Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

EFEKTIVITAS JENIS-JENIS MADU (MADU HUTAN, MADU KELULUT DAN MADU TERNAK) TERHADAP KADAR GULA DARAH” Febriyanti, Adinda; Jiu, Cau Kim; Ariyanti, Sri
Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Vol 11 No 1 (2020): Vol 11 No 1 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: Diabetes Militus is a group of metabolic diseases characterized by hyperglycemia or an increase in blood sugar that occurs due to abnormal insulin secretion. Diabetes Mellitus in the world is one of the health problems that cause death. IDF data (2013) says Indonesia is the seventh largest country in the case of Diabetes Militus. Diabetes Militus in West Kalimantan Province increased from 0.6% in 2007 to 0.8% in 2013, this number increased compared to 2012, which was 4866 cases (Pontianak City Service 2014 in Salim, I.O, 2016). Based on 30 samples taken from the Purnama Public Health Center, 15 men and 15 women were found to suffer from Diabetes Militus type 2. With a poor lifestyle so that when carrying out research many were found with more weight. Purpose: Effectiveness of Types of Honey (Forest Honey, Kelulut Honey and Livestock Honey) Against Blood Sugar Levels Research Methods: Descriptive Quantitative with a sample of 30 respondents using a quasi-experimental design with a pre-test and post-test nonequivalent control group design. Research Results: The results showed that all honey can reduce blood sugar levels, especially forest honey. The results of data analysis using Anova statistical test obtained p value Pre test 0.52> ?: 0.05 and Post test 0.113> ?: 0.05 showed that there were no significant values ??of the three types of honey on the decrease in blood sugar levels. Conclusion: Based on the results of the study concluded that there was no effectiveness of the types of honey (forest honey, honey kelulut and livestock honey) to reduce blood sugar levels in the Purnama Community Health Center Keywords: Honey, Blood Sugar Levels   ABSTRAK Latar Belakang: Diabetes Militus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia atau peningkatan gula darah yang terjadi akibat sekresi insulin abnormal. Diabetes Mellitus di dunia adalah salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan kematian. Data IDF (2013) mengatakan Indonesia adalah Negara terbesar ketujuh dalam kasus Diabetes Militus. Diabetes Militus di Provinsi Kalimantan Barat meningkat dari 0,6% pada tahun 2007 menjadi 0,8% pada tahun 2013, jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2012, yaitu 4866 kasus (Layanan Kota Pontianak 2014 di Salim, I.O, 2016). Berdasarkan 30 sampel yang diambil dari Pusat Kesehatan Masyarakat Purnama, 15 priadan 15 wanita ditemukan menderita Diabetes Militus tipe 2. Dengan gaya hidup yang buruk sehingga ketika melakukan penelitian banyak ditemukan yang lebih berat. Tujuan: Efektivitas Jenis-jenis Madu (Madu Hutan, Madu Kelulut dan Madu Ternak) Terhadap Kadar Gula Darah Metode Penelitian: Deskriptif Kuantitatif dengan sampel 30 responden menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pre-test dan post-test nonequivalent control group design. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua madu dapat mengurangi kadar gula darah, terutama madu hutan. Hasil analisis data menggunakan uji statistic Anova diperoleh nilai p Pre test 0,52> ?: 0,05 dan Post test 0,113> ?: 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada nilai signifikan ketiga jenis madu terhadap penurunan kadar gula darah. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa tidak ada efektifitas jenis-jenis madu (madu hutan, madu kelulut dan madu ternak) untuk menurunkan kadar gula darah di Puskesmas Purnama
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE NHT TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA Sri Ariyanti; Caswita Caswita; M. Coesamin
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS LAMPUNG Vol 1, No 5 (2013): Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Lampung
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The aim of this research is to know the influence of coopertive learning type  Number Head Together (NHT) towards student’s mathematical problem solving ability. NHT is a cooperative learning model which numbering as its characteristic, where each students have the same opportunity to present their discussion result so each groups have to ready and taking responsibility if their number are called.  This quasi experimental research uses posttest only control group design. A population of this research is all the eighth grade students of odd semester in Junior High School State 3 Pakuan Ratu in academic years 2012/2013, that consits of 59 students which are distributed into two study groups with mathematical ability in the same level. The samples are student class of VIII A and VIII B which are obtained by using total sampling technique. The data collecting technique of this research is an essay test. According to the hypothesis testing, it is concluded that NHT have not influence towards student’s mathematical problem solving ability.Keywords: influence, problem solving, mathematical problem 
Analisis Kelayakan Implementasi Teknologi LTE 1.8 GHz Bagi Operator Seluler di Indonesia [Feasibility Analysis of LTE 1.8 GHz for Mobile Operators in Indonesia] Sri Ariyanti; Doan Perdana
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 13, No 1 (2015): June 2015
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.081 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2015.130105

