Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Ekowisata : Utopia dalam Keberlanjutan Tutun Seliari; Ikaputra Ikaputra
Jurnal Ilmiah Pariwisata Vol 26 No 2 (2021): Jurnal Ilmiah Pariwisata
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30647/jip.v26i2.1470

Abstract

Ecotourism is a form of tourism activity that is oriented towards the balance of the ecosystem. Ecotourism demands environmental development and changing community needs. Based on several cases, ecotourism has an impact on the environment. Reality shows that ecotourism activities can provide economic incentives for conservation but also have the potential to affect the quality of environmental degradation if not managed properly. The problem raised in this paper is how to realize the concept of ecotourism and environmental balance so that it does not only become a utopia in sustainability. The method used in this paper is a literature review or literature review by reviewing writings related to ecotourism and sustainability. The result obtained is that the natural environment becomes the main basis as an attraction in ecotourism. Ecotourism that is growing rapidly needs to be anticipated so that it does not exceed the limit resulting in natural and cultural degradation. A strategy is needed so that ecotourism does not cause environmental damage, among others, by utilizing local initiatives related to conservation and paying attention to aspects of the area's carrying capacity to support sustainability efforts. Keywords: Ecology, Ecotourism, Sustainable Development, Local Initiatives
Sistem Open Building Dalam Bangunan Hunian Aldhi Nugraha Anantama; Ikaputra Ikaputra
Tesa Arsitektur Vol 19, No 1: Juni 2021
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v19i1.2498

Abstract

Konsep sistem Open Building yang diutarakan oleh Habraken pada tahun 1961, menggagas mengenai pemisahan struktur (support) dengan interior non-struktural (infill), sehingga antara satu dan lainnya tidak saling bergantung jika ada perubahan dalam bangunan. Penelitian ini berfokus membahas dasar-dasar dari teori Open Building dan bagaimana hubungannya dengan arsitektur yang berkelanjutan. Selain itu, untuk mengetahui kelebihan juga kekurangan dari sistem tersebut. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi literatur yang menggunakan data sekunder dari berbagai tulisan serta artikel yang membahas serta mendukung pembahasan mengenai Open Building. Dari hasil akhir yang didapatkan, beberapa pernyataan atau penelitian sebelumnya memang mendukung Open Building sebagai suatu sistem yang mendukung arsitektur yang berkelanjutan dengan kemampuan beradaptasinya, namun tetap diperlukan dukungan dari instansi pemerintah yang terkait, dan juga pengenalan lebih lanjut kepada masyarakat umum.
PENGEMBANGAN KAWASAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA BERBASIS TRANSIT DENGAN PENDEKATAN AKSESIBILITAS Yohanes Satyayoga Raniasta; Ikaputra Ikaputra; Dyah Titisari Widyastuti
Jurnal Transportasi Multimoda Vol 14, No 1 (2016): Maret
Publisher : Puslitbang Transportasi Antarmoda-Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.336 KB) | DOI: 10.25104/mtm.v14i1.84

Abstract

Transit Oriented Development (pengembangan kawasan berbasis transit) telah menjadi model penataan kawasan untuk mereduksi kemacetan dan kesemrawutan kota yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Kawasan Stasiun Tugu Yogyakarta merupakan kawasan tarikan dalam skala regional yang berbasis moda transportasi utama kereta api. Permasalahan aksesibilitas stasiun terhadap titik-titik tarikan kawasan menjadi isu yang perlu dicermati dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan di masa yang akan datang. Penelitian ini membahas tentang kemudahan pencapaian penumpang kereta api lokal dari Stasiun Tugu untuk mencapai titik-titik aktivitas yang menjadi tarikan pergerakan pada kawasan dengan menggunakan moda berjalan kaki dan kendaraan umum non motorized (NMT) becak. Metode kualitatif-kuantitatif rasionalistik digunakan untuk pendekatan dalam penelitian ini, melalui wawancara terhadap 100 orang responden dan observasi fisik lapangan. Hasil dari wawancara dianalisis deskriptif, hasil observasi fisik dianalisis dengan variabel aksesibilitas pejalan kaki dan NMT becak. Variabel aksesibilitas pejalan kaki meliputi aspek kedekatan (jarak, waktu), keterhubungan, kemudahan, kenyamanan, keramahan, dan keterlihatan. Sedangkan variabel aksesibilitas NMT becak meliputi kedekatan (jarak, waktu, biaya), keterhubungan, kemudahan, dan kenyamanan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 12 (dua belas) titik tarikan kawasan dengan tingkat aksesibilitas pejalan kaki dalam ambang batas bawah tingkat baik (nilai 2,54 dalam skala 4,00) dan aksesibilitas NMT becak dalam ambang batas bawah tingkat baik (2,53 dalam skala 4,00). Tipologi permasalahan aksesibilitas kawasan adalah tingginya intervensi jalur pejalan kaki dan becak oleh fungsi parkir kendaran bermotor dan aktivitas pedagang kaki lima, minimnya signage informasi, kurangnya fasilitas bagi difabel, serta ketidaktersediaan jalur penyeberangan dan pangkalan yang baik bagi becak 
PENATAAN RUANG JALAN UNTUK BECAK (KASUS: KAWASAN MALIOBORO) Arsito Bayu Pramono Putro; Ikaputra Ikaputra; Dyah Titisari Widyastuti
Jurnal Transportasi Multimoda Vol 14, No 3 (2016): September
Publisher : Puslitbang Transportasi Antarmoda-Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (909.728 KB) | DOI: 10.25104/mtm.v14i3.167

