cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Magister Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1: Februari 2016" : 6 Documents clear
PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA Penelitian pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh Nola Febriani, Eddy Purnama, M. Saleh Syafei.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1: Februari 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.898 KB)

Abstract

Abstract: Abolition of state owned goods or known as Barang Milik Negara (BMN) is managed in the Finance Ministry Regulation of the Republic of Indonesia Number 50/PMK.06/2014 regarding the abolition’s management and implementation of state owned goods. The abolition of state owned is an activity aiming to put out or exempt the properties from the list of inventory due to their worthlessness consideration or dysfunction. This abolishment of BMN has the purpose to prevent loss or cost inefficiency by the maintenance, repair, reduce the work-load and responsibilities of inventory supervisor, or provision of free space rather than collection of unused stuffs. Incorrectness in the state finance management, especially in the management of BMN may cause inappropriate purposes and finally, this will lead to state loss. In some cases, the implementation of BMN’s abolishment may face some problems due to the unwillingness or reluctance of some high level authorized person working in the government offices to give back the BMN albeit their end of assignment. Based on the object background, this study applied juristic empirical law.  It is recommended to solve and finish these problems by using the advance technology to support the inventory, which is adjusted with the real condition on the field and to refer the involved person as well during the implementation.Keywords: abolition, state owned goods. Abstrak: Penghapusan Barang Milik Negara (BMN) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan BMN. Penghapusan BMN merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk mengeluarkan atau meniadakan barang-barang dari daftar inventaris dikarenakan pertimbangan bahwa barang tersebut sudah dianggap tidak mempunyai nilai guna atau sudah tidak berfungsi. Penghapusan tersebut memiliki makna yaitu untuk mencegah kerugian  atau pemborosan biaya sehubungan dengan pemeliharaan, perbaikan, pengurangan beban kerja dan tanggung jawab pelaksanaan inventaris, atau pemberian ruang kosong dibandingkan penumpukan barang yang tidak berguna. Kesalahan pengelolaan keuangan negara khususnya pengelolaan BMN dapat menyebabkan peruntukannya tidak tepat sasaran dan pada akhirnya, dapat menimbulkan kerugian negara. Dalam beberapa hal, pelaksanaan penghapusan BMN terkendala beberapa masalah dikarenakan ketidakinginan atau keengganan dari pejabat-pejabat di pemerintahan untuk mengembalikan BMN walaupun masa dinasnya telah berakhir. Berdasarkan objek masalah, penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris. Disarankan untuk penanggulangan dan penyelesaian masalah ini dengan penggunaan teknologi mutakhir yang mendukung inventory, dan disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan dan berkoordinasi kdengan pihak terkait dalam proses pelaksanaannya.Kata kunci : penghapusan dan barang milik negara.
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH TERHADAP PEMBERIAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PROVINSI ACEH Setiawati, Ilyas Ismail, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1: Februari 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.801 KB)

Abstract

Abstract: Government policy in the provision of legal assistance to the legal aid recipients is organized by the Ministry and implemented by legal assistances according to Act No. 16 Year 2011 regarding Legal Aid. An equal provision of legal aid has not yet been implemented and evenly distributed in all districts or cities in Aceh. The aim of this study is to describe the implementation’s responsibility of governmnet by the provision of legal aid, obstacles, and the conducted efforts by the provision of legal aid, especially for the poor in Aceh. The method applied in this study is social juridistic. The implementation of legal assistance has been done by the verified and accreditized legal aid providers, as well as operator regulator in legal aid financial disbursement, monitoring and evaluation by the legal aid implementation. Obstacles that have been indentified during its implementation are: i) there have been no coordination among the internal institutions belong to the Ministry of Justice and Human Rights, ii) lack of socialization regarding the availability of legal aid in the community, iii) inadequate number of lawyers compared to the number of poor people, while most of the legal aid organizations available only big cities. It is suggested to the Regional Office of Ministry of Law and Human Rights in Aceh to intesively strenghten its coordination with the law enforcement authorities and to conduct verification and accreditation programs in order to support the existence of legal aid organizations in each district  or city.Keywords : responsibility, government, legal aid. Abstrak: Kebijakan pemerintah dalam pemberian bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Pemerataan pemberian bantuan hukum belum terlaksana dan belum tersebar merata di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan tanggung jawab pelaksanaan pemerintah dalam pemberian bantuan hukum, kendala yang dihadapi, serta upaya yang dilakukan dalam pemberian bantuan hokum, khususnya bagi masyarakat miskin di Aceh. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Pelaksanaan bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang terverifikasi dan terakreditasi, serta sebagai regulator operator dalam penyaluran dana bantuan hokum, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan bantuan hukum. Kendala yang timbul dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum adalah: i) belum adanya koordinasi diantara institusi internal dari Kementerian Hukum dan HAM, ii) kurangnya sosialisasi megenai keberadaan bantuan hukum di masyarakat, iii) jumlah advokat yang tidak memadai dibanding jumlah masyarakat miskin, sementara itu kebanyakan organisasi bantuan hukum berada di kota-kota besar. Disarankan kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh agar lebih meningkatkan koordinasi antara Aparat Penegak Hukum dengan lebih intensif dan melakukan program-program verifikasi dan akreditasi untuk mendorong keberadaan organisasi pemberi bantuan hukum di setiap kabupaten/kota.Kata kunci : tanggung jawab, pemerintah, bantuan hukum.
KEPASTIAN HUKUM HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (TPPO) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 (Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh) Rosnawati, Mohd. Din, Mujibussalim.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1: Februari 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.206 KB)

