Lastuti Abubakar
Fakultas Hukum Universitas Padjajaran - Bandung

Published : 18 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

KESIAPAN INFRASTRUKTUR HUKUM DALAM PENERBITAN SUKUK (SURAT BERHARGA SYARIAH) SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DAN INVESTASI UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN PASAR MODAL SYARIAH INDONESIA Abubakar, Lastuti; Handayani, Tri
Jurnal Jurisprudence Vol 7, No 1 (2017): Vol. 7, No. 1, Juni 2017
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v7i1.4348

Abstract

Pasar Modal Syariah merupakan bagian dari pasar modal Indonesia yang mempunyai peran penting sebagai alternatif pembiayaan bagi dunia usaha dan pemerintah, serta sarana bagi pemilik modal untuk memperoleh return melalui instrumen-intrumen investasi yang ditawarkan di pasar modal. Salah satu instrumen pasar modal syariah yang mempunyai potensi besar dalam menyerap dana masyarakat pasca krisis  adalah Sukuk (surat berharga syariah). Indonesia dianggap memiliki potensi besar untuk menjadi pasar sukuk, mengingat populasi muslim yang besar serta besarnya pinjaman lintas negara. Namun demikian, pertumbuhan sukuk sebagai alternative pembiayaan dan investasi belum berkontribusi secara signifikan dalam mendorong pertumbuhan pasar modal syariah serta pembangunan ekonomi nasional secara umum. Salah satu isu strategis dalam pengembangan sukuk Indonesia adalah kesiapan infratruktur hukum yang belum optimal, sehingga dalam praktik masih menimbulkan mispersepsi terhadap sukuk yang seringkali dipadankan dengan obligasi, mengakibatkan sukuk belum dianggap sebagai instrumen alternatif yang menarik baik bagi dunia usaha maupun investasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa regulasi sukuk di Indonesia masih bersifat parsial dan tersebar dalam berbagai aturan, sehingga mengakibatkan rendahnya pemahaman pelaku usaha dan investor terhadap kerangka hukum sukuk, serta jaminan kepastian hukum bagi pemegang sukuk. Regulasi sukuk yang terintegrasi merupakan syarat utama untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan investor.  Indonesia, khususnya regulator perlu mengupayakan keberagaman jenis sukuk baik akad maupun underlying assets nya agar investor dapat memilih jenis-jenis sukuk yang sesuai dengan harapan. Selain itu, diperlukan kebijakan yang bersifat top down dari pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sukuk negara dengan membuat kebijakan bagi BUMN untuk berinvestasi pada sukuk.
Regulasi Pengelolaan Likuiditas Bank melalui Kewajiban Penerapan Net Stable Funding Ratio (NSFR) sebagai Upaya Menciptakan Perbankan yang Sehat Handayani, Tri; Abubakar, Lastuti
Varia Justicia Vol 14 No 1 (2018): Vol 14 No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.507 KB) | DOI: 10.31603/variajusticia.v14i1.2039

Abstract

Pengalaman krisis tahun 2008 menunjukkan bahwa permodalan yang kuat tidak menjamin Bank mampu bertahan menghadapi krisis. Kesulitan yang dihadapi sebagian besar Bank pada saat itu disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan Bank dalam memenuhi standar terkait prinsip dasar pengukuran dan penerapan manajemen risiko likuiditas. Oleh karena itu kerangka Basel III yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) menyempurnakan kerangka permodalan yang ada (Basel II). Berdasarkan ketetntuan Basel III setiap Bank diwajibkan memenuhi Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang diharapkan dapat memperkuat sisi kesehatan dan daya tahan individual bank dalam menghadapi krisis. Sebagai tindak lanjut kewajiban penerapan NSFR, OJK telah menerbitkan POJK No: 50/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih yang bertujuan mengurangi risiko likuiditas terkait sumber pendanaan untuk jangka waktu yang lebih panjang dengan mensyaratkan bank untuk mendanai aktivitas dengan sumber dana stabil yang memadai dalam rangka memitigasi risiko kesulitan pendanaan pada masa depan. tulisan ini akan mengkaji dan mengalisis aspek hukum terkait kewajiban pemenuhan NSFR sebagai upaya pengelolaan likuiditas Bank dan implikasi yuridisnya terhadap pengawasan Bank sebagai upaya menciptakan perbankan yang sehat. Penelitian bersifat deskriptif analitis, yaitu membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengani fakta-fakta. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative dengan pendekatan Undang – Undang (Statue approach) dan pendekatan konsep (Conceptual Approach). Kewajiban pemenuhan NSFR sebagai upaya pengelolaan likuiditas ini merupakan bagian dari pengawasan mikroprudensial yang menjadi kewenangan OJK, yang juga berkaitan dengan kebijakan makroprudensial yang menjadi kewenangan Bank Indonesia. Dalam hal Bank mengalami kesulitan likuiditas, maka Bank Indonesia sebagai lender of the last resort.
Strengthening Indonesian Banking Industry to Comply with ASEAN Banking Integration Framework Concerning Reciprocity and Gap-Reduction Principles Handayani, Tri; Abubakar, Lastuti; W, Supraba Sekarwati; Nurlinda, Ida
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.008 KB)

