cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Imajinasi
ISSN : 1829930X     EISSN : 25496697     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Jurnal Seni Imajinasi merupakan jurnal seni yang dikelola oleh Jurusan Senirupa, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes. Terbit perdana pada bulan Juli 2004. Terbit dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juli dan Januari, dengan isi artikel tentang kajian atau analisis kritis dan hasil penelitian di bidang seni rupa.
Arjuna Subject : -
Articles 81 Documents
ANALISIS SENI RUPA POSMODERN DI INDONESIA MELALUI POSSTRUKTURALIS DERRIDA -, Mujiyono
Imajinasi Vol 1, No 2 (2005): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Menyikapi seni posmodern yang menyajikan beragam warna, beragam bentuk, dan berbagai idiom estetik adalah persoalan yang penuh kontradiksi terutama dalam bahasa simbol yang dipergunakan sehingga memunculkan indeterminasi, ketidakpastian, dan kegalauan kode. Secara semiotika, khususnya dari kacamata postrukturalisnya Derrida, lewat pintu dekonstruksinya, kita akan bisa menerawang, bahwa fenomena seni posmodern dengan melimpahruahnya simbol adalah sebuah upaya untuk menghadirkan ruang berpikir yang lebih luas, yang mampu membuka cakrawala penafsiran secara tidak terbatas dengan berbagai dimensi perspektif. Terjadi demikian karena hubungan penanda dan petanda tidak akan pernah stabil atau absolut yang terjadi adalah jejak-jejak dari makna yang sebenarnya yang tidak akan pernah ketemu. Kode kultural yang digunakan untuk memaknai karya seni posmodern itu sendiri juga harus bersifat lentur sehingga seni itu sendiri tidak terjebak pada era posmodernitas. Ini adalah sebuah strategi adaptif seni posmodern agar tidak mengalami kematian seperti yang terjadi pada seni modern. Kata kunci: posmodern, penanda, petanda, dan kode kultural
REFLEKSI MUSIKAL ANAK DARI BANGKU SEKOLAH SAMPAI MEDIA TELEVISI Sinaga, Syahrul Syah
Imajinasi Vol 1, No 2 (2005): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena perkembangan dunia lagu pop membahana melalui media televisi. Khalayaknya menyeluruh dari usia anak sampai orang dewasa. Kelebihan mencolok dari aneka lagu pop adalah lagu itu mudah dinyanyikan oleh semua orang terlebih lagi anak-anak. Segi positif dari merebaknya lagu-lagu pop bagi anak, di antaranya adalah menambah perbendaharaan kata meskipun kadang makna atau pesan dari lirik lagu tidak dimengerti. Kemampuan anak dalam menyanyikan lagu-lagu pop umumnya tidak didapatkan dari pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (KTK) di sekolah. Pembelajaran KTK di samping waktunya relatif terbatas, masih ada keterbatasan guru dalam membelajarkan materi lagu. Refleksi musikal anak terhadap lagu-lagu pop lebih banyak didapat dari luar bangku sekolah. Kata kunci: Refleksi musikal, dunia anak, bangku sekolah, dan media televisi
UPACARA TEBUS KEMBAR MAYANG DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT PESISIRAN SUATU INTERPRETASI SIMBOLIK -, Mistaram
Imajinasi Vol 3, No 1 (2007): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Upacara tebus kembar mayang adalah salah satu produk budaya. Sampai saat ini upacara tersebut masih berlangsung di pedesaan dan dan dilakukan oleh masyarakat pesisiran, sebagai salah satu pranata sosial. Kegiatan tersebut melibatkan berbagai unsur masyarakat (manusia) dan merupakan kearifan lokal (local genius). Masyarakat pedesaan dan pesisiran adalah masyarakat yang masih kental dengan kegiatan tradisi, salah satunya adalah upacara tebus kembar mayang tersebut. Di dalam upacara itu terjadi suatu interaksi sosial antar manusia, dan upacara tersebut mempunyai makna simbolik. Makna simboliknya adalah suatu penuturan tentang hakekat hidup, bagi manusia dewasa yang memasuki gerbang keluarga dalam perkawinan.
