Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Faktor yang mempengaruhi kelengkapan imuisasi dasar bayi di Puskesmas Paal Merah II Kota Jambi Tahun 2021 Lisda Sihite; Ismail Usman; Sabar Hutabarat
SCIENTIA JOURNAL Vol. 10 No. 2 (2021): SCIENTIA JOURNAL
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Jambi pada tahun 2019-2020 sudah mecapai target. Namun masih terdapat beberapa Puskesmas yang belum mencapai target retstra pada tahun 2019. Puskesmas Paal Merah II tidak mencapai target retstra dan menjadi Puskesmas dengan cakupan terendah di tahun 2020 yaitu sebanyak 271 (69.31%). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk melihat factor karekteristik ibu yang mempengaruhi kelengkapan imuisasi dasar bayi. penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2021 yang bertempat di wilayah kerja Puskesmas Paal Merah II Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi 9-12 bulan di Puskesmas Paal Merah II sebanyak 403 ibu. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus estimasi lameshow sebanyak 39 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara quata sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui pengisian kuesioner. Analisa data dalam penelitian ini secara Univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 39 responden yang tidak melakukan imunisasi lengkap sebanyak 17 responden (43.6%), pendidikan rendah 23 responden (59.0%), tidak bekerja 21 responden (53.8%), keyakinan kurang baik 21 responden (53.8%) dan peran petugas kesehatan kurang baik sebanyak 20 responden (51.3%). Hasil uji statistik Ada hubungan yang signifikan pendidikan (0.000), pekerjaan (0.000), keyakinan (0.030) dan peran petugas kesehatan (0.000) Dengan kelengkapan imuisasi dasar bayi di Puskesmas Paal Merah II Kota Jambi Tahun 2021. Untuk Ibu yang bekerja yang tidak dapat membawa balitanya ke Posyandu hendaknya dilakukan sweeping yang anggarannya dapat digunakan dari dana Promosi Kesehatan Bantuan Opersional kesehatan (BOK). Hal ini bertujuan untuk menjamin terpantaunya tumbuh kembang balita ke Posyandu
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Penyakit Askariasis pada Anak Usia 3-5 Tahun Sabar Hutabarat
SCIENTIA JOURNAL Vol. 11 No. 2 (2022): SCIENTIA JOURNAL
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

World Health organization (WHO) tahun 2015, sekitar 1,5 miliar orang atau sekitar 24% dari total populasi dunia menderita infeksi askariasis. Askariasis merupakan penyakit dengan populasi lingkungan yang terjadi karena perilaku hidup yang kurang bersih dan sehat seperti cuci tangan, mengelola makanan yang kurang bersih, kebersihan kuku dan kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap kejadian askariasis pada anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 3-5 tahun dikota jambi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 43 orang yang diambil dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner. Analisa data dilakukan dengan univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 43 responden, besar responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 24 responden (55,8%), memiliki sikap positif 43 sebanyak 22 responden (51,2%) dan yang tidak mengalami kejadian askariasis sebanyak 24 responden (55,8%). Ada hubungan pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,010) ibu terhadap kejadian askariasis pada anak dimana p value< 0,05. Jadi, pengetahuan dan sikap mempengaruhi kejadian askariasis. Diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan melakukan pencegahan dan penanganan pada kejadian kecacingan dengan tingkatan yang lebih lanjut dalam mengatasi masalah-masalah yang menjadi penyebab kecacingan.
HUBUNGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI DENGAN KEJANG DEMAM PADA ANAK BALITA JMJ, Jurnal; Putri, Loli Melatina; Hutabarat, Sabar; Shafira, Nyimas Natasha Ayu
JAMBI MEDICAL JOURNAL "Jurnal Kedokteran dan Kesehatan" Vol. 5 No. 1 (2017): JAMBI MEDICAL JOURNAL Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.218 KB) | DOI: 10.22437/jmj.v5i1.3703

