Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Perkawinan Sejenis Dalam Presfektif Aliran Eksistensialisme Dikaitkan Dengan Hak Asasi Manusia Syuhada, Otong
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 4, No 1 (2019): Januari - Juni
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (493.779 KB) | DOI: 10.30596/dll.v4i1.3168

Abstract

A marriage is generally legalized in some countries for couples consisting of one male and one female. But similar marriage is a different matter. This type of marriage is often done between men and women and women. This marriage is considered as the right of the individual to shape his own life, so that anyone cannot forbid it, so does the existentialism flow which states that every individual is given the greatest freedom. Of course, this freedom makes an individual do things he thinks are right because it is from his own right as an individual. In HAM also states that the right to freedom of association contains elements of the right to freedom and social rights and freedom of religion shows the distinctive personal and collective rights, but if we examine it more deeply it is clear that freedom in question is freedom that has boundaries that must be met as well ; does it violate decency, religion, or the integrity of the nation? The purpose of this study is to find out same-sex marriage in the existentialism flow and to know the human rights perspective in criticizing same-sex marriage. This study uses a normative juridical approach and the nature of this research is descriptive analytical. 
IMPLEMENTASI NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN MAJALENGKA Otong Syuhada; Nita Ariyanti
Journal Presumption of Law Vol 1 No 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 Tahun 2019
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v1i1.1

Abstract

Tahap perencanaan merupakan tahap pertama yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembentukan peraturan daerah yang baik. Salah satu kegiatan perencanaan pembentukan peraturan daerah adalah penyusunan naskah akademik. Melalui kajian dan penyusunan naskah akademik diharapkan peraturan daerah yang dibentuk dapat memenuhi pencapaian tujuan pembentukan, dapat dilaksanakan dan ditegakan. Namun dalam pembentukan Pearaturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor 15 Tahun 2016 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Majalengka Kepada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka tidak disertai naskah akademik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan peraturan daerah dan faktor-faktor yang menyebabkan tidak adanya naskah akademik dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Majalengka. Berbagai teori yang dipakai untuk mengkaji penelitian ini adalah teori negara hukum, teori hukum murni, teori otonomi daerah, teori pembagian kekuasaan, teori legislasi, teori produk hukum daerah dan teori naskah akademik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interprestasi tentang arti dan data yang diperoleh. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mengdePenelitiankan dan menginterprestasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung. Hasil penelitian Penulis menunjukan bahwa Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Majalengka Kepada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka dibentuk diluar prolegda Kabupaten Majalengka dan mengalami cacat prosedur atau tidak sesuai dengan sistem hukum nasional karena dalam pembentukannya tidak disertai naskah akademik. Hal ini merupakan kemunduran dalam pembentukan peraturan daerah.
WANPRESTASI PEMERINTAH TERHADAP WARGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF UUD 1945 DIKAITKAN DENGAN KONSEP TEORI KONTRAK Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 1 No 2 (2019): Volume 1 Nomor 2 Tahun 2019
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v1i2.86

Abstract

Dalam konteks disiplin ilmu hukum perdata kata wanprestasi memiliki makna sebuah perbuatan atau tindakan yang tidak sesuai dengan isi kesepakatan/perjanjian (kontrak) yang telah dibuat secara bersama-sama (cedera janji). Bentuk dari wanprestasi yaitu: 1) tidak melakukan kewajiban sepenuhnya sesuai dengan yang diperjanjikan, 2)hanya sebagian saja yang dipenuhinya atau 3)memenuhi semua kewajibannya namun tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Dalam konsep ketatanegaraan Republik Indonesia UUD 1945 merupakan konstitusi Negara Republik Indonesia yang harus ditaati dan dipatuhi oleh segenap rakyat Indonesia terutama pemerintah sebagai penyelenggara negara. UUD 1945 didalamnya berisi tentang hak dan kewajiban yang harus dijalankan baik oleh seluruh warga negara Indonesia maupun oleh penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah Indonesia, oleh sebab UUD 1945 merupakan hukum dasar yang harus dipedomanilebih utama oleh pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya. Ada empat tujuan negara indonesia sebagaimana tertuang didalam alinea ke 4 UUD 1945 yaitu, 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2) memajukan kesekahteraan umum. 3) mencerdaskan kehidupan bangsa. dan 4) mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abdi dan keadilan sosial.
FENOMENA BUDAYA POLITIK PAROKIAL DAN PERWUJUDANDEMOKRASI PANCASILA DALAM PERSFEKTIF HUKUM TATA NEGARA Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i1.336