Abstract

Peningkatan kebutuhan layanan data mendorong operator telekomunikasi berusaha mengimplementasikan jaringan akses broadband yang lebih handal.  Teknologi LTE merupakan salah satu teknologi dengan kecepatan mencapai tiga kali dibanding teknologi HSDPA, sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan data mobile. Refarming frekuensi 1.8 GHz  untuk penerapan teknologi LTE memberikan efisiensi karena tidak perlu membayar BHP lagi untuk menyewa frekuensi baru. Teknologi 2G GSM selama ini juga semakin ditinggalkan, masyarakat di daerah perkotaan cenderung lebih banyak menggunakan layanan data.  Sebelum diterapkannya teknologi LTE pada frekuensi 1.8 GHz perlu adanya kajian untuk mengetahui kelayakan teknologi LTE pada frekuensi 1.8 GHz. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan cost-benefit analysis implementasi LTE pada frekuensi 1.8 GHz.  Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitataif yang didukung dengan data kuantitatif.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa minimal bandiwdth yang diperlukan agar implementasi LTE layak digunakan adalah 15 MHz.  Meskipun tanpa Global Frequency Returning, penggunaan bandwidth 10 MHz tidak layak digunakan untuk implementasi LTE.      *****The incresing of data demand drives mobile operators to implement more reliable broadband access network. LTE technology has downlink peak rate up to three times than HSDPA,  hence it may fulfill the mobile data user requirement. Frequency 1.8 GHz refarming can be implemented to provide efficiency because They do not need to pay licence fee for leasing new frequency. GSM technology will be abandoned since it is not growing anymore. Besides that, dense urban users tend to use data mobile.  Before implementing LTE technology  on 1.8 GHz frequency, It is necessary to analysis the feasibility such technology. This research used qualitative method supported by quantitative  approach.  The result of this research showed that minimum bandwidth to implement 1.8 GHz LTE is 15 MHz.  Even without Global Frequency Returning, using bandwidth 10 MHz is not feasible.
Penggunaan Frekuensi 2,4 GHz dalam Keperluan Internet Wireless Studi Kasus Yogyakarta Sri Ariyanti
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 9, No 2 (2011): June 2011
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.032 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2011.090206

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi penggunaan frekuensi 2.4 GHz dalam keperluan internet wireless di daerah Yogyakarta, mengetahui kendala yang dihadapi penyelenggara internet wireless (ISP) dalam memanfaatkan frekuensi 2.4 GHz dan mengetahui tanggapan pengguna internet wireless agar frekuensi 2.4 GHz dapat dimanfaatkan secara maksimal. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya dengan melakukan in-depth interview kepada Balai monitoring frekuensi dan penyelenggara internet wireless yang menggunakan frekuensi 2.4 GHz. Berdasarkan hasil penelitian kondisi penggunaan frekuensi 2.4 GHz pada daerah Yogyakarta masih belum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dalam KM No.2 tahun 2005. Kendala yang dihadapi ISP dalam menggunakan frekuensi 2.4 GHz yaitu banyaknya interferensi yang terjadi. Agar frekuensi 2.4 GHz dapat dimanfaatkan secara maksimal maka peralatan yang digunakan harus disertifikasi terlebih dahulu, dilakukan pengawasan terhadap daya pancar dan penggunaannya mempunyai skill di bidang jaringan internet wireless.
Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution Area Jabodetabek Studi Kasus PT. Telkomsel Sri Ariyanti
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 12, No 4 (2014): December 2014
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1062.26 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2014.120402

