Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

STRATEGI KONSERVATIF DALAM PENGELOLAAN WISATA BAHARI DI PULAU MAPUR, KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU Tenny Apriliani; Fredinan Yulianda; Gatot Yulianto
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 16 No. 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.862 KB)

Abstract

Pulau Mapur yang terletak di sebelah timur Pulau Bintan memiliki potensi terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata bahari. Terumbu karang merupakan daya tarik bagi pengunjung untuk melakukan aktivitas seperti menyelam atau snorkeling. Tingkat kerusakan terumbu karang di Pulau Mapur sudah sangat memprihatinkan. Dasar laut di sekitar pulau terdiri dari pecahan-pecahan karang. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan strategi yang tepat untuk merehabilitasi terumbu karang berbasis sosial dan ekologi untuk pemanfaatan pariwisata bahari di Pulau Mapur. Hasil penelitian menunjukkan dari 11 lokasi hanya 2 lokasi yang termasuk dalam kategori sangat baik, 6 lokasi dalam kategori baik, dan 3 lokasi dalam kategori sedang. Prioritas strategi yang dihasilkan berdasarkan SWOT adalah a) meningkatkan upaya konservasi ekosistem terumbu karang sebagai objek wisata dengan melibatkan seluruh stakeholder; b) meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap merusak terumbu karang khususnya bius/potasium; dan c) meningkatkan kerja sama pemerintah, masyarakat, pengunjung, dan pihak terkait lainnya dalam mengelola sumberdaya, sarana dan prasarana serta pembinaan/pelatihan SDM melalui program dan kegiatan yang tepat.Kata Kunci : ekologi, koservatif, Pulau Mapur, sosial, terumbu karang, wisata bahari.
Kebijakan Penetapan Bitung Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Radityo Pramoda; Tenny Apriliani
Jurnal Borneo Administrator Vol 12 No 2 (2016): Agustus 2016
Publisher : Puslatbang KDOD Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (632.723 KB) | DOI: 10.24258/jba.v12i2.238

Abstract

The Bitung Special Economic Zone (SEZ) is a regional development policy specially devised to drive economic growth based on well-set-up infrastructures, and incentives. The role of central government in supervising the policy is very important in coping with each negative impact, both economic as well as social. The sole purpose of this qualitative research is to study the implementation of the regional development policy of Bitung as a Special Economic Zone. The analysis had been carried out with a case study approach, and then descriptively elaborated, and resulted in the finding of: (1) the previous development and infrastructure blueprint at the Bitung City level have so far been in line with the SEZ; (2) the SEZ has so far been attracting industry-based investment and creating work for the labors; (3) the formulated local regulations have been considered enough in giving legal security toward investment; (4) the establishment of Bitung as an SEZ has been considered as a sound strategic policy; and (5) the readiness of Bitung as an SEZ has been deemed adequate, despite the facts that it still needed minor adjustments in a few aspects, such as: better socialization, acceleration of land relinquishment, and increasing electricity/power.Keywords: Policy, Bitung Determination, Special Economic Zone (SEZ).Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung merupakan kebijakan pengembangan wilayah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang didukung infrastruktur berkualitas, serta pemberian kemudahan (insentif). Fungsi pemerintah pusat mengawal KEK Bitung, sangat penting untuk mencegah timbulnya dampak negatif secara ekonomi dan sosial. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengkaji implementasi pembangunan ekonomi dan penetapan kebijakan Bitung sebagai KEK. Analisis kajian dilakukan menggunakan pendekatan studi kasus, yang dipaparkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pembangunan yang telah ada maupun pengembangan rencana infrastruktur pada kawasan Kota Bitung sudah mendukung KEK; (2) KEK Bitung telah menciptakan investasi berbasis industri dan penyerapan tenaga kerja; (3) regulasi lokal yang dibentuk sudah memberikan kepastian hukum kepada investor; (4) Penetapan KEK Bitung merupakan kebijakan strategis pemerintah yang tepat; (5) kesiapan Bitung menjadi KEK secara umum sudah memadai, tetapi masih perlu untuk melaksanakan: sosialisasi kepada masyarakat, percepatan eksekusi pembebasan lahan, dan penambahan daya listrik.Kata kunci: Kebijakan, Penetapan Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Pendekatan Kebijakan Keadilan Biru Untuk Pengelolaan Perikanan Skala Kecil di Kabupaten Natuna Radityo Pramoda; Tenny Apriliani; Armen Zulham; Riesti Triyanti; Nurlaili Nurlaili
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 12, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jksekp.v12i2.11468

Abstract

Membangun keadilan biru terhadap pertumbuhan ekonomi laut yang berkelanjutan, merupakan salah satu kebijakan penting dalam rangka menyejahterakan nelayan skala kecil. Nelayan skala kecil di Kabupaten Natuna menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dengan dinamika kewilayahan maupun ekosistem sebagai media hidup sumber daya ikan. Kajian ini memiliki kebaruan pada materi pembahasan yang mengambil tema keadilan biru, karena pada skala nasional masih sangat jarang dijadikan sebagai topik penelitian. Berdasarkan hal itu, tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran secara komprehensif tentang kebijakan pemanfaatan potensi perikanan nelayan skala kecil di Kabupaten Natuna melalui 10 indikator pendekatan keadilan biru. Penelitian kualitatif ini dianalisis menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan studi kasus dan dijabarkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator keadilan biru yang perlu diperbaiki diantaranya: 1) perampasan, pemindahan, dan perebutan laut; 2) degradasi lingkungan dan pengurangan ketersediaan jasa ekosistem; 3) dampak mata pencaharian nelayan kecil; 4) marginalisasi perempuan. Implikasi kebijakan kajian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk: 1) menambah jumlah personel pengawas dan armada kapalnya; 2) membentuk tim khusus yang mengawasi pasokan dan penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi kebutuhan operasional nelayan skala kecil; 3) melaksanakan pengawasan terpadu dan mengaktifkan kembali fungsi kelompok masyarakat pengawas; 4). melakukan pendekatan dan sosialisasi dalam rangka meningkatkan pendidikan formal kaum perempuan sebagai upaya menciptakan kesetaraan gender. Title: Blue Justice Policy Approach for Small-Scale Fishery Management in Natuna Regency Developing blue justice for sustainable marine economic growth is one of the important policies in the context of the welfare for small-scale fishers. Small-scale fishers in Natuna Regency becomes is become an inseparable unit with the regional dynamics and ecosystems as a fish resource living media. This study has novelty in the discussion material that takes the theme of blue justice, because on a national scale it is still very rarely used as a research topic. Based on that, this study aim examine the policy of exploiting the potential of small-scale fishers in the Natuna Regency through 10 blue justice approach indicators. This qualitative research analyzes by empirical juridical methods with a case study and descriptive approach. The results show that equity indicators need to be improved: 1) dispossession, displacement, and ocean grabbing; 2) environmental degradation and reduction of availability of ecosystem services; 3) livelihood impacts for small-scale fishers; 4) marginalization of women. The policy implications of this study provide recommendations to the central government and local governments to: 1) increase the number of supervisory personnel and their fleet of ships; 2) establish a special team that oversees the supply and distribution of subsidized fuel oil for the operational needs of small-scale fishers; 3) carry out integrated supervision and reactivate the function of the supervisory community group; 4). approach and socialize in order to improve women’s formal education as an effort to create gender equality.