cover
Contact Name
Markus T. Lasut
Contact Email
lasut.markus@unsrat.ac.id
Phone
+6285298070889
Journal Mail Official
jurnal.asm@unsrat.ac.id
Editorial Address
Jurnal Aquatic Science & Management, Gedung A Lantai 1, Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi, Jln. Kampus UNSRAT Bahu, Manado 95115, INDONESIA
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT
ISSN : 23374403     EISSN : 23375000     DOI : https://doi.org/10.35800/jasm.v10i1.37485
Journal of AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT publishes scientific articles of original research based on in-depth scientific study in the field of aquatic science and management, covering aspects of limnology, oceanography, aquatic ecotoxicology, geomorphology, fisheries, and coastal management, as well as interactions among them.
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Edisi Khusus 2 (2014): Oktober" : 12 Documents clear
Water quality status of rivers in the coastal city of Manado, North Sulawesi Province, Indonesia Lasut, Markus T; Tarigan, Adianse
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7296

Abstract

A study on water quality status of three riverine systems, S. Bailang (SB), S. Maasing (SM), and S. Tondano (ST), in coastal city of Manado, North Sulawesi Province, has been conducted to measure several water quality parameters, to analyse source and quality of wastewater discharge, and to assess the status of the rivers related to the water quality. Measurement of the parameters was conducted using three indicators, i.e. organic (BOD5) and in-organic (N-NO3 and P-PO4), and pathogenic microorganism (Escherichia coli [EC] and total coliform [TC]). The result showed that the level of water quality varied between the rivers. The average level of water quality (based on the observed parameters) in SB, respectively, was 0.317 mg/l, 0.093 mg/l, 2 mg/l, >2420 MPN, and  >2420 MPN; in SM, respectively, was 0.029 mg/l, 1.859 mg/l, 17.7 mg/l, >2420 MPN, and >2420 MPN; and in ST, respectively, was 0.299 mg/l, 0.252 mg/l, 3.5 mg/l, >2420 MPN, and >2420 MPN. The level of water quality between the rivers was not significantly different (p>0.05), except based on the parameter of N-NO3 which was significantly different (p<0.01). The status of the observed rivers varied based on the classes of their water utilities (according to the Government Regulation of Indonesia, No. 82, 2001); mostly was "unsuitable". Kajian tentang status kualitas air di 3 perairan sungai di kota pesisir Manado, S. Bailang (SB), S. Maasing (SM), dan S. Tondano (ST), Provinsi Sulawesi Utara, telah dilakukan yang bertujuan untuk mengukur beberapa parameter kualitas air, menganalisis sumber dan kualitas buangan limbah domestik, dan menilai status ketiga perairan sungai tersebut. Tiga indikator digunakan, yaitu: bahan organik (BOD5), bahan anorganik (N-NO3 dan P-PO4), dan mikroorganisme patogenik (Escherichia coli [EC] dan coliform total [TC]). Hasil kajian menunjukkan bahwa tingkat kualitas air perairan tersebut berbeda-beda. Konsentrasi rerata parameter kualitas air  (BOD5, N-NO3, P-PO4, EC, dan TC) di SB, berturut-turut, sebesar 0.317 mg/l, 0.093 mg/l, 2 mg/l, >2420 MPN, dan >2420 MPN; di SM, berturut-turut, sebesar 0.029 mg/l, 1.859 mg/l, 17.7 mg/l, >2420 MPN, dan >2420 MPN; dan di ST, berturut-turut, sebesar 0.299 mg/l, 0.252 mg/l, 3.5 mg/l, >2420 MPN, dan >2420 MPN. Konsentrasi kualitas air ketiga sungai tersebut tidak berbeda secara signifikan (p>0.05), kecuali parameter N-NO3 (p<0.01). Secara umum, kondisi kualitas air ketiga sungai tersebut, menurut Peraturan Pemerintah No. 82, 2001) berada dalam status “tidak cocok” untuk peruntukannya.
The design of a simple water heater on eel (Anguilla marmorata) development in controlled pond Sudrajat, Iman; Solang, Jhonly
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7304

