Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students

Uji nilai kekuatan tarik serat pelepah pisang (Musa paradisiaca) sebagai bahan alternatif benang gigi biodegradable Alex Kesuma; Nina Djustiana; Yanwar Faza; Renny Febrida; Elin Karlina
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 1, No 2 (2017): Oktober 2017
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v1i1.22126

Abstract

Pendahuluan: Benang gigi dari bahan sutera dipilih karena bersifat ramah lingkungan dan biodegradable namun pemanfaatanya mendapat pertentangan dari para ahli perlindugan hewan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan benang gigi dari bahan serat pisang kepok (Musa paradisiaca) yang diketahui bersifat biodegradable, memiliki kekuatan tarik yang cukup tinggi dan jumlahnya yang banyak di Indonesia. Metode: Jenis peneltiian berupa eksperimental laboratoris. Prosedur peneltiian dimulai dengan ekstraksi pelepah pisang dengan metode manual kemudian dilanjutkan dengan pengelompokan hasil serat berdasarkan jumlah helai serat. Satu kelompok benang gigi sutera (Radius® Organic Silk Floss) dan hasil serat pisang yang telah di kelompokkan sebanyak tiga kelompok (10,15 dan 20 helai) secara berurutan disebut kelompok 1 (kontrol), 2, 3 dan 4. Semua kelompok dilakukan uji kekuatan tarik menggunakan Materials Testing Machine dan data hasil di analisis menggunakan uji statistik One-way Anova Hasil: Hasil kekuatan tarik menunjukkan kelompok 1, 2, 3 dan 4 menghasilkan nilai uji kekuatan tarik secara berurutan sebagai berikut 130.73 MPa, 141.56 MPa, 391.37 MPa dan 307.06 MPa. Hasil statistik memperlihatkan terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok 1 dengan kelompok 3 dan 4, kelompok 2 dengan kelompok 3 dan 4 serta antara kelompok 3 dan 4. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok 1 dan 2 (p > 0,05). Simpulan: Hasil kekuatan tarik menunjukkan kelompok 3 memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi diantara semua kelompok. Nilai kekuatan tarik serat pisang kelompok 2, 3 dan 4 lebih tinggi dari kontrol sehingga memperlihatkan serat pisang berpotensi sebagai alternatif benang gigi biodegradable.Kata kunci: Benang gigi, biodegradable, kekuatan tarik
Uji sitotoksisitas mikrofiber PMMA dan PMMA-silika wetspinning pada kultur sel primer L-929 sebagai aplikasi penguat jembatan gigi direkCytotoxicity test of PMMA and PMMA-silica wet spinning microfibers in L-929 primary cell culture as a direct dental bridge reinforcement application Nina Djustiana; Yanwar Faza; Andri Hardiansyah
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 5, No 2 (2021): Oktober 2021
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v5i2.36304

