cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Magister Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2: Mei 2016" : 5 Documents clear
PERANAN DIREKTORAT INTELIJEN KEAMANAN (INTELKAM) DALAM PENANGANAN KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA API (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Polda Aceh) Faisal Riza, Dahlan Ali, M. Gaussyah.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2: Mei 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.094 KB)

Abstract

Abstract: Crime using firearm is a global phenomenon. National police and the army of Indonesia are one of the causes of the crime incidence with the misused of firearms in the Aceh regional police. Although the crime could be dealt with various types of criminal provisions, in fact, criminal acts often occurs because of ineffective of the law enforcement officers in preventing the criminal acts. The purpose of this research was to identify the cause of crime using firearm occurrence in the Aceh province, to examine the efforts of the Directorate Intelkam of Aceh regional police in preventing crime using firearm and to examine the obstacles. Based on the results, it was noted that the causative factors of crime using firearms in Aceh province were environmental factor, economic factor, the scarcity of employment opportunities factor and lack of community awareness about the law and harm caused by the use of illegal firearms. The efforts of the Directorate Intelkam of Aceh regional police in preventing crime using firearm were by repressive efforts (open coordination) and preventative efforts (close coordination). The obstacles were the difficulty in finding the correct perpetrators, providing the evidence, and the inability of investigators in completing the case file. These was all caused by internal factor and external factor. It was suggested that police investigators could be more active in completing this criminal act. It was also recommended to the organizers of Government and law enforcement officers that CCTV as a security facility should be installed specifically in the government facilities, banking or crime-prone areas to arrest the perpetrators easily. Also, all registered firearms owned by civilian or law enforcement officers should be re-recorded.Keywords: Intelkam, criminal act, crime using firearm. Abstrak: Kejahatan dengan menggunakan senjata api adalah sebuah fenomena global. Aparat Kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan dengan penyalahgunaan senjata api di wilayah hukum Polda Aceh. Walaupun kejahatan dapat ditindak dengan berbagai jenis ketentuan pidana, namun dalam prakteknya, tindak pidana tersebut masih sering terjadi. Hal ini akibat dari belum efektifnya aparat penegak hukum dalam melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan menggunakan senjata api di Provinsi Aceh dan untuk mengetahui upaya Direktorat Intelkam Polda Aceh dalam mencegah kejahatan menggunakan senjata api. Selain itu juga untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Direktorat Intelkam Polda Aceh. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan menggunakan senjata api di Provinsi Aceh adalah faktor lingkungan, faktor ekonomi, faktor minimnya lapangan kerja serta faktor kurangnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan senjata api ilegal (illegal). Upaya Direktorat Intelkam Polda Aceh dalam mencegah  kejahatan menggunakan senjata api, pada umumnya adalah upaya represif dalam bentuk koordinasi terbuka dan preventif dengan koordinasi tertutup. Sedangkan hambatan yang dihadapi adalah sulitnya menemukan pelaku, ketiadaan barang bukti dan ketidakmampuan penyidik melengkapi berkas perkara yang diakibatkan oleh faktor yang berasal penyidik (Intern) dan faktor dari luar penyidik (Ekstern). Disarankan agar penyidik kepolisian lebih pro aktif dalam proses penyelesaian tindak pidana penggunaan senjata api. Disarankan kepada penyelenggara pemerintahan dan aparat penegak hukum agar dapat melengkapi fasilitas pengamanan berupa pemasangan CCTV di fasilitas-fasilitas pemerintahan dan perbankan atau wilayah-wilayah rawan kejahatan, untuk memudahkan menangkap pelaku kejahatan. Serta mendata ulang mengenai semua senjata api yang terdaftar, baik dari kalangan sipil maupun aparat penegak hukum.Kata kunci: Intelkam, Tindak Pidana, dan senjata api.
PENGGUNAAN INSTRUMEN HUKUM POLIGAMI DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM DAN KAITANNYA DENGAN ASAS MONOGAMI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 Yusrizal, Hamid Sarong, Iman Jauhari.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2: Mei 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.468 KB)

