Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN (FLIGHT DELAY) Rio Damas Putra; Deny Haspadah
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 1 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:1:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengangkutan udara niaga saat ini mengalami perkembangan pesat hal tersebut ditandai dengan banyaknya perusahaan penerbangan yang menyediakan jasa transportasi udara, serta banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa transportasi udara. Dalam penyelenggaraan penerbangan ternyata banyak hak-hak konsumen yang tidak dipenuhi sebagaimana mestinya oleh perusahaan penerbangan seperti banyak kasus keterlambatan penerbangan (flight delayed). Sehubungan dengan itu diperlukan adanya pengaturan-pengaturan secara hukum untuk menentukan tanggung jawab perusahaan penerbangan sehingga kepentingan konsumen terlindungi. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perlindungan bagi konsumen tersebut penulis meneliti dengan mengambil perumusan masalah: Bagaimana bentuk pengaturan mengenai Perlindungan Konsumen terhadap Keterlambatan Penerbangan (Flight Delayed) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia dan bagaimana tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap penumpang atas Keterlambatan Penerbangan (Flight Delayed) dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 89 Tentang Penangganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif analistis. Data penelitian meliputi data primer, data sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan, studi lapangan: wawancara, observasi, dan studi dokumen (bahan pustaka). Lokasi penelitian dilakukan di PT Lion Mentari Air lines Pusat Jakarta,Kementerian Perhubungan, dan PT (persero) Angkasa Pura II. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa keterlambatan penerbangan (flight delayed) yang menjadi tanggung jawab PT Lion Mentari Airlines terhadap penumpang atau konsumen penerbangan domestik yaitu keterlambatan penerbangan. Tanggung jawab maskapai Lion Air didasarkan pada ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia.
KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN LOAN AGREEMENT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 2009 Rosie Ramadhan; Deny Haspadah
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum positif mengatur bahwa para pihak yang akan mengadakan perjanjian harus menggunakan bahasa Indonesia. Dalam praktek ditemukan banyak perjanjian yang dibuat dengan bahasa asing tanpa ada salinannya dalam Bahasa Indonesia, salah satunya perjanjian yang dibuat oleh pihak Nine AM Ltd dan pihak PT. Bangun Karya Pratama Lestari dalam kontraknya bahasa yang digunakan adalah dalam Bahasa Inggris. Hal ini tidak saja menyebabkan perjanjian itu menjadi sulit untuk dipahami, tetapi juga menimbulkan kesulitan begitu terjadi perselisihan karena belum tentu istilah-istilah yang digunakan dalam perjanjian tersebut benar-benar sejalan atau dapat diterjemahkan sama dengan istilah-istilah yang sudah lebih dulu dikenal atau dipahami di dalam sistem hukum perdata.Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dan memahami kepastian hukum dan dampak dari perjanjian yang menggunakan bahasa inggris tanpa disertai bahasa Indonesia maka hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kepastian hukum atas Sah dan Mengikatnya Perjanjian Loan Agreement Berbahasa Asingantara Nine AM Ltd dan PT. Bangun Karya Pratama Lestariitu tidak memenuhi syarat sah nya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan telah bertentangan dengan pasal 31 Undang-Undang No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengenai Interprestasi Menkumham dalam suratnya bernomor M.HH.UM.01.01-35 bahwa penafsiran surat menkumham tidak sesuai dengan undang-undang atau hukum positif yang berlaku dan Loan Agreement yang dibuat tanpa menggunakan bahasa Indonesia menjadi null and void atau batal demi hukum. Oleh karena itu diharapkan para pihak yang akan mengadakan perjanjian harus memenuhi unsur-unsur syarat sahnya perjanjian dan dibuat dengan bahasa Indonesia apabila melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan agar perjanjian dibuat dihadapan Pejabat yang berwenang yang diangkat oleh negara Republik indonesia yaitu Notaris.
Tanggung Jawab Penyelenggara Klinik dengan Ijin Operasional Daluwarsa Berdasarkan Kitab Undang Undang Hukum Pidana Dihubungkan dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Ahmad Rizal; Deny Haspada
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 2 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:2:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v16i2.44

Abstract

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan dengan penuh taggung jawab berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional.. Praktik di masyarakat maraknya penyalahgunaan ijin klinik, atau maraknya klinik yang tidak memiliki ijin operasional atau memiliki ijin namun ijin tersebut telah jatuh tempo bahkan terdapat dokter dan dokter gigi yang tidak memiliki STR atau SIP atau SIP telah jatuh tempo, sehingga membawa konsekwensi hukum kepada Pemilik/Penyelenggara Klinik baik sanksi administratif, pidana maupun perdata. Penelitian ini menggambarkan dan menelaah tentang tanggung jawab hukum dari Penyelenggara Klinik berdasarkan KUH Pidana, UU Praktik Kedokteran, UU Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan serta Permenkes tentang Klinik. Metode Kajian dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum dengan pendekatan yuridis normatif terhadap peraturan perundang-undangan terkait. Berdasarkan hasil kajian menunjukan bahwa (i) penegakan hukum terhadap penyelenggara klinik yang memiliki ijin operasional klinik telah jatuh tempo (daluwarsa) belum dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan; dan (ii) terjadinya penyalahgunaan perijinan sebagai akibat regulasi (pengaturan) tentang tanggung jawab hukum (pidana) bagi penyelenggara klinik yang menyelenggarakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi belum cukup memadai (sangat sumir) dalam hukum positif Indonesia.
Penerapan Pidana di Bawah Ancaman (Straf Minimum Rules) dalam Perkara Tindak Pidana Kepemilikan Narkotika Golongan I z Zanura; Deny Haspada
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 17 No 2 (2018): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVII:2:2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v17i2.61

