cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Magister Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 4: November 2015" : 5 Documents clear
KEBERADAAN KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA KAITANNYA DENGAN ASAS EFEKTIF DAN EFISIEN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Herdiansyah Putra, Eddy Purnama, Taqwaddin.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 4: November 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.489 KB)

Abstract

Abstract : The existence of the Civil Servant Commission (CSC or abbreviated KASN in bahasa), its own function, tasks, authority had been extensively studied in this research. Hence, its main objectives to monitor and to evaluate several aspects, e.g. policy-implementation, civil servants’ management, a guaranteed of an embodied merit system, the monitoring of basic law’s implementation, ethical- and behavioral-codes among the civil servants employed by the Republic of Indonesia were also being reviewed. The CSC’s location, particularly, at the country’s capital city was regarded here as the main challenge and obstacles in term of its effectiveness in carrying its own duties. The aim of this study is to determine whether the CSC’s working principles was in accordance with the effectiveness and efficiency principles. Moreover, other similar regulation, e.g. Law Number 5/ Year 201 that explained about civil servants, might be hindered CSC in implementating of its function, tasks, and authority. Research methodology applied was normative juridical research. The indicators showed that the CSC had not yet optimally worked in accordance with the effectiveness and efficiency principles in carrying its own duties, such as by the hiring of leading positions, an exceed number of leading positions compared with the total number of area, a contradicted legislation regarding the management of regional government e.g. Article 375/ Paragraph 3 of Act No. 23/ Year 2014. This stated that the governor, himself, acts as a central government’s representative and he is responsible in supervising public issues, including civil servant management at regional level. This study recommends that the Indonesian government needs to maximize the CSC’s existence, to immediately recruit supporting staffs, or to form CSC at regional levels, so that it could meet its requirment to reach an optimum function, task, and authority. Furthermore, it is also immediately recommended to harmonize and to reach a common understanding by the hiring of leadership position.Keywords : civil servant management, Indonesian government, the civil servant commission. Abstrak: Keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara [disingkat dengan KASN (indonesia) atau CCS (inggris)] dengan fungsi, tugas, dan kewenangan dipelajari secara ekstensif dalam penelitian ini. Untuk itu, tujuan utama pembentukannya untuk melakukan monitoring dan evaluasi beberapa aspek, seperti pelaksanaan kebijakan, manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), penjaminan perwujudan sistem merit, serta pengawasan terhadap penerapan asas, kode etik dan perilaku diantara ASN Republik Indonesia juga direview. Letak KASN, khususnya yang berkedudukan di ibu kota negara dianggap sebagai tantangan dan hambatan sehubungan dengan kefektifan dalam menjalankan tugasnya. Tujuan penelitian ini untuk memastikan apakah prinsip kerja KASN sesuai dengan asas efektif dan efisien. Selain itu, peraturan sejenis, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dapat menjadi hambatan bagi KASN dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Indikator menunjukan bahwa KASN belum bekerja secara optimal sesuai asas efektif dan efisien dalam melakukan tugasnya, seperti dalam pengisian jabatan pimpinan tinggi, banyaknya jumlah jabatan pimpinan tinggi dibanding dengan luas wilayah, adanya kontradiksi pengaturan perundangan mengenai tata laksana pemerintah daerah, seperti pasal 375 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23/ Tahun 2014. Disini disebutkan bahwa Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat dan bertanggung jawab dalam pembinaan yang bersifat umum, termasuk tata laksana kepegawaian pada perangkat daerah. Studi ini menyarankan pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan keberadaan KASN, segera melakukan perekrutan tenaga pendukung, atau untuk membentuk KASN di daerah, sehingga KASN dapat bekerja secara optimal dalam melaksanakan fungsi, tugas, kewenangan. Selain itu, studi ini juga segera merekomendasikan untuk mengharmonisasi dan mencapai kesamaan pemahaman terkait dengan pengaturan pengisian jabatan pimpinan tinggi.Kata kunci: tata laksana aparatur sipil negara, hukum pemerintahan Indonesia, Komisi Aparatur Sipil Negara.
PERJANJIAN JUAL BELI ANTARA NASABAH DENGAN BANK MENURUT SISTEM SYARIAH DAN SISTEM KONVENSIONAL (SUATU STUDI PERBANDINGAN DARI PERSPEKTIF HUKUM KONTRAK) Ledi Riana, Adwani, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 4: November 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.633 KB)

