cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Global Strategis
Published by Universitas Airlangga
ISSN : 19079729     EISSN : 24429600     DOI : -
Jurnal Global & Strategis is a scientific journal published twice a year, every June and December. JGS invite discussions, reviews, and analysis of contemporary against four main themes: international peace and security; international political economy; international businesses and organization; as well as globalization and strategy. JGS published by Cakra Studi Global Strategis (CSGS), center of studies that examine the issues of international relations and this center of studies was under control by Airlangga University International Relations Department.
Arjuna Subject : -
Articles 173 Documents
Pelaksanaan Program Millennium Challenge Account (MCA) dan Kepentingan Amerika Serikat di Indonesia Asra Virgianita
Global Strategis Vol. 9 No. 1 (2015): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1200.88 KB) | DOI: 10.20473/jgs.9.1.2015.123-140

Abstract

Kajian ini membahas mengenai program hibah Millennium ChallengeAccount (MCA) di Indonesia yang merupakan salah satu proyek bantuan luarnegeri Amerika Serikat (AS). Para ahli berpendapat bahwa pemberianbantuan luar negeri selalu terkait dengan motif negara donor. Studi inimenginvestigasi motif AS dalam pemberian hibah MCA ke Indonesia.Ditemukan bahwa MCA dirumuskan untuk motif politik dan ekonomi. Motifpolitik terkait dengan upaya AS untuk menunjukkan komitmen dalam isupelestarian lingkungan global. Motif ekonomi terkait dengan upaya-upayaAS untuk melindungi perusahaan minyak dan gas AS di Indonesia terhadaptuntutan untuk masalah lingkungan dan sosial, perluasan pasar AS untukproduk kesehatan dan farmasi, dan pembentukan iklim yang kondusif bagiperusahaan AS
Quo Vadis Melanesian Spearhead Group? Baiq LSW Wardhani
Global Strategis Vol. 9 No. 2 (2015): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.208 KB) | DOI: 10.20473/jgs.9.2.2015.190-206

Abstract

Menguatnya sentimen identitas di dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) bersamaan dengan kecenderungan melemahnya kapabilitas kemandirian untuk melakukan tata kelola domestik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berubahnya dinamika di Pasifik Selatan. Salah satunya ditandai dengan menguatnya kekhawatiran bahwa negara-negara di dalam kelompok ini semakin sulit melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bantuan luar negeri. Menguatnya sentimen identitas secara empiris dapat diamati dari pergolakan di dalam organisasi tersebut, yang menunjukkan bahwa para anggotanya semakin tidak khawatir pada perbedaan pendapat di antara mereka. Sementara itu lemahnya kapabilitas mengelola secara mandiri persoalan domestik ditunjukkan dengan meningkatnya bantuan finansial dari negara donor. Padahal pada saat yang bersamaan krisis di negara donor dan relatif menurunnya urgensi Pasifik Selatan dalam geopolitik negara-negara donor dapat membawa organisasi regional ini dalam posisi limbo. Alternatif jalan keluar telah diambil, namun menimbulkan pertanyaan, mau dibawa ke manakah MSG?
Respon Poskolonial terhadap Intensifikasi Pendidikan Kolonial di Afrika Baiq LSW Wardhani
Global Strategis Vol. 10 No. 1 (2016): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.141 KB) | DOI: 10.20473/jgs.10.1.2016.137-151

Abstract

Tulisan ini membahas tentang respon masyarakat poskolonial terhadap intensifikasi pendidikan dan penanaman mindset pro-western yang dilakukan oleh kolonialis, yang menunjukkan sikap penolakan. Subyek target adalah masyarakat di negara-negara poskolonial yang telah mengalami perubahan perilaku akibat masa kolonialisme yang panjang dan intensif. Intensifikasi kolonialisme meninggalkan jejak historis kuat dalam sistem pendidikan di kalangan masyarakat poskolonial. Respon masyarakat poskolonialisme atas hal tersebut amat beragam: menolak, menerima dan kompromi. Namun satu hal yang sama adalah, masyarakat poskolonial yang tinggal di berbagai negara merupakan subyek target dari penanaman nilai-nilai pendidikan Barat yang sebagian besar tidak bersejalan dengan nilai-nilai lokal. Hubungan asimetris yang terbentuk selama masa kolonial telah menciptakan dunia tersendiri bagi kaum terjajah yang selalu diposisikan sebagai marjinal/periphery dan tergantung pada mantan negara kolonialnya. Sebagian besar kasus dalam tulisan ini adalah pendidikan di Afrika yang secara historis mengalami masa kolonial yang intensif.
Indonesian Labour Migration: Identifying the Women Sylvia Yazid
Global Strategis Vol. 9 No. 1 (2015): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (973.572 KB) | DOI: 10.20473/jgs.9.1.2015.49-62

