Agus Sudiman Tjokrowardojo
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Sintesis Alkil Poliglikosida (APG) Berbasis Alkohol Lemak Dan Pati Sagu Untuk Formulasi Herbisida Ani Suryani; nFN Dadang; nFN Setyadjit; Agus Sudiman Tjokrowardojo; Mochamad Noerdin N.Kurniadji
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 1 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v5n1.2008.10-20

Abstract

Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan nonionik yang biasa digunakan pada formulasi beberapa produk seperti formulasi herbisida, produk-produk perawatan badan, produk kosmetik maupun untuk pemucatan kain tekstil. APG merupakan surfaktan generasi baru yang ramah lingkungan karena bersifat mudah terurai. Bahan baku APG adalah alkohol lemak dari oleokimia minyak kelapa atau minyak inti sawit dan karbohidrat seperti pati. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh surfaktan non ionik APG yang berbasis pati sagu dan alkohol lemak C12 (dodekanol). Penelitian ini memodifikasi proses produksi APG metode dua tahap dengan mencari kondisi optimum suhu proses butanolisis dan rasio mol pati sagu-dodekanol dan mengetahui pengaruhnya terhadap nilai kestabilan emulsi air:xilena, karakterisasi APG dan hasil formulasi herbisidanya serta uji efektivitasnya. Hasil analisis permukaan respon, menunjukkan nilai kestabilan emulsi air:xilena dengan penambahan APG (%) yaitu 72,58% pada suhu proses butanolisis 147,8oC dan pada rasio mol tepung sagu-dodekanol 1:3,27 (b/b). Validasi optimasi menunjukkan nilai kestabilan emulsi air:xilena dengan penambahan APG yaitu 72,3%. Model persamaan optimum Y= 64,29 + 35,53X1 – 29,82X12 - 9,63X2 – 23,09X22 -20,56X1X2 adalah valid sesuai hasil pengujian. APG pada konsentrasi 1% (b/v) dapat menurunkan tegangan permukaan 23,375 dyne/cm dan nilai tegangan antarmuka antara air dan xilene pada konsentrasi 0,4% (b/v) APG adalah 8,17 dyne/cm. Nilai HLB 8,8 sehingga APG yang dihasilkan termasuk surfaktan yang sesuai untuk jenis emulsi minyak dalam air (O/W) dan sebagai bahan pembasah. Sedangkan pH APG kondisi proses optimum sebesar 7,15. Pengamatan aplikasi formulasi herbisida (glifosat dan surfaktan APG) hasil penyimpanan 5 minggu dengan suhu 15oC, suhu ruang (26-29oC) dan 40oC menunjukkan efektivitas yang tinggi. Suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap efektivitas herbisida.Synthesis of Alkil Polyglycoside From Fatty Alcohol and Sago Starch for Herbicide FormulationAlkyl poliglycosides (APG) is non ionic surfactant which is commonly used in some products like herbicides, personal care products, cosmetics and textile bleachings. APG is new generation of surfactant that is environmental friendly. Raw materials of APG are fatty alcohol from palm oil or palm kernel oil and carbohydrates like starch, that make APG a biodegradable surfactant. The aim of research was to obtain non ionic surfactant alkyl polyglycosides (APG) based on sago starch and fatty alcohol CI2 (dodecanol). This research is a modification of production process of APG two steps method, by optimizing temperatures for butanolysis and mol ratio of sago starch-dodecanol to emulsion stability (water: xylene), characterisisation of APG formulated, herbicide formulation and its hebicide formulation effectiveness. Result of response surface, showed that emulsion stability (water:xylene) added APG (%) was 72.58% at temperature of butanolysis 147.8°C and at ratio of sago starch-dodekanol 1:3.27 (w/w). Validation showed that emulsion stability (water: xylene) with addtion of APG was 72.3%. Equation model of optimum condition was Y= 64.29 + 35.53X, _ 29.82X,' _ 9.63X2 _ 23.09X,'-20.S6X,X2 which similar to experimental data. APG at I % (w/v) was able to decrease surface tension 23.375 dyne/ern and interfacial tension between water: xylene at APG concentration of 0.4% (w/v) was 8.17 dyne/ern. Value of HLB was 8.8 so that this surfactant is classified into emulsion of oil in water (O/W) and wetting agent. APG pH for optimum process was 7.15. Application of herbicide formulate (glyphosate and APG surfactant) that was stored for 5 weeks at temperature of lye, room temperature (26-29°C) and 40°C still showed a high effectiveness. The storage temperature did not effect significantly on herbicide efectiveness.
PENGARUH HERBISIDA DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN ARTEMISIA Agus Sudiman Tjokrowardojo; Nur Maslahah; Gusmaini Gusmaini
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 21, No 2 (2010): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v21n2.2010.%p

