cover
Contact Name
Hero Patrianto
Contact Email
jurnal.atavisme@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.atavisme@gmail.com
Editorial Address
Balai Bahasa Jawa Timur, Jalan Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo 61252, Indonesia
Location
Kab. sidoarjo,
Jawa timur
INDONESIA
ATAVISME JURNAL ILMIAH KAJIAN SASTRA
ISSN : 1410900X     EISSN : 25035215     DOI : 10.24257
Core Subject : Education,
Atavisme adalah jurnal yang bertujuan mempublikasikan hasil- hasil penelitian sastra, baik sastra Indonesia, sastra daerah maupun sastra asing. Seluruh artikel yang terbit telah melewati proses penelaahan oleh mitra bestari dan penyuntingan oleh redaksi pelaksana. Atavisme diterbitkan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur. Terbit dua kali dalam satu tahun, pada bulan Juni dan Desember.
Articles 13 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010" : 13 Documents clear
PEREMPUAN SENI TRADISI: MULTIDIMENSI DAN GENERALISASI Macaryus, Sudartomo
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.609 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.138.269-272

Abstract

Resensi Buku
MAKNA MANTRA MELAUT SUKU BAJO Uniawati, Uniawati
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.15 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.129.175-186

Abstract

Mantra adalah salah satu genre puisi lama yang pembacaannya dimaksudkan untuk menimbulkan efek magis atau kekuatan tertentu. Mantra, dalam pandangan masyarakat Bajo, diyakini dapat memberikan kekuatan demi pencapaian tertentu terhadap suatu tujuan. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap makna yang terkandung dalam mantra melaut suku bajo. Data yang dianalisis terdiri atas dua mantra, yaitu mantra untuk memasang pukat dan mantra untuk mengatasi badai. Analisis yang dilakukan menggunakan teori semiotik menurut pandangan Michael Riffatere. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum teks mantra melaut suku Bajo memiliki hubungan yang dekat dengan teks Alquran. Artinya, penciptaan mantra melaut mendapat inspirasi dari kandungan teks Alquran. Abstract: Spell is one of the old poetry genres that is used to raise particular power or magical effect. Spell, in the view of Bajo society, is believed giving a power to reach particular desire. This research is aimed to explore the meaning that is contained in Bajo society?s spell when going to sea. In this study, there are two spells analyzed, spell when going to put on seine and spell when going to handle the sea storm, by using Michael Riffatere?s semiotic theory. The result of this study shows that generally texts in the spell have a close relationship with Quran. It means that the making of spell when going to sea takes inspiration from Quran. Key Words: Bajo of Etnic; spell when go to sea; Riffatere?s semiotic
JEJAK PERLAWANAN DALAM NOVEL BUMI MANUSIA DAN DE STILLE KRACHT Murwani, Christina Dewi Tri
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.918 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.134.229-242

Abstract

Menerapkan teori poskolonial pada dua karya sastra yang ditulis oleh dua pengarang yang berbeda nasionalitasnya dan ditulis dalam kurun waktu yang berlainan tetapi merepresentasikan kehidupan masa kolonial Hindia Belanda adalah hal yang menarik. Bumi Manusia (BM, 1980) karya Pramoedya Ananta Toer dan De Stille Kracht (DSK, 1900) karya Louis Couperus menghadirkan kehidupan pejabat/pegawai Hindia Belanda, pribumi, dan nonpribumi, antara akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20: BM memandang dan mengritik pendidikan dan hukum kolonial Belanda, sedangkan DSK memandang dan mengritik perilaku pejabat pribumi yang dipenuhi pemikiran mistik dan pelanggaran tugas. Kedua novel yang berakhir dengan kehancuran keluarga tokoh mengungkapkan pendapat bahwa hubungan yang tak setara, penjajahan, sampai kapan pun hanya menghadirkan perlawanan dan kesengsaraan. Abstract: Applying the postcolonial theory towards two novels, which were written by two authors from different nationalities and periods, representing the life of Dutch colonial period, is an interesting work. Bumi Manusia (1980) by Pramoedya Ananta Toer, Indonesian author, and De Stille Kracht (1900) by Louis Couperus, Dutch author, tell about the life of Dutch government officials ( indigenous and non-indigenous ) on the end of the 19th century until the early of the 20th. Bumi Manusia views and criticizes education and the Dutch colonial law; De Stille kracht views and criticizes indigenous government officials with their mystic thought and violation of duty. Both novels, which end with broken families of the main characters, reveal the opinion that the non-equal connection, colonization just brings struggle and suffering forever. Key Words: postcolonialism, representation of colonial periode, mystic and education, laws and violation
OBITUARI PROF. DR. AMIN SWEENEY Mashuri, Mashuri
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.385 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.139.273-274