Abstract

Eels (Anguilla marmorata) can adapt to the temperature of 12-31 ° C but require an optimum temperature to support growth due to their slow growth. Low water temperature could also influence their appetite and be susceptible to disease. The water heater is needed in the location where source water is abundant but low temperature, such as Tatelu Freshwater Aquaculture Center with 22-25°C. This activity was aimed to increase the  the water temperature of eel enlargement treatment tank. The design began with making an easily operated-water heating working block system diagram and detailing low cost budget for good equipment production. This application gave a fairly good impact on the eel rearing, in which the eels were not susceptible to disease and  had stable appetite. The  temperature could be adjusted as desired by installing a microcontroller to save energy and prevent  overheating the media. For 1 ton of water with initial temperature of 25°C takes about 2 hours to produce a water temperature of 28 ° C.  To make a prototype water heater costs about  IDR 3 million for 450 watts of power and water flow of 25 liters/min. Ikan sidat (Anguilla marmorata) membutuhkan suhu optimal dalam budidaya agar mendukung pertumbuhannya yang cenderung lambat. Suhu air rendah dapat juga mempengaruhi nafsu makan dan potensi munculnya penyakit. Pemanas air dibutuhkan pada lokasi yang sumber airnya melimpah tetapi bersuhu rendah, seperti BBAT Tatelu yang memiliki kisaran suhu air 22 - 25°C. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai suhu air pada bak treatment pembesaran ikan sidat. Perancangan dimulai dengan membuat diagram blok sistem kerja pemanas air dengan operasional yang mudah dan merinci anggaran agar didapatkan biaya yang murah dibandingkan peralatan sejenis produksi pabrikan. Hasil penerapan memberi dampak yang cukup baik dalam menunjang pemeliharaan ikan sidat. Selama masa pemeliharaan, benih sidat tidak mudah terserang penyakit dan nafsu makan stabil. Suhu yang dihasilkan dapat disesuaikan dengan keinginan dengan adanya penambahan alat mikrokontroller yang berfungsi memutus arus jika suhu mencapai batas yang diinginkan sehingga dapat menghemat energi dan mencegah terjadinya panas berlebih pada media pemeliharaan. Kisaran suhu yang dihasilkan untuk 1 ton air dengan suhu awal 25°C membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk menghasilkan suhu air 28°C. Untuk membuat prototipe pemanas air ini membutuhkan biaya sekitar 3 juta rupiah dengan daya 450 watt dan kecepatan aliran 25 liter /menit.
Study on the community structure of macrozoobenthos in Kobok and Kao estuaries, Kao Bay, North Halmahera Talib, Najib Hi; Lumingas, Lawrence J.L; Lasut, Markus T
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7309

Abstract

This study aims to assess the community structure of macrozoobenthos in the estuary of Kobok and Kao rivers, Kao Gulf waters. Sampling was carried out in October 2014 at 10 sampling stations in both estuaries. Variables examined in this study were community variables, such as species composition and abundance, including species diversity index Shannon-Wiener (H '), species richness (SR) index, evenness index (J'), Berger-Parker dominance index (d) and 'assemblage' (group) of the macrozoobenthos using multivariate analysis such as classification and analysis of factorial correspondence analysis (AFK). This study obtained a total of 757 individuals of 61 species. Diversity Index (H ') ranged from 1.62 to 3.96, Evenness index (J ') from 0.63 to 1.26., richness (SR) index ranged from 2.83 to 4.45 and dominance index (d) 0.16 to 0.47. Classification analysis separated 4 interconnecting groups at the station or resident species that were in the similar sediment types. Correspondence Factorial Analysis for the station variables mostly responsible for the axial formation was stations mostly contributing  to the formation of axes as the characteristic station of the axes, because it had relatively high contribution. Penelitian ini bertujuan untuk menilai struktur komunitas makrozoobentos di muara Sungai Kobok dan muara Sungai Kao perairan Teluk Kao. Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan oktober 2014 pada 10 stasiun sampling di kedua muara. Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah variabel komunitas seperti komposisi dan kelimpahan spesies termasuk indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener (H’), indeks kekayaan spesies (SR), indeks kemerataan spesies (J’), indeks dominasi Berger-Parker (d) serta ‘assemblage’ (grup) makrozoobentos dengan menggunakan analisis multivariate seperti analisis klasifikasi maupun analisis faktorial koresponden (AFK). Penelitian ini diperoleh total 757 individu yang termasuk dalam 61 spesies. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), berkisar dari 1.62-3,96. Nilai Indeks Kemerataan Spesies (J’), berkisar dari 0,63-1,26. Nilai Indeks kekayaan spesies (SR), berkisar dari 2,83-4,45 dan Nilai indeks dominasi (d), berkisar dari 0,16-0,47. Analisis klasifikasi telah memisahkan 4 grup yang saling berhubungan pada stasiun maupun spesies penghuni yang memiliki kemiripan dalam tipe sedimen. Sedangkan Analisis Faktorial Koresponden untuk variabel stasiun yang paling bertanggungjawab terhadap pembentukan sumbu-sumbu adalah (kontribusi absolut). Stasiun-stasiun yang paling berkontribusi dalam pembentukan sumbu juga sebagai stasiun karakteristik sumbu tersebut, karena memiliki kontribusi relatif yang juga tinggi.
Suitability analysis of culture area using floating cages in Ambon Bay Tjoa, Sientje B
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7297