Abstract

Abstract: The objectives of this research are to: 1) explain the difference of selling-purchase agreement between the banks and their customer based on syaria’ vs. conventional systems; 2) clarify whether Islamic banking has been applying the syaria’ system in the selling-purchase agreement. In order to acquire an accurate and a relevant data, therefore, data was collected based on descriptive analysis, normative and empirical juridical approach. Data collecting was conducted through literature study and purposive sampling. Data analysis was conducted qualitatively through law approach, while results were written in the form of deductive method. Results showed that the main difference in terms of selling-purchase agreement between syaria’ based- and conventional-system was distinguished with several factors, e.g. the relationship between banks and their customers, business revenues’ system, organization, funding distribution, general risk level of business, kinds of agreement, financial orientation, disputes settlement. This study also revealed that the basic purpose of syaria’ based system in term of selling-purchase agreement has been impured due to business element. This study recommends the involved banks, e.g. BNI Syaria and Bank Aceh Syaria to clarify explisicitely the difference between syaria’ vs. conventional systems and to implement immediately the syaria’ systems by the selling-purchase agreement. Moreover, human resources’ improvement in terms of islamic banking expertise and progressive efforts from all stakeholders, e.g. government, religious leader, banking practitioners, and especially academics are highly encouraged in order to secure the existence and development of Islamic banks.Keywords: Aceh, islamic finance, juridical approach, selling-purchase, syaria’ banking.Abstrak: Tujuan dari penelitian adalah untuk: 1) menjelaskan perbedaan perjanjian jual-beli antara bank dan nasabahnya menurut sistem syariah dan konvensional; 2) menjelaskan apakah perbankan syariah telah menjalankan sistem syariah pada perjanjian jual beli. Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, untuk itu data dikumpulkan berdasarkan analisis deskriptif, pendekatan normative dan empiris yuridis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan purposive sampling. Data analisis dilakukan secara kualitatif melalui pendekatan perundang-undangan, sementara itu hasilnya dituangkan dalam bentuk metode deduktif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perbedaan utama dalam perjanjian jual-beli antara sistem syariah dan konvensional dibedakan berdasarkan hubungan antar bank dengan nasabahnya, sistem pendapatan usaha, organisasi, penyaluran pembiayaan, tingkat resiko umum dalam usaha, jenis perjanjian, orientasi pembiayaan dan penyelesaian sengketa. Studi ini juga mengungkapan bahwa tujuan dasar dari sistem syariah dalam perjanjian jual beli telah dikontaminasikan dengan adanya unsur bisnis. Studi ini menyarankan kepada bank-bank syariah yang terlibat, yaitu BNI Syariah dan Bank Aceh Syariah untuk segera memperjelas perbedaan antara sistem syariah dengan konvensional dan segera melaksanakan sistem syariah dalam perjanjian jual-beli. Selain itu, peningkatan kualitas SDM dalam hal keahlian di bidang perbankan syariah serta upaya progesif dari semua pihak, misalnya kalangan pemerintah, ulama, praktisi perbankan, khususnya kalangan akademisi sangat didukung untuk menjamin keberadaan dan pengembangan bank syariah.Kata Kunci: Aceh, keuangan berbasis islam, pendekatan yuridis, jual-beli, bank syaria.
PEMIDANAAN TERHADAP PELANGGARAN ZAKAT (Kajian Terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007) Muhammad Bulqia, Rusjdi Ali Muhammad, Mohd. Din.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 4: November 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.652 KB)

