pembuatan keputusan sebagai titik kritis ke arah kesetaraan jender.
Audit Mutu Layanan Rujukan Primer Guna Mengurangi Jumlah Rujukan ke Layanan Sekunder. Studi Kasus pada Provinsi DKI Jakarta Muhammad Hardhantyo; Armiatin Armiatin; Adi Utarini; Hanevi Djasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.296 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i4.29152

Abstract

ABSTRACTBackground: Cost control care was sensitive issue in Universal Health Coverage (UHC) era. Some assume it could be achieved by reduce the quality given or service fee for functional staff. However, optimizing primary care services to avoid hospitalization could be another form of cost controlled careMethod: Retrospective audit was performed to 1025 medical record from 15 primary health office in DKI Jakarta Province. Sample was patient referred to hospital from Januari 1st until June 30th 2015. W e monitored percentage of complete documentation, accuracy and quality of referred patient specifically for four diagnosis which Diabetes Melitus, Severe Pre Eclamcia, Hypertension and Dengue Fever. Selection of those diagnose was made based on high patient referred with low quality (60,2%). Result of audit was use to made effective refferal system guidance that contained referral manual for four case and revision of referral form.Result: Patient referred were 0-87 year old. Majorly range from 60-70 year old (25,9%), 43,2% were men and 56,8% were woman, and most of them 54,5% used universal health coverage BPJS PBI. Medical record audit showed there is only 69,5% (SD ± 13.26) patient deserved to be referred to hospital from primary health office. After implementation the re-audit result showed significant improvement of referral quality, from 69,5% become 83,4% (SD ± 13.67, P<0.05), including its complete documentation, accuracy, and quality of the referral system.Conclutsion: The innovation for improving quality of referral system need support from various stakeholder. Referral form changes need approval from BPJS because its function not merely for administation, it is a way to communicate between primary doctors and specialist in hospital. Some component was missing in referral form today. Referral guidance revision from Ikatan Dokter Indonesia also needed for 155 cases in primary health office. Cost controlled care in universal health coverage could be achieved by optimizing the function of doctor in primary health office. Keyword: Referral and conultation, gate keeper, quality assurance ABSTRAKLatar Belakang: Kendali biaya merupakan suatu hal yang sensitif di era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini, banyak yang beranggapan bahwa kendali biaya berarti menurunkan mutu pelayanan atau jasa medis untuk staf fungsional. Padahal salah satu bentuk dari kendali biaya adalah optimalisasi peran dokter primer dengan menurunkan angka rujukan yang tidak perlu dari puskesmas.Metode: Audit dilakukan secara restrospektif, kami mengambil sampel sebanyak 1025 rekam medis pasien yang di rujuk dari 15 puskesmas di Provinsi DKI Jakarta selama periode Januari hingga Juni 2014. Audit rekam medis dilakukan untuk melihat aspek kelengkapan, ketepatan, serta mutu rujukan terutama pada empat kasus khusus yakni Diabetes Melitus, Pre Eklamsia, Hipertensi dan Demam Dengue. Pemilihan kasus tersebut didasarkan pada tingginya angka rujukan disertai dengan rendahnya kualitas rujukan pada empat kasus tersebut (60,2%). Hasil audit kemudian dijadikan acuan guna penyusunan sistem rujukan efektif yang terdiri dari manual rujukan, perbaikan form rujukan serta pedoman rujukan primer pada empat kasus.Hasil: Pasien yang dirujuk berusia antara 0 hingga 87 tahun (mean ± SD, 46.78 ± 19.15) dengan rentang usia terbesar adalah 60 hingga 70 tahun sebanyak 25,9%, laki-laki 43,2% dan perempuan 56,8%, dengan jaminan kesehatan terbanyak merupakan pengguna kartu BPJS PBI sebanyak 54,5%. Hasil audit menunjukkan bahwa hanya terdapat 69.5% (SD ± 13.26) kasus rujukan yang berkualitas dari 15 puskesmas di Provinsi DKI Jakarta. Pasca adanya implementasi, hasil re-audit menunjukkan peningkatan signifikan kualitas rujukan menjadi 83.4% (SD ± 13.67, P<0.05), baik dari segi kelengkapan, ketepatannya maupun mutunya.Kesimpulan: Inovasi untuk meningkatkan kualitas sistem rujukan memerlukan dukungan dari berbagai stakeholder. Penggantian form rujukan memerlukan persetujuan dari BPJS karena fungsinya tidak hanya sebagai kelengkapan administrasi tetapi juga sebagai jembatan komunikasi antara dokter umum dengan spesialis di rumah sakit. Saat ini beberapa komponen dalam form masih kurang lengkap. Perbaikan pedoman rujukan bagi 155 kasus yang dapat ditangani di puskesmas perlu disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia. Dengan berbagai perbaikan tersebut, kendali biaya di era jaminan kesehatan saat ini dapat tercapai dengan mengoptimalkan fungsi dokter di layanan primer. Kata Kunci: Rujukan dan Konsultasi, Gate keeper, Jaminan Kualitas 
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG IODIUM DENGAN KETERSEDIAAN GARAM BERIODIUM DI RUMAH TANGGA Yayuk Hartriyanti; Adi Utarini; Djoko Agus Purwanto; Budi Wikeko; Susetyowati Susetyowati; Toto Sudargo; A.Fahmy Arif Tsani
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 13 No 1 (2021): Media Gizi Mikro Indonesia Edisi Desember 2021
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mgmi.v13i1.4424