Abstract

Fish cultivation under floating net system has good and promising prospects to develop as a potential and sustainable economic activity in Ambon Bay waters due to its great coastal and marine resources potential. This study was aimed to analyze the suitability of Ambon bay waters based upon site suitability criteria matrix for floating net cage culture. For this, water quality parameters were measured and then arranged in a matrix of site suitability for floating net cage culture. Results showed that water temperature ranged from 25.3 to 26.43 ⁰C, current speed from 5.78 to 23.51 cm / sec,  depth from 5-25 m, visibility  from 4.00 to 11.00 m, salinity from 28.41 to 33.92 ppt, DO from 6.56 to 7 ppm, pH from 7.66 to 8.19, and suspended solid from 0.46 to 2.52 NTU. As conclusion, Ambon Bay waters is very appropriate for floating net cage culture development. Budidaya Keramba Jaring Apung memiliki prospek yang cukup cerah dan menjanjikan untuk dikembangkan menjadi suatu kegiatan ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan di perairan Teluk Ambon, karena memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang besar. Penelitian ini bertujuan menganalisa perairan teluk Ambon untuk menentukan kesesuaian lahan berdasarkan kriteria matriks kesesuaian lahan  budidaya keramba jaring apung. Untuk menentukan kesesuaian lahan budidaya keramba jaring apung di perairan Teluk  Ambon maka dilakukan pengukuran kualitas air kemudian disusun dalam matriks kriteria kesesuaian lahan untuk budidaya keramba jaring apung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu air berkisar dari 25,3-26,43 ⁰C, kecepatan arus 5,78-23,51 cm/det, kedalaman 5-25 m, kecerahan 4,00-11,00 m, salinitas 28,41-33,92 ppt, oksigen terlarut 6,56-7 ppm, pH 7,66-8,19, Muatan Padatan Tersuspensi 0,46-2,52 NTU. Sebagai kesimpulan, perairan Teluk Ambon sangat sesuai untuk dilakukan kegiatan pengembangan budidaya keramba jaring apung.
Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province Tabalessy, Roger R
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7305

Abstract

Coastal areas can either meet the human needs or give great contribution to the development. However, rapid infrastrural development in Sorong, west Papua, has been followed by high demand for mangrove timber and caused mangrove forest degradation due to exploitation. This exploitation could also result from high economic value of the mangrove timber. This study was done to analyze the economic value of mangrove wood utilized by the people to support the development process in Sorong. This study used primary data obtained through interviews and the economic value calculation of mangrove forests. It found that Sorong had mangrove economic value of IDR 165,197,833, 491. Wilayah pesisir selain dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia juga memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan. Cepatnya pembangunan infrastruktur di Kota Sorong diikuti pula dengan tingginya permintaan akan kayu mangrove dan menyebabkan terjadinya degradasi hutan mangrove akibat eksploitasi. Eksploitasi ini disebabkan juga akibat kayu mangrove memiliki nilai ekonomi. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menganalisis nilai ekonomi kayu mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Sorong dalam proses menunjang pembangunan. Penelitian ini menggunakkan data primer yang diperoleh melalui hasil wawancara dan perhitungan nilai ekonomi hutan mangrove. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove yang berada di Kota Sorong adalah Rp165.197.833.491.
The use of baker’s yeast (Saccharomyces cereviciae) as immunostimulant to enhance resistance of nile tilapia (Oreochromis niloticus) to Aeromonas hydrophila Manurung, Usy N; Manoppo, Henky; Tumbol, Reiny A
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7300

