Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS PADA PROSES PENYELIDIKAN SUATU PERKARA TINDAK PIDANA YANG MELIBATKAN NOTARIS Alfiyan Mardiansyah; Neisa Angrum Adisti; Iza Rumesten RS; Rizka Nurliyantika; Muhammad Syahri Ramadhan
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 9, No 1 (2020): VOLUME 9 NOMOR 1 MEI 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v9i1.596

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang kewenangan Majelis Kehormatan Notaris pada proses penyelidikan suatu perkara tindak pidana yang melibatkan Notaris. Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini bersifat normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan sejarah, dan pendekatan konseptual. Kewenangan Majelis Kewenangan Notaris adalah memberikan persetujuan/penolakan untuk pemanggilan Notaris oleh aparat penegak hukum atau meminta fotokopi minuta akta Notaris dalam proses Penyidikan, Penuntutan dan Proses Peradilan dalam suatu perkara tindak pidana. Yang menjadi suatu permasalahan disini adalah jika aparat penegak hukum dalam tahap penyelidikan memerlukan keterangan Notaris / memerlukan fotokopi minuta akta dari Notaris, apakah Majelis Kehormatan Notaris berwenang untuk “menilai” setuju atau menolak” permohonan pemanggilan dari aparat kepolisian untuk memanggil Notaris dalam hal perkara tindak pidana tersebut. Hal tersebut menyebabkan kepastian hukum menjadi “tidak jelas” pada saat Penegak Hukum hendak meminta keterangan dari Notaris atau fotokopi minuta akta di Notaris dalam kaitan perkara tindak pidana yang sedang mereka tangani dalam proses penyelidikan. Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris yang ideal pada tahap penyelidikan suatu perkara tindak pidana yang melibatkan Notaris yang dapat disampaikan dalam permasalahan ini adalah dengan memasukkan tahap penyelidikan perkara tindak pidana kedalam kewenangan dari Majelis Kehormatan Notaris, dengan cara mengubah norma dari Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang tugas dan wewenang dari Majelis Kehormatan Notaris dengan menambahkan tahap “penyelidikan”, yang terdapat didalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal20 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asai Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
LANGKAH PENANGGULANGAN KEUANGAN NEGARA DAN MENGHINDARI PENYALAHGUNAAN DANA BENCANA ALAM DI INDONESIA Zainul Arifin; Muhammad Syahri Ramadhan; Rizka Nurliyantika; yunial laili mutiari
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 10, No 1 (2021): VOLUME 10 NOMOR 1 MEI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v10i1.1187

Abstract

Dalam situasi tanggap darurat bencana, banyak sekali permasalahan yang terjadi meskipun telah banyak pedoman-pedoman yang diatur secara resmi baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan dibawahnya. Namun dalam pelaksanaannya tetap saja terjadi kealfaan atau kesalahan seperti terkait alokasi dana bantuan kurang akurat atau penumpukan dana bantuan karena simpang siurnya data informasi dan kurangnya koordinasi atau pantauan. Dengan banyaknya bantuan, nampak jelas dalam situasi bencana solidaritas relawan maupun lembaga pemerintah dan donor secara naluri kemanusiaanya berusaha untuk membantu. Dalam situasi bencana, misalnya kondisi tanggap darurat, dengan banyaknya bantuan dana tak lepas dari indikasi-indikasi penyimpangan dana, yang berlandaskan “cepat” dan yang terpenting adalah “tepat”. Namun kemudian banyak celah titik rawan korupsi dalam pengelolaan dana bantuan bencana alam seperti pengadaan barang dan jasa, sumbangan pihak ketiga, refocusing dan realokasi, laporan pertanggung jawaban keuangan serta pemulihan ekonomi nasional melalui penyelenggaraan bansos. Celah ini sering digunakan oleh pemangku kepentingan untuk curang sebab ada kelemahan dalam kontrol keuangan negara yang lebih mengutamakan keselamatan jiwa. Sehingga markup harga barang kebutuhan dasar pasca bencana digunakan guna mengakali dan mendapatkan keuntungan ditengah kesempitan. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang memfokuskan pada data-data literatur. Jenis penelitian ini merupakan suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum berdasarkan sisi normatifnya.
IMPLEMENTASI ASAS HUKUM PERJANJIAN TERAPEUTIK DALAM INFORMED CONSENT Muhammad Syahri Ramadhan
Istinbath : Jurnal Hukum Vol 18 No 1 (2021): Istinbath : Jurnal Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/istinbath.v18i1.2850