Abstract

Abstract Background: Febrile seizure is a convulsion that occured after body temperature increased (rectal temperature more than 38oC) caused by an extracranial process, occuring in 2-4% of children about 6 months to 5 years old. Febrile seizure is one of the commonest cause of seizures in children, especially toddlers and an event that often makes parents worry. One of the factor that caused it is iron deficiency anemia because iron plays an important role in neural function. This study purposed to know relationship between iron deficiency anemia and febrile seizure in toddlers. Method: This study is done with observational retrospective analytic. The population is all children diagnosed with febrile seizure (case group) and febrile without seizure (control group) who hospitalized in Raden Mattaher General Hospital Jambi in 2015 that is available in the hospital medical records. There are 84 samples consists of 42 samples in case group and 42 others in control group. This study variables are age, gender, body temperature, and iron deficiency anemia. Result: Febrile seizure occured the most in the case group in age of 12 to 23 months (31,0%) in the males (61,9%), while the most common body temperature category is >39oC (61,9%). Iron Deficiency Anemia occured in toddlers with Febrile Seizure group (45,2%) more than febrile without seizure group (19%). Based on bivariate analysis, p value of the relationship between iron deficiency anemia and febrile seizure is 0,01 (p= 0,01), and the odds ratio is 3,511. Conclusion: There is a significant relationship between iron deficiency anemia and febrile seizure in toddlers at Raden Mattaher General Hospital Jambi 2015. Key Words: Febrile Seizure, Iron Deficiency Anemia Abstrak Latar Belakang : Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak, khususnya anak balita dan merupakan peristiwa yang mengkhawatirkan bagi orang tua, dan tingginya angka kejadian dimasyarakat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kejang demam adalah anemia defisiensi besi karena besi memiliki peran penting dalam fungsi neurologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anemia defisiensi besi dengan kejang demam pada anak balita. Metode : Penelitian dilakukan secara observasional analitik retrospektif. Populasi penelitian adalah semua pasien anak yang didiagnosis kejang demam ( kelompok kasus ) dan demam tanpa kejang ( kelompok kontrol ) yang dirawat di RSUD Raden Mattaher tahun 2015 yang tercatat pada rekam medis. Jumlah sampel dalam penelitian ini ada 84 orang terdiri dari 42 orang kelompok kasus dan 42 orang kelompok kontrol. Variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan anemia defisiensi besi. Hasil : Kejang demam paling banyak pada kelompok kasus kategori usia 12-23 bulan (31,0%), pada jenis kelamin laki-laki (61,9%) ,dan pada suhu tubuh kategori >39oC (61,9%). Anemia Defisiensi Besi lebih banyak pada anak balita kelompok Kejang Demam sebanyak (45,2%) dibandingkan dengan kelompok yang demam tanpa kejang sebanyak (19%). Berdasarkan analisis bivariat hubungan anemia defisiensi besi dengan kejang demam didapatkan nilai p= 0,01, OR = 3,511. Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara Anemia Defisiensi Besi dengan Kejang Demam pada anak balita di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2015. Kata Kunci : Kejang Demam, Anemia Defisiensi Besi
Hubungan Nilai Treshold dengan KadarAngiotensin Converting Enzyme-2 Sabar Hutabarat; Eti Yerizel; Aisyah Elliyanti; Yulia Iriani
Majalah Kedokteran Andalas Vol 46, No 2 (2023): Online April 2023
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/mka.v46.i2.p424-428.2023