Abstract

The objective of this research was to evaluate the efficacy of Baker’s Yeast S. cereviciae in enhancing the resistance of nile tilapia (Oreochromis niloticus) to A. hydrophila. As many as 250 fish with an average weight of 28.78±2.44 g were obtained from Fish Culture Development and Training Center of Tateli. After acclimatization, the fish were fed pellet supplemented with Baker’s Yeast as treatments at five different doses, A=0 gr/kg feed, B=5 gr/kg feed, C=10 gr/kg feed, D=15 gr/kg feed, and E=20 gr/kg feed each of which was with three replications.  They were fed for four weeks at 5%/BW/day, twice a day at 08.00 and 16.00, respectively. After feeding period, the fish were challenged intraperitoneally with A. hydrophila.  Before injection, a pathogenicity test of bacteria A. hydrophila was conducted for LD50. Challenged test was carried out by injecting fish with 0.2 ml of bacterial suspension containing 5 x 106 cfu/ml. The fish resistance was observed for 14 days. Dead fish were taken out and bacterial isolation was performed to confirm the cause of the dead.  Results showed that supplementation of Baker’s Yeast into fish pellet had significant effect  on the fish resistance (p=0.00).  The highest resistance (66.6%) was recorded in fish fed with pellet supplement of 5 g Baker’s Yeast per kg of pellet while control fish was only 50%.  As conclusion, supplementation of Baker,s Yeast into fish pellet could enhance resistance of fish to the pathogen. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi ragi roti S. cereviciae dalam meningkatkan resistensi ikan nila (Oreochromis niloticus)terhadap bakteri patogen A. Hydrophila. Sebanyak 250 ekor ikan nila dengan berat awal rata-rata 28,78±2,44 g yang diambil dari Balai Pengembangan dan Pembinaan Pembudidayaan Ikan (BP3I) Tateli. Setelah aklimatisasi, ikan diberi ragi roti sebagai perlakuan dengan lima dosis berbeda dan masing-masing perlakuan memiliki tiga ulangan.Perlakuan ragi roti yang digunakan adalah A=0 gr/kg pakan, B=5 gr/kg pakan, C=10 gr/kg pakan, D=15 gr/kg pakan, E=20 gr/kg pakan. Lama pemberian pakan perlakuan empat minggu dengan dosis 5%/bb/hari dan diberikan 2 kali sehari yaitu Pukul 08.00 dan Pukul 16.00. Setelah diberikan ragi roti selama empat minggu ikan diuji tantang dengan bakteri A. Hidrophyla secara Intraperopeneal (ip). Sebelum penyuntikan, dilakukan uji patogenitas bakteri yang memberikan tingkat kematian 50% (LD50). Uji tantang dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,2 ml suspensi bakteri pada kepadatan 5 x 106 cfu/ml (sesuai hasil uji patogenitas) pada rongga tubuh ikan. Pengamatan resistensi ikan akan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Ikan mati dikeluarkan dan dilakukan isolasi bakteri untuk mengkonfirmasi penyebab kematian ikan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pemberian ragi roti berpengaruh sangat nyata (P=0,00) pada resistensi ikan terhadap bakteri A. Hydrophila. Resistensi tertinggi dicapai pada ikan yang diberi perlakuan B (5 g/kg pakan) dengan tingkat resistensi mencapai 66,6%. Sedangkan ikan yang tidak diberi perlakuan ragi roti (control) memiliki resistensi 50 %. Sebagai kesimpulan penambahan ragi roti dalam pakan dapat meningkakan resistensi ikan terhadap infeksi pathogen.
Coral reef condition in several dive points around Bunaken Island, North Sulawesi Towoliu, Robert
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Graduate Program of Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7306

