cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Mediator
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 17 Documents
Search results for , issue " Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik" : 17 Documents clear
Salam MediaTor, Dewan Redaksi
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kontroversi Dakwah dan PolitikDalam masyarakat Islam, sudah cukup lama terjadi kontroversi dalam melihat hubungan antara dakwah dengan politik. Pandangan pertama mengatakan, pada dasarnya tidak ada pemisahan antara dakwah dengan politik, sebab politik itu merupakan bagian integral dari agama, sehingga tidak perlu dijauhi, tetapi perlu “digauli”. Disebabkan alasan ini pula, di samping alasan politik tertentu, atau kepentingan dakwah lewat politik, atau bahkan jejaring politik yang sulit mereka hindari, menyebabkan umat Islam banyak tercebur atau menceburkan diri ke kancah politik.Pandangan lainnya mengatakan bahwa politik dan dakwah tidak bisa dicampuradukkan. Dari sisi konseptual maupun praktik, hubungan dakwah dengan politik pada dasarnya bersifat ambiogous atau ambivalent. Dalam kaitan ini, politik hanya dilihat sebagai aktivitas yang tidak terkait langsung dengan dakwah. Bahkan, ada sementara anggapan bahwa politik itu kotor, politik itu hanya untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, sementara dakwah itu suci atau bersih. Jadi, antara yang kotor dengan yang bersih jelas tidak bias digabungkan atau dicampuradukkan. Argumen ini, umumnya mengacu pada al-Quran surat al-Baqarah, ayat 42, yang mengatakan “jangan mencampurkan antara yang hak dengan yang batil”.Pandangan lainnya lagi mengatakan bahwa politik hanya merupakan urusan duniawi. Karena ia hanya mengurusi soal keduniawian saja, maka ia jelas mengindikasikan bahwa politik tak ubahnya seperti permainan saja, “Tiadalah arti kehidupan dunia ini kecuali main-main dan permainan belaka. Atau seperti didendangkan Ahmad Albar, “ dunia ini panggung sandiwara”. Begitulah, pembaca budiman. Kalau dalam rubrik “Salam” kami mencoba membincang soal dakwah, itu jelas karena tiga artikel dalam penerbitan jurnal kita edisi ini membahas ihwal dakwah dengan berbagai problematikanya. Tulisan pertama yang kami sajikan adalah “ Dakwah dalam Perspektif Modernisme Antisipasi menuju Postmodernisme” ditulis Nia Kurniati Syam. Lantas, Syamsul Bachri Day menyoroti persoalan “Hubungan Politik dan Dakwah” ini. Tulisan ketiga, meski tidak harus berurutan, kami sajikan “Pemberdayaan Umat sebagai Subjek Budaya”. Ketiga tulisan itu, dalam perspektif komunikasi, lazim disebut sebagai “komunikasi dakwah”.Dalam sajian berikutnya, kami coba menawarkan aneka tema dan isu-isu global. Januardi lewat analisisnya mencoba membedah “Konflik Palestina dan Israel” dari perspektif komunikasi. Lantas, bahasan kita meloncat ke soal “Jurnalistik Foto di Era Digital: Antara Teknologi dan Etika” yang ditulis Ferry Darmawan. Sementara, Rita Gani, mengulas ihwal “Media Massa dalam Masyarakat Madani,” dan Teguh Ratmanto melengkapinya dengan mengangkat tema “Determinisme Teknologi dalam Teknologi Komunikasi dan Informasi.”Bagaimana “Sikap dan Perilaku Komunitas Warga mengenai Maraknya Pedagang Kaki Lima” dipaparkan oleh kelompok peneliti yang dikomandani Neni Yulianita, dibantu Yenni Yuniati, Atie Rachmiatie, dan M.E. Fuady. “Islamic Images and Terminology Used in the Werstern Media” adalah tulisan kedua Bashy Quraishy yang kami tampilkan di jurnal ini, setelah karya pertamanya, “Islam and the Western Media” pernah kami munculkan pada Mediator, Volume 4, Nomor 2, 2003. Bashy yang dilahirkan di India tetapi dibesarkan dan tinggal di Pakistan serta belajar di Amerika Serikat dan Inggris, tetapi lebih memilih menjadi warga Negara Denmark dan menetap di Denmark ini, telah menulis sedikitnya enam buah buku Kontroversi Dakwah dan Politik Kontroversi Dakwah dan Politik yang bertemakan rasisme, kesetaraan etnis, komunitas orang-orang Pakistan di Denmark, dan ihwal liputan media Barat tentang Islam. Itu sebabnya ia sangat fasih berbicara soal-soal bagaimana media Barat meliput dunia Islam, dan bagaimana Islam dicitrakan di dunia Barat.Pada bagian lain, H.A. Saefudin menyodorkan sebuah bahasan menarik, “Teori Konflik dan Perubahan Sosial: Sebuah Analisis Kritis”. Sebagai mantan Kakanwil Deppen Jabar dan Sekretaris Dirjen PPG, serta Kepala Lembaga Informasi Nasional (LIN) ini, boleh jadi memahami betul bagaimana menawarkan solusi untuk mengatasi konflik. Ia