ANISYAH ACHMAD
Pharmacy Department, Medicine and Health Sciences Faculty, Universitas Jenderal Soedirman

Published : 19 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Pengelola Obat dengan Tingkat Ketersediaan Obat Di Puskesmas Kota Malang

Efektivitas Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia) dan Buncis (Phaseolus vulgaris) untuk Penurunan Kadar Gula Darah dan AUC (Area Under Curve). Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Buah pare mengandung momordisin, momordin, asam resinat dan sterol, sedangkan buncis mengandung guava polyphenol. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas campuran buah pare dan buncis dalam menurunkan kadar gula darah dan area under curve. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Klinik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.  Hewan uji dibagi menjadi 7 kelompok,  terdiri atas 28 tikus. Kelompok 1 diberi metformin dalam NaCMC  1% dengan dosis 9 mg/200 g BB tikus. Kelompok 2 diberi NaCMC 1% sebanyak 3 ml/200 g BB. Kelompok 3 ekstrak etanol buah pare 250 mg/kg BB. Kelompok 4 ekstrak etanol buah pare 125 mg/kg BB dan buncis 100 mg/kg BB. Kelompok 5 diberi 62,5 mg/kg BB dan 150 mg/kg BB. Kelompok 6 diberi 187,5 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB. Kelompok 7 ekstrak etanol buah buncis 200 mg/kg BB. Setelah ekstrak, 30 menit kemudian diberi glukosa 1,35 g/200 g BB. Cuplikan darah diambil pada menit ke -0, 30, 60, 90, dan 120. Pengukuran kadar gula darah menggunakan metode electrochemical glucose biosensor. Berdasarkan analisis uji LSD, pemberian kombinasi ekstrak etanol buah pare dan buncis perbandingan 50%:50% menghasilkan interaksi sinergis dengan efek hipoglikemik yang berbeda signifikan dengan dibanding ekstrak etanol buah pare ataupun buncis secara tunggal. Simpulan dari penelitian ini ekstrak buah pare dan buncis 50%:50%, dapat menurunkan kadar gula darah dan AUC tikus dengan efek sinergisme optimal.  Kata kunci: AUC, Buncis, Kadar gula darah, Pare 
Hubungan Kepatuhan Terapi Metotreksat dengan Disease Activity Score 28 (DAS28) pada Pasien Artritis Reumatoid Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 5, No 2 (2020)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.pji.2020.005.02.6

Abstract

Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun, kronik, dengan inflamasi  dan kaku sendi pada pagi hari > 30 menit serta hasil positif pada pemeriksaan Rheumatoid Factor (RF), laju endap darah (LED), dan C-reaktif protein (CRP). Metotreksat merupakan pengobatan lini pertama untuk AR. Keberhasilan terapi dapat dipantau menggunakan Disease Activity Score 28 (DAS28) yang merupakan pengukuran pada 28 sendi nyeri dan inflamasi dalam kondisi remisi. Pengobatan AR bersifat jangka panjang dan kontinyu sehingga dibutuhkan pemantauan terhadap kepatuhan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan terhadap DAS 28. Penelitian menggunakan metode potong lintang dengan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan di Poli Rawat Jalan Reumatologi Rumah Sakit dr. Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang pada bulan Maret–Mei 2018 dan dinyatakan telah laik etik dengan nomor edaran 400/32/K.3/302/2018. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 88 pasien dengan kriteria inklusi laki-laki dan perempuan menggunakan metotreksat minimal 3 bulan, dilengkapi dengan data LED tanpa komplikasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Inflammatory Bowel Disease (IBD) dan kanker. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Morinsky Medication Adherence Scale. Analisis statistik menggunakan Rank Sperman Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72% pasien mempunyai tingkat kepatuhan tinggi, 23% tingkat kepatuhan sedang, dan 5% mempunyai tingkat kepatuhan rendah. Sebanyak 21% dari 72% pasien dengan tingkat kepatuhan tinggi berhasil meraih kondisi remisi sedangkan sisanya masih dalam kondisi aktif.. Hasil pengujian korelasi Rank-Spearman menunjukkan bahwa kepatuhan terapi metotreksat tidak berhubungan signifikan dengan DAS 28 pada pasien AR (r = 0,148 ; p = 0,169). Namun tetap ada remisi pada tingkat kepatuhan yang tinggi.