PERSEPSI REMAJA KOTA SEMARANG TERHADAP MUSIK DANGDUT Muttaqin, Moh.
Imajinasi Vol 2, No 1 (2006): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui persepsi remaja kota Semarang terhadap musik dangdut; dan (2) mengetahui perbedaan persepsi di antara remaja kota Semarang, antara yang tinggal di pinggiran dan pusat kota terhadap musik dangdut. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif, dengan populasi penelitian remaja kota Semarang baik yang tinggal di pinggiran kota maupun pusat kota. Pengambilan sampel penelitian secara bertingkat (multi stage sampling) dan diperoleh sejumlah 250 orang sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei menggunakan angket sebagai alat pengumpul data yang selanjutnya data dianalisis dengan Analisis Standar Persentase dan Koefisien Kontingensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) persepsi remaja kota Semarang terhadap musik Dangdut termasuk dalam kategori cukup (55,23%); (2) ada perbedaan tingkat persepsi antara remaja yang tinggal di pinggiran kota dan pusat kota Semarang terhadap musik dangdut. Berdasarkan hasil tersebut disarankan agar dilakukan upaya-upaya oleh berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan persepsi remaja terhadap musik dangdut sehingga remaja memiliki persepsi yang lebih baik terhadap musik dangdut. Kata kunci: persepsi, remaja, musik dangdut  
TUMPENG: SEBUAH KAJIAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ANTROPOLOGI Rondhi, Mohammad
Imajinasi Vol 3, No 1 (2007): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tumpeng sebagai ekspresi budaya mengandung banyak makna. Melalui pendekatan psikologi antropologi kita dapat mengungkap makna-makna tersebut. Tentu saja pendekatan ini bukan yang terbaik tetapi paling tidak dapat memberi wawasan baru tentang perilaku manusia dan masyarakat lingkungannya. Dalam tulisan ini tidak begitu banyak mengupas hal tersebut kecuali untuk mengurangi redundansi juga agar tulisan ini lebih terfokus pada hal-hal yang belum banyak dibicarakan oleh para pakar. Ritual tumpengan merupakan tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau organisasi sosial tertentu berdasarkan pranata yang berlaku. Ritual tersebut kecuali merupakan realisasi dari sebuah sistem sosial juga merupakan sarana untuk mencapai tujuan dari sistem sosial itu sendiri. Makna ritual tumpengan berbeda bagi tiap orang meskipun keduanya berada dalam komunitas yang sama. Hal tersebut terjadi karena tiap orang mempunyai latar belakang sejarah dan kepribadian yang berbeda. Makna ritual tumpengan tidak bisa ditafsirkan secara seragam hanya dengan mengacu pada satu sistem simbol atau pranata yang berlaku. Bagi orang Jawa membuat tumpeng adalah kebiasaan atau tindakan berdasarkan tradisi. Meskipun demikian tujuan orang membuat tumpeng dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi. Pembuatan nasi tumpeng dengan bentuk kerucut atau gunungan bagi orang Jawa dapat dipahami sebagai simbolisasi dari kelamin laki-laki (phallus). Dengan kata lain, tumpeng adalah simbol kejantanan. Kerucut atau gunungan sering diabstraksikan menjadi bentuk segitiga dengan satu ujung di atas sebagai puncak. Ketiga titik dalam segitiga dapat diartikan dua titik pada garis horizontal sebagai posisi ibu dan ayah sedangkan yang di puncak diduduki oleh anak. Jadi gunungan yang berbentuk segitiga tersebut merupakan simbolisasi dari struktur keluarga Jawa. Gunung juga bisa berarti bumi atau ibu pertiwi yaitu tempat kita