juga cukup berpengalaman dalam melihat bagaimana sebuah perubahan sosial itu terjadi. Merujuk pada pendapat Schramm dan Lerner (1978), ia melukiskan berbagai penyebab yang mendorong terjadinya perubahan. Namun, menurut Saefudin, apa pun penyebabnya, dalam konteks kehidupan sosial, terjadinya “perubahan” dapat mengarah kepada dua keadaan, yakni perubahan kea rah yang lebih baik (progress) dan perubahan ke arah yang lebih buruk (regress). Disebabkan sifatnya yang demikian, maka dalam pandangan Saefudin, tidak mengherankan jika makna perubahan sosial cenderung bersifat netral dan luas. Sebuah hasil penelitian yang dipublikasikan Redatin Parwadi lewat jurnal kita kali ini menyoroti “Potret Penggunaan Media Televisi pada Kalangan Remaja menuju Dewasa Awal di Yogyakarta”.Salah satu kesimpulan yang ditemukan di lokasi penelitian, ternyata responden yang diteliti termasuk “penonton kelas berat”. Dengan kata lain, mereka menghabiskan waktu untuk menonton televisi ratarata 4,5 jam sehari. Lebih tinggi dari temuan Fadly (1997) dan majalah SwaSembada (1995), yakni sekitar 3,7 jam sehari. Gaya hidup sebagian responden yang diteliti (47,60%) menunjukkan gaya hidup konsumtif, meski mereka berasal dari lingkungan keluarga yang baik dan taat beragama. Selebihnya, bagaimana kesimpulan penelitian tersebut, ada baiknya Anda simak sendiri dalam jurnal ini. “’Focus Group Discussion’(FGD) dalam Paradigma Pembangunan Partisipatif” merupakan tema tulisan yang dipaparkan Dedeh Fardiah. Pada salah satu uraiannya, penulis ini menyatakan, agar mampu menggugah keikutsertaan masyarakat, pendekatan melalui FGD (diskusi kelompok terarah) bisa dijadikan sebagai alternatif dalam pembangunan partisipatif. Di urutan selanjutnya, Santi Indra Astuti lewat “Surya dalam Berita” mencoba mempersoalkan objektivitas dan netralitas pers dalam kode—Ia sebut sebagai kode sakral, yang dalam pandangannya, tak bisa ditawar lagi dalam diskusi seputar profesionalisme pers. Alasannya, pers adalah wujud dari ruang publik yang tak boleh dicampuri oleh kepentingan apapun atau diintervensi oleh pihak manapun yang mengatasnamakan kepentingan publik. Masalahnya, seperti diakuinya sendiri, pers ternyata tidaklah sesteril itu. “Televisi dan Fenomena Kekerasan Perspektif Teori Kultivasi” karya Nova Yuliati menjadi sajian penutup dalam jurnal Mediator kita kali ini. Persepsi tentang dunia ciptaan televisi, sebagaimana dipaparkan Nova, terbentuk melalui lingkungan simbolis dan sebagai alat untuk menelaahnya, kita dapat menggunakan indikator kultural. Apa itu indikator kultural? Jawabannya bisa Anda simak dalam uraian lengkapnya di jurnal ini. Selamat membaca.Penyunting,Alex Sobur
Dakwah dalam Perspektif Modernisme Antisipasi menuju Postmodernisme Syam, Nia Kurniati
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dakwah in the age of postmodernism has faced serious challenge due to the high tempo of information exchange which transform communication and cultural landscape of society. Postmodernism essentially rejected the universality of science and ideology. Postmodernism also challenge the neutrality of technology. Postmodernism challenge toward dakwah is aimed to the concept of dakwah itself. Is it possible to communicate Islamic messages in postmodernism era? The author offers five principles for dakwah strategies consisted of synergy, accumulation, convergence, totality, and inclusiveness.
Hubungan Politik dan Dakwah Day, Syamsul Bachri
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nowadays, da’wah and politics were seen as two distinct areas. Such opinion proved to be disadvantage because both politics and da’wah are essentially interrelating each other in a functional matter, even organics. In Islam, men are constituted as khalifah, or leader of the universe in order to manifest Allah’s will. Equipped with religious principles, dynamic and creativity, along with ratio and amanah, it is the task of men to overcome every challenge. There are two kinds of politics in the world of Islam: high politics (high quality of politics) and low politics (low quality of politics). High politics covered some principles, e.g.: politics as amanah, accountable, brotherhood. Meanwhile, low politics was characterized by violence, brutality, meanness, total submission, and unethical political interactions all of this remind us with Macchiavelian style of politics. Islam only addressed high politics in its practice for the good of society.
