Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KEPEMIMPINAN NON-MUSLIM DALAM TAFSIR AL AZHAR KARYA BUYA HAMKA Al Faruq, Imron; Suharjianto, Suharjianto
Suhuf Vol 31, No 1 (2019): Mei
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tafsir diharapkan menjadi solusi atas problem kehidupan manusia sebagaimana al-Quran diturunkan sebagai rahmat semesta alam. Di antara plobem itu adalah tentang kepemimpinan. Di antara tokoh mufasir yang ada di Indonesia dan pernah duduk dalam pemerintahan adalah Buya Hamka, tidak hanya menafsirkan ayat, namun juga mempraktikkan dengan turun dalam pemerintahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penafsiran Buya Hamka terhadap ayat-ayat kepemimpinan, dan pandangan Buya Hamka terhadap pemimpin non-Muslim, serta hubungan politik Muslim dengan non-Muslim. Jenis penelitian ini merupakan penelitian literer yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai literatur kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, foto, naskah dan kisah-kisah sejarah, ensiklopedi, biografi, dan lain-lain, baik dari sumber data primer maupun sekunder. Sumber primer adalah kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka cetakan tahun 2015 yang diterbitkan oleh Gema Insani. Sumber sekunder yang digunakan adalah hasil-hasil penelitian tentang kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, atau yang berkaitan dengan kepemimpinan. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis induktif dan deduktif. Kesimpulan dari penelitian adalah Pertama, kepemimpinan dalam al-Quran mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, baik secara individu maupun dalam kesatuan negara berdaulat, agama, dan keluarga yang terkandung dalam beberapa term. Kedua, larangan terhadap memilih pemimpin non-Muslim, dan pembagian pemimpin non-Muslim dalam dua kelompok yang berbeda. Ketiga, menjalin hubungan muamalah berupa politik tidak dilarang, selama tidak menyangkut soal agama (akidah dan ibadah), serta bertujuan untuk kepentingan umat manusia.
PERAYAAN IMLEK MUSLIM TIONGHOA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN MUSLIM TIONGHOA DI SURAKARTA Wijayanti, Tri Yuliana; Hafizzullah, Hafizzullah; Suharjianto, Suharjianto
Suhuf Vol 32, No 1 (2020): MEI
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam konteks budaya, Islam bukanlah agama yang hanya mencakup sistem credo (kepercayaan) dan ritus (ibadah) saja, melainkan juga menyangkut masalah kebuadayaan. Ketika Islam bertemu dengan budaya dimana Islam didakwahkan, maka kebudayaan Islam baru akan terbentuk dari hasil akulturasi antara budaya lokal dengan nilai-nilai Islam. Hal ini terjadi pula pada diantara etnis Tionghoa yang memeluk agama Islam. Muslim Tionghoa tetap melaksanakan perayaan imlek meski mereka telah memeluk agama Islam. Dengan demikian mereka tidak harus kehilangan identitas etnisnya, meski mereka telah memeluk agama Islam. Studi ini menarik ketika melihat adanya adaptasi budaya imlek dengan nilai-nilai Islam, terutama adanya simbol-simbol yang ada pada perayaan imlek dan dipandang dari sisi ajaran al-Quran dan Muslim Tionghoa.
Kajian Kritik pada Bentuk dan Pengaruh Positif al-Dakhil dalam Tafsir Jalalain tentang Kisah Nabi Musa dan Khidir Andri Nirwana; Ita Purnama Sari; Suharjianto Suharjianto; Syamsul Hidayat
AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.157 KB) | DOI: 10.29240/alquds.v5i2.2774

Abstract

A Study of Criticism on the Forms and Positive Effects of al-Dakhil in Jalalain's Tafsir of the Story of Prophet Musa and KhidirIn the tafseer, Al-dakhil is the inclusion of  baseless interpretation into the book of tafseer. Thebaseless inclusion to interpretations is motivated by several of elements israiliyyat, hadis\ da’if, hadis\ maudu’, baseless ta’wil or interpretations which defend to the interest of a certain groups or madzab. Al-dakhil in the tafseer was exist since Prophet era and has been sphreading until now. The effect of al-dakhil in to tafseer are can lead to the assumption that Islamic religion are no longer authentic (bias), the unificationof Islamic and other doctrine, and the aumption that the Al-Qur’an is a book in which there are many tahayyul and khurafat. The aim of this research is to find what is the kind of Al-Dakhil in the Jalalain’s Tafsir surah al-Kahfi verses 60-82. This is a qualitative research that uses an interpretive criticism approach, which aims to determine the authenticity of text, then it is analyzed using descriptive-analysis methods to describe the results of research that was found.The result of this research is that the kind of al-dakhil that contained in the Jalalain Tafseer Chapter Al-Kahfi verses 60-82 is al-dakhil bi al-ma’tsur with the type of israiliyyat found in the story: prophet Khidhir have had killed a child while debark from a boat; the story name of the country visited by Musa and Khidhir with his son and the walls of house are hundred cubits heights the story of the boat owner working at marine are ten persons; the story of substitute child who was killed is a woman who married with the Prophet, then gave birth a prophet and Allah made him a guide for people; and story of the treasures of two orphans were gold and silver. From this research, it was expected become an academic contribution, in the scientific of Al-Qur’an and Tafseer, especially on the theme al-dakhil fi al-tafsir
Arab Andri Nirwana; Syamsul Hidayat; Suharjianto Suharjianto
Jurnal Studi Al-Qur'an Vol 16 No 2 (2020): Jurnal Studi Al-Qur'an
Publisher : Prodi Pendidikan Agama Islam FIS UNJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/JSQ.016.2.02

