Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM IMPLIKASINYA DENGAN ALIH FUNGSI LAHAN DAN PENATAAN RUANG Lisdiyono, Edy
MEDIA HUKUM Vol 24, No 1 (2014): MEDIA HUKUM - MEDIA KOMUNIKASI HUKUM
Publisher : MEDIA HUKUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4823.448 KB)

Abstract

The procurement of land for the public interest in fact is not able to avoid in executing the development because of the people increasing and the industrial growth. The land replacement from the agriculture lands are used to the interest non-agriculture lands, such as industrial areas, or for residences/housing every year has become increased.
Rekonseptualisasi Perjanjian Jual Putus Terkait Klaim Pengarang Terhadap Pemberlakuan Klausula Non Use Sierrad, Muhammad Zaki; Lisdiyono, Edy; Irianto, Sigit
Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/widyapranata.v3i1.269

Abstract

Konsep peralihan kepemilikan hak cipta buku melalui Perjanjian  jual Putus pada Sistem Hukum Hak Cipta Indonesia jelas belum memberikan ketentuan klausula Non Use. Secara substansi hukum, Para pihak dapat mengaturan peralihan Hak Cipta melalui Perjanjian Jual Putus yang disepakati dan ditandatangani para pihak. Namun dalam praktek, perjanjian yang telah dibuat sama sekali juga tidak mencantumkan klausula Non Use tersebut. Jika terjadi sengketa pelaksanaan perjanjian Jual Putus, dimana Pengarang melakukan klaim diberlakukannya klausula Non Use terhadap Penerbit yang mendiamkan manuskrip dalam keadaan semula, maka Pengadilan dapat menggunakan asas-asas perjanjian, kepantasan dan kebiasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata Jo. Pasal 1601 KUH Perdata, sebelum lahir peraturan perundang-undangan khusus tentang Hukum Kontrak Hak Cipta Indonesia. Rekonseptualisasi Peralihan kepemilikan hak cipta buku melalui Perjanjian Jual Putus belum memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak, maka secara yuridis dapat diusulkan rekonseptualisasi.
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP HARUSKAH BERDASARKAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK ATAU UNSUR KESALAHAN Edy Lisdiyono
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 11, No 2 (2014): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.951 KB) | DOI: 10.35973/sh.v11i2.620

Abstract

Lingkungan hidup sebagai satu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, didalamnya termasuk manusia dan makhluk hidup lainnya harus dilindungi keberadaannya. Fakta yang terjadi keberadaan lingkungan hidup semakin hari semakin berkurang daya dukung dan daya tampung akibat ulah tangan manusia yang hanya mengejar segi keuntungan materiil saja, akan tetapi kemampuan lingkungan hidup kurang mendapatkan perlindungan dan tidak dipelihara dengan baik. Akhirnya para pemerhati dan pecinta lingkungan harus mengajukan gugatan sengketa lingkungan hidup ke Pengadilan. Dalam proses penyelesaian di Pengadilan, Hakim masih gamang apakah dengan menerapkan azas tanggung jawab mutlak atau berdasarkan unsur kesalahan, walaupun telah secara jelas Undang-undang Lingkungan Hidup No.32/ 2009 atas perubahan dari UU No. 23/1997 dan UU No. 4/1982 di dalamnya mengatur penerapan dengan tanggung jawab mutlak bagi pelaku pencemaran. Namun dari beberapa sengketa lingkungan hidup Hakim masih menerapkan dengan unsur kesalahan.
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM IMPLIKASINYA DENGAN ALIH FUNGSI LAHAN DAN PENATAAN RUANG Edy Lisdiyono
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 9, No 1 (2011): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.867 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v9i1.400

Abstract

The Land Procurement for public interest was unavoidable in the implementation of development due to population and industrial development.Transfer function of land from agricultural land was used for non-agricultural purposes, such as industrial areas or for residential / housing was increasing in every year. The reduction of agricultural land on the one hand bring benefits, but on the other hand can cause havoc if land use is not controlled properly and in accordance with the spatial planning, so there is zoning violations that not accordance with its designation, then both for licensing and user space, criminal sanctions should be applied in order to minimize land use.
PERGESERAN SUBSTANSI KEBIJAKAN TATA RUANG NASIONAL DALAM REGULASI DAERAH ( Studi Empirik di Kota Semarang ) Edy Lisdiyono
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 4, No 2 (2007): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.437 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v4i2.368

