Sebagai bukti pemberian wewenang atas praperadilan kepada Pengadilan Negeri berdasarkan KUHAP ditetapkan dalam Pasal 1 butir 10 yang diinterpretasikan terkait keabsahan proses penangkapan, ganti rugi, dan penyidikan. Prosedur praperadilan lebih dijelaskan pada Pasal 79-83 KUHAP, yang tentunya wajib menjunjung tinggi HAM, dengan tetap melihat situasi dan kondisi terutama. Pengadilan Negeri sebagai pemegang wewenang nantinya bisa memberi penilaian dan putusan terkait proses praperadilan. Sebagai permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai tolak ukur tentang sah tidaknya Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka dan terkait objektivitas majelis hakim Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus permohonan praperadilan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis tolak ukur tentang sah tidaknya Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka dan objektivitas majelis hakim Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus permohonan praperadilan. Metode penelitian ini adalah Yuridis Normatif dan Deskriptif Analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan penahanan hanya dapat dilakukan apabila syarat materil dan syarat formil dalam penangkapan terpenuhi, artinya apabila sebuah penangkapan dinyatakan cacat yuridis, maka dengan sendirinya tindakan penahanan cacat yuridis, penegakan hukum dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum, maka tindakan tersebut merupakan tindakan ilegal dan tercela, Dalam Putusan No. 1/Pid.Pra/2022/PN.Blg tidak terlihat sedikitpun objektivitas majelis hakim dalam melihat kasus dengan pemahaman hukum yang seimbang.