Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENGARUH HERBISIDA DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN ARTEMISIA Agus Sudiman Tjokrowardojo; Nur Maslahah; Gusmaini Gusmaini
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 21, No 2 (2010): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v21n2.2010.%p

Abstract

Penelitian untuk mengetahui pengaruh herbisida dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan pro-duksi tanaman artemisia dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik di Gunung Putri, Kabupaten Cianjur, mulai Maret sampai Desember 2007. Percobaan disusun menu-rut rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor I adalah cara pengendalian gulma, terdiri atas 6 taraf : P0=kontrol; P1=disiang manual; P2=1,6 kg diuron; P3=2,4 kg diuron; P4=0,63 kg oxyfluorfen; dan P5=0,83 kg oxyfluorfen/ha. Faktor II adalah dosis FMA, terdiri atas 4 taraf : M0=tanpa FMA; M1=5,0 g FMA; M2=10 g FMA; dan M3=15 g FMA/kg tanah. Penelitian merupakan percobaan pot yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang (8 + 2 kg); 3,5 g Urea; 1,5 g SP-36; dan 1,5 g KCl/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian diuron 1,6 dan 2,4 kg/ha, dan oxyfluorfen 0,63 dan 0,83 kg/ha efektif mengendalikan gulma sampai 4 bulan setelah tanam (BST). Oxy-fluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak meracuni tanaman artemisia dan tidak mengganggu perkembangan populasi FMA. Sedangkan diuron dengan dosis 1,6 dan 2,4 kg/ha meracuni tanaman artemisia cukup berat, namun tidak berpengaruh negatif  terhadap  perkembangan FMA. Hal ini terbukti dari populasi FMA pada per-lakuan diuron cukup tinggi (153-208,25 g/kg tanah) relatif sama dengan yang disiang manual (207,25 g/kg tanah). Pada pemberian 0,63 dan 0,83 kg oxyfluorfen/ ha, populasi FMA berkisar antara 128-163,75 g/kg tanah, relatif sama dengan yang disiang manual, dan lebih tinggi serta berbeda nyata dibanding kontrol. Tanaman artemisia mengalami keracunan berat oleh diuron dosis 1,6  dan 2,4 kg/ha sehingga pertumbuhannya terhambat dan bahkan ada yang mati. Oxyfluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan, jumlah cabang, diameter batang, maupun bio-massa artemisia. Pada 4 BST, bobot bio-massa tanaman artemisia tertinggi diper-oleh pada perlakuan oxyfluorfen dosis 0,63 kg/ha (2.344,28 g/tanaman), diikuti dosis 0,83 kg oxyfluorfen/ha (2.119,70 g/tanaman), masing-masing lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan yang disiang manual (1.787,85 g/tanam-an) maupun kontrol (1.480,95 g/tanam-an). Pemberian 10 g FMA/kg tanah dan 0,63 kg oxyfluorfen/ha merupakan kombi-nasi dosis optimal bagi pertumbuhan artemisia yang tercermin dari bobot bio-massa tertinggi (2.987,40 g/tanaman). Penggunaan FMA meningkatkan kadar artemisinin 3,27%.
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia GUSMAINI GUSMAINI; HERA NURHAYATI
Perspektif Vol 6, No 2 (2007): Desember 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n2.2007.%p