Abstract

Abstract: Article 48 (1) of the Act Number 21/ Year 2007 on Eradication of Human Trafficking  (the Act of PTPPO abbreviated in bahasa), states that every criminal-victim of human trafficking, him-/herself as a person or his/her heir is entitled to restitution”. In adjunction to that, verse (3) states “restitution can be granted and worded in a court decision in terms of human trafficking cases”. The objective of this research is to know and to explain the certainty of restitution right towards human trafficking victims. The act regarding the restitution rights has been guaranteed and eligible for human trafficking victims. However, the implementation of Act Number 21/ Year 2007 (or referred as PTTPO) has not yet been fulfilled and there has been no enforcement of it in many cases handled at the First Level Court of Banda Aceh from 2012 until 2014. This can be observed from the legal decision made by the court regarding the human trafficking victims. A legal enforcement of the Act should not be merely stipulated on the written forms or merely in article but this must be applied as concrete actions as well.  So far, it has been only written and no strong enforcement of the law in the reality. Therefore, there will be no concrete results. This study recommends that the intended authorities should produce implementation rule regarding the mechanisms or procedures in enforcing the Act and in securing the victims’ right, so that this can be useful for the victims.Keywords: Human Trafficking, Indonesian Law, Legal Enforcement, Restitution Right.Abstrak: Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO), menyebutkan “setiap korban perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi”. Selanjutnya ayat (3) menyebutkan “restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan orang.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang kepastian hukum hak restitusi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang. Undang-undang telah menjamin adanya kepastian hukum terhadap pemberian hak restitusi bagi korban TPPO. Namun, hak restitusi terhadap korban TPPO dari perkara TPPO yang ada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh selama tahun 2012 s.d 2014 belum mencerminkan “kepastian hukum”. Hal demikian dapat dilihat dari putusan perkara TPPO yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kepastian hukum dari pasal tersebut bukan hanya tertulis dalam bentuk tulisan atau dalam suatu pasal, tetapi juga harus diterapkan sebagai peristiwa konkrit. Sejauh ini, pasal ini hanya tertulis saja dan belum ada penerapannya dalam kenyataannya. Sehingga, tidak akan ada hasil yang jelas. Studi ini menyarankan kepada pihak berwenang untuk membuat peraturan pelaksana mengenai mekanisme atau prosedur tentang penerapan pasal tersebut demi menjamin hak restitusi korban, sehingga dapat bermanfaat terhadap korban TPPO.Kata kunci : Perdagangan orang, hukum Indonesia, kepastian hukum, hak restitusi.
KEWENANGAN PENGISIAN ANGGOTA BAWASLU DI PROVINSI ACEH T.Muhammad Nurdhia Ikhsan, Husni Jalil, Adwani.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1: Februari 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.601 KB)

