cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010" : 5 Documents clear
Prospek Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia DEDI SOLEH EFFENDI
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRAKTanaman Aren (Arenga pinnata, MERR) adalah tanaman perkebunan berpotensi besar untuk dikembangkan. Produk utama tanaman aren sebagai hasil  dari  penyadapan  nira  bunga  jantan  dapat dijadikan gula, minuman, cuka dan alkohol. Selain itu bagian tanaman yang lain dapat dibuat bahan makanan. Data tahun 2004 luas areal tanaman aren telah mencapai 60.482 ha yang tersebar di 14 provinsi. Sehubungan produk nira aren dapat dijadikan bahan baku etanol, maka pengembangan tanaman ini untuk mendukung   kebutuhan   bioenergi   perlu   segera ditindaklanjuti. Peluang mengembangkan tanaman ini selain ketersediaan teknologi yang ada, tanaman aren mudah beradaptasi pada berbagai tipe tanah diseluruh Indonesia termasuk lahan kritis, alang-alang dan untuk reboisasi  dan  konservasi  hutan.  Sedang tantangan yang perlu ditanggulangi untuk mengembangkan tanaman ini meliputi : input teknologi masih minim, perbaikanmanajemenproduksi,          perbaikan pengolahan,  pemasaran masih tradisional, diseminasi masih   terbatas   pada   sebagian   kecil   petani,   dan kesulitan bibit unggul. Potensi tanaman aren untuk dijadikan etanol saat ini sudah cukup besar, dapat mencapai  1,43  juta  KL  bioetanoll  per  tahun.  Agar produk aren yang ada tidak bersaing dalam bentuk penyediaan  pangan  dan  bioetanol  diperlukan  pilot projek di beberapa provinsi yang berminat. Komitmen pelaksanaan  diserahkan  kepada  provinsi/kabupaten berminat   untuk   pembiayaan,   pelaksanaan dan monitoring. Penelitian  jangka  pendek dan panjang perlu mendapat prioritas  untuk memberikan kontribusi yang jelas dalam rangka menghasilkan bioetanol sebagai bioenergi dari tanaman aren.Kata  kunci  :   Arenga   pinnata,   prospek,   penghasil,bioetanol. ABSTRACTProspect of Arenga Plant As Producer Bioethanol in IndonesiaSugar palm (Arenga pinnata MERR) is a crop that has very high potention to be developed.  Sugar palm main products are produced from extracting male flower it can be made as sugar, drinks, acetic and alcohol.  Other parts of the plant can be use for ingredient.  Data from 2004 shows sugar palm plantation covers 60.482 acres that are spread in 14 province.  Because of the sugar palm product can be used to made etanol so it has potential to be developed in order to support biofuel. The opportunity in developing sugar palm besides the avalaible technology are that this plants are easy to adapt in any kind soil type in Indonesia including; critical     soil,                 weeds, reforestation and forest conservation. The obstacles that need to overcome are: low technology input, revising production management, revising production process, traditional marketing, dissemination still limited only to a few farmer, and diffculties in finding good seeds.  Sugar palm can produce etanol until millions of litres, in order not to mixed sugar palm potention in food suply with biofuel a pilot project is needed.  Commitment in delivering the project is given to each province that is interested in funding the project.  Further research should be a priority in order to give a real contribution in producing bioethanol as a bioenergy from sugar palm.Keywords: Arenga pinnata, prospect,produce, bioetanol
Mekanisasi Pertanian dalam Perspektif Pengembangan Bahan Bakar Nabati di Indonesia BAMBANG PRASTOWO; CHANDRA INDRAWANTO; DEDI SOLEH EEFENDI