Abstract

Introduction: The coronavirus disease-19 (COVID-19) pandemic has been a major problem in every country worldwide. Cases of  COVID-19 in children are usually caused by exposure to infected family members or other adults infected with the disease. Clinical manifestations in children vary widely from symptomatic to asymptomatic. This study aims to determine the relationship between cycle threshold (Ct) value with Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2) Method: This study is an observational study with a cross-sectional design. The purpose is to analyze the relationship between Ct value with ACE-2, IL-6, IL-10 level in asymptomatic COVID-19 pediatric patients. Ct value measured using RT-PCR and ACE 2,  Il-6 and IL-10 were measured using ELISA examinations. Result: Mean of ACE-2 is 132,66 ± 38,19 pg/mL (21,63 – 171,63 pg/m). Conclusion: The majority of Ct value in asymptomatic pediatric COVID-19 patients were high (85,7%). Statistically, there was no significant correlation between Ct value with ACE-2, IL-6 and IL-10 in COVID-19 asymptomatic children. Keyword: Angiotensin Converting Enzyme-2, Covid-19 Asymptomatic Children
Transfusion Dependent Alpha-Thalassemia: A Case Report Priska Bonnie Widiyanti; Sabar Hutabarat
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i9.13840

Abstract

Talasemia merupakan penyakit anemia herediter yang paling sering ditemukan terjadi akibat kondisi genetik dari sintesis hemoglobin yang tidak adekuat atau sintesis hemoglobin abnormal dalam eritrosit. Prevalensi talasemia alfa tinggi terutama di daerah tropis dan sub-tropis (seperti Asia Tenggara, Mediterania, Timur Tengah, dan Afrika) dimana prevalensinya sebesar 12-50%. Pada sebagian besar kasus, talasemia alfa tidak menimbulkan gejala klinis berat dan jarang membutuhkan terapi transfusi darah rutin. Pada kasus An. K, usia 13 tahun, datang ke Poli Anak RS. RSUD H. Abdul Manap dengan keluhan lemas dan mau melakukan transfusi darah yang rutin dilakukan 1 bulan sekali. An. K didiagnosa menderita Talasemia alfa. Setelah dilakukan pengumpulan data secara retrospektif didapatkan hasil Analisa DNA bahwa pasien merupakan penderita talasemia alfa/ penyakit HbH dengan jenis mutasi heterosigot ganda Hb Adana dan Hb Constant Spring sehingga membutuhkan transfusi darah rutin.
A Retrospective Study of DNA Analysis Thalassemia Patients in Jambi Province for the Years 2016-2020 Sabar Hutabarat; Wahyu Indah Dewi Aurora
Jambi Medical Journal : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol. 12 No. 1 (2024): JAMBI MEDICAL JOURNAL: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jmj.v12i1.30868

Abstract

ABSTRACT Background: Thalassemia is a genetic blood disorder characterized by abnormal hemoglobin production, leading to anemia. Beta-thalassemia, particularly its transfusion-dependent form, requires lifelong care. DNA analysis plays a crucial role in diagnosing thalassemia, providing precise methods for genetic counseling, prenatal diagnosis, and effective prevention programs. This research aims to describe the results of DNA analysis of thalassemia patients in Jambi Province from 2016 to 2020. Methods: This study uses a descriptive retrospective design. Data were analyzed from the medical records of thalassemia patients identified in Jambi Province between 2016 and 2020. The research subjects are individuals diagnosed with thalassemia within this period, with data collection performed via total sampling, encompassing 25 respondents. Results: The majority of thalassemia patients in Jambi Province are children aged 5-14, with a significant proportion having a history of blood transfusions for more than a year. Most patients are classified as Beta Thalassemia (96%), consistent with global trends. DNA analysis revealed significant variation in mutations, with common mutations such as Hb E and IVS-nt-5 found in 48% of samples. The study highlights the genetic diversity within the thalassemia patient population, indicating variations in disease severity. Conclusion: This study highlights the importance of early detection and management of thalassemia, particularly in children. Blood transfusions are crucial for maintaining the health of thalassemia patients in Jambi Province, where Beta Thalassemia is most common. DNA analysis reveals significant genetic diversity, which helps in selecting appropriate treatments and understanding the risk of complications. These findings provide a basis for improving diagnostic and management strategies for thalassemia in Jambi Province.