Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara

BEBAN NAFKAH TERHUTANG DALAM PERKARA PERCERAIAN PUTUSAN NOMOR 2134/Pdt.G/2023/PA.Mr DI PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO PERSPEKTIF WAHBAH AZ-ZUHAILI Ana Lisa Fitriawati; Farida Ulvi Na’imah
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 1 No. 4 (2024): AGUSTUS - SEPTEMBER 2024
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara pria dan wanita sehingga menjadi suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pertimbangan hakim terkait nafkah terhutang dalam perkara cerai talak di Pengadilan Agama Mojokerto pada putusan Nomor 2134/Pdt.G/2023/Pa.Mr. Kemudian beban nafkah terhutang tersebut ditinjau menurut tokoh hukum islam Wahbah az-Zuhaili. Diperoleh kesimpulan bahwa seorang istri yang diceraikan mengajukan gugatan nafkah terhutang terhadap suami melalui rekonvensi/gugatan balik dalam perkara cerai talak tersebut, akan tetapi dalam pelaksanannya tuntutan nafkah terhutang yang dilakukan oleh istri mengalami kendala yakni beban nafkah yang diajukan melebihi kemampuan si suami. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang diperlukan diambil dari studi pustaka, data-data tersebut bersumber dari data primer, data sekunder, dan data tersier. sumber data primer berupa putusan Pengadilan Agama Mojokerto Nomor 2134/Pdt.G/2023/PA.Mr.Kemudian hasil dari penelitian ini Majelis Hakim menentukan besaran nafkah terhutang berdasarkan nilai yang layak. Majelis Hakim juga melihat potensi kemampuan, kelayakan dan kepatutan hidup si suami serta kebiasaan nafkah yang diterima istri. Adapun pendapat Wahbah az-Zuhaili terkait hal nafkah istri memanglah wajib, tetapi kewajiban nafkah tersebut diukur sesuai dengan kemampuan ekonomi suami. Wahbah az-Zuhaili mengemukakan sebagaimana nafkah untuk istri yakni makanan dan sejenisnya (meliputi lauk), pakaian, tempat tinggal, pembantu (jika dibutuhkan), dan perabot rumah tangga merupakan hal yang harus dicukupkan suami, akan tetapi harus mempertimbangkan dan melihat dari sisi kemampuan suami.