Abstract

Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan pada sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian, pengawasan yang ketat, dan seksama. Kejahatan penyebaran Narkotika kini menjadi musuh hampir di seluruh belahan dunia, mengingat Narkotika memberikan pengaruh yang cukup besar. Fidelis Arie Sudewarto terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana narkotika untuk digunakan terhadap orang lain, Aom Munawar terbukti secara sah dan meyakinkan menjual narkotika golongan I. Permasalahan dalam penelitian ini adalah1) Bagaimana penerapan pidana materiil terhadap tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I terhadap orang lain? 2) Bagaimana pertimbangan hukum dan penerapan pasal oleh hakim dalam dakwaan alternatif berdasarkan fakta persidangan pada perkara tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I terhadap orang lain? Hasil dari penelitian adalah Penerapan pidana materiil terhadap tindak pidana tanpa hak dan melawan hokum menggunakan narkotika golongan I terhadap orang lain terdapat di dalamPasal 116 Undang – UndangNomor35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pertimbangan hukum hakim terhadap Penjatuhan pidana di bawah ancaman adalah penjatuhan hukuman bukan bertujuan untuk melakukan pembalasan dendam kepada terdakwa melainkan sebagai upaya melakukan pembinaan bagi terdakwa agar kelak dalam kehidupan bermasyarakat dapat bersikap dengan lebih baik dan bijaksana.
Perjanjian Nominee Antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia dalam Praktik Jual Beli Tanah Hak Milik yang Dihubungkan dengan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Deny Haspada
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 17 No 2 (2018): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVII:2:2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v17i2.77

Abstract

Perjanjian nominee atau sering juga disebut dengan istilah perwakilan atau pinjam nama berdasarkan surat pernyataan atau surat kuasa yang dibuat kedua belah pihak dalam bentuk akta otentik, dimana warga negara asing meminjam nama warga negara Indonesia untuk dicantumkan namanya sebagai pemilik tanah pada sertifikatnya, tetapi kemudian warga negara Indonesia berdasarkan akta pernyataan yang dibuatnya mengingkari bahwa pemilik sebenarnya adalah warga negara asing selaku pihak yang mengeluarkan uang untuk pembelian tanah tersebut dan penguasaannya dilakukan atau diwakilkan kepada warga negara asing tersebut. Dalam pelaksanaannya perjanjian nominee ini dijadikan suatu celah bagi warga Negara asing untuk memiliki tanah di Negara Indonesia, dimana hal ini bertentangan dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok-pokok agraria. Hal ini berakibat bahwa perjanjian nominee dijadikan suatu celah bagi WNA dalam pemilikan tanah di Indonesia, dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, maka perjanjian nominee adalah perjanjian yang batal sejak semula, karena perjanjian nominee dibuat secara tidak sah, dengan begitu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini beserta tujuannya ialah untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian nominee dan akibat hukum bagi perjanjian nominee dalam praktik jual beli. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perjanjian nominee ini merupakan produk cacat hukum, dikarenakan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia, dan perjanjian nominee ini merupakan suatu upaya penyelundupan hukum, maka dari itu perjanjian nominee ini bersifat tidak mengikat dan batal bagi kedua belah pihak.
Kepastian Hukum Sengketa Hak Atas Tanah Melalui Mediasi (APS) Deny Haspada
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 18 No 2 (2019): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVIII:2:2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v18i2.85

Abstract

Penyelesaian sengketa tanah tidak bisa dengan cepat karena banyak dari masing-masing yang bersengketa menganggap tidak adil, kecewa atas keputusan yang didapat dari Hakim, selama masih ada kesempatan melalui jalur hukum tentu para pihak yang tidak puas akan melakukan upaya hukum berupa vbanding maupun Kasasi, belum lagi mencari celah peluang agar dapat memenangkan perkara di pengadilan, sehingga sengketa itu yang harusnya selesai melalui jalur hukum perdata menjadi masuk kedalam ranah Tata Usaha Negara bahkan tidak jarang masuk pula kedalam ranah pidana padahal yang menjadi obyek sengketa tanahnya satu obyek yang sama. Penyelesaiannya menjadi panjang dan membuat masyarakat mencari penyelesaiannya dengan alternatif lain yaitu melalui mediasi dengan tujuan dicapai kesepakatan oleh para pihak. Untuk mewujudkan kesepakatan dalam penyelesaian konflik pertanahan salah satu yang efektif melalui mediasi (APS) dengan cara negosiasi, mediasi dan konsiliasi. Untuk menyelesaikan konflik pertanahan melalui mediasi jangan terlalu menonjolkan aspek hukum semata, tetapi itikad baik dan kesepakatan yang harus dikedepankan agar tujuan tercapai serta tidak melanggar asas-asas hukum yang berlaku umum.
Penyelesaian Sengketa Koperasi Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR) Deny Haspada; Rachmat Suharno
SOSIOHUMANITAS Vol 18 No 2: Agustus 2016
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.01 KB) | DOI: 10.36555/sosiohumanitas.v18i2.66