Abstract

Budaya politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Namun Budaya politik parokial (parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). Budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah. Dalam budaya politik ini masyarakat tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Setelah data sekunder dan primer terkumpul, kemudian diadakan analisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa terbentuknya pemerintahan yang baik (good Governance) serta pemerintahan yang bersih (Clean Governmance) berawal dari bagaimana proses pelaksanaan dalam sistem keterpilihan baik legislatif maupun eksekutif dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah demokrasi yang sesungguhnya, keterlibatan setiap anggota masyarakat dalam proses pemilihan umum adalah sebuah keniscayaan dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Beranjak dari pemahaman tersebut, maka budaya politik masyarakat menjadi sebuah variabel yang sangat menentukan dalam mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, makmur dan sejahtera sejalan dengan cita-cita negara Republik Indonesia yang tertuang didalam konstitusi (UUD RI 1945).
REKONSTRUKSI POSITIVISME DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 2 No 2 (2020): Volume 2 Nomor 2 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i2.796

Abstract

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengembalikan posisi/kedudukan Ketetapan MPR ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, kedudukan dari Ketetapan MPR telah dihapuskan dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia. Hal ini memunculkan pertanyaan dan permasalahan baru dengan adanya Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif (doktriner) atau penelitian hukum kepusatakaan, karena yang dilakukan adalah meneliti bahan hukum pustaka atau data sekunder belaka untuk mengetahui dan mengkaji perihal konstitutionalitas ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Sedangkan bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa Ketetapan MPR merupakan salah satu dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Penempatan Ketetapan MPR kembali dalam hierarki peraturan perundang-undangan setelah sebelumnya dihapuskan dalam hierarki peraturan perundang-undangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menimbulkan permasalahan seperti ketetapan MPR yang merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang tidak dapat dilakukan pengujian baik oleh Mahkamah Konstitusi ataupun Mahkamah Agung dan Rekonstruksi hierarki peraturan perundang-undangan penting dilakukan agar menjamin konsistensi dan keselarasan norma-norma pada berbagai tingkatan peraturan perundang-undangan.
KARAKTERISTIK NEGARA HUKUM PANCASILA YANG MEMBAHAGIAKAN RAKYATNYA Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 3 No 1 (2021): Volume 3 Nomor 1 Tahun 2021
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v3i1.979

Abstract

Indonesia adalah negara hukum. Hal ini termuat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Akan tetapi meskipun dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menggunakan istilah negara hukum, namun yang dianut oleh negara Indonesia bukanlah konsep rechtsstaat maupun rule of law melainkan suatu konsep negara hukum baru, yang bersumber pada pandangan dan falsafah hidup luhur bangsa Indonesia, yaitu negara hukum pancasila. Dimana negara hukum pancasila merupakan negara hukum yang berasaskan kepada nilai-nilai pancasila Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif atau yang dikenal dengan istilah “legal research”.karena yang dilakukan adalah meneliti bahan hukum pustaka atau data sekunder untuk mengetahui dan mengkaji perihal Karakteristik Negara Hukum Pancasila. Sedangkan bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa Negara hukum Indonesia adalah negara hukum Pancasila yang mempunyai karakteristik khusus yaitu Negara Indonesia merupakan suatu negara kekeluargaan, menjunjung tinggi asas kepastian dan keadilan, religious nation state, adanya kolaborasi hukum sebagai sarana perubahan masyarakat dan hukum, basis pembuatan dan pembentukan hukum nasional didasarkan pada prinsip hukum yang bersifat netral dan universal. Negara hukum Pancasila dapat menjadi negara hukum yang membahagiakan rakyatnya, karena mempunyai kemampuan untuk memilih yang terbaik bagi rakyatnya dan norma hukum yang dikristalkan menjadi undang-undang harus memiliki tujuan hukum untuk membahagiakan rakyatnya, sehingga mampu menghadirkan produk hukum yang mengandung nilai keadilan sosial (social justice).
HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM BERDASARKAN PANCASILA Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 3 No 2 (2021): Volume 3 Nomor 2 tahun 2021
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v3i2.1495

