Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Global Medical and Health Communication

Efek Gel Kentang Kuning (Solanum tuberosum L.) terhadap Proses Penyembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus) Silvana Anggreini Rosa; Sudigdo Adi; Achadiyani Achadiyani; Astrid Feinisa Khairani; Uci Ary Lantika
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (852.381 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v6i1.2417

Abstract

Perawatan luka yang baik diperlukan dalam proses penyembuhan luka. Salah satu metodenya adalah pemberian obat topikal. Gel kentang kuning (Solanum tuberosum L.) memiliki kandungan antosianin yang berperan dalam meningkatkan vaskularisasi, menginisiasi sintesis DNA, dan menstimulus sintesis fibronektin dari fibroblas. Dengan demikian, dimungkinkan gel kentang kuning dapat membantu proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan melihat efek gel kentang kuning pada jumlah fibroblas, tebal epitel, dan luas luka eksisi. Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorik dengan rancangan acak lengkap yang dilakukan di kandang hewan Divisi Biologi Sel Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Biologi Sel, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran; Laboratorium Patologi Anatomi, Universitas Padjadjaran; dan Laboratorium Farmasi Singaperbangsa, Universitas Padjadjaran, Bandung. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Oktober 2015. Tiga puluh enam mencit (Mus musculus) jantan galur Swiss Webster dieksisi pada kulitnya kemudian dibagi menjadi dua kelompok: kelompok perlakuan (n=18) dan kelompok kontrol (n=18). Dilakukan pengamatan luas luka dan histologi pada hari ke-7, 14, dan 25. Dibuat sediaan preparat histologi untuk menghitung jumlah fibroblas, pembuluh darah, dan tebal epitel. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian gel kentang kuning dapat meningkatkan efektivitas pembentukan fibroblas dan pembuluh darah pada hari ke-7. Selain itu, gel kentang kuning juga berefek pada peningkatan tebal epitel dan penurunan diameter luas luka pada hari ke-7, 14, dan 25. Simpulan, pemberian gel kentang kuning dapat meningkatkan efektivitas penyembuhan luka eksisi. THE EFFECT OF YELLOW POTATO (SOLANUM TUBEROSUM L.) GEL ON WOUND HEALING PROCESS IN MICE (MUS MUSCULUS)Adequate wound care is needed on wound-healing process. Applying topical agent is one of the wound care methods. Yellow potato (Solanum tuberosum L.) gel’s content an anotsianin antioxidant that could improve vascularization, initiation DNA synthesis, and stimulate synthesis of fibronectin. Therefore, it is possible that yellow potato gel could help on wound healing process. This study examined the effect of yellow potato gel on wound healing. This study was laboratory experiment with completely randomized design conducted in Department of Anatomy, Physiology and Cell Biology, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran; Anatomical Pathology Laboratory, Universitas Padjadjaran; and Singaperbangsa Pharmacy Laboratory, Universitas Padjadjaran, Bandung. The study was conducted from May to October 2015. Thirty six male Swiss Webster mice (Mus musculus) were divided into 2 groups: the experimental group, which received a topical application of yellow potato gel and the control group without gel application. The observationsscar width and histological were conducted on days 7, 14, and 25. Histological preparation was made to calculate the fibroblasts, blood vessels, and epithelial thickness. The result of this study showed that topical application of the yellow potato gel evidently increased effectiveness of fibroblasts and blood vessels development on days 7. More over, it was also shown improvement in epithelial thickness and scar width on days 7, 14, and 25. In conclusion, yellow potato gel treatment can improve the effectiveness of wound healing
Lumbar Radiculopathy: a Descriptive Study on Red Flag and Neurologic Symptoms in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung Astrid Feinisa Khairani; Kuheinderan Radha Krishnan; Umar Islami; Siti Aminah Sobana
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (82.83 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i1.5253