Abstract

Koperasi adalah badan usaha yang memiliki anggota orang atau badan hukum yang didirikan dengan berlandaskan asas kekeluargaan serta demokrasi ekonomi. Koperasi merupakan produk ekonomi yang kegiatannya menjadi gerakan ekonomi kerakyatan, dan berjalan dengan prinsip goton g - royong. K operasi yang berkembang pesat secara umum dapat disimpulkan sehat, akan tetapi di dalam praktek pelaksanaannya koperasi tidak terlepas dari berbagai masalah, khususnya kepercayaan dari para nasabah. Penyelesaian sengketa pada koperasi sebetulnya tidak sulit dilakukan karena setia p kontrak atau perjanjian bisa memilih lembaga mana yang akan digunakan jika ter jadi sengketa atau perselisihan. H anya karena kurangnya sosialisasi tentang pemberlakuan UU No. 30 tahun 1999 dan L embaga Arbitras e , maka masyarakat belum mengetahui tentang ad anya lembaga di luar pengadilan yang bisa menyelesaikan sengketa. Penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan apabila terjadi kesepakatan dan dicantumkan dalam akta/akad sejak awal sebelum terjadi sengketa (pactum compromittendo)
The Development of Evidence Law in Civil Cases Towards the Unification of Civil Procedural Law Deny Haspada; Efa Laela Fakhriah
Yuridika Vol. 35 No. 1 (2020): Volume 35 No 1 January 2020
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.895 KB) | DOI: 10.20473/ydk.v35i1.15619

Abstract

The proof is the most important stage in settlement of a case in court because it aims to prove that a particular legal event or relationship has been made as a basis for a lawsuit. Through the burden of the proof stage, the judge will get the bases to decide between settling a case. Nevertheless, the burden of proof regulation remains plural. There are even some regulations which regulate not only the material law but also the formal law. Such a situation affects the achievement of order and legal certainty in law enforcement efforts. As is known, the nature of the procedural law is formal law, namely the law concerning the rules of the game in settlement of disputes through the court, and is binding on all parties and cannot be deviated. That is why procedural law has a public nature. For the certainty of law, therefore, the procedural law must be in the codification form of unification nature so that it can generally apply to and binding on all parties. Therefore, it is necessary to reform the civil procedural law that is codified and nationally applicable.
PENEGAKAN KODE ETIK KEDOKTERAN DI INDONESIA Deny Haspada
Scientia Regendi Vol 1 No 2 (2020): Vol. I, No. 2, Februari 2020
Publisher : Scientia Regendi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3433.377 KB)

Abstract

All medical actions of doctors against patients must be professionally accounted for. That sense of responsibility is based on the good intentions of a doctor in carrying out his activities with the knowledge of medical ethics. As a public health steward a doctor must be willing to serve his body and soul for the benefit of the wider community. Even so, it is not uncommon to find a number of violations of medical ethics in the news available, or maybe even experience it yourself.
KESEPAKATAN SEMU SECARA OTENTIK PADA PERJANJIAN UTANG PIUTANG OLEH KREDITUR Deny Haspada
Scientia Regendi Vol 1 No 1 (2019): Vol. I, No. 1, Agustus 2019
Publisher : Scientia Regendi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3517.829 KB)

Abstract

The making of an agreement deed is not justified for unilateral interests, but must contain the interests of each party, therefore the engagement must be made based on the agreement of the parties making it. The agreement is stated in writing, it can be made under the hand in the sense that it is only made by the parties, it can also be made authentically in front of a notary, but what is clear is that the contents of the agreement contained must be understood by each party and there is no other interpretation of what has been published so that in the future if there is a legal consequence it is clear the legal consequences that must be borne by the party who broke the promise (default), but if the default is due to a violation by taking advantage of the conditions so that a false agreement occurs, which the partner does not want, that includes the form defective will, with the abuse of the beneficiary of this condition, the agreement can be canceled. If the parties make an agreement according to their conscience, there is no coercion, no cheating to extract illegal profits, then there will be no use of the conditions in the form of the Pseudo Agreement, so that if the deed is made authentically by way of a pseudo agreement, if the deed is disputed, it must be null and void by law or canceled through a Judge's Decision at the District Court because from the beginning the deeds were not drawn up according to procedure, namely the two deeds were already flawed due to fake agreement manipulation between the parties making the agreement.