Abstract

Therapeutic Agreement is an agreement made because of an agreement between the Doctor and the Patient. Before this agreement is made and agreed upon by both parties, the patient is legally entitled to obtain information about any medical action that will be carried out by the Doctor to the Patient. This information is known as Informed Consent. It is important to apply the principle of therapeutic agreement, which is correlated with the availability of informed consent, so that medical actions taken by doctors against patients do not violate the law and/or cause disputes later. The first problem formulation of this research is how is the existence of informed consent in the legal principle of therapeutic agreement between doctor and patient, and what are the legal consequences if the legal principles of therapeutic agreement between doctor and patient are not implemented optimally. The result and discussion of this is that the existence of informed consent can be reviewed through the principles in contract law in general, namely the principle of good faith, the principle of proportionality and the principle of pacta sunt servanda. The principles of contract law are not implemented because there is no conformity of will between the doctor and the patient, where the doctor is process-oriented while the patient is results-oriented. The conclusion of this research is that Informed Consent should be a manifestation of the principle of pacta sunt servanda in an agreement in the form of Inspanning Verbintenis. The doctor can be said to have no good faith in carrying out the therapeutic agreement with the patient if he does not carry out one or all of the contents of the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia concerning the approval of the medical action.
PERAN PERANGKAT DESA TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF GREEN CONSTITUTION Zainul Arifin; Yunial Laily Mutiari; Irsan Irsan; Muhammad Syahri Ramadhan
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2020: Volume 6 Nomor 2 Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.951 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v6i2.186

Abstract

Abstrak Aparat desa sebagai salah satu unsur aktor desa memiliki peran penting dalam mengembangkan kemajuan bangsa melalui desa. Salah satu masalah utama terkait dengan peran aparat desa adalah, antara lain, masalah penyelesaian masalah lingkungan di wilayah desa sangat penting. Aparat desa yang merupakan perwakilan dari masyarakat desa, tentu saja memahami kondisi aspek ekonomi, sosial, politik dan geografis wilayah desa. Penyelesaian perselisihan lingkungan sebenarnya merupakan bagian dari implementasi konsep konstitusi hijau dalam konstitusi Republik Indonesia pada tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945). Konsep konstitusi hijau itu sendiri adalah kebijakan hukum dari negara dalam mengekspresikan gagasan perlindungan lingkungan ke dalam undang-undang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran aparat desa dalam menyelesaikan sengketa lingkungan dalam perspektif konstitusi hijau dan bagaimana keleluasaan pejabat desa dalam menyelesaikan masalah sengketa lingkungan dalam litigasi dan non-litigasi. Sifat penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau dapat disebut penelitian kepustakaan. Jenis penelitian hukum adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan memeriksa bahan pustaka atau data sekunder. Analisis penelitian dilakukan secara kualitatif dengan disajikan secara deskriptif. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa pejabat desa dari kepala desa kepada stafnya dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan di sekitar masyarakat desa, harus memprioritaskan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan ketentuan mengenai hak asasi manusia untuk lingkungan yang baik dan sehat atau yang biasa dikenal ( konstitusi hijau). Dalam aspek non-litigasi peran dan fungsi Kepala Desa sebagai mediator dalam hal ini ada perselisihan di masyarakat dan perusahaan terkait dengan perselisihan lingkungan. Dalam aspek litigasi, setidaknya ada tiga bidang hukum yang selalu terjadi dalam praktik perselisihan tentang lingkungan, yaitu penyelesaian melalui hukum perdata, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana. Keyword : Perangkat Desa; Sengketa Lingkungan; Konstitusi Hijau Abstract The village apparatus as one of the elements of village actors has its own important role in developing the progress of the nation through the village. One of the main problems related to the role of village officials is, among other things, the issue of resolving environmental problems in the village area is very important. Village officials who are representatives of the village community, of course understand the conditions of the economic, social, political and geographical aspects of the village area. The resolution of environmental disputes is actually part of the implementation of the concept of green constitution in the constitution of the Republic of Indonesia in 1945 (hereinafter abbreviated as the 1945 Constitution). The concept of green constitution itself is a legal policy from the state in expressing the idea of environmental protection into legislation. The formulation of the problem in this study is how the role of village officials in solving environmental disputes in the perspective of green constitution and how the discretion of village officials in resolving environmental dispute issues in litigation and non-litigation. The nature of this research is normative legal research or it can be called library research. This type of legal research is legal research conducted by examining library materials or secondary data. The analysis of the research was conducted qualitatively by being presented descriptively. The conclusions in this study are that village officials from the village head to his staff in making policies related to the environment around the village community, must prioritize the principles of sustainable development and provisions regarding human rights to a good and healthy environment or commonly known (green constitution). In the non-litigation aspect the role and function of the Village Head as a mediator in this case there is a dispute in the community and the company related to environmental disputes. In the aspect of litigation, there are at least three legal fields which always occur in the practice of disputes regarding the environment, namely settlement through civil law, State Administrative Law and Criminal Law.
PENGARUH FUNDAMENTAL TEORI PEMIKIRAN MADZHAB HISTORIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Muhammad syahri ramadhan
Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi Vol. 1 No. 1 (2021): April : Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi (JEBAKU)
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jebaku.v1i1.141

Abstract

Keadaan perekonomian dengan kondisi perekonomian yang stabil disertai dengan peningkatan pertumbuhan perekonomian yang terus meningkat menjadikan semua negara berlomba dalam merumuskan kebijakan dan sistem perekonomian yang kuat. Beberapa diantaranya gagal merumuskan sistem perekonomian yang kuat sehingga menghambat proses peningkatan perekonomian. Paradigma Historis mencoba memberikan gagasan yang tepat dan efisien bagi perekonomian agar dapat menghasilkan kebijakan yang dapat meningkatkan perekonomian secara stabil dan terus meningkat.