Abstract

Abstract: Zakat is one of the main five pillars in Islam. It is derived from arabic, and means special treasure, which is distributed and given to certain groups including poor people. In Indonesia, the management of zakat is regulated by Law Number 23/ Year 2011 and termed as“Management of Zakat”. This kind of islamic law was formulated in the national law and might be translated that there is an effort to embed an islamic law in the national law, so that it can be impelemented throughly at the national level. Referring this, basically, those who refuse to pay zakat or further referred as “zakat offenders” albeit his/her abilities, then they could be imposed on criminal penalty. However, this law is still considered as weak as there has been no criminal court further arranged until nowadays. Particularly in Aceh as the only province in Indonesia implementing the syaria’ law, its law or commonly referred as Qanun Aceh - Number 10/ Year 2007 regarding Baitul Mal at Subject 50 alphabet a has already stated the possibility to subject zakat offenders with a criminal penalty and they have to compensate penalty payment, with a maximum twice higher than the initial amount. Such weak penalty is regarded as irrelevant and would not increase self-consideration or self-engagement among zakat offenders. Based on this study, this can be concluded that: first, zakat offenders can be imposed to ta’zir law. Second, there has been no criminal penalty for zakat offenders although it is actually already regulated in Law Number 23/ Year 2011. Third, the criminal penalty as it is arranged in Qanun Aceh - Number 10/ Year 2007 still considered as weak. Four, a strong criminal law enforcement, bold, and ideal positive regulation is strongly recommended in the future.Keywords: criminal, syaria’ law, Qanun Aceh, zakat, zakat offender. Abstrak: Zakat adalah salah satu pilar utama dalam hukum islam. Diambil dalam bahasa arab, dan berarti harta khusus yang dibagikan dan diberikan ke orang-orang tertentu termasuk orang miskin. Di Indonesia, tata laksana zakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan dikenal sebagai “Tentang Pengelolaan Zakat”. Salah satu jenis hukum islam yang diformulasikan dalam hukum nasional dan dapat diartikan bahwa adanya usaha untuk  menjadikan hukum islam sebagai salah satu bagian dari hukum nasional, sehingga pelaksanaan zakat dapat dilakukan secara menyeluruh pada skala nasional. Menurut hukum ini, pada dasarnya, siapa saja yang menolak membayar zakat atau selanjutnya disebut sebagai mangkir zakat walapun yang bersangkutan memiliki kemampuan, maka mereka bisa dikenakan hukuman pidana. Namun, hukum ini dianggap masih lemah dikarenakan belum ada tindah pidana kriminal yang mengatur hal tersebut hingga saat ini. Khususnya di Aceh sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan hukum syariah, hukum yang berlaku yang umum disebut sebagai Qanun Aceh - Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal pada pasal 50 huruf a yang menyatakan kemungkinan untuk memidanakan mangkir zakat dengan hukuman kriminal dan mereka harus membayar denda, maksimum dua kali dari jumlah awal. Hukuman tersebut dianggap tidak relevan dan tidak meningkatkan kesadaran atau keterikatan diantara para wajib pajak. Berdasarkan studi ini, dapat dikonklusikan bahwa: pertama, para mangkir zakat dapat dikenakan hukuman ta’zir. Kedua, belum ada hukuman pidana untuk para mangkir zakat walaupun sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Ketiga, hukuman kriminal seperti yang telah diatur dalam Qanun Aceh - Nomor 10 Tahun 2007 masih dianggap lemah. Keempat, hukum pemidanaan yang kuat, jelas, dan hukum positif yang ideal sangat direkomendasikan di masa yang akan datang.Kata Kunci : kriminal, hukum syariah, Qanun Aceh, zakat, mangkir zakat.
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI ACEH Andriansyah, Mahdi Syahbandir, Adwani.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 4: November 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.775 KB)

Abstract

Abstract : Law Number 11 Year 2006 concerning Aceh Government Article 133 states that the task of inquiry and investigation to the enforcement of Islamic law under the authority of the Syar'iyah Court along the jinayah was conducted by the Indonesian National Police and Civil Servant Investigators. Therefore, Qanun Aceh Number 12 Year 2012 concerning the Civil Servant Investigators was established. Article 1 number 11 the investigators Qanun mentioned that official Civil Servant Investigators abbreviated to PPNS are certain Civil Servant investigators which are defined in the KUHAP (Criminal Code). The aims of this research were to examine the position, duties and functions of PPNS in Aceh, the implementation of duties and functions of PPNS in Aceh, and the inhibiting factors of the duties and functions implementation of PPNS in Aceh. Normative legal research method was used. The results showed that firstly, PPNS in Aceh was resident and responsible to the Governor/Regent/Mayor, run the function as enforcers of local regulations/Aceh Qanun and other legislations in Aceh. Secondly, the implementation of the duties and functions was not fully guided on PPNS Qanun. Thirdly, the main inhibiting factor of duties and functions implementation of PPNS in Aceh was regulation, had no standard operational procedure as guidance of duties implementation of PPNS in Aceh, as well as the internal and external factors. Therefore, it was suggested that the Government of Aceh and District/City must have a high commitment in supporting the duties and functions of PPNS.Keywords: Civil Servant Investigator and Local Regulation Number 12 Year 2012. Abstrak: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pasal 133 menyebutkan bahwa tugas penyelidikan dan penyidikan untuk penegakan syariat Islam yang menjadi kewenangan Mahkamah Syar’iyah sepanjang mengenai jinayah dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Atas dasar tersebut dibentuk Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Pasal 1 angka 11 Qanun PPNS menyebutkan bahwa Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam KUHAP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan tentang kedudukan, tugas dan fungsi PPNS di Aceh; mengetahui dan menjelaskan implementasi pelaksanaan tugas dan fungsi PPNS di Aceh; dan mengetahui serta menjelaskan faktor penghambat pelaksanaan tugas dan fungsi PPNS di Aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, PPNS di Aceh berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Gubernur/Bupati/Walikota, menjalankan fungsi sebagai aparat penegak peraturan daerah/Qanun Aceh dan peraturan perundang-undangan lainnya di Aceh. Kedua, implementasi pelaksanaan tugas dan fungsi PPNS di Aceh belum sepenuhnya berpedoman pada Qanun PPNS. Ketiga, faktor utama penghambat pelaksanaan tugas dan fungsi PPNS di Aceh adalah regulasi, belum ada SOP sebagai petunjuk pelaksanaan tugas PPNS di Aceh, faktor internal dan eksternal. Disarankan kepada Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus memiliki komitmen yang tinggi dalam mendukung tugas pokok dan fungsi PPNS.Kata kunci : Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Qanun Nomor 12 tahun 2012.
PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI PANGLIMA LAOT DI KOTA SABANG Fazriah Amfar, Adwani, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 4: November 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.54 KB)