Abstract

This paper is concerned with two main issues, Indonesian women workingabroad in the informal sector, mostly as domestic workers and the potentialsof other women stakeholders in addressing issues faced by women migrantworkers. This paper is written based on the assumption that an identificationof potential women at various levels and institutions may contribute to thesearch for solutions for the problems faced by the women migrant workersand that women should be seen as active actors that may contribute to theproblem solving. The identification in this paper has been able to identify theexistence of a number of prominent women migrant workers advocates, arguefor their existence in various parts within the labour migration system toguarantee a protected migration for women labour, and suggest for thewidening of the scope and activism of these women migrant workersadvocates, in line with their movements across institutions.
Bilateral and Multilateral Approach of The United States and China Towards ASEAN Irawan Jati
Global Strategis Vol. 12 No. 1 (2018): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.465 KB) | DOI: 10.20473/jgs.12.1.2018.39-56

Abstract

The U.S. and China relations in Southeast Asia have been a long contesting history. It is no question that the U.S. and China are playing strategy to stronghold Southeast Asia for their gain. Both states seek greater influence by applying the multilateral and bilateral approach to ASEAN and its member states. In engaging to ASEAN, the U.S. and China joined ASEAN led multilateral forums such as the ASEAN Regional Forum (ARF) and ASEAN Plus Three. Traditionally, the U.S. and China already have bilateral diplomatic relations with all ASEAN member states. But it does not necessarily represent their deep commitment to the Southeast Asia region. Furthermore, ASEAN relations with the U.S. and China are overshadowed by the rivalry between the two major powers. The US increasing military tied with the Philippines and Thailand's strategic plan to acquire submarines from China are the recent development of rivalries between the two. Therefore, it is fascinating to examine how the US and China's bilateral and multilateral approaches affecting ASEAN and its member states policies. It is argued that ASEAN should maintain neutral performance in engaging with the U.S. and China. It also suggests that ASEAN member states should keep their 'community' identity to derogate the possible deterioration of the stability in the region. Hubungan antara Amerika Serikat (A.S) dan Tiongkok di kawasan Asia Tenggara memiliki sejarah persaingan yang panjang. A.S dan Tiongkok memainkan strategi untuk menguasai Asia Tenggara demi kepentingan mereka. Kedua negara berusaha untuk mencapai pengaruh yang lebih luas dengan melakukan pendekatan multilateral dan bilateral pada ASEAN dan negara anggotanya. Dalam hubungaannya dengan ASEAN, A.S dan Tiongkok terlibat dalam forum multilateral ASEAN seperti ASEAN Regional Forum (ARF), dan ASEAN Plus Three. Secara tradisional, A.S dan Tiongkok telah memiliki hubungan diplomasi bilateral dengan negara anggota ASEAN. Namun hal tersebut belum menunjukkan komitmen utama mereka di kawasan Asia Tenggara. Lebih jauh lagi, hubungan ASEAN dengan A.S dan Tiongkok dibayangi oleh persaingan antar kedua negara besar tersebut. Peningkatan hubungan militer A.S dengan Filipina dan rencana strategis Thailand untuk membeli kapal selam dari Tiongkok merupakan perkembagan teranyar dari persaingan antar kedua negara tersebut. Oleh karenaya, artikel ini akan menganalisis bagaimana pendekatan multilateral dan bilateral yang dilakukan oleh A.S dan Tiongkok mempengaruhi kebijakan ASEAN dan negara anggotanya. Argumen utama dalam artikel ini adalah ASEAN harus tetap mempertahankan netralitas dalam kebijakannya terhadap A.S dan Tiongkok. Artikel ini juga merekomendasikan agar ASEAN dan negara anggotanya tetap berpegang pada identitas ‘komunitas’ untuk menghindari kemungkinan eprpecahan di kawasan.
Pemanfaatan Metode Etnografi dan Netnografi Dalam Penelitian Hubungan Internasional Umar Suryadi Bakry
Global Strategis Vol. 11 No. 1 (2017): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.673 KB) | DOI: 10.20473/jgs.11.1.2017.15-26

Abstract

Tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas kontur metodologi yang muncul untuk mempelajari hubungan internasional yang telah mengalami perubahan mendasar setelah berakhirnya Perang Dingin. Makalah ini berfokus pada munculnya etnografi dan netnografi sebagai metode alternatif dalam penelitian hubungan internasional. Menurut penulis, etnografi dan netnografi dalam studi hubungan internasional berkembang sebagai respon terhadap berbagai analisis berorientasi teks (analisis wacana dan analisis isi) dan ketergantungan yang berlebihan pada interpretasi diskursif tentang hubungan internasional yang berkaitan dengan pendekatan bahasa. Etnografi dan netnografi adalah metode penelitian yang diadopsi dari antropologi. Kedua metode pada dasarnya menekankan pentingnya keterlibatan peneliti dengan subyek (orang-orang yang diteliti) untuk memperoleh pemahaman tentang lingkungan sosial atau budaya tertentu.
Intervensi Kemanusiaan dalam Studi Hubungan Internasional: Perdebatan Realis Versus Konstruktivis Mohammad Rosyidin
Global Strategis Vol. 10 No. 1 (2016): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.036 KB) | DOI: 10.20473/jgs.10.1.2016.55-73