Abstract

Abstract: Article 29 of the Indonesia Constitution 1945 states that nation guarantees the freedom of each citizen to profess their own religion and to worship according to their religion and their belief. Then, in the Article 28 B of the third amendement of the Indonesia Constitution 1945 states that everyone is entitle to have a family and continue descending through a legal marriage. Based on the article 29 UUD 1945, the Act Number 1 Year 1974 regarding Marriage was then issued. As descendent from Mariage regulation, the Government Regulation Number 9 Year 1975 was also issued so both regulations could be the basic law in marriage including polygamy. However, in problems solving related to polygamous marriages, the provisions of Criminal Code (KUHP) was still used. The aims of this research were to examine the legal arrangement regarding to polygamous marriages in Indonesia and the use of the law and regulation on polygamy problems solving. A normative juridical research was used in this research with the data sources were secondary data consisted of primary, secondary and tertiary legal sources. The collected data was then analyzed with qualitative approach and was interpreted as the basic of taking conclusion. The results showed that the Marriage Act had no implication on absolute monogamous but it affected the open monogamous principle, however the principle attaching on the Islamic Law Compilation was the closed polygamous principle. The polygamous problem solving was done using the provisions in The Marriage Act and the Implementing Regulation. Islamic Law Complication was also applied for Muslim. The institution for non-Muslim was the District Court, whereas the institution for Muslim was the Religion Court or in Aceh it is known as Mahkamah Syari’ah.Keywords: polygamy, general court, monogamous principle. Abstrak: Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Di dalam amandemen ke-3 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B menentukan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Berdasarkan Pasal 29 UUD 1945 tersebut dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sebagai turunan dari Undang-Undang Perkawinan tersebut dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sehingga kedua peraturan tersebut menjadi dasar hukum dibidang perkawinan termasuk tentang poligami. Akan tetapi, dalam menyelesaikan masalah perkawinan, khususnya terkait poligami masih digunakan ketentuan dalam KUHP. Penelitian dan pengkajian ini bertujuan mengetahui pengaturan hukum tentang perkawinan poligami di Indonesia dan penggunaan aturan hukum dalam penyelesaian permasalahan poligami. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan sumber datanya adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan kualitatif dan diinterpretasikan untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya Undang-Undang Perkawinan tidak berimplikasi monogami mutlak akan tetapi asas monogami terbuka, namun asas yang melekat pada Kompilasi Hukum Islam adalah asas poligami tertutup. Penyelesaian permasalahan poligami dilakukan dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Pelaksananya. Khusus bagi yang beragama Islam juga berlaku Kompilasi Hukum Islam. Lembaga yang digunakan bagi yang non-muslim adalah pengadilan negeri, sedangkan bagi yang beragama Islam diselesaikan di pengadilan agama atau di Aceh disebut mahkamah syari’ah.Kata kunci : Poligami, peradilan umum, asas monogami.
PENGGUNAAN DISKRESI OLEH PEJABAT PEMERINTAH UNTUK KELANCARAN PENYELENGGARAANPEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Penelitian di Kabupaten Pidie) Teuku Mustafa, Eddy Purnama, Mahdi Syahbandir.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2: Mei 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.486 KB)

Abstract

 Abstract : The creativity of local governments’ officials to innovate is possible with the discretion through government law no.30 in the year of  2014 on public administration.  This law strictly regulated the usage of discretion by public officials. This often due to the improper administration of public officials alleged to have committed irregularities of authority for issuing a policy. This also occurs in administration in the Pidie district, where many local officials were caught of corruption cases and become the victims of a policy followed in the execution of their daily tasks. Based on the problem, this research used empirical methods.Research results show that the cause of local government officials rarely using discretion hearts regional government is their fears and concerns become corruption suspects because of a difference perception with investigators. It is advisable to review the settlement yang can be reached hearts singer problem is the government and pidie district law enforcement officials must have legal rules or standard operating procedures the principal obviously hearts duties and functions of their day - day and work together to review among them equalize perception and insights thinking.Keywords: Discretion, Public Officials, District Geverment. Abstrak : Kreatifitas pejabat pemerintahan daerah untuk berinovasi dimungkinkan dengan adanya ruang bagi diskresi melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang ini mengatur secara tegas ketentuan diskresi oleh pejabat publik. Hal ini perlu ditegaskan karena seringkali akibat kesalahan administrasi pejabat publik dinyatakan telah melakukan pelanggaran hukum, melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan karena mengeluarkan suatu kebijakan. Hal ini juga terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pidie, banyak pejabat pemerintahan daerah tersangkut perkara korupsi dan menjadi korban dari sebuah kebijakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas. Berdasarkan objek masalah, penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab pejabat pemerintah daerah jarang menggunakan diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah adanya ketakutan dan kekhawatiran akan menjadi tersangka pelaku tindak pidana korupsi disebabkan terjadinya perbedaan persepsi dengan penyidik. Disarankan untuk penyelesaian yang dapat ditempuh dalam masalah ini adalah Pemerintah Kabupaten Pidie dan aparat penegak hukum harus memiliki aturan hukum atau Standar Operasional Prosedur yang jelas dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi mereka sehari-hari dan bekerjasama diantara mereka untuk menyamakan persepsi dan wawasan berpikir.Kata kunci : Diskresi, Pejabat Pemerintah, Pemerintahan Daerah.
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 77/PUU-IX/2011 DALAM PELAKSANAAN PENYELESAIAN PIUTANG PADA BANK BADAN USAHA MILIK NEGARA (Suatu Penelitian di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Banda Aceh) Riyanieta Setiya Putri, Iman Jauhari, Sri Walny Rahayu.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2: Mei 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.592 KB)