Abstract

Abstract: Article 1/ No.5/ Act No. 15/ Year 2011 on the Implementation of General Election states that "the implementation of general election at the national level is the responsibility of organizations, the so called the General Election Commission (or known as KPU in bahasa) and the General Election Controller (or the national BAWASLU in bahasa). Both of them have an integrated function in implementing the election for choosing the member of the House of Parliaments (DPR in bahasa), the Regional Representative Council (or DPD in bahasa), the House of Parliaments at regional level (or DPRD in bahasa), the President and Vice President elected directly by the people, as well as to elect governors, regents, and city-majors, democratically”. Furthermore, Article 60 (3) letter a Law Number 11/ Year 2006 regarding the Government of Aceh states that “members of the General Election Controller as being referred in paragraph (1) and paragraph (2) could be proposed by the House of Parliaments of Aceh Province (or DPRA in bahasa)/ the House of Parliaments at the District Level (or DPRK in bahasa) up to a maximum of 5 (five) person”. This may cause disharmony and may impede the election itself.  The objective of this study is to determine which institution is actually being authorized to choose the member of General Election Controller in Aceh province. Methodology applied in this research was juridical normative research (or juridical normative). Results showed that the national BAWASLU has the highest authority to choose its member at the provincial level, including in Aceh. Moreover, the Election Supervision Committee (PANWASLIH) is merely authorized to supervise election for choosing provincial leaders. This study suggests the Government of Aceh and the national BAWASLU to understand and to fulfill their responsibilities according to their authorities so that disharmony and misinterpretation can be avoided.Keywords : Government of Aceh, general election, election controller, election committee.Abstrak: Pasal 1 angka 5 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum menyatakan bahwa: "Penyelenggaraan Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung oleh Rakyat, serta untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara demokratis". Selain itu, Pasal 60 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa “anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang diusulkan oleh DPRA/DPRK”. Hal ini dapat menyebabkan disharmonisasi aturan sehingga  dapat menghambat tahapan pemilu itu sendiri. Tujuan penelitian untuk mengetahui  lembaga mana yang sebenarnya dapat mengisi anggota BAWASLU Aceh. Metode penelitian yang digunakan  penelitian hukum normatif (yuridis normative). Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAWASLU pusatlah yang berwenang mengisi anggota BAWASLU di tingkat provinsi, termasuk di provinsi Aceh. Selain itu, panitia pengawas pemilihan (PANWASLIH) hanya berwenang mengawasi PILKADA. Disarankan kepada pemerintah aceh dan BAWASLU pusat untuk memahami dan mengisi tanggung jawabnya sesuai kewenangan sehingga disharmonisasi dan misinterpretasi dapat dihindari. Kata kunci : Pemerintah Aceh, pemilihan umum, pengawas pemilihan, komiti pemilihan.
KEBIJAKAN PEMERINTAH ACEH DALAM PENEGAKAN HUKUM KEHUTANAN Ema Syithah; Suhaimi Suhaimi; Taqwaddin Taqwaddin
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1: Februari 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.298 KB)

Abstract

PELELANGAN BAHAN MAKANAN NARAPIDANA DAN TAHANAN PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB MEULABOH Khairani, Syarifuddin Hasyim, Iskandar A. Gani.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1: Februari 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.759 KB)

Abstract

Abstract: Implementation of auction related to the food supply for prisoners and detainees is regulated by Presidential Decree Number 4 Year 2015 and its amendments regarding the Procurement of Government Goods and Services. The auction related to food supply for prisoners and detainees in order to obtain goods and services applies several methods, they are: i) public auction, ii) simple auction, iii) direct procurement.. The purpose of doing auction in Class IIB – prison in Meulaboh is to establish food supply for prisoners and detainees based on purpose and be punctual and adjusted with the daily nutrition requirement. This is regulated by the Article 14 of Law No. 12 Year 1995 Point d, which explains that the guaranteed rights among prisoners or inmates in order to access medical cares and a proper meal. The objective of this study was to find and describe the background of the so called “Authorized Budget Utilization Committee” or Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) regarding its authority, actions and responsibilities including in food supply. Results showed that KPA had violated the Ministry Regulation Number M.HH - 01.PK.07.02 Year 2011 that briefly explains the standard operational of food supply for prisoners and detainees in state prisons. It is recommended to KPA, as the authorized unit to handle their duties and responsibilities according to the Presidential Decree Number 4 Year 2015 and to prevent abuse in the procurement process. Keywords : auction, food supplies, prisoners and detainees. Abstrak: Pelaksanaan pelelangan sehubungan dengan penyediaan bahan makanan untuk narapidana dan tahanan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 beserta perubahannya tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pelelangan berhubungan dengan penyediaan bahan makanan untuk narapidana dan tahanan untuk mendapatkan barang dan jasa mengunakan beberapa metode yaitu: i) pelelangan umum, ii) pelelangan sederhana, iii) pengadaan langsung.. Tujuan dilakukan pelelangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Meulaboh adalah untuk terselenggaranya pengadaan bahan makanan bagi narapidana dan tahanan yang tepat sasaran dan tepat waktu yang disesuaikan dengan standar gizi harian yang dibutuhkan. Hal ini telah diatur di dalam Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1995 butir d, yang menjelaskan terjaminnya hak bagi para narapidana untuk memperoleh layanan kesehatan dan makanan yang layak. Tujuan dari penelitian ini adalah  untuk menemukan dan mendeskripsikan latar belakang Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  sehubungan dengan kewenangan, tindakan, dan tanggung jawab termasuk dalam hal penyediaan bahan makanan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa KPA telah melanggar Peraturan Menteri Nomor M.HH-01.PK.07.02 Tahun 2011 yang telah menjelaskan pedoman penyelenggaraan bahan makanan bagi narapidana dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Disarankan kepada KPA sebagai satuan kerja yang memiliki otoritas untuk menjalankan tugas dan tangggung jawab sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 dan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan.Kata kunci : lelang, bahan mkanan,  narapidana dan tahanan.

Page 1 of 1 | Total Record : 6