Abstract

AbstractIndonesia maintains the commitment to strengthen economic growth and to promote financial stability in the ASEAN region. However, the differences of the economic growth among the ASEAN members become an obstacle for the ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). The ABIF promotes the gap-reduction to enhance the ASEAN members’ capacity to get benefits from the integration framework. However, some countries make some exceptions for the ABIF agenda. One of the benefits of ABIF is that Indonesia Banks can have access to broader market. To get the access, Indonesia has to fulfill as Qualified ASEAN Banks (QABs). One of the criteria is sufficient capital of banks. QABs requires bilateral agreement between state parties and promote the reciprocity and gap reduction principles. For instance, according to a schedule of specific commitment for banking sector, Indonesia and Malaysia had launched commercial presence on July 2017. One of the Indonesian Bank that comply with the criteria of QABs is PT. Bank Mandiri (Persero). It has established a branch office in Malaysia by the end of 2017. Thus, it proves that the Indonesian banking industry is ready to compete in the ASEAN Market.AbstrakIndonesia berkomitmen untuk tetap memperkuat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas keuangan di wilayah ASEAN. Namun demikian, perbedaan pertumbuhan ekonomi diantara Negara-negara anggota ASEAN menjadi hambatan terlaksananya ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). ABIF pada dasarnya dibentuk dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kapasitas Negara-negara anggota ASEAN sehingga mendapatkan manfaat dari ABIF, walaupun beberapa negara masih dikecualikan dari beberapa agenda yang disepakati dalam ABIF. Pelaksanaan ABIF didasarkan pada perjanjian bilateral. Berdasarkan schedule of specific commitment Indonesia dan Malaysia meluncurkan kegiatan komersial banking pada July 2017. Salah satu Bank dari Indonesia yang memenuhi kriteria QABs adalah PT. Bank Mandiri (Persero) dan akan mengoperasikan kantor cabang penuh di Malaysia pada akhir 2017. Dengan demikian, merupakan suatu bukti bahwa industri perbankan Indonesia sudah siap menghadapi persaingan di Pasar ASEAN. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v5n2.a5 
TELAAH YURIDIS PERKEMBANGAN REGULASI DAN USAHA PERGADAIAN SEBAGAI PRANATA JAMINAN KEBENDAAN Abubakar, Lastuti; Handayani, Tri
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (380.089 KB)

Abstract

AbstrakRegulasi usaha pergadaian berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan alternatif pembiayaan, khususnya bagi  masyarakat menengah ke bawah , serta pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian menjadi landasan hukum pengembangan layanan jasa usaha pergadaian dan membuka kesempatan bagi usaha pergadaian swasta. POJK ini bertujuan meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat menengah ke bawah serta kemudahan akses terhadap pinjaman bagi masyarakat menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil dan menengah. PT Pegadaian (Persero) akan mengembangkan layanan usahanya dengan menggagas gadai sertifikat tanah untuk memberikan akses pada petani mendapatkan akses pembiayaan modal kerja yang murah. Penelitian bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder dan diperoleh melalui penelitian kepustakaan, baik berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.  Data sekunder dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan regulasi pergadaian bertujuan menyediakan akses pembiayaan untuk menciptakan iklusi keuangan dengan memperhatikan perlindungan hukum bagi masyarakat.   Perluasan objek gadai melalui gadai sertfikat tanah hanya dapat dilakukan berdasarkan prinsip syariah melalui akad rahn tasjily. Diperlukan dukungan hukum, khususnya kedudukan surat kuasa dalam eksekusi gadai sertifikat tanah.Kata kunci :  gadai sertifkat tanah, usaha pergadaian, perkembangan regulasi AbstractThe development of regulation of the pawn business are developing with alternative financing needs, especially for the lower middle class, as well as the micro, small and medium enterprises. The issuance of POJK Number : 31 / POJK.05 / 2016 regarding Pawnshop Business which will become the legal basis for development of the business services of pawnshops and opens opportunities for private pawn business. The POJK aims to improve financial inclusion for lower to middle-income class and the ease of access to loans for the lower and middle-income class also for micro, small and medium enterprises. PT Pegadaian (Persero) develops its business services by pawning land certificates to give farmers access to cheap working capital. This Research was conducted by using the normative juridical method with an analytical descriptive approach. The data used are secondary data obtained through library research, whether in the form of primary legal materials, secondary, and tertiary. Secondary data are analyzed by qualitative juridical. The results show the development of regulation of pawnshop aims to provide access to finance to create financial inclusion with due attention to legal protection for the community. The extension of pawning objects through the pledge of land certificates can only be done based on sharia principles through the rahn tasjily agreement. Legal support is required, especially the position of power of attorney in the execution of land certificate pledge.Keywords: pledge of land certificate, pawn business - regulatory development
KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR BARU PENERIMA PENGALIHAN PIUTANG TANPA PERSETUJUAN AGEN DAN PESERTA SINDIKASI LAINNYA Cita, Huriyah Raih; Abubakar, Lastuti; Mulyati, Etty
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.455 KB)