dilahirkan, dibesarkan dan bahkan setelah mati dikuburkan. Dengan demikian bentuk nasi tumpeng yang parabolik itumerupakan simbolisasi dari perut atau rahim seorang perempuan. Dorongan untuk kembali ke pelukan seorang ibu adalah dorongan bawah sadar yang diperoleh anak sejak masa kecil. Penyaluran terhadap hasrat bawah sadar tersebut bermacam-macam, bisa lewat mimpi, lewat karya seni atau melalui kegiatan lainnya. Dengan kata lain perilaku orang dewasa terhadap tumpeng tidak jauh berbeda dengan perilaku anak-anak. Membuat tumpeng, memotong dan kemudian memakannya merupakan ekspresi bawah sadar dan juga katarsis bagi orang Jawa.Kata kunci: Tumpeng, gunungan, skemata, psikoanalisis, katarsis
PENDIDIKAN SENI TARI SEBAGAI SARANA AKTUALISASI DIRI DAN APRESIASI -, Hartono
Imajinasi Vol 2, No 1 (2006): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Seni tari sebagaimana seni-seni yang lain memiliki fungsi sebagai media untuk mengomunikasikan ide-ide dan keyakinan. Oleh karena itu untuk kepentingan pendidikan seni, perlu dipelajari dan diapresiasi. Melalui aktivitas berkesenian akan diperoleh banyak hal yang berkait dengan nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan, di antaranya sebagai pemenuhan kebutuhan akan rasa keindahan dan ungkapan sosial. Insan pendidikan yang menggunakan media seni termasuk seni tari, selain akan terpenuhi rasa keindahan dan ungkapan sosialnya, juga akan terpenuhi segala hasrat untuk mengaktualisasikan diri dalam wujud yang lebih halus dan bernilai. Kata Kunci : seni tari, pendidikan, komunikasi, ekspresi, aktualisasi diri.
PERTENTANGAN IDEOLOGI PADA MASA RENAISANS DENGAN IDEOLOGI PADA ABAD PERTENGAHAN DALAM KARYA SENI -, Aprillia
Imajinasi Vol 2, No 1 (2006): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setiap masyarakat tentu memiliki pola pikir dan pandangan hidup yang seiring dengan masa tersebut, misal: pembuatan seni patung yang disesuaikan dengan canon saat itu. Tidak beda dengan Abad Pertengahan yang pada masa itu dikuasai oleh gereja dan diawali dari jaman Basilika, sehingga cara berpikir dan pandangan hidupnya diwarnai dengan masalah keagamaan semata. Gereja saat itu juga mengatur pemerintahan, menjadikan agama itu (Nasrani) adalah agama negara, dan mengatur di segala bidang, termasuk bidang seni. Penciptaan seni harus berpusat pada agama atau gereja, yang bersifat teosentris, menuntut bentuk yang ideoplastis. Manusia berasal dari Allah Pencipta, maka segala yang ada, yang dibuat oleh manusia harus dikembalikan kepadaNya, sehingga manusia terikat dengan aturan dari agama yang dibuat oleh gereja tersebut, segala bentuk karya senipun di ciptakan untuk kepentingan agama atau gereja saat itu.Tetapi dengan perkembangan pemikiran dan kemampuan orang, serta seiring dengan segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh para pemimpin agama (uskup), menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap gereja saat itu tidak ada lagi. Kemunculan para kapitalis mempengaruhi masyarakat, menggiring kepada pemikiran yang bebas, individualis, untuk menemukan diri pribadi. Pusat pemikiran, pendidikan, kesenian dan kesadaran manusia tidak lagi kepada gereja, agama, tetapi kepada sesama, menjadikan hubungan yang antroposentris. Penemuan dan kembali kepada pribadi manusia adalah kelahiran baru esensi manusia, yang merupakan masa Renaissance sebagai masa pertentangan terhadap Abad Pertengahan. Keberadaan Renaisans yang membangkitkan aliran humanistik, membawa filsafati abad ini pada hal-hal yang konkret, ke alam semesta dan kepada kehidupan manusia sebagai masyarakat. Berbagai kelompok masyarakat bersatu menentang pola pikir Abad Pertengahan yang dogmatis gerejawi. Kelompok masyarakat yang melahirkan suatu perubahan dalam pemikiran manusia dan filsafatnya, serta dukungan dari gerakan kelahiran kembali pribadi manusia yang bebas, mengarahkan ciptaan karya-karya yang bersifat humanistik. Kata kunci: teosentris, antroposentris, ideoplastis, humanistis, katakomba, canon