Abstract

Negara yang berdasarkan atas hukum merupakan negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Hukum ditempatkan sebagai acuan atau patokan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahannya, yang sesuai dengan ajaran kedaulatan hukum yang menempatkan hukum sebagai sumber kedaulatan, namun supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM) tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah terberat yang harus diselesaikan Indonesia sejak republik ini berdiri pada 17 Agustus 1945 Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif atau yang dikenal dengan istilah “legal research”, karena yang dilakukan adalah meneliti bahan hukum pustaka atau data sekunder untuk mengetahui dan mengkaji perihal Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Pancasila. Sedangkan bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa Negara hukum Indonesia adalah negara hukum Pancasila yang mempunyai karakteristik khusus yaitu Negara Indonesia merupakan suatu negara kekeluargaan, menjunjung tinggi asas kepastian dan keadilan, religious nation state, adanya kolaborasi hukum sebagai sarana perubahan masyarakat dan hukum, basis pembuatan dan pembentukan hukum nasional didasarkan pada prinsip hukum yang bersifat netral dan universal. Negara hukum Pancasila dapat menjadi negara hukum yang membahagiakan rakyatnya, karena mempunyai kemampuan untuk memilih yang terbaik bagi rakyatnya dan norma hukum yang dikristalkan menjadi undang-undang harus memiliki tujuan hukum untuk membahagiakan rakyatnya, sehingga mampu menghadirkan produk hukum yang mengandung nilai keadilan sosial (social justice).
IMPLEMENTASI SURAT EDARAN MENTERI KETENAGAKERJAAN NO.M/3/HK.04/III/2020 DALAM MELINDUNGI KELANGSUNGAN HIDUP BURUH DAN PELAKU USAHA PADA MASA PANDEMI COVID-19 Otong Syuhada; Aji Halim Rahman
Journal Presumption of Law Vol 4 No 2 (2022): Volume 4 Nomor 2 Tahun 2022
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v4i2.3311

Abstract

The economic crisis triggered by the COVID-19 pandemic has an impact on the employment situation in Indonesia. Seeing this situation, the Central Government through its policies made several efforts to deal with this problem. One form of government policy through the Minister of Manpower issued a Circular Letter of the Minister of Manpower No.M/3/HK.04/III/2020 concerning Protection of Workers/Labourers and Business Continuity in the Context of Prevention and Control of Covid-19, but almost all business actors or companies in responding to the government's policy by limiting social activities, including many companies that have taken the policy to lay off and cut wages for their workers/employees. The research method used is a research specification that is descriptive analytical using a Sociological Juridical Research approach. The research stage is through research that uses primary data and secondary data. Data collection techniques are document studies and interviews. The data collection tool uses library data and field data. In accordance with the approach method applied, the data obtained for this study were analyzed in a qualitative juridical manner. deductions from the wages of workers/laborers by employers and finally wage cuts can be made through the agreement of both parties due to the spread of the covid-19 virus as regulated based on the Circular Letter of the Minister of Manpower of the Republic of Indonesia Number M/3/Hk.04/III/2020. In resolving the issue of unilaterally cutting wages, it can be done by means of Bipartite and Tripartite. However, the recommendations issued by the labor agency mediator in this case do not have coercive power for the parties to carry out.
ASAS KEADILAN SEBAGAI SALAH SATU LANDASAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PUTUSAN PERCERAIAN Muhammad Husni Abdulah Pakarti; Diana Farid; Sofyan Mei Utama; Otong Syuhada; Hendriana Hendriana
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 4, No 2 (2023): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v4i2.25998

