Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : MAHKAMAH: Jurnal Kajian Hukum Islam

HUKUM ISLAM DAN KESESATAN: FATWA-FATWA NAHDLATUL ULAMA TENTANG PENYIMPANGAN AJARAN Ahmad Rofii
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9, No 1 (2015)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.635 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v9i1.273

Abstract

Masalah penyimpangan ajaran agama atau lebih tepatnya penyimpangan dari ajaran yang disepakati mayoritas telah lama menjadi konsen ulama. Para wakil mayoritas dalam banyak kasus terbiasa menjatuhkan fatwa sesat terhadap tindakan yang diklaim merupakan penyimpangan. Nahdlatul Ulama (NU), sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di dunia, sering diklaim mempunyai pendekatan yang lebih moderat. Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisa fatwa-fatwa yang secara resmi dikeluarkan oleh organisasi NU terkait persoalan penyimpangan ajaran agama. Bagi NU, penyimpangan terhadap ajaran yang disepakati kebenarannya menjadi ukuran yang menyebabkan pelakunya dinilai telah keluar dari Islam. Hanya saja, alih-alih dihukum mati, mereka yang dianggap murtad harus terlebih dahulu dimintakan pertaubatannya (istitābah). Di sini peran dakwah dan nasehat menjadi sangat menentukan. Sedangkan tentang bentuk penyimpangan berupa bid’ah, NU mengikuti tipologi bid’ah yang ada, yaitu antara bid’ah sayyi’ah (buruk) dan bid’ah ḥasanah (baik). Dalam merespon terjadinya apa yang dianggap bid’ah yang buruk, NU lebih memilih cara persuasif, yakni dengan memberikan pengertian, ajakan serta argumentasi kepada pelaku.The problem of deviation of religious teachings or rather deviation from the agreed teaching of the majority has long been a concern of Muslim scholars. The representatives of the majority in many cases used to impose fatwa against acts that are claimed as deviation. Nahdlatul Ulama (NU), as one of the largest Islamic organization in the world, is often claimed to have a more moderate approach. This paper is intended to analyze the religious opinions (fatwas) that are issued by the NU institution regarding the issues of deviation against religious teachings. According to the NU, deviation from the true agreed teachings constitutes a standard that caused those who commits being judged to have come out of Islam. Instead of death, however, those who are considered apostates must first be requested to repentance (istitā bah). Here, the role of propaganda and advice becomes very decisive. As to bid’ah as a form of deviation, the NU follows the existing typology of bid’ah, the bad innovation (bid’ah sayyi'ah) and good innovation (bid’ah ḥasanah). In response to what is considered bad innovation, the NU prefers persuasive approach, namely by providing sound understanding, persuasion and arguments to the innovators.
A CRITICAL APPROACH IN COMPARATIVE LEGAL STUDIES: A Lesson for Islamic Legal Scholarship Ahmad Rofii
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.202 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v1i1.452

Abstract

Kajian perbandingan hukum ortodoks percaya bahwa ada sains perbandingan hukum yang bersifat murni dan obyektif, yang dapat menjaga jarak dari konvensi dan historisitasnya. Melawan asumsi tersebut, tulisan ini berpendapat bahwa anggapan akan obyektifitas dalam kajian perbandingan hukum tidak dapat dipertahankan. Tulisan ini juga berupaya melihat masa depan kajian perbandingan hukum. Ia berpendapat bahwa adalah tidak kritis untuk mengatakan bahwa ada teks hukum yang dapat dipahami di luar konteksnya, karena setiap teks berada dalam situasi tertentu dan lekat dengan konteksnya. Pandangan positifistik terhadap hukum sudah usang. Tugas penelitian perbandingan bukanlah untuk mencari kebenaran-sebagai-ketepatan. Tetapi, ia berupaya untuk menyingkap dimensi laten dari hukum. Obsesi ortodoksi untuk melakukan uniformasi hukum menyembuyikan fakta akan perbedaan. The orthodox comparative legal studies believe that there is a pure and objective science of comparative legal studies able to distance itself from “conventions” and its historicity. Against this assumption, this paper will argue that the objectivity claim in comparative legal studies is flawed. This paper also attempts to see what the future of comparative legal studies could be. It argues that it is uncritical to say that there is a legal text that can be understood out of its context, because every text is situated and embedded. The positivistic view of law was obsolete. The duty of comparative research is not to search for truth-as-correctness. Rather, it attempts to unconceal the latent dimension of law. The orthodoxy’s obsession to uniformization of law deceives the fact of difference.