Abstract

Teknologi LTE merupakan teknologi 4G evolusi dari GSM dengan data rate mencapai 100 Mbps. Operator seluler mempunyai kesempatan untuk menggunakan teknologi tersebut melalui refarming frekuensi. Alokasi yang sesuai saat ini yaitu pada frekuensi 1800 MHz dan 2100 MHz. Sebelum menerapkan teknologi LTE, perlu dilakukan perencanaan baik coverage planning maupun capacity planning untuk menghitung jumlah eNodeB . Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran site yang diperlukan untuk penerapan teknologi LTE pada frekuensi 1800 MHz dan 2100 MHz. Metode penelitian menggunakan pendekatan data kuantitatif yaitu menghitung jumlah site yang dibutuhkan untuk menggelar jaringan LTE. Perhitungan jumlah site tersebut meliputi coverage planning dan capacity dimensioning. Hasil penelitian menunjukkan Jumlah eNodeB yang dibutuhkan untuk membangun jaringan LTE pada daerah Jabodetabek dengan jumlah pelanggan yang dilayani pada tahun pertama sebesar 2.02 juta, bandwidth 10 MHz pada frekuensi 1800 MHz dan 2100 MHz yaitu sebanyak 2546 buah.
Evaluasi Pemanfaatan Frekuensi 2.4 GHz Dalam Penyelenggaraan Internet Wireless Sri Ariyanti; Luhur Pidekso Arif
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 9, No 3 (2011): September 2011
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.78 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2011.090303

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan frekuensi 2.4 GHz sudah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dalam KM No. 2 tahun 2005 dan tanggapan penyelenggara internet wireless agar frekuensi 2.4 GHz dapat dimanfaatkan secara maksimal. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya dengan melakukan indepth interview terhadap Internet Services Provider (ISP) yang memanfaatkan frekuensi 2.4 GHz, Balai Monitor Frekuensi, Direktorat Pengendalian Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika dan Direktorat Standardisasi Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika. Berdasarkan hasil interview di lapangan, penggunaan frekuensi 2.4 GHz belum sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan dalam KM No.2 tahun 2005. Agar frekuensi 2.4 GHz dapat digunakan secara maksimal maka penggunaan frekuensi 2.4 GHz bebas namun tidak sebebas-bebasnya, adanya pengawasan daya pancar, peralatan yang digunakan disertifikasi terlebih dahulu, optimisasi perangkat, penggunaan frekuensi 2.4 GHz untuk lastmile saja dan perlu dipikirkan pengaturan Frequency Reuse.
Pengaruh Pengetahuan Terhadap TV Digital Terestrial (DTT) dan Penggunaan Media terhadap Minat dalam Membeli Perangkat Penerima Siaran DTT Diah Yuniarti; Sri Ariyanti
Buletin Pos dan Telekomunikasi Volume 19 Issue 2 (2021)
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17933/bpostel.2021.190205

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara pengetahuan terhadap digital terrestrial television (DTT) dan penggunaan media terhadap minat dalam menggunakan perangkat penerima DTT. Pengumpulan data dilakukan melalui survey kepada masyarakat yang memiliki TV namun belum memiliki perangkat penerima siaran DTT seperti set-top box (STB) ataupun televisi digital (DTV). Survey dilakukan di 12 kota besar di Indonesia. Data survey dianalisis dengan menggunakan SEM-PLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator penggunaan media tidak berpengaruh signifikan terhadap minat masyarakat dalam membeli perangkat penerima DTT. Di sisi lain, pemahaman masyarakat terhadap DTT berpengaruh signifikan terhadap minat membeli perangkat penerima DTT.
Wireless Gigabit untuk komunikasi pitalebar [Broadband communication in Wireless Gigabit] Awangga Febian Surya Admaja; Sri Ariyanti
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 14, No 2 (2016): December 2016
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1215.354 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2016.140201