TERBENTUKNYA SENI LUKIS KALIGRAFI ISLAM DI INDONESIA BU, Kamsidjo
Imajinasi Vol 2, No 1 (2006): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Agama Islam masuk ke Indonesia abad VII Masehi yang dibawa oleh para saudagar Arab yang datang pertama kali di Indonesia lewat pesisir utara Sumatera. Dari sinilah terbentuk cikal bakal komunitas muslim yang ditengarai dengan pendirian Kerajaan Islam pertama di Aceh. Selanjutnya hampir semua corak seni budaya masyarakat Arab mempengaruhi budaya Indonesia, yang mencakup semua aspek bentuk kesenian, seni suara, musik, sastra, lukis, arca, tari, drama, arsitektur dan lain-lain. Seni kaligrafi menduduki posisi yang amat penting. Seni kaligrafi merupakan bentuk seni / budaya Islam yang pertama ditemukan di Indonesia dan menjadi aset budaya Islam terdepan hingga kini. Kaligrafi Islam dibedakan menjadi dua yaitu tulisan dan lukisan. Lukisan kaligrafi terbagi menjadi dua yaitu murni dan bebas, yang pertama i menggunakan bentuk huruf baku biasanya dibuat oleh lulusan pondok pesantren, sedangkan yang kedua tidak menggunakan huruf baku yang dikerjakan oleh seniman akademik. Aneka bentuk lukisan kaligrafi mengandung dua elemen, fisioplastis dan ideoplastis. Elemen fisioplastis berupa penerapan estetis menyangkut unsur-unsur rupa, bentuk, garis, warna, ruang, cahaya dan volume. Elemen ideoplastis meliputi semua masalah langsung/tidak yang berhubungan erat dengan isi atau cita perbahasaan bentuk. Diangkatnya kaligrafi sebagai tema sentral dalam melukis, menjadi sejarah penting terbentuknya lukisan kaligrafi Indonesia. Lukisan kaligrafi sangat diperhitungkan dalam kancah seni rupa Indonesia ketika muncul pendalaman-pendalaman spiritual, penghayatan, perenungan yang mengarah ke kedalaman kemanusiaan dan keTuhanan. Sadali dan AD Pirous layak dicatat sebagai pelopor lukisan kaligrafi Islam Indonesia tahun 1960-an. Selanjutnya seni lukis kaligrafi berkembang pesat dengan tokoh seni Amri Yahya di Yogya, yang menggunakan medium batik, di Surabaya Amang Rahman menciptakan surealisme dengan mengambil kekuatan kaligrafi Islam. Momentum penting pameran seni rupa (seni lukis kaligrafi Islam) mulai marak di dalam maupun di luar negeri, antara lain pada tahun 1975 pameran lukisan kaligrafi pertama pada MTQ Nasional XI di Semarang, pameran pada Muktamar pertama media masa Islam sedunia tahun 1980 di senayan Jakarta, pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, kemudian pada pameran kaligrafi Islam Balai Budaya Jakarta tahun Hijriyah 1405 (1984), disusul pada MTQ XVI di Yogyakarta tahun 1991. Sambutan masyarakat yang mayoritas Islam terhadap pameran-pameran itu tak diragukan. Momentum penting lainnya ketika diselenggarakan festifal Istiglal I (1991) dan II (1995) dengan tema utama seni lukis kaligrafi Islam, yang melibatkan para perupa di antaranya AD. Pirous, Amri Yahya, Hendra Buana, Salamun Kaulam, dan Syaiful Adnan. Mereka menampilkan aneka bentuk, gaya dan ragamnya dari tulisan hingga lukisan, dari ekspresi hingga transendensi illahi. Kata kunci : kaligrafi Islam, lukisan, fisioplastis, ideoplastis, ekspresi