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRAKPerubahan  lingkungan  strategis  yang  sangat  serius adalah adanya kenaikan harga dan permintaan pangan dan  energy  yang  semakin  cepat.  Oleh  karena  itu, terjadinya  kelangkaan  bahan  bakar  minyak (BBM) menjadi    kendala    serius    dalam    pengembangan mekanisasi pertanian ke depan. Pemanfaatan bahan bakar  nabati (BBN)  menjadi  salah  satu  alternatif penyelesaiannya. Ditinjau dari bentuknya, bahan bakar nabati  bisa  berbentuk  padat,  gas atau cair.  Seperti halnya BBM, bentuk cair dari BBN adalah  yang paling luas dan paling luwes penggunaannya. Lahan yang sesuai dan tersedia untuk tanaman penghasil BBN juga cukup luas, yaitu sekitar 22,4 juta ha, yang terdiri atas 7,1 juta ha untuk tanaman semusim dan 15,3 juta ha untuk tanaman tahunan. Potensi energi biomasa dari pertanian  di  Indonesia  sekitar 360,99  juta  GJ  yang berasal dari hasil pokoknya (biji,buah dll) dan sekitar 441,1  juta  GJ  dari  residu  biomasanya.  Teknologi mutakhir pemanfaatan biomasa adalah dengan cara mengubah biomasa menjadi cairan atau bahan bakar cair.   Teknologi   proses   semacam   ini   disebut  juga ”second generation biofuel”, atau proses ”biomass to liquid”. Oleh karena hasilnya dalam bentuk cair, maka penggunaannya  akan  lebih  luwes  dan  dapat  lebih mudah dimanfaatkan untuk alat-alat dan mesin-mesin pertanian. Biomasa juga dapat diubah menjadi biogas menggunakan  reaktor  digestasi  anaerob,  di  mana bakteri akan mendigestasi biomasa dan menghasilkan biogas. Biogas dapat dimanfaatkan     untuk pengoperasian  mesin-mesin  pengering  di  pedesaan. Oleh  karena  mekanisasi  pertanian  ke  depan  akan menghadapi kelangkaan energi fosil, maka penelitian dan    pengembangan    mekanisasi    yang    dapat memanfaatkan   bahan   bakar   nabati   dan   biomasa lainnya   hendaknya   mampu   mensinergikan   antar keduanya sehingga mampu dioperasionalisasikan di lapangan.Kata  kunci  :   Mekanisasi   pertanian,   bahan   bakar minyak,  bahan  bakar  nabati,  energi biomasa, energi fosil ABSTRACTPerspective Agriculture Mechanization in Relation to Bio fuel Development in IndonesiaThe price and demand of energy and food has been increase faster.  Potential shortage of fossil fuel became a   serious   problem   in   developing   agriculture mechanization. Therefore, bio fuel is an alternative way to solve the problem.  Bio energy can be produced in solid, gas or liquid form.  However, the liquid form is the most easy to be used.  Indonesia has around 22.4 million ha of land to grow up bio fuel crops. 7.1 million ha for seasonal crops and 15.3 million ha for annual crops.  Potential  of  energy  of  biomass  from agriculture is around 360.99 million GJ.  Biomass can be  converted  to  be  liquid  bio  fuel.    This  namely technology for second generation bio fuel or biomass to liquid process.  Biomass can also be bended to be biogas  by using anaerob digestation reactor.  Biogas can be used to operate drier machine in villages. To overcome fossil fuel scarcity problem in the future, agriculture   mechanization   development   should   be consider  bio  fuel  as  an  alternative  energy  source. Research of agriculture mechanization, then should be directed to the machines that can be operated using bio fuel and other biomas energy.Keywords: Agriculture mechanisation, bio fuel, fossil fuel, biomass energy, fossil energy
Pengelolaan Perbenihan Nilam Untuk Mencegah Penyebaran Penyakit Budok (Synchytrium pogostemonis) WAHYUNO WAHYUNO
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRAKTanaman nilam (Pogostemon cablin) adalah tanaman penghasil minyak patchouli yang banyak diperlukan dalam industri parfum. Indonesia merupakan negara penghasil minyak nilam terbesar di dunia.  Tanaman nilam telah tersebar luas di 12 propinsi di Indonesia, dengan  penghasil  utama  propinsi  Nanggroe  Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tanaman nilam bukan tanaman asli Indonesia, jarang membentuk bunga, dan keragaman genetik yang ada di Indonesia sempit.  Perbanyakan secara vegetatif dengan menggunakan setek pucuk atau setek batang merupakan cara perbanyakan nilam yang utama di Indonesia.  