Abstract

ABSTRAKKredit sindikasi merupakan alternatif pembiayaan skala besar yang digunakan dalam praktik perbankan untuk menaati ketentuan hukum perbankan tentang batas maksimum pemberian kredit, manajemen risiko dan tingkat kesehatan bank. Kekhususan kredit sindikasi yaitu: adanya beberapa bank yang secara bersama-sama bertindak sebagai kreditur terhadap satu debitur, dan hubungan hukum antara mereka dilakukan melalui agen. Pengalihan piutang (cessie) dalam kredit sindikasi dapat dilakukan terhadap perjanjian kredit sindikasi yang bersifat dapat dialihkan, sesuai ketentuan Pasal 613 KUHPerdata. Perjanjian kredit sindikasi umumnya mensyaratkan persetujuan agen dan peserta sindikasi lainnya dalam pengalihan piutang karena adanya kompleksitas hubungan hukum para pihak. Masalah timbul karena pengalihan piutang oleh HSBC kepada Langdale Profits Limited dinyatakan tidak sah karena dilakukan tanpa persetujuan agen dan peserta sindikasi lainnya sesuai ketentuan perjanjian, sebagaimana dimuat dalam Putusan PN Cilacap No. 41/Pdt.G/2012/PN.Clp. dan Putusan MA No. 1345 K/Pdt/2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan syarat-syarat penentu keabsahan pengalihan piutang dan menjelaskan kedudukan hukum kreditur baru. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan piutang yang dilakukan tanpa kewenangan mengakibatkan akta cessie menjadi dapat dibatalkan, yang berdampak pada kedudukan hukum kreditur baru. Kreditur baru yang beritikad baik dapat dilindungi secara represif dan kerugiannya dibebankan kepada pihak yang bersalah.Kata kunci: kredit sindikasi; kedudukan hukum kreditur; pengalihan piutang. ABSTRACTSyndicated credit is a large scale financing alternative which has been applied in banking practices following the banking regulations regarding legal lending limit, risk management, and bank health rate. The syndicated credit characteristics are: multiple banks act together as creditor for one debtor, where the legal relation between the parties are conducted by an agent. Loan transfer (cessie) in syndicated credit is executable upon transferrable loan facility, in accordance with Article 613 of The Civil Code. Syndicated credit agreement commonly requires the agent and the other creditors’ consent in a loan transfer due to the complexity of the parties’ legal relations. The issue arised because the loan transfer from HSBC to Langdale Profits Limited was declared unlawful without the consent of the agent and the other creditors as required in the agreement, according to the Verdict of Cilacap Regional Court No. 41/Pdt.G/2012/PN.Clp. and the Verdict of Supreme Court No. 1345 K/Pdt/2015. The purpose of this research is to convey the determining requirements for loan transfer and to explain the legal standing of the new creditor. This research uses descriptive analytical method and normative juridical approach. The results reveal that the loan transfer conducted without the legal capacity will make the cessie agreement voidable, which impacts the legal standing of the new creditor. The new creditor acted upon good faith can be protected repressively with the damages imposed upon the guilty party.Keywords: legal standing of creditor; loan transfer syndicated credit. DOI : https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.3  
Venture Capital Regulation Reform: Revitalization of Venture Capital as an Alternatives Financing Mentorship and Partnership Based Abubakar, Lastuti; Handayani, Tri
JOURNAL OF PRIVATE AND COMMERCIAL LAW Vol 3, No 1 (2019): May 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The growth of Venture Capital Company (PMV) in Indonesia is progressive although not significant. The Characteristics of Venture Capital, which is temporary in equity participation, caused venture capital financing is being highly risky financing. To anticipate this risk, PMVseeks the Investee Company (PPU) as a partner who is obliged to return capital. This is to secure this investment by using the concept of financing by venture capital. In addition, a guarantee agreement can be executed if Investee Company did not carry out obligations. This research aims to examine and analyze the essence of venture capital as an alternative financing mentorship and partnership based. In addition, it examines the position of collateral in financing venture capital. This study uses a normative juridical approach with descriptive analytical research specifications and qualitative juridical analysis.  The initial concept financing of venture capital as equity participation that using mentorship and partnership turns into loan based financing with collateral. The regulations reform of venture capital through OJK Regulation is aim to expand the objectives of Venture Capital as an effort to anticipate the development of technology based and start up business. In addition, regulation reform of on Venture Capital aims to strengthen venture Capital through the authority of PMV/PMVSto manage Venture Fund. Legal reform of Venture Capital must be interpreted and implemented in line with the purposes of venture Capital as an alternative financing that prioritizes mentorship and partnership between PMV/PMVSand PPU. Beside the supervision by the OJK, the Venture Capital Agreement is an instrument to empower Venture Capital for MSMEs financing optimally. Keywords: revitalization of venture capital; law reform of venture capital; financing mentorship based
Juridical Implications of The Sustainable Finance Principles Implementation in the Banking Sector on the Obligations of Sustainable Reporting Abubakar, Lastuti; Handayani, Tri
Jurnal Dinamika Hukum Vol 19, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2019.19.1.2189