Abstract

This study aims to analyze the role of the principle of justice as one of the foundations for judges in deciding divorce decisions. In the context of family law, divorce is a complex issue that affects the lives of many individuals. Therefore, it is important for judges to consider various aspects, including the principle of justice, in making fair and just decisions. The research method uses a qualitative approach with the method of analyzing literature and literature studies. Data will be collected from various sources, including books, scientific journals, laws and regulations, court decisions, and other related documents. Data analysis will be carried out by identifying the main themes related to the principle of justice in divorce decisions. The results of the study show that the principle of justice has a very important role in deciding divorce decisions. The principle of justice provides a basis for judges in assessing various factors related to divorce, such as the rights of spouses, children's welfare, distribution of joint assets, and financial obligations. In addition, the Judge must be fair in considering the interests and needs of each partner, as well as the rights of the children involved. In this case, the judge must consider factors such as income, role in marriage, ownership of property, and physical and mental health conditions. In conclusion, the principle of justice plays an important role in deciding on a divorce decision. Judges must consider various factors and principles of justice in ensuring a fair decision for all parties involved. This research makes an important contribution to our understanding of the principle of justice in the context of family law, and provides useful guidance for judges in making fair decisions in divorce. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran asas keadilan sebagai salah satu landasan bagi hakim dalam memutuskan putusan perceraian. Dalam konteks hukum keluarga, perceraian merupakan masalah kompleks yang mempengaruhi kehidupan banyak individu. Oleh karena itu, penting bagi hakim untuk mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk asas keadilan, dalam membuat keputusan yang adil dan berkeadilan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis literatur dan studi kepustakaan. Data akan dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk buku, jurnal ilmiah, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan dokumen-dokumen terkait lainnya. Analisis data akan dilakukan dengan mengidentifikasi tema-tema utama yang berkaitan dengan asas keadilan dalam putusan perceraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asas keadilan memiliki peran yang sangat penting dalam memutuskan putusan perceraian. Asas keadilan memberikan landasan bagi hakim dalam menilai berbagai faktor yang terkait dengan perceraian, seperti hak-hak pasangan, kesejahteraan anak, pembagian harta bersama, dan kewajiban finansial. Selain itu, Hakim harus adil dalam mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan masing-masing pasangan, serta hak-hak anak yang terlibat. Dalam hal ini, hakim harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti penghasilan, peran dalam pernikahan, kepemilikan harta, dan kondisi kesehatan fisik dan mental. kesimpulannya, asas keadilan memainkan peran penting dalam memutuskan putusan perceraian. Hakim harus mempertimbangkan berbagai faktor dan prinsip keadilan dalam memastikan keputusan yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi pemahaman kita tentang asas keadilan dalam konteks hukum keluarga, dan memberikan panduan yang bermanfaat bagi hakim dalam membuat keputusan yang adil dalam perceraian.
TERBENTUKNYA BUDAYA POLITIK PAROKIAL DALAM TATANAN KEHIDUPAN BERNEGARA YANG DEMOKRATIS Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 5 No 2 (2023): Volume 5 Nomor 2 Oktober 2023
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v5i2.6598

Abstract

Budaya politik parokial adalah budaya politik yang dapat merusak tatanan demokrasi, sebab penganut budaya politik ini tidak mau terlibat dalam proses demokrasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis factor yang menjadi penyebab terbentunya budaya politik parokial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual, Sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya budaya politik parokial seperti diantaranya adalah : Tingkat Pendidikan yang rendah, menganggap sistem politik itu tidak penting dan tidak berpengaruh kepada kehidupannya, politik dianggap sesuatu yang tabu untuk di bicarakan sebab mereka merasa bukan kapasitasnya dan merasa tidak memiliki kapabilitas, maka perlu diberikan pemahaman dan pendidikan politik agar paham pentingnya partisipasi seluruh warga masyarakat dalam berdemokrasi sehingga hak-hak individu sebagai warga negara dapat terlindungi. Oleh karena itu kedepan pemerintah harus segera membuat sebuah regulasi yang tegas untuk mengatasi beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya budaya politik parokial.