Abstract

Artikel ini bermaksud memetakan isu intervensi kemanusiaan dalam konteks teoritis. Dua perspektif utama berdiri secara diametral dalam memandang intervensi kemanusiaan yaitu realisme dan kontruktivisme. Realisme, di satu sisi, memandang bahwa intervensi kemanusiaan tak lebih dari instrumen diplomasi untuk mengejar kepentingan nasional. Mengingat realisme tidak menaruh kepercayaan terhadap prinsip-prinsip abstrak dalam memandu kebijakan luar negeri, mereka bersikukuh bahwa intervensi kemanusiaan murni tindakan politis. Di sisi lain, konstruktivisme memandang sebaliknya bahwa intervensi kemanusiaan berhubungan erat dengan sifat negara yang mematuhi peraturan dan norma internasional. Konstruktivisme percaya bahwa terlepas dari adanya kepentingan nasional di balik tindakan negara, intervensi kemanusiaan merupakan upaya komunitas internasional untuk menegakkan norma kemanusiaan. Alhasil, berbeda dengan realis yang menganggap negara adalah aktor yang mementingkan diri sendiri konstruktivis menganggap negara adalah aktor altruis yang memiliki kepedulian terhadap warga negara lain.
The Impact of Samsung Scandal in South Korean Corporate Culture: Is Corporate Governance Necessary? Kholifatus Saadah
Global Strategis Vol. 11 No. 2 (2017): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.174 KB) | DOI: 10.20473/jgs.11.2.2017.126-134

Abstract

As one of the world’s poorest countries in the world 30 years ago, South Korea proved its remarkable economic development. Within three decades, South Korea’s economic development shot up and attracted international attention. The economic strength in South Korea is supported by several global corporations such as Samsung, LG, Hyundai and others. The corporations have South Korea’s “ala” power, chaebol. Chaebol itself is similar to keiretsu in Japan, which global corporations are run by families and are hereditary. As time goes by, South Korea with its corporate culture does provide many advantages for South Korea as a whole, but this condition does not last forever. Not on the decline in revenues to South Korea’s economy, but the scandal of some global corporations in South Korea, especially Samsung raises new questions, should the South Korean Corporate culture be changed in the future? This question will be answered and explained in this paper. The author will explain through the history of the Korean corporate culture that is influenced by Confucianism, Samsung’s history to become a global corporate power for South Korea as well as an analysis of corporate governance on the economic situation in South Korea.
Knowledge and the Mystery of Black Boxes: The Construction of a Techno-scientific-culture in The Case of Digital Maritime Safety Dicky Rezady Munaf; Yasraf Amir Piliang
Global Strategis Vol. 12 No. 1 (2018): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.796 KB) | DOI: 10.20473/jgs.12.1.2018.123-143

Abstract

The growth of knowledge in an institution is highly determined by the cultural system and environment, in which the knowledge is produced, disseminated and appropriated. Knowledge, which is substantially demanded for the continuation of the institution, can only be systematically generated in a good social and cultural environment. Yet, in many cases, there is a kind of “black box” that structurally impedes the production of knowledge, because of incapability of the system in constructing a collective “scientific culture”. This paper analyze the techno-scientific system usage in the Indonesia Maritime Security Coordinating Board (IMSCB) worked from 2006-2014. Here, two related systems are responsible for the production of knowledge in the institution, i.e., “techno-science” and “techno-culture”. Yet, the capacity of certain institutions in generating useful knowledge is highly determined by the capability of “techno-scientific-culture” to open “black boxes”, that is capable to reveal and understand the complexity behind natural or social realities: earthquake, Tsunami, flood, traffic jam, chaos or mass violence. Thus a cultural transformation has to be systematically initiated to integrate techno-science and techno-culture, create self-reflectivity of the scientific world, and build “public awareness” about the function, significance and science benefit and technology for community, society and humankind in general.
Diplomasi Soft Power Indonesia melalui Atase Pendidikan dan Kebudayaan Sartika Soesilowati
Global Strategis Vol. 9 No. 2 (2015): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.036 KB) | DOI: 10.20473/jgs.9.2.2015.293-308

Abstract

Studi ini membahas implementasi diplomasi Soft Power Indonesia melalui pertukaran dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan di luar negeri. Bagaimana sebenarnya strategi dan karakter diplomasi ini? Sampai seberapa jauh diplomasi pendidikan memperkuat tujuan dan kepentingan nasional? Apa saja upaya, tantangan dan kesempatan dalam mengimplementasikan tipe diplo-masi ini? Studi ini menguatkan argumen bahwa ada hubungan secara langsung atau tidak langsung antara diplomasi pendidikan dan kepentingan nasional. Disamping beberapa beberapa capaian, masih ada beberapa kekurangan, dan kendala yang menghambat untuk dapat memaksimalkan hasil dari upaya pertukaran pendidikan internasional ini. Artikel ini juga berargumen bahwa diplomasi Soft Power memperkuat signifikansi ‘new diplomacy’ atau ‘neo diplomacy’. Bentuk diplomasi ini melibatkan berbagai aktor sehingga bersifat inklusif dalam proses diplomasi saat ini dibutuhkan. Untuk menjelaskan secara lebih terperinci dari fenomena ini maka juga akan diterangkan dengan studi kasus atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di Filipina.

Page 5 of 18 | Total Record : 173