Abstract

In order to know the coral reef conditions at several diving points around Bunaken Island, three dive locations (Ron’s point, Lekuan, and Tawara) were chosen as representative locations receiving pressures from snorkeling and SCUBA diving activities, while  core zone was representative of location for  no diving and fishing activities.  Results showed that location with diving activities had live coral cover  ranging from 16.89% to 45.78% at 3 and 10m depths, with condition range of bad to moderate, while the location for no diving and fishing activities (core zone) had live coral cover of 55.03% at 3m and 58.15% at 10m, respectively,  with good condition category.  The present study indicated that the diving activities have affected the coral reef condition, so that a sustainable integrated management system is needed to use the marine ecotourism potency without degrading the coral reef condition in Bunaken Island. Untuk mengetahui kondisi terumbu karang di beberapa lokasi penyelaman di Pulau Bunaken, tiga lokasi penyelaman(Ron’s point, Lekuan, dan Tawara) dipilih mewakili lokasi dengan tekanan aktivitas penyelaman snorkeling maupun SCUBA, sedangkan satu lokasi lainnya yaitu zona inti dipilih mewakili lokasi tanpa aktivitas penyelaman maupun aktivitas penangkapan ikan.  Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa lokasi dengan tekanan aktivitas penyelaman memiliki prosentase tutupan karang batu/hidup berkisar antara 16,89% - 45,78% pada kedalaman 3 dan 10m, dengan kategori kondisi terumbu karang buruk sampai cukup, sedangkan pada lokasi yang tidak memiliki aktivitas penyelaman memiliki prosentase tutupan karang batu/hidup sebesar 53,03% pada 3m dan 58,15% pada 10m dengan kategori kondisi terumbu karang adalah baik.  Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa aktivitas penyelaman snorkeling maupun SCUBA berdampak pada kondisi terumbu karang di Pulau Bunaken, sehingga sangat diperlukan system pengelolaan yang terpadu dan berkesinambungan dalam memanfaatkan secara maksimal potensi ekowisata bahari tanpa merusak ekosistem terumbu karang di Pulau Bunaken.
THE EFFECT OF VACCINATION IN CONTROLING BACTERIAL DISEASE CAUSED BY AEROMONAS HYDROPHILA IN NILE TILAPIA (OREOCHROMIS NILOTICUS) Ratulangi, Arne A; Tumbol, Reiny; Manoppo, Hengky; Pangkey, Henneke
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Graduate Program of Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7302

Abstract

This study aims to apply vaccination against bacterial disease. The purpose of vaccination is to trigger the immune respone both non-specific and specific of fish against bacteria Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) caused by Aeromonas hydrophila. The vaccination for fish with different ages: 2-3 weeks and 5 weeks were done using immersion method. The fish were re-vaccinated (booster) after two weeks of the first vaccination. The survival rate was < 50 % for juveniles 2-3 weeks and > 50% for juveniles 5 weeks. Survival rate for juveniles 5 weeks was higher than juveniles of 2-3 weeks. This shows that organs of juveniles of 5 weeks were more complete than the 2-3 weeks juveniles. The age of fish is one of the important factors for successfully vaccination. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penerapan vaksinasi terhadap penyakit bakterial. Vaksinasi ditujukan untuk merangsang respon kekebalan non- spesifik dan spesifik pada tubuh ikan terhadap penyakit Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Vaksin diberikan pada benih ikan nila yang berbeda umur yaitu 2-3 minggu dan 5 minggu dengan menggunakan metode perendaman. Ikan divaksinasi ulang (booster) setelah 2 (dua) minggu dari vaksinasi yang pertama. Prosentase kelangsungan hidup < 50 % untuk benih umur 2-3 minggu dan > 50% untuk benih umur 5 minggu. Jumlah kematian benih umur 2-3 minggu lebih tinggi dari 5 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi organ benih umur 5 minggu telah lebih lengkap dari pada benih umur 2-3 minggu. Umur ikan merupakan salah satu faktor penting penentu keberhasilan suatu kegiatan vaksinasi.
The content of mercury (Hg) in oilfish (Ruvettus pretiosus) and escolar (Lepidocybium flavobrunneum) in the fish processing units in Jakarta and Bitung, Indonesia Samad, Sulthana; Berhimpon, S; Montolalu, Roike I; Lasut, Markus T
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7307

