Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Menakar Kasus Lumpur Lapindo Sebagai Pelanggaran Putra, Hananda Dwi Sasongko; Adyatma, Arief Dwi; Ahmad, Muh. Jufri
JHP17 (Jurnal Hasil Penelitian) Vol 5 No 2: Januari 2020
Publisher : Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhp17.v5i2.6113

Abstract

The factor of the Lapindo mudflow disaster led to errors in the planning and drilling process whichsucceeded in eliminating the settlement of communities around drilling. The impact felt by the victims afterthe incident in the refugee camp was very alarming, because it was far from feasible. There are many rightsthat have been violated in the case of Lapindo mud so that the state is obliged to intervene in resolving thiscase. So that the process that has occurred so far from the beginning until now regarding the subject matterof the core problem remains the same, namely the conflict between victims of Lapindo mudflow and PTLapindo due to the retraction of the compensation process that is considered too small or not equivalent tothe losses suffered by Lapindo mud victims. In addition to the problem, namely the rejection of therelocation of Lapindo mudflow victims, the construction of damaged infrastructure due to Lapindomudflows and the widespread spread of Lapindo mudflows has not yet been completed. So this incidentraises the question of whether the Lapindo mudflow is a crime or a violation of human rights. As well ashow the state has obligations to this case. This study uses a juridical normative approach whose researchresults show that this case is a violation of human rights and the state is obliged to restore the condition ofthe victim and the environmental impact caused and the state must thoroughly manage compensation orcompensation arising from Lapindo mud
PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI ARAB SAUDI BERDASARKAN KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN HAK SEMUA BURUH MIGRAN Ramadana, Fazar; Yusuf, Syaifullah; Ahmad, Muh. Jufri
JHP17 (Jurnal Hasil Penelitian) Vol 5 No 2: Januari 2020
Publisher : Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhp17.v5i2.6120

Abstract

Persaingan dalam mendapatkan pekerjaan di Indonesia membuat seseorang lebih memilih menjadiseorang migran tanpa berfikir sulitnya menjadi seorang migran terutama disektor pembantu rumahtangga dan bagaimana seorang pekerja migran menjadi sasaran empuk dengan direndahkanmartabatnya dan keselamatan yang tergadaikan bukan tanpa sebab untuk memilih sebagai pekerjamigran. Semakin sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia adalah faktor utama dan keinginan untukmendapatkan gaji yang jauh lebih layak adalah minat tersendiri bagi pekerja migran, akan tetapiperjalanan mereka tidaklah mudah seperti yang telah dibanyangkan, banyaknya resiko akandiskriminasi, pelecehan seksual bahkan sampai hukuman mati sudah menjadi pemandangan yanglumrah. Sekalipun sangat berperan bagi perekonomian dalam Negeri atau biasa disebut sebagaipahlawan devisa tidak membuat pekerja migran terjamin dan penuh akan kepastian hukum bagikeselamatanya. Dan justru sebaliknya pemerintah sangat lamban dalam menangani setiap kasus bagiwarganya, perlindungan yang sangat masif dan masih bisa dimui Masalah diskriminasi untuk saatini. Yang menjadi pertanyaan utama bagaimana peran pemerintah dan lembaga – lembaga duniauntuk melindungi pekerja migran dari segala bentuk masalah HAM tersebut. Semua data yangdiambil merupakan pertimbangan dari keseluruhan sumber yang sebelumnya pernah melakukanpenelitian yang sama dengan mengambil poin penting yang disampaikan beberapa sumber dandilandasi dari konvenan internasional yang telah diratifikasi maupun belum diratifikasi terutamakonvenan Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan AnggotaKeluarganya yang telah diratifikasi menjadi UU No 18 Tahun 2017. Kajian tentang ini sangat bergunabagi seseorang yang ingin menjadi calon migrant agar memahami hukum yang mengatur baik dariNegara Indonesia dan hukum Negara tujuan terutama di Arab Saudi
ANALISIS RATIO DECIDENDI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK (No. 4/Pdt.G/2022/PN. Gsk) DALAM PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM Kasudarman, Mesu Reh; Ahmad, Muh. Jufri
COURT REVIEW Vol 4 No 05 (2024): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i05.1597

Abstract

Putusan No. 4/Pdt.G/2022/PN.Gsk adalah hasil akhir dari serangkaian proses perkara perdata di pengadilan tingkat pertama, diawali dengan adanya gugatan perbuatan melawan hukum dari para penggugat kepada oleh para tergugat. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut mengabulkan gugatan rekonvensi dari Tergugat II (konvensi) atau Penggugat II Rekonvensi untuk sebagian. Melihat adanya pertimbangan hakim dalam memutus dan menyelesaikan perkara tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Dalam pembahasan ini peneliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dokumen, dan bahan hukum/kasus tersebut. yang mana data yang dicantumkan dalam pembahasan kali ini merupakan data yang valid dan memiliki sumber referensi yang kuat yaitu mengenai analisis ratio decidendi yang digunakan dalam perkara perbuatan melawan hukum dengan pertimbangan putusan lebih kepada wanprestasi. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hakim, bila dipertimbangkan dari perspektif asas kepastian dan kemanfaatan dalam Perkara No. 4/Pdt.G/2022/PN. Gsk, sudah sesuai dengan definisi dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam asas kepastian dan asas kemanfaatan. Sementara itu, pertimbangan hakim, jika dilihat dari sudut pandang asas keadilan dalam perkara No. 4/Pdt.G/2022/PN. Gsk, sangatlah tepat karena hakim mengambil keputusan dengan memperhatikan keadilan bagi pihak yang merasa dirugikan akibat tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh Para Penggugat (konvensi)/Tergugat Rekonvensi.
TANGGUNGJAWAB ORANGTUA ATAS NAFKAH ANAK PASCA PERCERAIAN Safitri, Dian Ayu; Ahmad, Muh. Jufri
COURT REVIEW Vol 4 No 06 (2024): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i06.1610