HUBUNGAN DOSIS DAN LAMA TERAPI METOTREKSAT TERHADAP KEJADIAN EFEK SAMPING PADA PASIEN ARTRITIS REUMATOID Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artritis Reumatoid merupakan penyakit autoimun ditandai peradangan sinovium kronis. Metotreksat terapi lini pertama pengobatan Artritis Reumatoid. Pengobatan metotreksat dapat menimbulkan efek samping. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan dosis dan lama terapi metotreksat terhadap kejadian efek samping. Desain studi yang digunakan analitik deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan metode cross sectional. Penelitian dilakukan di Poli Reumatologi Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Saiful Anwar Malang dan dinyatakan layak etik. Sebanyak 55 pasien sesuai kriteria inklusi yaitu usia > 20 tahun, laki–laki atau perempuan, diagnosa Artritis Rheumatoid, menggunakan metotreksat oral tunggal minimal 3 bulan, tanpa komplikasi penyakit Systemic Lupus Erythematosus, Inflammatory Bowel Disease, dan kanker serta setuju menandatangani informed consent. Kejadian efek samping didapatkan melalui wawancara pasien. Hasil penelitian menunjukan dosis rata-rata = 10 mg, dosis kumulatif rata-rata 987,4 mg, dan lama terapi rata-rata 103 minggu atau 26 bulan. Efek samping yang terjadi adalah mual 21 orang (38%), anemia 10 orang (18%), ruam merah 7 orang (17%), sakit kepala 6 orang (14%), sariawan 5 orang (12%), nyeri perut 3 orang (7%), mulut kering 3 orang (7%), diare 2 orang (5%), leukopenia 1 orang (2%), trombositopenia (0%) dan peningkatan enzim liver (0%). Uji statistik memberikan hasil terdapat hubungan positif yang signifikan antara dosis kumulatif dan lama terapi terhadap efek samping leukopenia (p=0,010 dan p=0,006), serta antara lama terapi dengan kejadian sakit kepala (p=0,036) sedangkan efek samping lain tidak mempunyai hubungan signifikan. Kesimpulannya semakin meningkat dosis kumulatif maka kejadian leukopenia meningkat, dan semakin meningkat lama terapi maka kejadian leukopenia dan sakit kepala juga meningkat.Kata kunci: metotreksat, artritis reumatoid, efek samping, dosis, lama terapi
Uji Kesesuaian Aseptic Dipensing Berdasarkan Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril Departemen Kesehatan di ICU dan NICU RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Uji Kesesuaian Aseptic Dipensing Berdasarkan Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril Departemen Kesehatan di ICU dan NICU RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Oleh :Fradita Nurita Ulfa, Anisyah Achmad, Efta TriastutiProgram Studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang Email : r3600mc@yahoo.com(telp : 081255636910) Aseptic dispensing adalah salah satu metode untuk meminimalisir sediaan farmasi dari bahaya pirogen dan kontaminan. Metode ini meliputi tahap penyiapan, pencampuran, penyimpanan, dan pembuangan. Setiap tahap erat kaitannya dengan ketersediaan sumber daya manusia, peralatan, dan ruang. Sehingga diperlukan teknik yang benar dalam melakukan pencampuran sediaan parenteral. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian aseptic dispensing di ICU dan NICU RSUD DR. Saiful Anwar Malang berdasarkan Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril Depkes RI Tahun 2009 dan factor- faktor yang mendukung kesesuaian tersebut. Penelitian sudah mendapatkan ijin etik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara observasional deskriptif dengan lembar checklist dan angket yang kemudian dianalisis secara kuantitatif Analisis ketersediaan peralatan dan ruang dilakukan secara kualitatif. Diperoleh hasil penelitian bahwa dari 110 pencampuran, kesesuaian tahap penyiapan 87,77%, pencampuran 49,09%, penyimpanan 80%, dan pembuangan 98,18%. Data pendukung faktor yang mempengaruhi aseptic dispensing adalah sumber daya manusia. Hasil angket tingkat pengetahuan tentang aseptic dispensing sebanyak 60% responden sangat baik, 33% baik, 7% cukup. Ketersediaan peralatan dan ruang belum sesuai dengan pedoman. Kesimpulan penelitian adalah aseptic dispensing dalam pencampuran sediaan steril parenteral di ICU dan NICU RSUD Dr. Saiful Anwar Malang belum sesuai dengan pedoman pada tahap pencampuran (<50%). Kata Kunci: Aseptic Dispensing, ICU, NICU, Pencampuran, Sediaan Parenteral.
UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL DAN EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga) TERHADAP BAKTERI STAPHYLOCOCCUS EPIDERMIDIS SECARA IN VITRO Prihannensia, Maydia; Winarsih, Sri; Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Staphylococccus epidermidis dapat menyebabkan berbagai infeksi kulit pada manusia. Terapi yang sering digunakan adalah antibiotik, salah satunya amoksiklav. Antibiotik terkadang menimbulkan efek samping dan resistensi pada beberapa pasien, sehingga diperlukan terapi alternatif bahan alam yakni rimpang lengkuas (Alpinia galanga) yang mengandung flavonoid dan memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Untuk menghantarkan senyawa yang terdapat dalam rimpang lengkuas dan mempermudah penggunaan, maka dibentuk sediaan gel. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi menggunakan etanol 70%, dan uji antibakteri dengan metode difusi sumuran. Pada uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT), ekstrak lengkuas positif mengandung flavonoid. Gel lengkuas dan ekstrak lengkuas dibuat 3 kelompok konsentrasi yaitu 10%, 15% dan 20%. Parameter yang diamati adalah diameter zona hambat gel dan ekstrak lengkuas setelah diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Hasil zona hambat menunjukkan semakin tinggi konsentrasi pada gel dan ekstrak lengkuas, maka semakin besar diameter zona hambat bakterinya. (Korelasi Pearson gel lengkuas R=0,958 dan ekstrak lengkuas R=0,979). Hasil uji t-tidak berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan siginifikan antara gel dan esktrak lengkuas (p=0,408). Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan positif antara peningkatan konsentrasi gel dan ekstrak lengkuas dengan peningkatan diameter zona hambat terhadap bakteri S. epidermidis secara in vitroKata kunci: Lengkuas (Alpinia galanga), Staphylococcus epidermidis, Gel, Ekstrak,  Antibakteri.