Abstract

ABSTRAKArtemisia terbukti efektif mengatasi penyakit malaria yang mulai kebal terhadap pil kina.  Artemisia berasal dari daerah sub tropis (iklim temprate), dan dapat tumbuh baik di daerah tropis. Peluang pengembangan artemisia di Indonesia cukup besar. Beberapa wilayah memiliki lingkungan tumbuh yang sesuai bagi pertumbuhan artemisia dan klon lambat berbunga yang cocok tumbuh di Indonesia juga tersedia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya artemisia di Indonesia agar produksi dan kadar artemisininnya tinggi antara lain: (1) pemilihan lokasi atau wilayah yang sesuai, (2) pemilihan bahan tanaman yang tepat,, dan (3) memanipulasi agronomik seperti  pemangkasan,  pemupukan  anorganik  dan organik, naungan, dan mikroba.Kata kunci: Artemisia annua L., budidaya, artemisinin, pengembangan. ABSTRACTPotency of Artemisia annua Development in IndonesiaArtemisia as medicinal plant was proven can cure malaria disease more effective than quinine pill. Artemisia is introducted plant from sub tropical area but it can grow well in tropical area.  The potency to develop Artemisia in Indonesia is big since some areas have suitable agro ecology for Artemisia’s growth and the availability of delayed flowering clones which gan grow well in Indonesia. To obtain high yield and also high artemisinin content, some factors need attention in cultivating Artemisia in Indonesia: (1) selected locat-ion suitable for its growth, (2) selected plant material, and (3) manipulated agro climate environment such as prunning, application of organic and inorganic fertilizer, shading, and microbe application.Keywords: Artemisinin annua L., cultivation, artemi-sinin, development,
PENGARUH HERBISIDA DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN ARTEMISIA Agus Sudiman Tjokrowardojo; Nur Maslahah; Gusmaini Gusmaini
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 21, No 2 (2010): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v21n2.2010.%p

Abstract

Penelitian untuk mengetahui pengaruh herbisida dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan pro-duksi tanaman artemisia dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik di Gunung Putri, Kabupaten Cianjur, mulai Maret sampai Desember 2007. Percobaan disusun menu-rut rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor I adalah cara pengendalian gulma, terdiri atas 6 taraf : P0=kontrol; P1=disiang manual; P2=1,6 kg diuron; P3=2,4 kg diuron; P4=0,63 kg oxyfluorfen; dan P5=0,83 kg oxyfluorfen/ha. Faktor II adalah dosis FMA, terdiri atas 4 taraf : M0=tanpa FMA; M1=5,0 g FMA; M2=10 g FMA; dan M3=15 g FMA/kg tanah. Penelitian merupakan percobaan pot yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang (8 + 2 kg); 3,5 g Urea; 1,5 g SP-36; dan 1,5 g KCl/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian diuron 1,6 dan 2,4 kg/ha, dan oxyfluorfen 0,63 dan 0,83 kg/ha efektif mengendalikan gulma sampai 4 bulan setelah tanam (BST). Oxy-fluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak meracuni tanaman artemisia dan tidak mengganggu perkembangan populasi FMA. Sedangkan diuron dengan dosis 1,6 dan 2,4 kg/ha meracuni tanaman artemisia cukup berat, namun tidak berpengaruh negatif  terhadap  perkembangan FMA. Hal ini terbukti dari populasi FMA pada per-lakuan diuron cukup tinggi (153-208,25 g/kg tanah) relatif sama dengan yang disiang manual (207,25 g/kg tanah). Pada pemberian 0,63 dan 0,83 kg oxyfluorfen/ ha, populasi FMA berkisar antara 128-163,75 g/kg tanah, relatif sama dengan yang disiang manual, dan lebih tinggi serta berbeda nyata dibanding kontrol. Tanaman artemisia mengalami keracunan berat oleh diuron dosis 1,6  dan 2,4 kg/ha sehingga pertumbuhannya terhambat dan bahkan ada yang mati. Oxyfluorfen dosis 0,63 dan 0,83 kg/ha tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan, jumlah cabang, diameter batang, maupun bio-massa artemisia. Pada 4 BST, bobot bio-massa tanaman artemisia tertinggi diper-oleh pada perlakuan oxyfluorfen dosis 0,63 kg/ha (2.344,28 g/tanaman), diikuti dosis 0,83 kg oxyfluorfen/ha (2.119,70 g/tanaman), masing-masing lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan yang disiang manual (1.787,85 g/tanam-an) maupun kontrol (1.480,95 g/tanam-an). Pemberian 10 g FMA/kg tanah dan 0,63 kg oxyfluorfen/ha merupakan kombi-nasi dosis optimal bagi pertumbuhan artemisia yang tercermin dari bobot bio-massa tertinggi (2.987,40 g/tanaman). Penggunaan FMA meningkatkan kadar artemisinin 3,27%.