Abstract

Tata ruang wilayah kota merupakan salah satu persoalan krusial yang dihadapi Indonesia dewasa ini yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat, sementara lahan yang tersedia sangat terbatas. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan penataan ruang yang baik agar semua kebutuhan yang berkaitan dengan tata ruang wilayah dapat teratasi. Realitas yang muncul adalah terjadinya pergeseran substansi kebijakan tata ruang terus terjadi, terutama di tingkat daerah. Realitas yang demikian itu menghantar kita kepada sebuah pertanyaan mendasar, bahwa apakah pergeseran itu membawa manfaat yang besar bagi masyarakat dan lingkungannya atau tidak. Hal inilah yang perlu dikaji dalam pembahasan tentang pergeseran kebijakan tata ruang menjadi sangat urgen untuk dilakukan.
IMPROVING LEGAL ARGUMENT CRITICALLY IN THE LITIGATION MECHANISM IN INDONESIA (AN EMPIRICAL STUDY OF ENVIRONMENTAL VERDICTS) Edy Lisdiyono
Sriwijaya Law Review VOLUME 1, ISSUE 1, JANUARY 2017
Publisher : Faculty of Law, Sriwijaya University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/slrev.Vol1.Iss1.10.pp080-092

Abstract

Legal argument is a debate or argument in explaining the issues between two or more people performed in court. Legal argument is one way to perform law finding with the purpose to avoid legal vacuum when the judge makes a legal reasoning in a verdict. In making a legal argument, it is at least performed by legal reasoning, logic, facts. However, some judges, in making a decision, did not use the legal arguments by legal reasoning and facts so that it resulted in debates and arguments. It is  interesting to study on how to build legal argument in the litigation mechanism in Indonesia. Some verdicts in Indonesia have been the debate among the public through social media, by both academic and non-academic communities, because they were not based on the legal facts revealed at the trials and not in favor of the public sense of justice. Some of the examples are the verdict in the case of the environmental lawsuits of Lapindo Brantas Mud in Sidoarjo, the case verdict in Palembang District Court on the lawsuit filed by the Ministry of Environment and Forestry on forest fires and land concessions of PT. Bumi Mekar Hijau in 2014. From the decisions, it turned out that the judges, in making the legal arguments for their decisions, had deviated from the analogy and were not based on the existing legal facts. In building legal arguments, it would have to be conducted by collecting data (evidence) and clear fact so that its solutions do not deviate from the rules of law
PENERAPAN AZAS PREMIUM REMEDIUM DALAM PERKARA PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT LIMBAH B3 DI BATAM Edy Lisdiyono; Rumbadi .
Bina Hukum Lingkungan Vol 3, No 1 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.556 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v3i1.66

Abstract

ABSTRAKPencemaran lingkungan hidup akibat impor limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) yang dilakukan oleh PT APEL dan PT JOM terjadi di Batam, oleh PT APEL dan kegiatan industri lain di wilayah Batam, sudah sangat mengkhawatirkan, karena berdasarkan data dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Batam sebanyak 375 perusahaan diantaranya berpotensi menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Potensi kerusakan lingkungan sudah sangat nyata dan terjadi, namun dari penerapan sanksi terhadap pelaku pencemaran lingkungan belum dilaksanakan secara maksimal. Penelitian ini bersifat normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan bertujuan untuk mengetahui apakah azas Premium Remedium dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Terjadinya perusakan dan kerusakan lingkungan hidup yang masif tak lepas dari penegakan dan penerapan hukum lingkungan hidup yang ambigu. Pasal 97 UU Nomor 32 Tahun 2009, menyebutkan tindak pidana dalam bidang lingkungan hidup, merupakan tindak pidana kejahatan. Tindak pidana kejahatan lingkungan seharusnya menggunakan penerapan hukum azas hukum premium remedium, bukan lagi pada azas ultimum remedium. Kata kunci: penerapan; azas premium remedium; pencemaran; lingkungan hidup; limbah b3.ABSTRACTEnvironmental pollution due to imports of B3 waste (toxic hazardous materials) carried out by PT APEL and PT JOM occurred in Batam, by PT APEL and other industrial activities in the Batam area, it was very worrying, because based on data from the Batam City Environmental Impact Management Agency (Bapedal) as many as 375 of which had the potential to produce hazardous and toxic waste materials (B3) The potential for environmental damage has been very real and happened, but the implementation of sanctions on the perpetrators of environmental pollution has not been implemented optimally. This research is normative by using the legislation approach and aims to find out whether the Premium Remedium principle can be applied to prevent environmental damage. The destruction and massive destruction of the environment cannot be separated from the enforcement and application of ambiguous environmental laws. Article 97 of Law Number 32 of 2009, states that criminal acts in the environmental field are crimes. The crime of environmental crime should use the application of the principle of the law of premium remedium, not again on the principle of ultimum remedium.Keywords: application; principle of premium remedium; pollution; living environment; b3 waste.
Rekonseptualisasi Perjanjian Jual Putus Terkait Klaim Pengarang Terhadap Pemberlakuan Klausula Non Use Muhammad Zaki Sierrad; Edy Lisdiyono; Sigit Irianto
Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum Vol. 3 No. 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/widyapranata.v3i1.269