Abstract

MARGINALISASI DAN REVITALISASI PARIKAN DI ERA KELISANAN SEKUNDER Jupriono, D.
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.232 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.130.187-200

Abstract

Sastra lisan parikan termarginalisasikan dari masyarakatnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah karena: makin langkanya habitat tempat munculnya parikan (ludruk, tayub, dll.); melimpahnya acara pop di media elektronik TV; punahnya budaya sindiran; tergusurnya lembah lokalisasi; makin berkurangnya jumlah penjual jamu di pasar tradisional dan para pedagang keliling berlayar tancap; lenyapnya budaya cangkrukan/jagongan. Meskipun demikian, ada dua komunitas yang tetap melestarikan parikan, yaitu komunitas pesantren, yang tetap mempertahankan parikan sebagai produk kelisanan primer, dan masyarakat Jawa pedesaan serta komunitas urban etnis Jawa, yang melestarikan parikan sebagai produk kelisanan sekunder dalam kemasan media elektronik. Di antara parikan yang masih tersisa, terdapat parikan pelesetan, yang hanya main-main oleh dagelan ludruk, dan parikan serius, sebagai media iklan resmi layanan masyarakat oleh kepolisian, parpol, perusahaan, dan media massa, serta sebagai kritik sosial terhadap ketimpangan keadaan dan kesewenangan penguasa, juga oleh dagelan ludruk. Abstract: Parikan as oral literature is marginalized from its society in East Java and Central Java because the more rarely of habitat it emerges (ludruk, tayub, etc); the abundance of popular programs in TV electronic media; the vanishing satirical culture; the abolition of prostitution locality; the lesser of the amount of herbs seller in traditional market and vendors on layar tancap; the diminishing of the culture of cangkrukan/jagongan. Fortunately, yet there are two communities keeping on conserve parikan, they are pesantren community, which keeps parikan as the product of primary orality, and Javanese villagers and also Javanese urban community who conserve parikan as the product of secondary orality in electonic media packaging. Among the rest of parikan, there are plesetan parikan, merely for jokes which come from ludruk comedians, and serious parikan, as the official advertising media of public service by police department, politic parties, companies, and mass media, also as the social critique by ludruk comedians towards social injustice and despotism of public officers. Key Words: oral literature; revitalization; secondary orality; social critique; marginalization
CITRAAN PERLAWANAN SIMBOLIS TERHADAP HEGEMONI PATRIARKI MELALUI PENDIDIKAN DAN PERAN PEREMPUAN DI ARENA PUBLIK DALAM NOVEL-NOVEL INDONESIA Wiyatmi, Wiyatmi
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.756 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.135.243-256

