Articles
9 Documents
Search results for
, issue
" Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan"
:
9 Documents
clear
PRINSIP EKONOMI DALAM ISLAM
Sohrah, Sohrah
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Turunya agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., agama tauhid dari Allah swt. telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk aspek ekonomi. Sebagai ekonomi yang berbasis syariat Islam, memiliki beberapa prinsip antara lain prinsip dalam proses produksi. Muhammad Al-Mubarak mengemukakan prinsip mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain: (1) Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islam; (2) Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas sekumpulan yang tercela karena bertentangan dengan syariâah; (3) Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan , dan memenuhi kewajiban zakat, sedekah, infak dan wakaf; dan (4) Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah pada kezaliman. Dengan prinsip-prinsip tersebut, ekonomi Islam mampu melahirkan produksi yang memberi kesejahteraan agama dan social.
TEORI DAN APLIKASI MAQASHID AL-SYARIâAH
Cahyani, Intan
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Maqashid al-syariâah dicetuskan pertama kali oleh al-Syatibi (w. 709 H), yang ditulis dalam sebuah kitab berjudul al-Muwafaqat. Sejak kitab itu terbit maqashid al-syariâah menjadi sebuah konsep baku dalam Ilmu Ushul Fikih yang berorientasi kepada tujuan hukum. Dalam teori maqashid dapatlah dikatakan bahwa untuk tingkatkan daruriyyat, maka dalam ushul fikih ia dikategorikan azimat. Pada tingkat hajiyyat, maka dikategorikan rukhshah. Sedangkan pada tingkatan tahsiniyyat, maka ia berupa pelengkap yang bias jadi ada unsure adat kebiasaan masyarakat setempat (âurf). Adapun tingkat aplikasi maqashid al-syariâah dalam sebuah ketetapan hokum itu tetap didasarkan pada tingkat prioritas yang dianggap baku. Kecuali jika hal tersebut berbenturan pada tingkat daruriyyat, antara memelihara agama pada tingkat pertama dengan memelihara jiwa pada tingkat kedua, maka bentuk penyelesaiannya bias dengan mengutamakan keselamatan jiwa.
KEDUDUKAN WANITA DALAM HUKUM DI INDONESIA
Hartini, Hartini
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Sebagai Negara hukum, Indonesia telah memiliki aturan yang mencakup semua warga Negara termasuk kedudukan wanita dalam hukum. Salah satu aspek penting dalam kaitan kedudukan wanita yang dibahas dalam tulisan ini adalah kedudukan wanita dalam hukum perkawinan, kewarisan, dan hukum pidana. Kedudukan wanita dan pria dalam perkawinan adalah seimbang. Wanita sebagai mitra sejajar keluarga untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis, bahagia lahir dan batin. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Adapun posisi wanita dalam hokum kewarisan semakin marak diperbincangkan. Indonesia yang jauh berbeda dengan kondisi negeri arab pada saat diturungkan al-Qurâan, melahirkan penafsiran konstruktif. Yaitu selama semua pihak merasakan keadilan dalam pembagian warisan, maka pembagian dapat berubah 1:1 atau lainnya. Namun, dalam hukum pidana wanita sering menjadi korban yang belum terlindungi secara maksimal.
PERKAWINAN SIRI
Ridwan, Saleh
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
 Pernikahan atau perkawinan bagi umat Islam merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri berdasar akad nikah dengan tujuan membentuk keluarga sakinah atau rumah tangga yang bahagia sesuai hukum Islam. Pernikahan dalam Islam dispesialisasikan sebagai sebuah bentuk ikatan yang sangat kuat atau mitsaqon ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.Oleh karena demikian pentingnya perkawinan atau pernikahan, maka ia harus dilakukan menurut ketentuan hukum Islam dan oleh karena itu keberadaannya perlu dilindungi oleh hukum Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar perkawinan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Perkawinan yang tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak mempunyai kekuatan hukum (vide Ps. 2 UU No.1/1974 jo. Ps.2 (1) PP. No.9/1975).
DINAMIKA KEWARISAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM ISLAM
Hutape, Muhammad
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Islam mengatur segala aspek kehidupan dan tahapan manusia, termasuk setelah kematiannya. Sekalipun manusia telah wafat, namun pembicaraannya, terutama mengenai harta peninggalannya diatur pula dalam Islam. Itulah yang dibahas dalam ilmu mawaris. Ilmu waris merupakan ilmu yang sarat nilai dan mulia. Ia adalah mahkota dan âpuncakânya bila dilihat dari perhitungannya yang terperinci, keadilan dalam distribusi, maupun ketelitian dalam pengbagiannya. Namun demikian, dalam pergumulan pemikiran, para ahli melahirkan interpretasi terhadapnya. Seperti konsep reaktualisasi kewarisan Islam oleh Munawir Syadzali, hukum bilateral oleh Hazairin, dan lain-lain. Interpretasi yang membawa hukum Islam sesuai dengan perkembangan masyarakat dan zaman.