Abstract

Abstract: Panglima Laot (Sea Commander) is a leader on the Adat Laot society which has a role on leading the customary life at the marine field in the City region or Lhok Sabang region. The roles of Panglima Laot are to manage the fising rule, to resolve dispute, conflict and violation which occur amongst fisherman and to give the penalty to the offender based on customary sea law. In fact, breaching the law still occurred so that the functions of Panglima Laot was not implemented well yet. This research aimed to examine the duties and functions of Panglima Laot in Sabang city and the responsibilities toward breaching the law on the sea. Empirical research method was used in this research. It was begun by literature study and was followed by field study. The results indicated that the implementation of Panglima Laot duties and functions was not fully implemented yet because there were violations on conducting fishing. The functions of Panglima Laot in Sabang city had obstacle which was unclear penalty on the customary sea law unlikely penalty on the state law, and different regulations amongst Panglima Laot. Panglima Laot as the leader of Adat Laot has to register each boat which would be used for fising in order to facilitate the fishermen when they lost at fishing. The fishing community has to preserve the marine sustainability, do not use tools that could damage the marine ecosystem, and has to comply with any custom rules that have been created.Keywords: Panglima Laot, violation sea, the duties and functions, common law, Sabang.Abstrak: Panglima Laot merupakan pemimpin pada lembaga Adat Laot yang bertugas memimpin kehidupan adat di bidang kelautan dalam wilayah kota atau wilayah Lhok Sabang. Panglima Laot mempunyai fungsi untuk mengatur pengaturan penangkapan ikan dan mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa, perselisihan dan pelanggaran yang terjadi diantara nelayan dan memberikan sanksi kepada si pelanggar sesuai dengan ketentuan hukum adat laut. Tetapi pada kenyataannya masih ada yang melakukan pelanggaran sehingga fungsi dari Panglima Laot masih belum terlaksana dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan tugas dan fungsi Panglima Laot di Kota Sabang dan tanggung jawab Panglima Laot terhadap pelanggaran hukum di laut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris. Diawali dengan studi kepustakaan kemudian penelitian lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan tugas dan fungsi Panglima Laot belum berjalan dengan baik, karena masih ada yang melakukan pelanggaran dalam melakukan penangkapan ikan. Panglima Laot dalam menjalankan fungsinya di Kota Sabang mempunyai kendala yaitu sanksi pada hukum adat belum tegas dan pasti seperti sanksi pada hukum negara dan aturan yang dibuat berbeda antara Panglima Laot yang satu dengan Panglima Laot yang lain. Panglima Laot sebagai pemimpin Adat Laot harap mendaftarkan setiap boat atau perahu yang melakukan penangkapan ikan, agar memudahkan nelayan pada saat dia hilang waktu melakukan penangkapan ikan. Masyarakat yang melakukan penangkapan ikan harap menjaga kelestarian laut, dalam melakukan penangkapan ikan tidak menggunakan alat yang bisa merusak ekosistem laot dan mematuhi setiap aturan adat yang telah dibuat.Kata Kunci: Panglima Laot, pelanggaran aut, tugas dan fungsi, hukum adat, Sabang.

Page 1 of 1 | Total Record : 5