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengungkap gambaran perlawanan simbolis terhadap hegemoni patriarki melalui pendidikan dan peran perempuan di arena publik dalam novel-novel Indonesia dengan kritik sastra feminis. Untuk mencapai tujuan tersebut, secara purposif dipilih sejumlah novel periode 1920 sampai 1980-an yang secara intens mengangkat isu pendidikan bagi perempuan dan peran perempuan di ranah publik. Hasil penelitian menunjukkan adanya perlawanan terhadap hegemoni patriarki dalam bentuk perjuangan para perempuan untuk mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan yang masih digunakan untuk mempersiapkan tugas-tugas domestiknya, sebagai ibu rumah tangga (Azab dan Sengsara dan Sitti Nurbaya), pendidikan bagi perempuan yang mempersiapkan dirinya ke dalam pekerjaan di sektor publik, terutama sebagai guru (Layar Terkembang, Kehilangan Mestika, Widyawati, dan Manusia Bebas), yang dilanjutkan dengan masuknya perempuan terpelajar tersebut dalam organisasi perempuan untuk memperjuangan emansipasi perempuan dan perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia (Layar Terkembang, Manusia Bebas, dan Burung-burung Manyar). Abstract: This study is aimed at exposing the depiction of symbolic resistance of patriarchal domination through education and the role of women in public domain and in the novels of Indonesia by feminist literary criticism. To achieve these objectives, a number of novel from 1920 until 1980s that raised the issue of intensive education for women and the role of women in the public domain were purposively selected. The result shows the resistance to the hegemony of patriarchy in the form of women?s struggle to get a chance to still use their education to prepare for domestic tasks, as housewives (Kehilangan Mestika and Sitti Nurbaya), education for women who are preparing themselves to work in a public sector, primarily as a teacher (Layar Terkembang, Kehilangan Mestika, Widyawati, and Manusia Bebas), continuing with the entry of women educated in women?s organizations to women?s emancipation and the struggle towards independence of Indonesia (Layar Terkembang, Manusia Bebas, and Burung-burung Manyar). Key Words: symbolic resistance, patriarch, novel
ETNOGRAFI SASTRA USING: RUANG NEGOSIASI DAN PERTARUNGAN IDENTITAS Anoegrajekti, Novi
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.431 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.125.137-148

Abstract

Kajian ini menekankan bagaimana komunitas Using memandang, menyikapi, dan mensiasati sastra sebagai ungkapan identitas diri dan persentuhannya dengan kekuatan-kekuatan lain, terutama modernisasi, agama, dan kebijakan negara. Hal ini tampak terlihat pada teks lakon Jinggoan, syair-syair dalam pertunjukan Gandrung, dan basanan wangsalan dalam Warung Bathokan sebagai bentuk resistensi dan representasi identitas Using. Perlawanan terhadap berbagai ancaman, baik yang bersifat fisik maupun pencitraan negatif berulang kali terjadi dalam kesejarahan masyarakat Using. Konsep yang membangun hegemoni adalah budaya dominan (yang sedang berkuasa), budaya residual (unsur budaya yang tersisa dari masa lalu), dan budaya emegrent (unsur budaya yang baru muncul). Dalam analisis etnografis, metode interpretasi dipergunakan untuk mengakses lebih dalam terhadap berbagai domain yang dialamiahkan dan aktivitas karakteristik pelaku budaya yang diteliti. Abstract: This study emphasizes on how Using community view, respond, and anticipate literature as an expression of self identity and relation with other forces, especially modernization, religion and state policy. This can be seen on Jinggoan stories, poems, and basanan Gandrung wangsalan in Warung Bathokan as a form of resistance and the representation of Using identity. Resistance against various threats, both physical and negative imagery occur repeatedly in Using history. The concept that builds hegemony is the dominant culture (which is in power), the residual culture (cultural elements remaining from the past) and culture emegrent (newly emerging cultural elements). In the ethnographic analysis, interpretation method is used to access more of the various domains in which characteristics of perpetrators of cultural activities is being investigated. Key Words: Using literature, resistance, contestation, negotiation, identity
ANALISIS MAKNA LAGU BUGIS “SAJANG RENNU” CIPTAAN YUSUF ALAMUDI MELALUI PENDEKATAN HERMENEUTIKA Herianah, Herianah
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.131.201-208