Kekeringan dan gangguan OPT merupakan kendala  yang  banyak  dijumpai  di  sentra  produksi nilam. Akhir-akhir ini penyakit budok yang disebabkan oleh cendawan Synchytrium pogostemonis banyak ditemukan di sentra produksi  nilam di Indonesia. Usaha untuk mengembangkan teknologi pengendalian terhadap S. pogostemonis sedang dilakukan dalam dua tahun terakhir ini. Karakteristik S.  pogostemonis  yang  mempunyai  struktur  bertahan yang kuat dan mudah tersebar melalui benih nilam menjadi perhatian dalam usaha menekan kehilangan hasil  akibat  serangan  S. pogostemonis. Pengelolaan perbenihan yang tepat merupakan cara yang paling efektif untuk menekan penyebaran S. pogostemonis  dan pencemaran  ke  daerah  penanaman  nilam  lainnya, diikuti dengan sertifikasi perbenihan dan pemantauan lalulintas benih.Kata kunci: Penyakit budok, Pogostemon cablin,Synchytrium pogostemonis, perbenihan, penyebaran ABSTRACTNursery Management of Patchouli for Inhibit Synchytrium pogostemonis DistributionPatchouli (Pogostemon cablin) is important patchouli oil producing  plant  that  mostly  needed  for  parfume industries. Indonesia is the bigest patcholi oil producing country. The plant is widely cultivated in Indonesia over 12 provincies, with the main producer areas  mainly  in  Nanggroe  Aceh  Darusalam,  North Sumatera, West Sumatera, Bengkulu, West Java and Central Java.  The patchouli is not Indonesia origin, and sexual reproduction structure is rarely formed in Indonesia.   Therefore   the   genetic   diversity   of   the patchouli in Indonesia is narrow. Young vein cutting and  stem  cutting  are  common  mass  propagation method for this plant in Indonesia. Drought and the occurennce of insect pests and diseases are the main constraint   in   patchouli   cultivation   in   Indonesia. Recently,   a   disease   namely   budok   caused   by Synchytrium  pogostemonis  an  obligate  plant  parasite fungus  is  reported  widely  distributed  in  patchouli cultivation centre areas in Indonesia. Attempts to find effective control measures of the disease has just been conducted in the last two years. Thus only limited informations on the fungus has been obtained up to present. The fungus has winter spore state that leads the fungus organ persist in the soil, and still viable for a long period. The existence of the winter spore should be  main  focus  in  reducing  yield  lost  due  to  S. pogostemonis infection. Proper in seedling preparation and handling are considered the best way to inhibit S. pogostemonis  distribution  and  contaminating  budok disease   free   areas.   Improvement   in   pogostemon seedling   preparation   procedure,   and   statutory   in seedlings transportation are considered the best way to delimit of budok disease impact in the present time; then  followed  by  seedling  certification,  and  stricly quarantine monitoring also supose to be intensively carried out immediately.Keywords:  Wart  disease,  Pogostemon  cablin,  Synchy-trium pogostemonis, nursery, spreading
Potential Use of Botanical Termiticide SUPRIADI SUPRIADI; AGUS ISMANTO
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRACTTermite is one of the most dangerous wood destroying insects and life crop plantations. Termites are commonly controlled using synthetic chemicals which can cause environmental hazzards. However, there are various   environmentally   methods   for   controlling termites,  including  the  use  of  plant  extracts  and essential oils derived from plants such as orange, clove, and citronella oils.  Orange oil has been used quite intensed in  the USA, though many questioned concerning the long lasting effect of the oil.  The paper is aimed to present general view on the potential use of botanical  termiticides  and  its  possible  strategy  to develop.  Various kinds of termites can be found in different ecosystems in Indonesia, such as urban forest trees, plantations, and soils.  