Konflik Palestina dan Israel: Perspektif Komunikasi Harahap, Junardi
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

A harsh incident which killed Hamas top leader, Abdul Aziz Rantisi, has escalated Middle East conflict. As had been cited from many sources, Palestinians and Israelis publicly stated strong comments and blamed each other over this incident. From communication perspective, this incident and the aftermath became an example of labeling-based-conflict. Such conflict was resulted from ideological influence, life and everyday beliefs, and also religion background. One can prevent the incidents if only such differences could be maintained and managed wisely.
Jurnalistik Foto di Era Digital: Antara Teknologi dan Etika Darmawan, Ferry
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The development of photography technology, which mounted on digital photography, has provided real challenge for traditional photography. Digital photography open up opportunity for photographer to transform and modify pictures taken by digital camera. This challenge also affected journalism photography. Viewed from the side of mass media technology, photography digital seemed to give many benefits for mass media industry. Digital photography beat traditional photography in terms of place and time. But one must keep in mind that journalism deals only with factual matters. A serious discussion over ethical issues concerning the practice of digital photography in journalism was necessary.
Media Massa dalam Masyarakat Madani Gani, Rita
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The life of Prophet Muhammad inherited us with great values that become exemplar for society after him. Madinah Charter in the time of the Great Prophet was introduced as written rules to manage people life—through this Charter, pecially civil defense. Such norms are still relevant enough being applied in modern times. Freedom of the press in civil society translated not as absolute freedom. Censorship is still recognized in the form of norms, ethics, culture, religion, and custom-traditions among members of community. In effect, mass media in civil society aren’t free from social realities.
Determinisme Teknologi dalam Teknologi Komunikasi dan Informasi Ratmanto, Teguh
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Technological determinism, as the result of technology innovation, raised a constant debate among scholars concerning its position toward the society: whether it was caused by the society, or the effect of social change. This debate, in the end, produced two kinds of party: those who support technology, and those who against it, both the optimists or the pessimist one. Those who against technology believed that technology in no other way was created by society. The supporter, reversely, strongly believed that technology shaped society, even determine the future. Both party believed there is interplay between technology and society.
Sikap dan Perilaku Komunitas Warga mengenai Maraknya Pedagang Kaki Lima Yulianita, Neni
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Streetmerchant, famously known in Indonesia as Pedagang Kaki Lima (PKL) raise some problems for the city every year. The city government has tried to locate them in some areas, the amount of PKL has never decreased. From the year of 1997 to 2000, the amount of PKL has increased 56.3%/year. It means, from around 3.000 PKL in 1997, the amount of PKL has hit a number of 16.880 due to the worsening of economic conditions. This research aimed to study problems concerning PKL and interactions among PKL, city government, and community itself. It is found that opinions of community members toward PKL are varying: some feels uncomfortable, another think that it’s not their problems, on the other hand, people admit that they need PKL to supply materials for them.
Islamic Images and Terminology Used in the Western Media Quraishy, Bashy
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Most societies in Western World has formulated a premature assumptions toward Islam due to the negative depictions of Islamic world doing by Western media which focused mainly on the issues of terrorism, intolerance, poverty, conflicts, fanaticism, horrible disease, low life qualities among Islamic countries, backwardness and lack of progress. This article explores and describes some statements made by Western media (as well as Western journalists), along with events as the setting of such comments. In order to overcome such situations, media monitoring must be professional and constant. Those who concern with the misleading information toward Islam must provide clear, short, and well-written press releases at regular intervals. Another suggestion is by drawing attention of ethnic youth toward journalism as noble profession and good trade.
Teori Konflik dan Perubahan Sosial: Sebuah Analisis Kritis Saefudin, Asep
Mediator Vol 6, No 1 (2005): Kontroversi Dakwah dan Politik
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Conflict theory is born as reaction toward structural functional approach for social change analysis. This theory gained its popularity in 1960s, rooted in Max Weber concept of power conflict and Karl Marx’ theses focused on economy conflict. This article emphasized Marx concept concerning social change which is frequently used in conflict argumentation. Although widely used for social analysis, Marx theory has weaknesses, too. Ritzer and Goodman described some critics toward Marxian approach: (1) failed to prove social revolution; (2) unable to comprehend capitalist system flexibilities; (3) too radical; (4) ideological-biased; and (5) unable to prove the success of Marxist-Communist states.

Page 1 of 2 | Total Record : 17