Abstract

Pertumbuhan trafik data yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan komunikasi pitalebar menjadi semakin tinggi, hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan pita 60 GHz sebagai jaringan wireless gigabit. Kajian ini bertujuan untuk melihat bagaimana potensi penggunaan pita 60 GHz di Indonesia dengan melakukan wawancara terhadap regulator dan operator seluler, serta melihat kondisi regulasi dalam negeri dan ketentuan internasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pita 60 GHz memiliki potensi penggunaan dengan skema perizinan yang disesuaikan dengan kondisi penerapan. Kanal yang memiliki alokasi peruntukannya paling sedikit dalam tasfri berdasarkan ketentuan ITU adalah kanal 2 dan 3 sedangkan pada kanal 4 di rentang 63,72-65,88 GHz pengalokasian paling sedikit hanya ada di pita 64-65 GHz.*****The increasing growth of data traffic led to higher demand for broadband communications. This demand problem can be overcome by the use of the 60 GHz band as gigabit wireless networking spectrum. This study aims to see the potential use of the 60 GHz band in Indonesia, through in-depth interviews with regulators and by looking at the regulatory conditions domestically and internationally. The results show that the 60 GHz band has the potential use as long as the licensing scheme is adapted to the application conditions. Channels having the fewest allocation for wireless gigabit based on tasfri are channel 2 and 3, while channel 4, in the range of  63.72-65.88 GHz, has the least allocated spectrum on 64-65 GHz band.
Studi Pengukuran Digital Divide di Indonesia Sri Ariyanti
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 11, No 4 (2013): December 2013
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1396.482 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2013.110402

Abstract

Pengukuran digital divide di suatu daerah sangat penting untuk mengetahui daerah mana saja yang perlu dibangun TIK nya. Jika tidak, dikhawatirkan akan terjadi kesalahan sasaran prioritas daerah yang benar-benar membutuhkan akses teknologi informasi dan komunikasi. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan pengukuran digital divide tiap daerah.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai indeks digital divide di tiap propinsi di Indonesia serta menentukan prioritas pembangunan yang menitikberatkan pada peningkatan TIK di masing-masing propinsi. Data penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Pengendalian Penyelenggara dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Infomatika. Populasi dalam penelitian terdiri dari 33 propinsi di Indonesia. Teknik pengukuran digital divide menggunakan teknik infostate yang diadopsi dari penelitian George Sciadas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks digital divide di propinsi di Indonesia paling besar dimiliki oleh propinsi Papua. Nilai kesenjangan digital paling rendah terhadap propinsi DKI Jakarta adalah propinsi D.I Yogyakarta.  Prioritas pembangunan ICT di daerah sebaiknya dari propinsi dengan nilai indeks infostate paling kecil yaitu propinsi Papua, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah.
Studi Pemanfaatan Digital Dividend Untuk Layanan Long Term Evolution (LTE) Sri Ariyanti
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 11, No 3 (2013): September 2013
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1698.928 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2013.110302

Abstract

Sesuai dengan Permen kominfo No. 22/PER/M/KOMINFO/11/2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air), pada tahun 2018 semua TV analog migrasi secara penuh ke TV digital. Dengan demikian ada alokasi tersisa sebesar 2 x 45 Mhz FDD yang disebut sebagai digital dividend. Frekuensi tersebut rencananya akan digunakan untuk teknologi LTE. Namun sebelum digelar teknologi LTE pada frekuensi digital dividend tersebut maka perlu dikaji bagaimana penggunaan digital dividend untuk layanan LTE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil perhitungan link budget frekuensi 700 MHz untuk LTE, mengetahui perbandingan kapasitas user pada daerah tipe dense-urban, urban, sub-urban dan rural, mengetahui estimasi jumlah pelanggan LTE, mengetahui jumlah operator LTE optimum dan pembagian bandwidthnya.  Metode penelitian dengan menggunakan studi literatur. Kajian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif deskriptif.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa jangkauan paling besar yaitu daerah rural kemudian disusul berturut-turut daerah sub urban, dense urban dan urban. Kapasitas user per site dalam 1 Km2 dari urutan terbesar ke kecil berturut-turut yaitu daerah rural, sub urban, urban dan dense urban. Estimasi jumlah pelanggan LTE di Indonesia paling besar yaitu di daerah dense-urban yaitu mencapai 500 user/Km2 pada tahun ke 8. Jumlah operator LTE-700 MHz paling optimum sebanyak 3 operator dengan pembagian bandwidth masing-masing 15 MHz.