Abstract

OJK has issued regulation No.51/POJK.03/2017 on The Application of Sustainable Finance for Financial Services Institution, Issuer and Public Companies, requires all financial services institutions, including banks to applied sustainable financial principles. While some of the principles of sustainable finance are already part of banking regulation such the obligation to implement risk management and governance, they have not specifically accommodated the demand to integrate economic, social and environmental aspect as a pillar of sustainable banking. This study is used normative juridical approaches and analytical descriptive research specifications, legal issues are how to implement sustainable financial principles in the banking sector and urgency of the bank’s sustainable report as an effort to identify bank compliance with sustainable financial principles. Banks are required to make and publish sustainable financial statements as a form of bank accountability to all stakeholders to comply with governance principles, in particular transparency obligations. This sustainable reporting is a form of report conducted by a company in order to disclose or communicate to all stakeholders on good environmental, social and governance performance in an accountable manner. 
ANALISIS YURIDIS TERHADAP URGENSI PENERBITAN SAHAM TANPA NILAI NOMINAL DIHUBUNGKAN PERKEMBANGAN PASAR MODAL DI INDONESIA Navirinurani, Meiza; Abubakar, Lastuti; Kartikasari, R.
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

Perkembangan jaman menimbulkan proses globalisasi yang diiringi dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia memiliki modal terbatas dan gagasan menerbitkan saham tanpa nilai nominal ini dianggap sebagai alternatif pemulihan perdagangan di pasar modal. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti dan menentukan manfaat-manfaat yang didapatkan dari penerbitan saham tanpa nilai nominal dalam dunia pasar modal di Indonesia serta mengetahui akibat hukum dari penerbitan saham tanpa nilai nominal terhadap kedudukan pemegang saham selaku investor dalam hukum pasar modal di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, dan data yang diperoleh dari penelitian dengan cara studi dokumen dan penelitian lapangan melalui wawancara dianalisis secara normatif kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain manfaat penerbitan saham tanpa nilai nominal adalah mempercepat pemulihan perdagangan di pasar modal pada saat bearish. Penerapan saham tanpa nilai nominal juga dapat mencegah kecurangan yaitu stock watering. Penerbitan saham tanpa nilai nominal juga dapat memudahkan pembukuan perusahaan sehingga lebih sederhana. Penerapan saham tanpa nilai nominal akan berpengaruh pada hak dan kewajiban pemegang saham. Solusi untuk menciptakan kepastian hukum adalah dengan merumuskan dan mengsahkan aturan baru yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam bidang pasar modal, khususnya untuk penerbitan jenis saham tanpa nilai nominal.
KEPASTIAN HUKUM PENERAPAN JANGKA WAKTU PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN YANG BERAKHIR MASA BERLAKUNYA SEBAGAI OBYEK HAK TANGGUNGAN SEBELUM PERJANJIAN POKOK BERAKHIR DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU Husein, Freddy Putera; Abubakar, Lastuti; Lubis, Nanda Anisa