Abstract

Latar Belakang. Iodium merupakan mikronutrien penting terutama bagi perkembangan otak janin dan anak. Iodium berperan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan sebagian besar organ terutama otak. Konsumsi iodium yang rendah dalam jangka panjang merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Tingkat pengetahuan mengenai GAKI dan garam beriodium berpengaruh terhadap ketersediaan dan praktik penggunaan garam beriodium. Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan GAKI melalui fortifikasi garam dengan iodium. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan ibu tentang iodium dengan ketersediaan garam beriodium di rumah tangga dan faktor yang memengaruhinya. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional. Data diambil dari 198 rumah tangga menggunakan teknik proportional stratified random sampling. Penilaian pengetahuan ibu dilakukan dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup. Sementara itu, penilaian ketersediaan garam diperoleh dengan pengujian kandungan iodium (KIO3). Uji statistik yang digunakan adalah chi-square test/fisher’s exact test dan Mann Whitney U/Kruskal Wallis untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hasil. Sebagian besar responden tinggal di daerah dataran tinggi (74,2%), berpendidikan SD (47,5%) dan bekerja sebagai petani (41,4%). Karakteristik lokasi geografi tempat tinggal responden berhubungan dengan pengetahuan responden mengenai GAKI serta dampak dan faktor risiko GAKI (p=0,023 dan p<0,001), sedangkan pekerjaan responden berhubungan dengan pengetahuan mengenai dampak dan faktor risiko GAKI (p=0,020). Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemenuhan syarat mutu kandungan KIO3 pada garam yang digunakan di rumah tangga. Namun ada kecenderungan responden yang mempunyai garam dengan KIO3 sesuai, lebih banyak pada responden dengan pengetahuan yang baik. Kesimpulan. Responden dengan pengetahuan baik lebih banyak yang memiliki garam dengan kadar iodium sesuai standar. Perlu adanya program edukasi mengenai GAKI, penggunaan dan penyimpanan garam beriodium, serta faktor penyebab penurunan kualitas garam di rumah tangga.
National health coverage programs and quality of referral obstetrics and gynaecology clinic in Dr Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta Eka Rusdianto Gunardi; Arresta Vitasatria Suastika; Hanevi Djasri; Adi Utarini
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 8 (2018)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.748 KB) | DOI: 10.22146/bkm.38067

Abstract

Purpose: Implementation of national health coverage contributes to the increasing number of outpatient visits in Obstetrics and Gynecology Department, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. It may be caused by improper referral system or number of government insurance patients called as BPJS patients. Therefore, this study aims to analyse the pattern and quality of referral system in the implementation of national health coverage.Method: The quasi experimental study was conducted using pre and post analysis of the cases pattern and referral quality. It included accuracy of referred case diagnosis, accuracy of referring health facility, and consistency of referred case diagnosis.Results: There was an increasing number of referral visits in the early implementation of  national health program; however, it declined overtime. There was reduction of general obstetrics and gynaecology cases and increase of sub-specialistic cases. It was in appropriate to the role of centre referral hospital in Indonesia. Around 98% referral diagnosis was correct to be referred, 82% cases came from correct health facility, and 98% referral diagnosis was consistent to Dr. Cipto Mangunkusumo hospital.Conclusion: The quality referral cases improves with the implementation of national health coverage program.
DO WOMEN IN RURAL AREAS STILL PREFER HOMEBIRTH WITH TRADITIONAL BIRTH ATTENDANTS? A QUALITATIVE STUDY OF WOMEN IN RURAL AREA OF KUTAI KERTANEGARA EAST KALIMANTAN Nurrachmawati, Annisa; Hakimi, Moh.; Utarini, Adi
Public Health of Indonesia Vol. 4 No. 2 (2018): April - June
Publisher : YCAB Publisher & IAKMI SULTRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.629 KB) | DOI: 10.36685/phi.v4i2.198

Abstract

Background: There continues to be a gap between facility-based delivery and homebirth. This condition is influenced by various social and cultural factors, which in rural areas could affect childbirth in health facilities.Objective: This study aimed to explore whether there has been a shift from homebirth to facility-based delivery and what factors are associated with the phenomenon.Method: A qualitative longitudinal research with ethnographic study design was conducted in the working area of Muara Kaman Health Center in Kutai Kertanegara District, East Kalimantan. The data were collected using in-depth interviews of 17 pregnant women as informants who were followed from the first or second trimester of pregnancy until delivery, and interviews with four midwives. Data were analyzed with thematic analysis.Results: Nine of the 17 women gave birth at the health facility, while there were still three who had homebirth assisted by traditional birth attendants. The number of women who performed deliveries at health facilities was increased from five in the previous pregnancy to nine in the current pregnancy during study. Women's autonomy and risk awareness were considered as enablers for delivery at health facilities, while perception of homebirth as appropriate for normal labor, unnecessary planning of place and birth attendants, and less optimum partnership between midwife and traditional birth attendants hindered facility-based delivery.Conclusion: Our findings suggest that the shift from homebirth to facility-based delivery has been slow. Efforts to minimize the barriers and improve supportive environment for women to deliver at health facilities should be strengthened.