Abstract

Over 80% of the adult population will experience an episode of low back pain (LBP). Low back pain is a pain in the lumbosacral region. When it progresses, which may be identified earlier with signs of a red flag, the manifestation might become radiculopathy. Radiculopathies are nerve root disease which may show signs of neurologic symptoms from the sensory, motoric, or autonomic origin. This study to help identify the clinical characteristics of a red flag in low back pain patients, which became lumbar radiculopathy for prognostic and diagnostic use. It is a descriptive quantitative cross-sectional study of medical records from patients hospitalized with complaints of low back pain with lumbar radiculopathy between January 2013–December 2015 in the Department of Neurology, Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung. It identifies a specific red flag and neurogenic symptoms. Patients most affected were housewives (26%), females (60%), and middle-aged adults (31%). The highest recorded symptom being sensory (76%), the highest progression was sensory to motoric (59%), affected by all three neurologic symptoms (39%), and trauma was the highest red flag recorded (48%). Low back pain patients who have signs of red flag show a high tendency to develop radiculopathy, which shows neurologic symptoms. If left untreated earlier, it may become a permanent disability. RADIKULOPATI LUMBAR: STUDI DESKRIPTIF GEJALA KLINIS RED FLAG DAN GEJALA NEUROLOGIS DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNGLebih dari 80% populasi penduduk dewasa akan mengalami episode low back pain (LBP). Low back pain merupakan nyeri pada bagian tulang belakang regio lumbo-sakral. Pada saat rasa sakitnya bertambah berat, gejala berbahaya dapat menjadi awal perkembangan LBP menjadi radikulopati. Radikulopati merupakan penyakit saraf pada daerah radiks neuron berupa gejala sensorik, motorik, dan otonomik. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik gejala klinis tanda berbahaya (red flag) pada pasien LBP yang berlanjut menjadi radikulopati lumbar sebagai alat bantu diagnostik dan prognostik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross-sectional kuantitatif deskriptif dari rekam medis pasien yang dirawat dengan diagnosis LBP dan radikulopati lumbar antara bulan Januari 2013–Desember 2015 di Departemen Ilmu Penyakit Saraf, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung. Penelitian ini mengidentifikasi gejala klinis red flag spesifik dan neurologis. Pasien yang terkena terutama ibu rumah tangga (26%), wanita (60%), usia dewasa pertengahan (31%). Gejala yang tercatat paling banyak adalah sensorik (76%), perkembangan progresif sensorik ke motorik (59%), mengalami gangguan ketiganya (39%), dan trauma menjadi penyebab red flag yang paling tinggi (48%). Pasien LBP yang memiliki gejala tanda berbahaya (red flag) memiliki kecenderungan tinggi berkembang menjadi radikulopati yang menunjukkan gejala neurologis. Jika tidak diobati lebih awal, ini dapat mengakibatkan kecacatan permanen.
Soyghurt Supernatant on Mouse Embryonic Fibroblast (MEF) Cell Uci Ary Lantika; Astrid Feinisa Khairani
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (619.215 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v7i1.3245

Abstract

Yogurt is a functional food developed with various modifications in the fermentation process. Replacing animal milk into soymilk as raw material is one approach. Yogurt has a good effect on human health. Probiotic and bioactive compounds in yogurt can inhibit cell proliferation and stimulate apoptosis on the cancer cell line. However, there is no report about the effect of yogurt on a normal cell. This research was conducted to examine the impact of soyghurt supernatant intervention toward the viability of mouse embryonic fibroblast (MEF) cell. The is an in vitro study using MEF cell isolated from 10th days gestational age mice embryo conducted at Microbiology Laboratorium and Cell Culture and Cytogenetic Laboratory, Universitas Padjadjaran, Bandung in November 2018–January 2019. Soyghurt made from soymilk fermented by Lactobacillus bulgaricus ATCC 11842. The number of the bacterial colony calculated by total plate count (TPC) method and pH calculated by pH meter. Soyghurt supernatant was made from soyghurt and then intervened into MEF cells by 1–20% concentration. The cell viability showed in the 50% inhibitory concentration (IC50) analysis. The intervention of soyghurt supernatant at 1–20% concentration showed there was no proliferation inhibition until 50% population (IC50). However, from the morphology analysis, there was MEF cell morphology alteration on the group given soyghurt supernatant with >12.5% concentration. Counter mechanism effect from soymilk fermentation by probiotic could be the driver for this result. In conclusion, soyghurt supernatant intervention at 1–20% concentration did not have a cytotoxic effect on MEF cell, but enhancement of soyghurt supernatant concentration can increase cytotoxic potential. SUPERNATAN SOYGHURT PADA SEL MOUSE EMBRYONIC FIBROBLAST (MEF)Yoghurt merupakan functional food yang dikembangkan dengan berbagai modifikasi dalam proses pembuatannya. Mengganti susu hewan dengan susu kedelai sebagai bahan baku adalah salah satunya. Yoghurt memiliki efek yang baik bagi kesehatan manusia. Senyawa probiotik dan bioaktif pada yoghurt dapat menginhibisi proliferasi sel dan menstimulasi apoptosis pada sel lini kanker. Akan tetapi, tidak terdapat laporan mengenai efek yoghurt pada sel normal. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh intervensi supernatan soyghurt terhadap viabilitas sel mouse embryonic fibroblast (MEF). Ini adalah penelitian in vitro menggunakan sel MEF yang diisolasi dari embrio tikus hari ke-10 usia kebuntingan yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kultur Sel dan Sitogenetika, Universitas Padjadjaran, Bandung pada November 2018–Januari 2019. Soyghurt dibuat dari susu kedelai yang difermentasi oleh Lactobacillus bulgaricus ATCC 11842. Jumlah koloni bakteri dihitung dengan metode total plate count (TPC) dan pH diukur dengan pH meter. Supernatan soyghurt dibuat dari soyghurt dan kemudian diintervensi ke dalam sel MEF dengan konsentrasi 1–20%. Viabilitas sel ditunjukkan dalam analisis penghambatan 50% (IC50). Pemberian supernatan soyghurt konsentrasi 1–20% menunjukkan tidak terdapat inhibisi proliferasi 50% (IC50). Namun, dari analisis morfologi, terdapat perubahan morfologi sel MEF pada kelompok yang diberi supernatan soyghurt dengan konsentrasi >12,5%. Efek mekanisme yang saling meniadakan dari fermentasi susu kedelai dengan probiotik diduga menjadi mekanisme hasil dari penelitian ini. Simpulan, intervensi supernatan soyghurt pada konsentrasi 1–20% tidak memiliki efek sitotoksik pada sel MEF, namun peningkatan konsentrasi supernatan soyghurt dapat meningkatkan potensi sitotoksik.