Abstract

Tulisan ini bertujuan membahas makna lagu Bugis Sajang Rennu ciptaan Yusuf Alamudi melalui pendekatan hermeneutika. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik inventarisasi, baca-simak, dan pencatatan dalam pengumpulan datanya. Teknik analisis data melalui tahap identifikasi, klasifikasi, analisis, dan deskripsi. Analisis makna lagu dengan pendekatan hermeneutika ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu analisis kata dalam larik lagu, analisis larik dalam bait, dan analisis bait dalam lagu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna lagu Sajang Rennu ciptaan Yusuf Alamudi adalah adanya rasa sirik ?malu? dari seorang lelaki karena kekasih pujaan hatinya menikah dengan orang lain tanpa kabar berita. Konsekuensi dari rasa sirik ?malu? ini membuatnya berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Abstract: This writing is intended to discuss the meaning of Buginese song Sajang Rennu by Yusuf Alamudi using hermeneutic approach. This research applies descriptive qualitative method by collecting data using inventory technique, reading-observing, and noting. The technique of data analysis is identification, classification, analysis, and description. The result of the research shows that the meaning of Sajang Rennu by Yusuf Alamudi is sirik or feeling embarassed of a man since his girl friend gets married to another man without any notification before. The consequence of sirik makes him think of suicide. It is figured by the statement that one day people will find a new grave, and he is in. Key Words: meaning; Buginese song; hermeneutic research
RESISTENSI PEREMPUAN MULTIKULTURAL DALAM NOVEL SEROJA KARYA SUNARYONO BASUKI: KAJIAN FEMINIS Turaeni, Ni Nyoman Tanjung
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.136.257-264

Abstract

Resistensi perempuan multikultural di Indonesia mengarah kepada bentuk eksistensi perempuan dalam mempertahankan jati diri yang dimiliki meskipun terkekang oleh budaya dan tradisi. Berbagai macam cara dilakukan oleh mereka bertujuan hanya ingin mencapai titik ke- sempurnaan sebagai seorang perempuan yang dihargai kedudukan dan peranannya. Dengan kajian feminis dan metode hermeneutika terungkap bahwa Seroja karya Sunaryono Basuki adalah salah satu dari sekian banyak contoh novel yang menggambarkan perempuan multikultural yang terikat oleh budaya dan tradisi akibat kepercayaan sisa-sisa peradaban leluhur. Hal itu memperlihatkan secara jelas bahwa perempuan tetap menjadi makhluk yang diatur, warga kelas dua/the other (terpinggirkan), dan korban tradisi. Abstract: The resistence of multicultural woman in Indonesia leads to the form of women existence in defending their identity from the culture and tradition restraint. They have taken many ways in order to just reach a perfection point as a woman whose position and role are respected. By using feminist study and hermeneutics method, the resistence realization in Indonesia literature shows that Sunaryono Basuki?s Seroja is one of the so many instances of multicultural women bound to culture and tradition resulted from a strong faith to ancestor civilization leftover. Thus, it can be seen that woman are still being controlled creatures, second class citizens/the other (marginalized), and tradition victim. Key Words: feminism, multicultural, tradition
INTRODUCING HELAEHILI, AN ORAL POETRY FROM SENTANI, PAPUA Modouw, Wigati Yektiningtyas
ATAVISME Vol 13, No 2 (2010): ATAVISME, Edisi Desember 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i2.126.149-160

Abstract

This paper is partially taken from my research on a Sentani oral poetry, helaehili that is sung in mourning occasions or funerals. It is also usually known as a song of lamentation. The research was conducted in Sentani, Papua, for almost four years (2004-2008). The data were taken directly from the field through recording. The data were then transcribed, translated into English and analyzed. Through the research, it is found that helaehili is rarely heard. Not many people, especially those who live near Jayapura city and young generation, know the song. It is predicted that helaehili will extinct in some years. The research finds the composition, formula, theme, and notation of helaehili. Abstrak: Tulisan ini merupakan sebagian dari penelitian saya tentang lantunan lisan Sentani, helaehili yang biasanya dilantunkan ketika ada kedukaan atau penguburan jenazah. Lantunan ini juga disebut sebagai ratapan. Penelitian dilakukan di wilayah Sentani, Papua selama hampir empat tahun, pada 2004-2008. Data diambil melalui rekaman langsung dari para pelantun di lapangan, kemudian ditranskripsi, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan dianalisis. Mela- lui penelitian ini ditemukan bahwa helaehili sudah jarang dilantunkan. Tidak banyak orang, terutama yang tinggal dekat kota Jayapura dan para generasi muda yang mengenalinya. Dengan demikian, diprediksi bahwa lantunan ini akan hilang pada beberapa tahun ke depan. Penelitan ini menemukan komposisi, formula, tema, dan notasi mayor helaehili. Kata-Kata Kunci: puisi lisan, formula, tema, helaehili

Page 1 of 2 | Total Record : 13