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Jembatan gigi direk terdiri dari komponen penguat fiber dan komponen matriks resin komposit. Penggunaan sel target untuk uji sitotoksisitas dari material fiber kedokteran gigi umum dilakukan secara ekperimental uji in vitro untuk mengetahui relevansi klinis dari pengujian. Penelitian ini  bertujuan untuk melihat sitotoksisitas dari mikrofiber PMMA dan PMMA-silika wetspinning dengan parameter yang berbeda terhadap kultur sel primer (cell line) fibroblas L-929. Metode: Desain penelitian berupa deksriptif kualitatif.  Sel primer fibroblas L-929 diberi paparan mikrofiber PMMA dan PMMA-silika selama 1, 4 dan 7 hari. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan menggunakan uji MTT Assay. Parameter dari mikrofiber PMMA dan PMMA-silika yang digunakan adalah konsentrasi dan laju alir, kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok penelitian serta diberi nama sebagai berikut: PMMA mikrofiber sistem vertikal 250ml/jam dengan konsentrasi dalam % 0,75(A); 1(B); 1,25(C); PMMA-silika mikrofiber sistem vertikal dengan kecepatan 200 ml/jam (D), 250 ml/jam (E), 300 ml/jam (F) dan PMMA mikrofiber dengan sistem rotasi 200 ml/jam dengan konsentrasi  dalam % 0,75(G);1(H), 1,25(I); PMMA-silika mikrofiber sistem rotasi dengan konsentrasi 200ml/jam(J), 250ml/jam (K), dan 300 ml/jam (L).  Hasil: Uji in vitro dari gambaran sel L-929 memperlihatkan tidak terdapat Sel primer fibroblas yang mengalami kematian. Kurva pertumbuhan cell line dari setiap parameter mikrofiber memperlihatkan sel dapat berproliferasi selama masa inkubasi dan memperlihatkan kecenderungan positif dari pertumbuhan sel. Simpulan: Mikrofiber PMMA dan PMMA-silika wetspinning tidak memperlihatkan sifat toksisitas terhadap pertumbuhan cell line fibroblas L-929 sehingga mempunyai potensi sebagai aplikasi penguat jembatan gigi direk.  Kata kunci: sitotoksisitas; sel primer fibroblas; fiber; PMMA; PMMA-silika ABSTRACTIntroduction: Direct dental bridge consists of a fiber reinforcement component and a composite resin matrix component. The use of target cells for the cytotoxicity test of dental fiber materials is generally performed by experimental in-vitro tests to determine the clinical relevance of the test. This study was aimed to examine the cytotoxicity of PMMA and PMMA-silica wet spinning microfibers with different parameters on the primary cell culture (cell line) of L-929 fibroblasts. Methods: The research design was descriptive qualitative. Primary L-929 fibroblast cells were consecutively exposed to PMMA and PMMA-silica microfibers for 1, 4, and 7 days. Cytotoxicity test was performed using the MTT Assay. Parameters of PMMA and PMMA-silica microfibers used were concentration and flow rate, then divided into several research groups and named as follows: PMMA microfiber vertical system 250ml/hour with a concentration in %: 0.75(A); 1(B); 1.25(C); PMMA-silica microfiber vertical system with the speed of 200 ml/hour (D), 250 ml/hour (E), 300 ml/hour (F) and PMMA microfiber with rotation system 200 ml/hour with a concentration in % 0.75(G );1(H), 1,25(I); PMMA-silica microfiber rotation system with concentrations of 200ml/hour (J), 250ml/hour (K), and 300 ml/hour (L). Results: In-vitro test of the L-929 cell picture showed no primary fibroblast cells that died. The cell line growth curve of each microfiber parameter shows that the cells can proliferate during the incubation period and show a positive trend of cell growth. Conclusions: PMMA and MMA-silica wet spinning microfibers did not show any toxicity to the growth of the L-929 fibroblast cell line, so they have potential as reinforcement applications for direct dental bridges.  Keywords: cytotoxicity; fibroblast primary cells; fiber; PMMA; PMMA-silica
Perbedaan pelepasan ion nikel kawat ortodonti stainless steel yang direndam dalam obat kumur ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.Differences of the nickel ions release of orthodontic stainless steel wire immersed in various concentrations of noni fruit (Morinda citrifolia L.) extract mouthwash Angeline Angeline; Nina Djustiana; Nazruddin Nazruddin
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 5, No 2 (2021): Oktober 2021
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v5i2.33407