Abstract

Setelah perceraian, sering kali terjadi ketidakpenuhan hak anak, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka, dimana banyak ayah yang tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan nafkah terhadap anak, dan belum ada sanksi hukum yang tegas untuk menangani ketidakpatuhan tersebut. Oleh kenanya, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini ialah mengenai sanksi hukum bagi ayah yang tidak memenuhi kewajiban nafkah terhadap anak pasca perceraian, serta bagaimana kewajiban nafkah ayah terhadap anak usai/pasca perceraian dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, yang kemudian dianalisis secara deskriptif dan normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perspektif hukum Islam, terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para ulama. Mulai dari ulama dari mazhab Hanafi menyatakan bahwa ayah tetap berhutang nafkah terhadap anak meskipun sudah terlampaui waktu, dan jika ayah mampu tapi menolak memberikan nafkah, hakim berwenang untuk memaksa ayah tersebut. Sementara menurut mazhab Syafi'i, Hambali, dan Maliki, kewajiban nafkah ayah terhadap anak sudah tidak berlaku setelah masa tertentu kecuali jika ada putusan dari hakim. Di sisi lain, dalam hukum positif di Indonesia, ayah yang sengaja tidak memenuhi kewajibannnya dalam memberi nafkah terhadap anak usai/pasca perceraian dapat dikenai sanksi perdata maupun pidana. Namun demikian, terdapat perbedaan dalam beban kewajiban antara hukum Islam dan hukum positif di Indonesia. Pada hukum Islam, kewajiban nafkah lebih ditekankan pada ayah, sedangkan pada hukum positif di Indonesia, jika ayah tidak mampu, ibu juga bisa diwajibkan memberikan nafkah kepada anak.
SOSIALISASI DAN PEMBERIANBANTUAN HUKUM TENTANG HUKUM WARIS DI DESA CANDIPARI, KABUPATEN SIDOARJO Wahjoeono, Dipo; Ahmad, Muh. Jufri; Widya Ningrum, Cindi; Anugrah, Narendra Putra; Hendarto, Vanya Agatha; Assegaff, Nabila
Jurnal Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 (2024): Jurnal Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : CV. Era Digital Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59066/jppm.v3i2.704

Abstract

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata Tematik di Desa Wisata Candipari, Sidoarjo, dengan fokus pada Tata Kelola Desa Wisata dan masalah hukum waris. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan potensi lokal sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam pengabdian kepada masyarakat. Masyarakat Desa Candipari, yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, pengrajin, dan wiraswasta, menghadapi berbagai masalah hukum, termasuk ketidakpahaman tentang hukum waris. Oleh karena itu, kegiatan pengabdian ini mengadakan Klinik Bantuan Hukum mengenai hukum waris. Metode pelaksanaan melibatkan konsultasi hukum oleh dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, yang berlangsung selama dua jam. Sasaran utama adalah masyarakat Desa Candipari yang memerlukan bantuan hukum terkait masalah warisan. Kegiatan ini meliputi penyuluhan hukum, bimbingan hukum individual, dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lokal untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kewarisan. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa banyak keluarga di Desa Candipari mengalami konflik terkait pembagian warisan yang sering kali disebabkan oleh ketidaktahuan tentang hukum waris, manajemen harta, dan ketamakan. Klinik Bantuan Hukum berhasil meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hukum waris, membantu mengurangi potensi konflik, dan memperkuat tata kelola hukum waris. Masyarakat memperoleh bimbingan praktis mengenai pembagian warisan yang adil dan memahami pentingnya perencanaan suksesi. Dampak dari kegiatan ini mencakup peningkatan pemahaman hukum waris, akses bantuan hukum, kesadaran hukum, penyelesaian sengketa secara damai, dan akses keadilan bagi masyarakat miskin. Dengan demikian, kegiatan Klinik Bantuan Hukum di Desa Candipari diharapkan memberikan dampak positif yang signifikan dalam memperkuat pemahaman hukum waris dan tata kelola harta benda secara inklusif dan berkelanjutan.
Harmonisasi Kewenangan Mengadili Antara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Menilai Ada Atau Tidaknya Penyalahgunaan Kewenangan Baseno, Ongky Ramadhan; Ahmad, Muh. Jufri
Media Hukum Indonesia (MHI) Vol 2, No 2 (2024): June
Publisher : Penerbit Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.11836700

Abstract

The existence of the UUAP has given the PTUN attribution of authority in receiving, examining and deciding whether or not there are elements of abuse of authority in a decision and/or action from a government official. Based on this, several problems emerged related to the authority to adjudicate the PTUN and also the authority to adjudicate the Corruption Court, where previously the authority to adjudicate criminal acts of corruption was the primary function of the Corruption Court. After the birth of Perma No. 4 of 2015, PTUN can accept requests whether or not there is abuse of authority. Fundamental to this, there is a problem formulation used, namely as follows: Can officials who are accused of abuse of authority submit an application to the PTUN in accordance with Perma No. 4/2015? The research method used in writing this thesis is a legal research method and uses a conceptual approach, a legal approach. The object of the request for testing in Article 2 paragraph (2) of Perma 4/2015 uses the phrase "after the results of APIP supervision". In terms of the principles of forming good legislative regulations, this formulation is contrary to the principle of clarity of formulation, because the choice of words or terms used gives rise to various kinds of interpretations. Because, the interpretation can be in the form of: (a) LHP APIP decision; (b) follow-up decisions from the LHP issued by authorized officials; (c) LHP APIP follow-up decisions issued by APH; and (d) the applicant's own decision.