Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Analisis Yuridis terhadap Perjanjian bagi Hasil Tanah Pertanian di Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur, Indonesia Hutahuruk, Rico Fransiscus Afrillyan; Irianto, Sigit
Forum Ilmu Sosial Vol 45, No 2 (2018): December 2018
Publisher : Faculty of Social Science, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/fis.v45i2.31882

Abstract

Perjanjian bagi hasil tanah pertanian  dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, tidak dapat dilaksanakan oleh masyarakat petani. Kabupaten Ngawi yang masyarakatnya bermatapencaharian di bidang pertanian, masih melaksanakan perjanjian bagi hasil tanah pertanian, tetapi  tidak didasarkan pada UU tersebut. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris, spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, sumber data adalah data primer dan sekunder, teknik pengumpulan data dengan wawancara,  dan studi kepustakaan,  dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian: 1) Pelaksanaan perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Kabupaten Ngawi tidak berdasarkan Undang-undang Bagi Hasil, tetapi berdasarkan hukum adat. Bentuk perjanjian  tidak tertulis berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak ada saksi dan tidak dilakukan dihadapan Kepala Desa, serta tidak ada ketentuan jangka waktu berakhirnya perjanjian. 2) Hambatan yang timbul adalah bahwa para petani tidak mengetahui adanya undang-undang dan berdasarkan kebiasaan setempat berasaskan kepercayaan. 3). Peraturan ke depan hendaknya harus mengindahkan nilai-nilai hokum adat, yang bersifat konkrit dan kontan dan undang-undang bagi hasil tanah pertanian seharusnya diganti.
Rekonseptualisasi Perjanjian Jual Putus Terkait Klaim Pengarang Terhadap Pemberlakuan Klausula Non Use Sierrad, Muhammad Zaki; Lisdiyono, Edy; Irianto, Sigit
Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/widyapranata.v3i1.269

Abstract

Konsep peralihan kepemilikan hak cipta buku melalui Perjanjian  jual Putus pada Sistem Hukum Hak Cipta Indonesia jelas belum memberikan ketentuan klausula Non Use. Secara substansi hukum, Para pihak dapat mengaturan peralihan Hak Cipta melalui Perjanjian Jual Putus yang disepakati dan ditandatangani para pihak. Namun dalam praktek, perjanjian yang telah dibuat sama sekali juga tidak mencantumkan klausula Non Use tersebut. Jika terjadi sengketa pelaksanaan perjanjian Jual Putus, dimana Pengarang melakukan klaim diberlakukannya klausula Non Use terhadap Penerbit yang mendiamkan manuskrip dalam keadaan semula, maka Pengadilan dapat menggunakan asas-asas perjanjian, kepantasan dan kebiasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata Jo. Pasal 1601 KUH Perdata, sebelum lahir peraturan perundang-undangan khusus tentang Hukum Kontrak Hak Cipta Indonesia. Rekonseptualisasi Peralihan kepemilikan hak cipta buku melalui Perjanjian Jual Putus belum memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak, maka secara yuridis dapat diusulkan rekonseptualisasi.
PEMAHAMAN TENTANG PENGERTIAN PASAL 1321 KUHPERDATA DALAM HUKUM PERJANJIAN sigit irianto
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 17, No 1 (2020): SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (41.441 KB) | DOI: 10.35973/sh.v17i1.1431