Abstract

Konsep peralihan kepemilikan hak cipta buku melalui Perjanjian  jual Putus pada Sistem Hukum Hak Cipta Indonesia jelas belum memberikan ketentuan klausula Non Use. Secara substansi hukum, Para pihak dapat mengaturan peralihan Hak Cipta melalui Perjanjian Jual Putus yang disepakati dan ditandatangani para pihak. Namun dalam praktek, perjanjian yang telah dibuat sama sekali juga tidak mencantumkan klausula Non Use tersebut. Jika terjadi sengketa pelaksanaan perjanjian Jual Putus, dimana Pengarang melakukan klaim diberlakukannya klausula Non Use terhadap Penerbit yang mendiamkan manuskrip dalam keadaan semula, maka Pengadilan dapat menggunakan asas-asas perjanjian, kepantasan dan kebiasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata Jo. Pasal 1601 KUH Perdata, sebelum lahir peraturan perundang-undangan khusus tentang Hukum Kontrak Hak Cipta Indonesia. Rekonseptualisasi Peralihan kepemilikan hak cipta buku melalui Perjanjian Jual Putus belum memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak, maka secara yuridis dapat diusulkan rekonseptualisasi.
The Cancellation of Environmental License of PT. Semen Indonesia: A Strategic Environmental Assessment Edy Lisdiyono
Hasanuddin Law Review VOLUME 3 ISSUE 3, DECEMBER 2017
Publisher : Faculty of Law, Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.291 KB) | DOI: 10.20956/halrev.v3i3.1148

Abstract

Debate over the construction of a cement factory in Rembang Regency between the community groups of Kendeng mountain care is in relation with the issuance of the environmental license No. 660.1/17 of 2012 by the Governor of Central Java. It had been declared null and void by the Supreme Court of the Republic of Indonesia based on the decision in the case register No. 99 PK/TUN/2016. The reason for the submission of the cancelation to the Environmental License of PT. Semen Indonesia in Rembang Regency, the community who cares about Kendeng mountains was because the process of submitting the mining licenses for the cement plant was not open and transparent to the community and it was feared that there would be environmental damages to the CAT area (Watuputih basin). In other words, to get the benefits, they are obliged to stay away from potential damage. Then, the urgency in the Strategic Environmental Assessment is as the Government instrument used as an instrument of prevention from pollution and/or environmental damage, and it becomes the basis for the policy of development plans and/or programs within a territory. Therefore, the mining of the cement factory of PT. Semen Indonesia in Kendeng mountains of Rembang Regency is in the CAT area (groundwater basin) based on findings of the Strategic Environmental Assessment Team. It is a protected area so that it potentially causes damage and the mining process must be stopped.
Correctional Institutions as a Place of Guidance to Counter Radicalism for Terrorist Prisoners in Indonesia Erlangga Alif Mufti; Edy Lisdiyono; Retno Mawarini Sukmariningsih; David Maharya Ardyantara; Ontran Sumantri Riyanto
Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology Vol. 16 No. 3 (2022): Indian Journal of Forensic Medicine and Toxicology
Publisher : Institute of Medico-legal Publications Pvt Ltd

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37506/ijfmt.v16i3.18272

Abstract

Correctional Institution as a place to house terrorist inmates have not managed to solve the problem ofderadicalization to complete for terrorist inmates, so it is necessary to cooperate with other relevant stateinstitutions. But the deradicalization process has obstacles such as inmates being unwilling to cooperate and theabsence of synergy with other applicable state institutions. The parameters of the success of correctional institutionsin conducting deradicalization are necessary to strengthen the process of returning terrorism convicts to thecommunity, so that this research is important to do. This study uses the research method that is juridical normativeby collecting primary data and secondary data. The results of this study describe the correctional institution to bethe vanguard in the process of deradicalization of terrorism convicts to be ready to return to the community so thatthe implementation of effective deradicalization required cooperation from correctional institutions, relevant stateinstitutions, and inmates. Correctional institutions are an important vector in the fight against radicalism. The roleof correctional institutions in the deradicalization of terrorism prisoners is to synergize with other institutions tofoster terrorist prisoners to become good human beings when they leave correctional institutions.