Abstract

Abstract : Banking activities in Indonesia in terms of ownership consists of three (3) bodies, namely Bank Company Limited which is a State Owned Enterprise (SOE), Non-SOE Banks or private banks, and as belong to the cooperative. Handling of receivables SOE before the Constitutional Court decision number 77/PUU-IX/2011 , submitted to PUPN accordance with Regulation Number 33 in 2006 on Procedures for the Elimination of Receivables Country/Region. After the Court's decision, the state bank cannot perform the elimination of receivables completely because there are still multiple interpretations of the definition of state receivables under Law Number 1 of 2004 on State Treasury. The purpose of study is to determine the mechanism of settlement of accounts in state banks before and after the birth of a Constitutional Court decision Number 77/PUU-IX/2011, barriers and settlement mechanism. The method used for the study is normative. Before the birth of the Decision of the Constitutional Court, the settlement of the state receivables submitted to PUPN and regulated in Government Regulation Number 33 of 2006, PMK Number  87/PMK.07/2006 and the Minister of Finance Letter Number  S-324/MK.01/2006. After the verdict, all the process is handed over to state-owned banks. Barriers faced are covering from internal and external. The obstacles are overcame with training and knowledge sharing to the aperture KPKNL professionally in order to accomplish its task.Keywords : Settlement Accounts Receivable, Bank Owned Enterprises. Abstrak : Kegiatan perbankan di Indonesia dari segi kepemilikan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu Bank PT Persero yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bank swasta, dan milik koperasi. Pengurusan piutang bank BUMN sebelum putusan Mahkamah Konstitusi nomor 77/PUU-IX/2011, diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Setelah putusan tersebut, bank BUMN tidak dapat melakukan penghapusan piutang secara tuntas karena masih ada multi tafsir terhadap definisi piutang Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui mekanisme penyelesaian piutang pada bank BUMN sebelum dan sesudah lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011, hambatan dan mekanisme penyelesaiannya. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, penyelesaian piutang negara diserahkan pada PUPN dan diatur dalam PP Nomor 33 Tahun 2006, PMK No. 87/PMK.07/2006 dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-324/MK.01/2006. Setelah putusan, semua prosesnya diserahkan kepada bank BUMN. Hambatan yang dihadapi mencakup internal dan eksternal. Penyelesaian hambatan dilakukan dengan pelatihan dan sharing knowledge kepada aparatur KPKNL agar menyelesaikan tugasnya secara profesional.Kata kunci : Penyelesaian Piutang, Bank BUMN.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK Anta Rini Utami, Dahlan Ali, Mohd. Din.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2: Mei 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.169 KB)

Abstract

Abstract: Notary who did not act based on their authority/consent in performing their duty as stated in Article 16 Act No 2 Year 2014 about the revision of Act No 30 Year 2004 which was about notary position and notary obligation related to criminal aspect if the notary did not implement the Article so it could lead to authentic certificate forgery act (Article 264 of KUHP). The aims of this research were to examine the criminal liability of notary on authentic certificate forgery act and the judge’s consideration on the notary committing authentic certificate forgery act. Based on the object of the problem, the research conducted was a literature research. Notary committing authentic certificate forgery act could be asked for their criminal responsibility as regulated in the Article 264 of KUHP. It was suggested to incorporate the practice of criminal sanctions in UUJN as a form of notary responsibility.Keywords: Criminal liability, notary, authentic certificate forgery act. Abstrak: Notaris yang bertindak tidak amanah dalam menjalankan jabatannya sebagaimana dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, mengenai kewajiban notaris kaitannya dengan aspek pidana apabila notaris tidak menjalankan ketentuan Pasal tersebut akan menimbulkan terjadinya perbuatan pemalsuan akta autentik sebagaimana dimaksud Pasal 264 KUHP. Tujuan penelitian ini mengenai pertanggungjawaban notaris secara pidana terhadap tindak pidana pemalsuan akta autentik dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik. Berdasarkan objek masalah, penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik maka dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 264 KUHP. Diharapkan adanya penggabungan penerapan sanksi pidana di dalam UUJN sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang notaris.Kata Kunci : Pertanggungjawaban pidana, Notaris, Pemalsuan Akta Autentik.

Page 1 of 1 | Total Record : 5