Abstract

The efforts of the Sahabah of the Prophet Muhammad saw, Abdullah ibn Abbas in developing the rules of interpretation, can be used by subsequent interpreters in developing interpretation rules in accordance with the times. Qaidah Tafseer only discusses the main points and lines of sharia law contained in the Qur'an, and then developed into a law detail. Qawaid Tafsir is not a means of justifying the truth in interpreting the Qur'an but only serves as a guardian of the methodology so that the resulting interpretation is objective, scientific, and accountable. Qiraat Science is a Muslim guide in reading the Qur'an. Abdullah bin Abbas has conveyed in his interpretation some Qiraat science that could be utilized by the next Ummah. Asbabun Nuzul is the study of the contextuality of a verse regarding events or questions. Abdullah bin Abbas was very close to the Prophet so that all knowledge of Asbabun Nuzul experienced at that time was very helpful in the interpretation of the Qur'an. Knowledge of Nasikh wal mansukh is very dependent from a historical point of view. The Companions of the Prophet knew very well where the verses that had been deleted the law and even the texts as well. The goodness of the Companions of the Prophet is because they live with the Prophet and have a strong memory. These four categories of knowledge are the concepts of Abdullah bin Abbas in interpreting the Qur'an.
PERAYAAN IMLEK MUSLIM TIONGHOA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN MUSLIM TIONGHOA DI SURAKARTA Tri Yuliana Wijayanti; Hafizzullah Hafizzullah; Suharjianto Suharjianto
Suhuf Vol 32, No 1 (2020): MEI
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam konteks budaya, Islam bukanlah agama yang hanya mencakup sistem credo (kepercayaan) dan ritus (ibadah) saja, melainkan juga menyangkut masalah kebuadayaan. Ketika Islam bertemu dengan budaya dimana Islam didakwahkan, maka kebudayaan Islam baru akan terbentuk dari hasil akulturasi antara budaya lokal dengan nilai-nilai Islam. Hal ini terjadi pula pada diantara etnis Tionghoa yang memeluk agama Islam. Muslim Tionghoa tetap melaksanakan perayaan imlek meski mereka telah memeluk agama Islam. Dengan demikian mereka tidak harus kehilangan identitas etnisnya, meski mereka telah memeluk agama Islam. Studi ini menarik ketika melihat adanya adaptasi budaya imlek dengan nilai-nilai Islam, terutama adanya simbol-simbol yang ada pada perayaan imlek dan dipandang dari sisi ajaran al-Quran dan Muslim Tionghoa.
KEPEMIMPINAN NON-MUSLIM DALAM TAFSIR AL AZHAR KARYA BUYA HAMKA Imron Al Faruq; Suharjianto Suharjianto
Suhuf Vol 31, No 1 (2019): Mei
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tafsir diharapkan menjadi solusi atas problem kehidupan manusia sebagaimana al-Quran diturunkan sebagai rahmat semesta alam. Di antara plobem itu adalah tentang kepemimpinan. Di antara tokoh mufasir yang ada di Indonesia dan pernah duduk dalam pemerintahan adalah Buya Hamka, tidak hanya menafsirkan ayat, namun juga mempraktikkan dengan turun dalam pemerintahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penafsiran Buya Hamka terhadap ayat-ayat kepemimpinan, dan pandangan Buya Hamka terhadap pemimpin non-Muslim, serta hubungan politik Muslim dengan non-Muslim. Jenis penelitian ini merupakan penelitian literer yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai literatur kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, foto, naskah dan kisah-kisah sejarah, ensiklopedi, biografi, dan lain-lain, baik dari sumber data primer maupun sekunder. Sumber primer adalah kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka cetakan tahun 2015 yang diterbitkan oleh Gema Insani. Sumber sekunder yang digunakan adalah hasil-hasil penelitian tentang kitab tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, atau yang berkaitan dengan kepemimpinan. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis induktif dan deduktif. Kesimpulan dari penelitian adalah Pertama, kepemimpinan dalam al-Quran mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, baik secara individu maupun dalam kesatuan negara berdaulat, agama, dan keluarga yang terkandung dalam beberapa term. Kedua, larangan terhadap memilih pemimpin non-Muslim, dan pembagian pemimpin non-Muslim dalam dua kelompok yang berbeda. Ketiga, menjalin hubungan muamalah berupa politik tidak dilarang, selama tidak menyangkut soal agama (akidah dan ibadah), serta bertujuan untuk kepentingan umat manusia.
Analitik Darajah Dalam Q.S Al Baqarah Ayat 228 Analisis Komperatif dalam Tafsir Al Munir dan Waahatut Tafassiir Putri Lista Samsiatun; Ahmad Nurrohim; Suharjianto Suharjianto
Syntax Idea Vol 6 No 5 (2024): Syntax Idea
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/syntax-idea.v6i5.3430

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Analitik Darajah dalam Ayat 228 Surah Al-Baqarah dari Al-Qur'an, dengan melakukan analisis komparatif antara tafsir Al-Munir dan Waahatut Tafassiir. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi literatur, menggunakan kitab-kitab tafsir sebagai sumber data. Hasil analisis menunjukkan bahwa Al-Munir menekankan aspek hukum dan praktis, sementara Waahatut Tafassiir mengadopsi pendekatan inklusif dan holistik. Perbandingan ini memperkaya pemahaman umat Islam tentang Al-Qur'an dan memberikan sudut pandang yang beragam dalam memahami ajaran agama mereka. Kesimpulannya, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memperdalam pemahaman terhadap teks suci Al-Qur'an, menyoroti beragam pendekatan dan metodologi dalam penafsiran ayat-ayat suci.