Synthetic termiticides can be applied as whole treatment and localized treatment. Although the whole treatment is more expensive, but it is more effective because it uses fumigants such as chemicals (sulfuryl fluoride and methyl bromide) or heat.  However, these chemicals are known to be ozon depletors.   In   contrary,  the  localized   treatment   is cheaper, but it is less effective and require repetead aplications.  The key success in all treatment of termites in any structures is  early detection  of termite infestation such as signs of damage wood, fecal pellets, and  discarded  wings.  Various  plant  extracts and essential   oils   show   termiticide   activities   against different  kinds  of  termites comparable  to  synthetic termiticide. For  example,  a  formulated  botanical pesticide containing clove and citronella oils is effective against dry-wood termite (Cryptotermes cynocephalus). Application of 5% of the formula kill the termite and protect the treated wood almost complete (score 9,8 out of 10) indicating that the formula is potential to be developed.  This formula and other potential botanical termiticides need to be evaluated and improved to become    more    feasible    both    practically    and economically.  A main limitation for developing of botanical termiticides is its mass production and its price which can compete with the synthetic ones.Keywords: Termite, essential oil, botanical termiticide ABSTRAKPotensi Antirayap NabatiRayap  adalah  salah  satu  serangga  perusak  kayu paling berbahaya dan juga dapat merusak pertanaman yang masih hidup. Umumnya rayap dikendalikan dengan menggunakan senyawa kimia sintetik   yang   dapat   membahayakan   lingkungan, padahal ada cara-cara cara pengendalian rayap yang ramah lingkungan, termasuk penggunaan ekstrak dan minyak atsiri berasal dari tanaman, seperti minyak kulit jeruk (orange oil), minyak cengkeh dan minyak serai wangi.  Formula anti rayap dari minyak kulit jeruk  sudah  dijual  di  Amerika  Serikat,  walaupun masih ada kontroversi tentang keefektifannya jangka panjang.    Tulisan    ini    menguraikan    kemajuan perkembangan pestisida nabati anti rayap dan strategi pengembangannya.  Berbagai jenis rayap ditemukan pada   beragam   ekosistem   di   Indonesia,   seperti tanaman hutan kota, tanaman perkebunan, dan tanah. Anti   rayap   sintetik   dapat   diaplikasikan   secara menyeluruh atau secara lokal.  Walaupun aplikasi secara menyeluruh lebih mahal biayanya, tetapi lebih efektif, karena menggunakan senyawa kimia fumigan seperti sulfuril fluorida dan methyl bromida atau uap panas.  Sayangnya, bahan-bahan kimia tersebut dapat merusak lapisan ozon.  Sebaliknya, aplikasi secara lokal   lebih   murah   tetapi   kurang   efektif   dan memerlukan   aplikasi   ulang.   Salah   satu   kunci keberhasilan pengendalian rayap adalah mendeteksi gejala rayap secara dini, misalnya adanya kerusakan pada kayu, bubuk halus dari kayu yang rusak, dan ditemukannya   potongan   sayap   rayap   dewasa. Beragam  ekstrak  tanaman  dan  minyak  atsiri  anti rayap  menunjukkan  sifat  anti  rayap  yang  baik sebanding   dengan   senyawa   anti   rayap   sintetik. Misalnya,  salah  satu  formula  anti rayap  berbahan baku minyak cengkeh dan serai wangi menunjukkan dapat  mematikan  rayap  kayu  kering  (Cryptotermes cynocephalus).  Aplikasi 5% formula pada kayu dapat melindungi  kayu hampir  sempurna  (skor  9,8 dari maksimal skor 10).  Hasil ini mengindikasikan bahwa formula anti rayap nabati tersebut berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.  Formula tersebut dan beberapa anti rayap nabati potensial lainnya perlu diuji  dan  diperbaiki  sehingga  layak  baik  secara praktis            maupun    ekonomi.    Kendala    utama pengembangan  anti  rayap  nabati  adalah  produksi masal dan harga yang kompetitif terhadap anti rayap  sintetik.Kata kunci: Rayap, minyak atsiri, anti rayap nabati.
Penanda DNA Untuk Pemuliaan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.) PANDIN, DONATA S.