KEMAMPUAN ANAK TK DI JAWA TENGAH DALAM MENGGAMBAR DENGAN RANCANGAN BIDANG GEOMETRIS -, Syafii
Imajinasi Vol 2, No 1 (2006): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif anak TK di Jawa Tengah dalam menggambar dengan rangsangan bidang geometris. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif yang bersifat eksploratif, dengan penarikan sampel secara accidental dan purposive. Alat utama pengumpul data yang digunakan adalah tes, sementara analisis data diolah dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak TK di Jawa Tengah berdasarkan gambar yang dibuat, menunjukkan kelancaran dalam berpikir divergen akan tetapi kurang lancar dalam berpikir konvergen. Mereka lebih mudah merespons bidang lingkaran dibandingkan dengan bidang persegi. Ditinjau dari jenis kelamin, objek gambar yang ditampilkan oleh anak laki-laki lebih beragam dibandingkan dengan anak perempuan. Berdasarkan hasil penelitian dikemukakan saran perlunya penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih luas dan representatif. Kata Kunci: Gambar, bidang geometris; berpikir divergen; berpikir konvergen.
RUH SENI TRADISI DALAM PENDIDIKAN SENI RUPA KITA -, Purwanto
Imajinasi Vol 2, No 1 (2006): Imajinasi
Publisher : Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terjadinya krisis multidimensional dalam kehidupan masyarakat kita saat ini dapat diasumsikan akibat ketidakdigdayaan pendidikan dalam membangun watak dan kepribadian bangsa. Pendidikan seni sebagai salah satu komponen pendidikan yang memberi konstribusi besar bagi kepentingan tersebut sudah sepatutnya harus ikut bertanggungjawab. Sebagai penyebab ketidakdigdayaan pendidikan tersebut di antaranya adalah orientasi pendidikan seni yang cenderung berkiblat ke Barat yang notabene lebih bersifat liberal, atau dengan kata lain tidak bertitik tolak pada potensi nilai kultural bangsa sendiri. Ruh seni tradisi sebagai manifestasi jati diri bangsa menarik dikedepankan sebagai komponen dalam pelaksanaan pendidikan seni. Keunggulan nilai yang dimilikinya antara lain: (1)seni tradisi adalah manifestasi jati diri bangsa, (2) seni tradisi telah teruji oleh waktu dalam proses hidup yang sangat panjang, dan telah menjadi bagian dari jaringan sistem kehidupan masyarakat, (3) dalam seni tradisi tidak ada karya seni rupa yang dibuat semata untuk keindahan, atau semata untuk benda pakai; sehingga tidak dikenal pemisahan antara seni murni dan seni pakai, karya seni tradisi dituntut harus bermakna sekaligus berfungsi, (4)bentuk yang digunakan cenderung distilisasi dan menjadi dekoratif, dan warna bermuatan simbolik, (5) ekspresi bentuk seni tradisional merefleksikan kecanggihan teknik yang memukau,(6) proses penggarapan seni tradisional dapat sebagai mediasi bagi pengembangan fungsi jiwa, (7) karya seni tradisional menawarkan nilai kehidupan yang demokratik, dan (8) seni tradisi kita memiliki ‘kearifan’ sebagai media komunikasi. Dengan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam pelaksanan pendidikan seni, mengenali berbagai kendala dalam pelaksanaan pendidikan seni rupa selama ini serta mau meniti langkah berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan perbaikan dimungkinkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi krisis tersebut. Kata Kunci : Ruh seni, seni tradisi, posisi seni tradisi, pendidikan.