Abstract

Penelitian untuk mengetahui pengaruh herbisida dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan pro-duksi tanaman artemisia dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik di Gunung Putri, Kabupaten Cianjur, mulai Maret sampai Desember 2007. Percobaan disusun menu-rut rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor I adalah cara pengendalian gulma, terdiri atas 6 taraf : P0=kontrol; P1=disiang manual; P2=1,6 kg diuron; P3=2,4 kg diuron; P4=0,63 kg oxyfluorfen; dan P5=0,83 kg oxyfluorfen/ha. Faktor II adalah dosis FMA, terdiri atas 4 taraf : M0=tanpa FMA; M1=5,0 g FMA; M2=10 g FMA; dan M3=15 g FMA/kg tanah. Penelitian merupakan percobaan pot yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang (8 + 2 kg); 3,5 g Urea; 1,5 g SP-36; dan 1,5 g KCl/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian diuron 1,6 dan 2,4 kg/ha, dan oxyfluorfen 0,63 dan 0,83 kg/ha efektif mengendalikan gulma sampai 4 bulan setelah tanam (BST). Oxy-fluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak meracuni tanaman artemisia dan tidak mengganggu perkembangan populasi FMA. Sedangkan diuron dengan dosis 1,6 dan 2,4 kg/ha meracuni tanaman artemisia cukup berat, namun tidak berpengaruh negatif  terhadap  perkembangan FMA. Hal ini terbukti dari populasi FMA pada per-lakuan diuron cukup tinggi (153-208,25 g/kg tanah) relatif sama dengan yang disiang manual (207,25 g/kg tanah). Pada pemberian 0,63 dan 0,83 kg oxyfluorfen/ ha, populasi FMA berkisar antara 128-163,75 g/kg tanah, relatif sama dengan yang disiang manual, dan lebih tinggi serta berbeda nyata dibanding kontrol. Tanaman artemisia mengalami keracunan berat oleh diuron dosis 1,6  dan 2,4 kg/ha sehingga pertumbuhannya terhambat dan bahkan ada yang mati. Oxyfluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan, jumlah cabang, diameter batang, maupun bio-massa artemisia. Pada 4 BST, bobot bio-massa tanaman artemisia tertinggi diper-oleh pada perlakuan oxyfluorfen dosis 0,63 kg/ha (2.344,28 g/tanaman), diikuti dosis 0,83 kg oxyfluorfen/ha (2.119,70 g/tanaman), masing-masing lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan yang disiang manual (1.787,85 g/tanam-an) maupun kontrol (1.480,95 g/tanam-an). Pemberian 10 g FMA/kg tanah dan 0,63 kg oxyfluorfen/ha merupakan kombi-nasi dosis optimal bagi pertumbuhan artemisia yang tercermin dari bobot bio-massa tertinggi (2.987,40 g/tanaman). Penggunaan FMA meningkatkan kadar artemisinin 3,27%.
PENGARUH HERBISIDA DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN ARTEMISIA Agus Sudiman Tjokrowardojo; Nur Maslahah; Gusmaini Gusmaini
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 21, No 2 (2010): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v21n2.2010.%p

Abstract

Penelitian untuk mengetahui pengaruh herbisida dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan pro-duksi tanaman artemisia dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik di Gunung Putri, Kabupaten Cianjur, mulai Maret sampai Desember 2007. Percobaan disusun menu-rut rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor I adalah cara pengendalian gulma, terdiri atas 6 taraf : P0=kontrol; P1=disiang manual; P2=1,6 kg diuron; P3=2,4 kg diuron; P4=0,63 kg oxyfluorfen; dan P5=0,83 kg oxyfluorfen/ha. Faktor II adalah dosis FMA, terdiri atas 4 taraf : M0=tanpa FMA; M1=5,0 g FMA; M2=10 g FMA; dan M3=15 g FMA/kg tanah. Penelitian merupakan percobaan pot yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang (8 + 2 kg); 3,5 g Urea; 1,5 g SP-36; dan 1,5 g KCl/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian diuron 1,6 dan 2,4 kg/ha, dan oxyfluorfen 0,63 dan 0,83 kg/ha efektif mengendalikan gulma sampai 4 bulan setelah tanam (BST). Oxy-fluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak meracuni tanaman artemisia dan tidak mengganggu perkembangan populasi FMA. Sedangkan diuron dengan dosis 1,6 dan 2,4 kg/ha meracuni tanaman artemisia cukup berat, namun tidak berpengaruh negatif  terhadap  perkembangan FMA. Hal ini terbukti dari populasi FMA pada per-lakuan diuron cukup tinggi (153-208,25 g/kg tanah) relatif sama dengan yang disiang manual (207,25 g/kg tanah). Pada pemberian 0,63 dan 0,83 kg oxyfluorfen/ ha, populasi FMA berkisar antara 128-163,75 g/kg tanah, relatif sama dengan yang disiang manual, dan lebih tinggi serta berbeda nyata dibanding kontrol. Tanaman artemisia mengalami keracunan berat oleh diuron dosis 1,6  dan 2,4 kg/ha sehingga pertumbuhannya terhambat dan bahkan ada yang mati. Oxyfluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan, jumlah cabang, diameter batang, maupun bio-massa artemisia. Pada 4 BST, bobot bio-massa tanaman artemisia tertinggi diper-oleh pada perlakuan oxyfluorfen dosis 0,63 kg/ha (2.344,28 g/tanaman), diikuti dosis 0,83 kg oxyfluorfen/ha (2.119,70 g/tanaman), masing-masing lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan yang disiang manual (1.787,85 g/tanam-an) maupun kontrol (1.480,95 g/tanam-an). Pemberian 10 g FMA/kg tanah dan 0,63 kg oxyfluorfen/ha merupakan kombi-nasi dosis optimal bagi pertumbuhan artemisia yang tercermin dari bobot bio-massa tertinggi (2.987,40 g/tanaman). Penggunaan FMA meningkatkan kadar artemisinin 3,27%.