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKHak Guna Bangunan (HGB) sebagai benda tetap merupakan salah satu obyek dari Hak Tanggungan yang dapat diterima oleh bank dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur, akan tetapi keterbatasan masa berlaku HGB ketika dikaitkan dengan perjanjian pokoknya dapat berpotensi untuk menjadi suatu permasalahan hukum bagi kreditur. Mengenai keterbatasan waktu ini, disebutkan dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 bahwa perpanjangan jangka waktu HGB diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut, sedangkan menurut PMNA Nomor 9 Tahun 1999 perpanjangan jangka waktu HGB yaitu dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya HGB. Adanya perbedaan ketentuan tersebut menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Kasus yang terjadi dalam praktik, terdapat debitur yang mengalami kredit macet dan kemudian diketahui bahwa jangka waktu HGB telah berakhir sehingga bank kehilangan agunan berupa HGB tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa ketentuan jangka waktu perpanjangan HGB sebagaimana tercantum dalam PMNA Nomor 9 Tahun 1999 lebih dirasakan manfaatnya dan ditaati oleh masyarakat sehingga perlu diadakan perubahan terhadap PP Nomor 40 Tahun 1996. Perlindungan hukum yang diberikan melalui SKMHT maupun APHT yang dibuat oleh PPAT tidak dapat berlaku untuk melakukan perpanjangan HGB karena telah hapusnya hak atas tanah. Perlindungan hukum yang dimiliki kreditur pada saat terjadi kredit macet dan ketiadaan agunan HGB tersebut terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.Kata kunci: perpanjangan jangka waktu hak guna bangunan; hak tanggungan; kredit macet.ABSTRACTBuilding Rights Title is an immovable assets that can be accepted by banks in providing credit facilities to debtors, but the time limitations of the Building Rights Title when its related with the principal agreement, so that it has the potential to become problems for the creditors. Regarding this time limitation, it is stated in PP Number 40 of 1996 that the extention time terms of Building Rights Title is submitted no later than 2 (two) years before the expiration of the Building Rights Title, whereas according to PMNA Number 9 of 1999 extention time terms of Building Rights Title is stated within 2 ( two) years before the end of Building Rights Title. The difference in these clause creates legal uncertainty. In practice, there is a case where the debtor had bad debts and then its discovered that the validity of the Building Rights Title has ended, so that the bank have no special guarantee anymore. This research contains descriptive analytical by using a normative juridical approach. Based on the results, the conclusions is that the clause of extention time terms of Building Rights Title as stated in PMNA Number 9 of 1999 have more benefits and are adhered to by the community, thus it is necessary to make changes for PP Number. 40 of 1996 specifically related to the claus terms of Building Rights Title, Mortgage Right, Bad debt and the absence of Building Rights Title as collateral is contained in Article 1131 and Article 1132 of the KUH Perdata.Keywords: extention time terms of building rights title; mortgage right; bad debt.
PERCEPATAN PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH MELALUI IMPLEMENTASI TATA KELOLA SYARIAH abubakar, lastuti; Handayani, Tri
Law and Justice Vol.2 , No. 2, Oktober 2017
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/laj.v2i2.3417

Abstract

Pertumbuhan industri perbankan syariah  Indonesia menunjukkan grafik meningkat, walaupun mengalami perlambatan. Data yang dipublikasi oleh OJK menunjukkan bahwa perbankan syariah nasional  berkontribusi sebesar 4.81 % terhadap market share dengan pertumbuhan  assets mencapat 11.97 % per Juni 2016. Di tataran global, sektor jasa keuangan syariah termasuk perbankan, menguasai 3 % dan  bersama sama dengan Qatar, Arab Saudi, Malaysia, Uni Emirat Arab dan Turki menjadi kekuatan pendorong keuangan syariah di masa depan. Salah satu isu startegis yang menjadi hambatan adalah mispersepsi masyarakat terhadap perbankan syariah baik mengenai akad, produk dan layanan yang belum patuh terhadap prinsip syariah. Implementasi tatakelola merupakan upaya untuk mempercepat pertumbuhan perbankan syariah.Keywords : Perbankan syariah- tata kelola- percepatan pertumbuhan.