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRAKKegiatan pemuliaan pada tanaman kelapa merupakan proses   yang   sangat   lama   dan   mahal.   Pemuliaan tanaman kelapa di Indonesia telah dilakukan melalui eksplorasi,   koleksi,   dan   hibridisasi.   Inventarisasi populasi kelapa yang dilakukan oleh COGENT, CGR (The  International  Coconut  Genetic  Resources  Network, Coconut Genetic Resources) dari 17 negara, dilaporkan sebanyak 936 populasi dan 105 populasi diantaranya berasal dari Indonesia atau setara dengan 11.22% dari seluruh   populasi   kelapa   di   dunia   yang   telah dilaporkan.   Beberapa   dari   koleksi   yang   ada   di BALITKA telah digunakan sebagai materi persilangan baik antara kelapa Genjah dengan Dalam, maupun kelapa  Dalam  dengan  Dalam.  Dari  koleksi  plasma nutfah kelapa tersebut, telah berhasil dilepas sebagai Kelapa unggul sebanyak 15 varietas kelapa Dalam, 4 varietas kelapa Genjah, dan 5 varietas kelapa Hibrida. Kemajuan dibidang genetika terutama pada penanda DNA  telah  banyak  merubah  pola  penelitian  pada disiplin   ilmu   genetika   dan   pemuliaan   tanaman. Ditemukan banyak penggunaan penanda DNA dalam pemuliaan  tanaman.  Beberapa  penanda  DNA  yang telah digunakan pada tanaman kelapa adalah  analisis variasi   genetik,   evolusi/migrasi   tanaman   kelapa, keterpautan gen tertentu terhadap karakter spesifik, penelusuran tetua, dan analisis lokus-lokus karakter kuantitatif dengan menggunakan Restriction Fragment Length   Polymorphism                  (RFLP),   Random   Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP),  dan  mikrosatelit  atau  Simple Sequence   Repeat (SSR).  Saat  ini   BALITKA   sedang melakukan penelitian untuk mengidentifikasi fragmen DNA   sebagai   penanda   sifat   kopyor,   klarifikasi kandidat penanda sifat produksi buah pada kelapa Dalam Mapanget, dan identifikasi penanda tanaman tahan terhadap P. palmivora.   Pemanfaatan penanda DNA akan menghemat waktu dan tenaga kerja karena pengujian yang dilakukan pada tingkat DNA tidak dopengaruhi  oleh lingkungan  tumbuh.  Keuntungan lainnya adalah jumlah benih, bibit, atau galur yang dibutuhkan untuk pengujian dapat dikurangi, karena banyak  yang  sudah  tidak  terpilih  setelah  seleksi dengan  penanda  DNA  pada  tahap  awal  generasi, sehingga  desain  pemuliaan  lebih  efektif.  Efisiensi paling  besar  adalah  seleksi  terhadap  sifat  spesifik (target) akan lebih cepat karena seleksi berdasarkan genotif   spesifik   lebih   mudah   diidentifikasi   dan diseleksi.Kata kunci : Cocos nucifera, pemuliaan, RFLP, RAPD,   mikrosatelit (SSR) ABSTRACTDNA Marker in Coconut Breeding ProgrammCoconut plant breeding activities in Tall coconut is a very  long  and   expensive   process.   Coconut  plant breeding  in  Indonesia  has  been  done  through  the exploration,                 collection,             and         hybridization. Inventarization of coconut populations conducted by the COGENT, CGR (The International Coconut Genetic Resources Network, the Coconut Genetic Resources) from 17 countries, reported as many as 936  population and 105 of the population of which originated from Indonesia or equal to 11:22% of the entire population of the  world's  coconut  has  been  reported  .  Some  of existing  collections  in  BALITKA  has  used  as  the material crosses between dwarf and tall coconut. From the   collection   of   coconut   germplasm,   we   have successfully  released  as  much  as 15   varieties  of superior Tall coconut palm, 4 Dwarf coconut varieties, and five varieties of hybrid coconuts. Progress in the genetics  field,  especially  on  the  DNA  marker  has changed  the  pattern  of  research  in  disciplines  of genetics and plant breeding. A lot of DNA markers in plant breeding had found and used. Several DNA markers that have been used on the coconut crop are to analyze genetic variation, the evolution / migration of coconut plantations, mapping of specific genes related to specific characters, parental analysis, and analysis of quantitative trait loci using Restriction Fragment Length polymorphism (RFLP), the Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Amplified Fragment Length polymorphism (AFLP), and of micro-satellite or Simple Sequence Repeat (SSR). BALITKA currently doing research to identify DNA   fragments   as   a   marker   kopyor   properties, clarification of the nature of the candidate marker of fruit   production   in   coconut   In   Mapanget,   and identification  markers  P.  palmivora  resistant  plants. Utilization of DNA markers will save time and labour because the tests conducted at the DNA level is not influenced by environmental. Another advantage is the number  of  seeds,  seedlings,  or  strain  required  for testing can be reduced, because many of them had not elected after selection by DNA marker generation in the  early  stages,  so  the  breeding  design  is  more effective. Greatest efficiency is the selection of specific characters will be faster because the selection based on specific genotype is more easily identified and selected.Keywords:  Cocos  nucifera,  breeding,  RFLP,  RAPD, micro-satellite (SSR)

Page 1 of 1 | Total Record : 5