PENEGAKAN KEADILAN HAKIM DALAM PRESPEKTIF ALQURAN
Sultan, Lomba
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pada dasarnya setiap manusia mendambakan adanya perlakuan secara benar dan adil. Itulah sebabnya, institusi peradilan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik yang masih kehidupannya sangat terbelakang, maupun masyarakat yang telah mengalami kemajuan. Dengan demikian, tidak ada manusia yang ingin diperlakukan haknya secara sewenang-wenang, baik yang berkaitan dengan hak material maupun non-material.Alquran yang merupakan sumber hukum Islam utama, tentunya harus menjadi pegangan bagi setiap umat Islam, khususnya para penegak hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di tengah-tengah pencari keadilan tanpa ada tebang pilih antara satu dengan lainnya.  Jika kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan dengan sebaik-baiknya sesuai prinsip-prinsip dalam ajaran Islam, maka akan tercipta kedamaian dan kesejahteraan di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai maksud Tuhan menurunkan syariat Islam kepada umat manusia, yakni terciptanya kemaslahatan umum, dan menghindari terjadinya kemudaratan di tengah-tengah masyarakat.
SYARAT CALON KEPALA DAERAH DALAM PEMILUKADA DAN PERSPEKTIF ULAMA
Talli, Halim
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pemberian kewenangan luas kepada pemerintah daerah yang lebih dikenal dengan otonomi daerah merupakan salah satu refleksi dari reformasi system pemerintahan di Indonesia. Otonomi ini dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, tujuan ini ternyata tidak luput dari berbagai permasalahan. Salah satunya adalah kesalahpahaman pemerinthana daerah menyikapi tujuan otonomi daerah tersebut. Akibatnya, muncul âraja-raja kecilâ di daerah yang menempatkan dirinya sebagaia penguasa tunggal dan penentuan kebijakana sesuai dengan keinginannya. Bahkan, hanya dengan iming kekuasaan, tanpa menyadari tugas dan tanggung jawab yang harus di embannya, seseorang berusaha keras mengumpulkan suara dan dukungan massa untuk meraih kemenangan pilkada sekalipun kemampuan dirinya tidak memadai. Merepon hal tersebut, perlu diperketat dan ditingkatkan kualitas syarat-syarat calon kepala daerah sejalan dengan tugas dan tanggung jawab kepala daerah yang begitu berat. Karena itu, penulis berpendapat perlu dimunculkan pendapat-pendapat ulama tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang penguasa atau pemerintah, guna melahirkan rumusan syarat-syarat calon kepala daerah yang dapat melahirkan manusia unggul dan pilihan sebagaia kepala daerah di masa akan dating.
FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PADA PRODUK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM
Supardin, Supardin
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Sebuah keniscayaan bahwa hukum dapat berfungsi pada suatu negara atau daerah apabila seluruh unsur dapat berfungsi dengan baik. Unsur yang dimaksudkan adalah pihak eksekutif (pemerintah), legislatif (dewan), yudikatif (pengawasan), termasuk di dalamnya para penegak hukum, baik polisi, jaksa, maupun hakim. Demikian halnya penegakan aturan perundang-undangan dapat pula dipengaruhi oleh faktor sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu, untuk melahirkan sebuah produk pemikiran hukum Islam di Indonesia, seyogyanya setiap masyarakat sadar dan patuh terhadap seluruh produk perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, rasa penuh kepedulian itu adalah untuk membangun kehidupan pranatasosial yang baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk memperoleh kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera. Dan sebagai umat Islam yang menjadi panutan dalam kehidupan sosial budaya tersebut adalah Nabi Muhammad saw.
IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PNS (Suatu Analisis Hukum Islam terhadap PP No.10/1983 - Jo PP 45/1990
Jamil, Jamal
Jurnal Al-Qadau Vol 1, No 2 (2014): Hukum perkawinan
Publisher : Jurnal Al-Qadau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
The situation and living of the household servants is one of the factors important role in efforts to help improve service tasks, then the life of civil servants must be supported by a harmonious family life, so that the execution of his duty not to be disturbed by family problems. Therefore issued PP. No10 of 1983-jo PP 45/1990 on Marriage License and Percerailan for civil servants. Government regulation is substantially more difficult for civil servants to be polygamous and will do divorce than the UUP. And forbids civil servants to live together outside marriage. With the release of PP. was, civil servants who will perform polygamous marriage and divorce must obtain permission from officials. The requirement of a permit from government officials was intended to prevent the occurrence of polygamy and divorce.