Kejadian Efek Samping Potensial Terapi Obat Anti Diabetes Pada Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Algoritme Naranjo Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kejadian Efek Samping Potensial Terapi Obat Anti Diabetes Pada Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Algoritme Naranjo  Oleh :Raden Joddy Sutama Putra, Anisyah Achmad, Hananditia Rachma PProgram Studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya MalangEmail : achmadanisyah@gmail.com Meningkatnya prevalensi penyakit diabetes melitus di Indonesia menyebabkan peningkatan penggunaan obat anti diabetes yang berpengaruh pada prevalensi kejadian efek samping. Untuk mengkaji efek samping pada penggunaan obat, digunakan Algoritme Naranjo, yang merupakan skala resmi di Indonesia untuk mengukur  potensi efek samping. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi efek samping terapi obat anti diabetes pada pasien diabetes melitus rawat jalan di Puskesmas Kota Malang. Penelitian ini sudah lolos kode etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Penelitian merupakan observasional dengan metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling dan menggunakan Algoritme Naranjo sebagai alat bantu pengukuran potensi efek samping. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dan pengisian kuesioner oleh responden sebanyak 69 pasien. Dilakukan penghitungan jumlah skor Algoritme Naranjo dan pencocokan terhadap skala potensi efek samping. Pada hasil penelitian ditemukan efek samping potensial mual pada penggunaan Metformin 18,525 (Definite) dan Glimepiride 13,33% (Definite). Glibenklamid berpotensi menimbulkan efek samping hipoglikemia 15,79% (Definite). Kesimpulan penelitian adalah penggunaan obat anti diabetes dapat menimbulkan efek samping potensial berdasarkan pengukuran Algoritme Naranjo. Kata Kunci: Algoritma Naranjo, efek samping, diabetes melitus.
ANALISIS COST-MINIMIZATION PENGGUNAAN SEFOTAKSIM, SEFTRIAKSON, DAN LEVOFLOKSASIN PADA PASIEN DEMAM TIFOID DENGAN STATUS PEMBAYARAN UMUM DAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL: PENELITIAN DILAKUKAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “KANJURUHAN” KEPANJEN Yunita, Wayan Chintia; pramestutie, hananditia rachma; Illahi, Ratna Kurnia; Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akibat Salmonella typhi. Terapi antibiotik yang diberikan adalah kloramfenikol, namun MDR (multiple drug resistant) Sal­monella typhi terhadap kloramfenikol memerlukan alternatif antibiotik seperti sefotaksim, seftriakson, dan levofloksasin. Penelitian bertujuan melakukan cost-minimization analysis (CMA) terhadap antibiotik tersebut dengan perspektif penyedia layanan kesehatan pada pasien status pembayaran umum dan Ja­minan Kesehatan Nasional (JKN). Penelitian retrospektif menggunakan data rekam medis dan biaya pengobatan periode Januari 2015-Februari 2016 dengan teknik total sampling. Biaya pengobatan diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi. Sampel sebesar 25 pasien dengan 10 pasien anak dan 15 pasien dewasa. Analisis konsekuensi pengobatan (lama rawat inap, hilangnya demam, dan hilangnya gejala ikutan) menggunakan uji homogenitas. Pasien berstatus pembayaran umum (n = 8) dan JKN (n = 17). Antibiotik yang digunakan pasien anak sefotaksim (paten n = 6 dan generik n = 4), seftriakson (n = 0), dan levofloksasin (n = 0), serta pasien dewasa sefotaksim (n = 7), seftriak­son (n = 4), levofloksasin (n = 4). Konsekuensi pengobatan antibiotik pasien anak dan dewasa homogen (p > 0,05). Rata-rata total biaya pasien anak pembayaran umum adalah Rp 1.120.775 (sefotaksim generik) dan Rp 1.656.767 (sefotaksim paten), dan pembayaran JKN adalah Rp 1.712.107 (sefotaksim generik). Rata-rata total biaya pasien dewasa pembayaran umum adalah Rp 1.698.057 (sefotaksim) dan Rp 3.259.275 (seftriakson), serta pembayaran JKN adalah Rp 1.866.525 (seftriakson) dan Rp 2.542.156 (levofloksasin). Kesimpulan penelitian ini adalah antibiotik yang memiliki biaya lebih murah secara CMA pada pem­bayaran umum, yaitu sefotaksim generik (pasien anak dan dewasa) dan pem­bayaran JKN, yaitu seftriakson.