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Pasien dengan perawatan ortodonti rentan mengalami gingivitis dan karies, sehingga dokter gigi tidak jarang meresepkan obat kumur. Namun, obat kumur komersial dapat menyebabkan pelepasan ion nikel (Ni+) pada kawat orthodonti berbahan Stainless steel (SS). Pelepasan ion  nikel (Ni+) dapat berpengaruh pada tubuh manusia dan sifat mekanis logam. Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) diketahui memiliki kandungan tanin yang dapat berperan sebagai coating agent, sehingga dapat mengurangi korosi. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan pelepasan ion Ni+ kawat SS yang direndam dalam obat kumur ekstrak buah mengkudu. Metode: Jenis penelitian adalah eksperimental laboratories. 30 kawat direndam dalam lima kelompok. Setiap kelompok berjumlah enam sampel (rumus Federer). Kelompok kontrol yaitu:  kelompok A (kontrol negatif, saliva buatan, pH 6,8) dan kelompok B (kontrol positif, klorheksidin 0,2%). Kelompok perlakuan yaitu: kelompok C (obat kumur mengkudu 2,5%), kelompok D (obat kumur mengkudu 5%) dan kelompok E (obat kumur mengkudu 7,5%). Ekstrak diperoleh secara maserasi dan uji fitokimia dilakukan untuk melihat kandungan tanin. Kawat kemudian direndam dan dimasukan dalam inkubator selama 35 hari. Pelepasan ion dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Hasil: Rerata pelepasan ion setiap harinya selama 35 hari untuk kelompok A sampai E secara berurut adalah 2,185 μg/ hari, 1,185 μg/ hari, 1,202 μg/ hari, 1,322 μg/ hari, dan 1,428 μg/ hari dan masih sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu 25-35 μg/ hari. Uji statistik Least Significant Difference (LSD) menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar kelompok (p< 0,05), tetapi tidak adanya perbedaan bermakna antara kelompok saliva dengan mengkudu 2,5% p=0,388. Simpulan: Terdapat perbedaan pelepasan ion Ni+ kawat SS ortodonti yang direndam dalam obat kumur ekstrak buah mengkudu  (Morinda Citrifolia L.) dengan konsentrasi berbeda. Obat kumur mengkudu 2,5% merupakan konsentrasi yang paling mendekati kelompok kontrol negatif (saliva buatan). Kata kunci: stainless steel; kawat ortodonti; pelepasan ion nikel; buah mengkudu; Morinda citrifolia L. ABSTRACT Introduction: Orthodontic appliance users are prone to gingivitis and caries; thus, dentists often prescribe mouthwash. However, commercial mouthwash can cause the release of nickel ions (Ni+) in stainless steel (SS) orthodontic wires. The release of nickel ions (Ni+) can affect the human body and the mechanical properties of metals. Noni fruit (Morinda citrifolia L.) contains tannins that can act as a coating agent, reducing corrosion. This study was aimed to analyse the differences in the nickel ions release of orthodontic SS wire immersed in various concentrations of noni fruit (Morinda citrifolia L.) extract mouthwash. Methods: The research was experimental laboratories. Thirty wires were immersed in five groups. Each group consisted of six samples (Federer’s formula). The control groups were: Group A (negative control, artificial saliva, pH 6.8) and Group B (positive control, 0.2% chlorhexidine). The treatment groups were: Group C (2.5% noni mouthwash), group D (5% noni mouthwash) and group E (7.5% noni mouthwash). The extract was obtained with maceration, and the phytochemical test was carried out to observe the tannin content. The wire was then immersed and kept in an incubator for 35 days. Ion release was analysed by the Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Results: The average daily ion release for 35 days in groups A to E were 2.185 g/day, 1.185 g/day, 1.202 g/day, 1.322 g/day, and 1.428 g/day respectively, which was still following the WHO recommendations, 25-35 g/day. The Least Significant Difference (LSD) statistical test showed a significant difference between groups (p<0.05), however, there was no significant difference between the salivary group of 2.5% noni mouthwash (p=0.388). Conclusions: There are differences in the nickel ion release of orthodontic stainless steel wire immersed in noni fruit mouthwash extract with different concentrations. 2.5% noni mouthwash is the concentration with the closest result with the negative control group (artificial saliva). The higher the concentration, the higher the nickel ion release value. Keywords: stainless steel; orthodontic wire; nickel ion release; noni fruit; Morinda citrifolia L.