Abstract

ABSTRAKHokum perjanjian sangat membuka diri untuk berkembangnya penafsiran, namun penafsiran tersebut harus dapat diungkapkan secara jelas untuk dapat dipahami oleh orang lain. Secara normal seseorang yang hendak melakukan perjanjian mempunyai kehendak, bahwa perjanjian itu dibuat sesuai dengan kehendaknya, namun seringkali ada factor-faktor yang mempengaruhi kehendaknya tersebut. Pasal 1321 KUHPerdata merupakan salah satu materi hokum perjanjian yang perlu diperjelas pengertiannya. Rumusan masalah: 1).  Apakah maksud dari istilah yang digunakan dalam Pasal 1321 KUHPerdata? 2). Bagaimana Penafsiran dalam Pasal 1321 KHUPerdata?. Pembahasan :1) Istilah cacat kehendak sesuai dengan harus dipahami dalam konteks subyek hokum yang mengadakan perjanjian, 2). Substansi Pasal 1321 KUHPerdata yaitu:Kekhilafan, paksanaan, penipuan dan penyalahgunaan keadaan merupakan factor yang dapat mempengaruhi kehendak seseorang. Kehendak bukanlah cacat tetapi ada factor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga kehendaknya menjadi keliru. Kata Kunci: factor kehendak, penafsiran, hokum perjanjian, pemahaman.   ABSTACTThe contract law is very open to developing interpretations, but these interpretations must be clearly expressed in order to be understood by others. Normally someone who wants to make an agreement has a will, that the agreement was made according to his will, but often there are factors that influence his will. Article 1321 of the Civil Code is one of the legal material agreements that need to be clarified. Problem formulation: 1). What does the term used in Article 1321 of the Civil Code mean? 2). What is the interpretation in Article 1321 of the Civil Registry? Discussion: 1) The term deformed will according to must be understood in the context of the subject of the law that entered into the agreement, 2). The substance of Article 1321 of the Civil Code, namely: Errors, practices, fraud, and abuse of circumstances is a factor that can affect one's will. The will is not flawed but there are factors that influence it, so the will becomes wrong. Keywords: will factor, interpretations, contract law, understanding.
URGENSI HERMENEUTIKA DALAM HUKUM KONTRAK Sigit Irianto
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 13, No 2 (2016): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.661 KB) | DOI: 10.35973/sh.v13i2.1087

Abstract

HUKUM KONTRAK DAN PERKEMBANGANNYA Sigit Irianto
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 10, No 1 (2013): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.864 KB) | DOI: 10.35973/sh.v10i1.1620

Abstract

Hukum kontrak sudah ada sejak zaman masyarakat Mesir dan Mesopotamia sekitar 3-4 abad sebelum Masehi dan selalu mengalami perkembangan sampai sekarang. Perkembangan hukum kontrak di negara-negara yang menganut Common Law system mendasarkan pada doktrin Promissory Estoppel dan consideration, dimana adanya kesepakatan yang diikuti dengan perbuatan hukum tertentu untuk memenuhi perjanjian sudah dapat menuntut ganti kerugian, dan adanya hubungan timbal balik. Perkembangan ini juga terjadi di Belanda bahwa perjanjian yang belum final tetapi sudah ada perbuatan-perbuatan hukum untuk memenuhi perjanjian juga dapat menuntut ganti kerugian atas dasar asas itikad baik. Perkembangan hukum kontrak di Indonesia masih berpijak pada pemenuhan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, sehingga dapat disebut dengan hukum kontrak yang klasik. Perbuatan-perbuatan hukum yang belum dilandasi Pasal 1320 KUHPerdata belum mempunyai akibat hukum, sehingga kerugian yang timbul dari pra kontrak tidak memperoleh ganti kerugian Pengkajian hukum kontrak sekarang, perlu mencermati perkembangan lain melalui perkembangan hukum kontrak di negara lain atau melalui peraturan perundang-undangan, misalnya UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang sudah menganut asas itikad baik, yang mana pihak yang dirugikan pada waktu kesepakatan dapat  menuntut ganti kerugian
KEDUDUKAN YANG SAMA DI DEPAN HUKUM (EQUALITY BEFORE THE LAW) DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Sigit Irianto
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 5, No 2 (2008): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.714 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v5i2.387

Abstract

Revolutions in the eighteenth century based on rationality and in the name of freedom denied all efforts of society or of state in regulating and interfering with individuals' interests. State only had a role as safety. American Revolution of 1776, and French Revolution of 1789 destroyed all traditional ideas of the structures of societies based on a principle of discrimination between elite and the masses. Slogans of revolution explained that all people were equal in the level of dignity and that all people had the same rights before the law. Prior to the announcement of Declaration of Human Rights on 10 December 1948, Five Pillars had regulated equality before the law, particularly in article 27 of Indonesian Constitution of 1945. However, in its law enforcement, discriminative patterns still often happens. Many factors which influences such as there are a lot of acts which are individualistic in nature and does not conform to the ideals of law and justice of Indonesian people, and an overemphasis on formalism of law. The law has not yet able to talk responsively and is still autonomous in nature, or even it still repressive in nature.
NEGOSIASI DAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM PENYUSUNAN KONTRAK Sigit Irianto
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 12, No 1 (2014): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.254 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v12i1.341