Abstract

Research on the mercury (Hg) content in oilfish (Ruvettus pretiosus) and escolar (Lepidocybium flavobrunneum) has been carried out, which aims to examine and assess the quality of the fish based on Hg content. Measurement of Hg performed using the analysis procedures in accordance with the Indonesian National Standard (SNI 01-2354-2006). The results showed that Hg measured in all fish samples in which its amount varies based on the size and place, and is influenced by the size (weight) of the sample. Furthermore, it can be concluded that the smaller the size of the fish sampled, then the lower the content of Hg, and the size (weight) >11 kg, the two types of fish that have bad quality where it is not safe for consumption, because it contains Hg higher than the safety limit set by the Government of Indonesia (0.5 ppm). Penelitian tentang kandungan merkuri (Hg) pada ikan oilfish (Ruvettus pretiosus) dan escolar (Lepidocybium flavobrunneum) telah dilakukan, yang bertujuan untuk menelaah dan menilai mutu kedua jenis ikan tersebut terhadap kandungan Hg. Pengukuran Hg dilakukan menggunakan prosedur analisis sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2354-2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hg terukur pada semua sampel ikan di mana jumlahnya bervariasi berdasarkan ukuran dan tempat, serta dipengaruhi oleh ukuran (berat) sampel. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran ikan sampel, maka makin rendah kandungan Hg, dan pada ukuran (berat) >11 kg, kedua jenis ikan tersebut memiliki mutu yang tidak baik di mana tidak aman untuk dikonsumsi, karena memiliki kandungan Hg lebih tinggi dari batas aman yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia (0,5 ppm).
Transplantation of coral fragment, Acropora formosa (Scleractinia) Tioho, Hanny; Karauwan, Maykel A.J
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7295

Abstract

The minimum size of coral transplants, Acropora formosa, was assessed to support their survival and growth. For this, 150 coral fragments of different sizes (5, 10, 15 cm) were transplanted close to the donor colony. Their survivorship and growth were observed for 12 months. At the end of the observation time, 90% of 15 cm-transplanted coral fragments survived, while the others (10cm and 5 cm) did 86% and 82% respectively. The average growth rate of 5 cm-coral fragments was 0.860 cm/month, while 10 and 15 cm-fragments were 0.984 cm/month and 1.108 cm/month respectively. One-way ANOVA showed that there was significant difference (p<0.05) among the three (5, 10, 15 cm) transplant initial sizes in which the longest fragment size tended to survive longer than the smaller one.  However, the smaller transplants grew better than the bigger one, 10.318 cm/year (206%) for 5 cm-transplant, 11.803 cm/year (118%) for 10 cm-transplant, and 13.299 cm/year (89%) for 15 cm-transplant, respectively. Ukuran minimal fragmen karang Acropora formosa yang ditransplantasi diduga untuk mendukung ketahanan hidup dan pertumbuhannya. Untuk itu, 150 fragmen karang ditransplantasi ke lokasi yang berdekatan dengan koloni induknya.  Ketahanan hidup dan pertumbuhan semua fragmen karang yang ditransplantasi diamati selama 12 bulan.  Pada akhir pengamatan, 90% dari fragmen karang berukuran 15 cm yang ditransplantasi dapat bertahan hidup, sedangkan yang lainnya (ukuran 10 cm dan 5 cm) masing-masing sebesar 86% dan 82%.  Rata-rata laju pertumbuhan fragmen karang dengan ukuran awal 5 cm adalah 0,860 cm/bulan, sedangkan ukuran fragmen 10 dan 15 cm masing-masing adalah 0,984 cm/bulan and 1,108 cm/bulan. ANOVA satu arah menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antara ketiga ukuran fragmen yang berbeda, di mana ukuran fragmen karang yang lebih panjang cenderung mempunyai ketahanan hidup yang lebih baik. Namun demikian, ukuran transplant yang lebih kecil memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar, yakni10,318 cm/tahun (206%) untuk transplant berukuran 5 cm, 11,803 cm/tahun (118%) untuk 10 cm, dan 13,299 cm/tahun (89%) untuk ukuran 15 cm.

Page 1 of 2 | Total Record : 12