Abstract

Negotiation and the memorandum of understanding have become an important element in business contracts, particularly those with high value transactions. Negotiation is the very first step in a contract, followed up with memorandum of understanding. The objective of the negotiations is to bring together two different interests, while the memorandum of understanding is a preliminary agreement that contain basic materials before followed with the very detailed contract composing. There are two views about the negotiations and the memorandum of understanding, that developed countries which embrace either common law or civil law systems already incorporate both systems as the binding legal document, while several other countries (including Indonesia) are still considered them as the non-legally binding document.
HUKUM PROGRESIF DALAM PERKEMBANGANNYA MELALUI LEMBAGA PERADILAN Sigit Irianto
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 4, No 2 (2007): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.558 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v4i2.372

Abstract

Pergerakan lembaga peradilan dirasakan sangat lamban dalam menangkap, mengikuti dan merespon dinamika masyarakat yang terus berubah. Lembaga peradilan masih terus berkubang dengan putusan-putusan yang selalu beralaskan hukum dan undang-undang. Padahal dalam hukum sendiri diharapkan hakim mampu berkreasi sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Namun demikian secercah harapan sudah dimunculkan dengan putusan-putusan yang mampu merespon dinamika masyarakat.Hukum progresif memberikan warna baru yang tetap berbicara dengan nurani rakyatnya. Hukum untuk manusia, hukum tidak lagi sepenggal peraturan untuk diterapkan, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, disitulah ruh hukum itu akan diketemukan.
TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ( MENCARI MODEL PENANGANAN PEMERINTAH, LSM DAN MASYARAKAT UNTUK PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA) Sigit Irianto
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 7, No 2 (2010): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.347 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v7i2.398

Abstract

Household violence has been a national and global problem. Women are often considered depending much on men and their autonomous characteristics are reduced. Therefore realization of justice and gender equality between men and women is not merely an issue and a women's demand any longer. In Indonesia protection on women is regulated in the Law No. 23/2004. However household violence still happens either in the aspects of physical, psychological, sexual or economic violence.The result of research can be exposed that the forms of household violence that are distinguished among physical, psychological, sexual and economic violence, actually in the field show that the forms of the violence can be an inseparable sequence. There has not been a good coordination among the government, non-government organization and society in implementing the Law. Regulations in the forms of either regulation, instruction, or the decree of Regional Head on legal protection to handle household violence in the levels of either Province or Regency/Municipality have been made, but they have not been running optimally. Based on above research result, the researcher draws a conclusion that the implementation of the Law No. 23/2004 and the other regulations related to women protection has not been effective so that it is necessary to create a model of cooperative network to handle household violence among the government, non government organization and society
PENTINGNYA PENANAMAN MODAL ASING DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA Sigit Irianto
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 9, No 1 (2011): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.083 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v9i1.399

Abstract

Arrangements and policies in the field of investment in Indonesia have been experiencing various barriers and developments. Various factors that greatly affect were not merely internal domestic interests, but also the interests of the investor's origin country as well as other international interests. Foreign investment is important because of the limitations imposed by Indonesia in the areas of capital, technology and quality of human resources.Arrangement in the field of investment is very influential for foreign investment. It can be seen from the fluctuation development of foreign investment in Indonesia. Enactment of Law Number 25 Year 2007 concerning Capital Investment is an embodiment to better accommodate the various interests of both domestic and foreign interests. Demands of equal treatment, both in the field of certainty and legal protection for investors (investors), both foreign and domestic investors, have been regulated in the Investment Law. But one thing is for sure, the state shall have the authority and obligation to regulate investment, both foreign and domestic investment to realize the welfare of the people, as mandated by the 1945 Constitution.