Abstract

Kawasan Malioboro berdasarkan konferensi Walk 21 di Munich pada September 2013 mengedepankan penataan kawasan dengan mengarah kepada pedestrian street. Dalam konferensi tersebut disebutkan bahwa pengguna jalan dari pedestrian street tersebut juga termasuk kendaraan tak bermotor dan transportasi publik atau mass public transport. Intervensi dilakukan dengan dasar standar penataan ruang jalan. Pada saat ini jalur pedestrian sudah diperhatikan, tetapi untuk non-motorized transport yang salah satu di antaranya adalah moda becak belum ada suatu standar. Perlu ada rumusan standar jalur becak untuk melakukan penataan ruang jalan yang bersifat inklusif karena becak termasuk dalam non-motorized transport yang diakomodasi kawasan Malioboro. Langkah awal penelitian adalah kajian literatur mengenai becak dan dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan standar untuk becak. Berikut hasil temuan yang menjawab tujuan penelitian yaitu dasar untuk merumuskan standar penataan ruang jalan untuk becak, faktor-faktor yang perlu diketahui dalam merumuskan standar, komponen pembentuk standar dan cara merumuskan standar tersebut. Setelah standar penataan ruang jalan becak dirumuskan, langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan ke dalam konteks perkotaan dengan kasus kawasan Malioboro. Hasil kajian merupakan dasar dari rekomendasi yang dibuat untuk meningkatkan kualitas ruang jalan secara umum dan jalur becak secara khusus dan dapat diaplikasikan pada konteks kawasan lain yang serupa dengan kawasan Malioboro.
KONEKTIVITAS INTERMODA PADA PENGEMBANGAN STASIUN MANGGARAI YANG BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Okita Sisy Tiara; ikaputra ikaputra; dyah titisari widyastuti
Jurnal Transportasi Multimoda Vol 15, No 2 (2017): Desember
Publisher : Puslitbang Transportasi Antarmoda-Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1080.667 KB) | DOI: 10.25104/mtm.v15i2.764

Abstract

Pemerintah Daerah DKI Jakarta berupaya membuat terobosan untuk menanggulangi permasalahan kemacetanyang terjadi di DKI Jakarta, dengan merencanakan untuk membangun kawasan terpadu di beberapa titikpenting di Jakarta. Konsep TOD (Transit Oriented Development) merupakan bentuk perencanaan yangmengintegrasikan perencanaan spasial dengan perencanaan sistem transportasi kota, dengan stasiun sebagaipusatnya. Kawasan Stasiun Manggarai merupakan salah satu kawasan yang oleh Pemerintah Daerah DKIJakarta ditetapkan sebagai Kawasan TOD, seperti yang tertuang di dalam RTRW DKI Jakarta tahun 2030.Hal ini karena Stasiun Manggarai dianggap memenuhi tiga persyaratan pertimbangan perletakan kawasanTOD yaitu merupakan perpotongan koridor angkutan massal (dua atau lebih), kawasan yang memiliki nilaiekonomi tinggi atau diprediksi akan memiliki nilai ekonomi tinggi, dan kawasan yang ditetapkan sebagai pusatkegiatan. Namun kondisi kawasan stasiun Manggarai saat ini yang seharusnya merepresentasikan kawasanberbasis transit, diduga mengalami ketimpangan kondisi empiris terhadap kondisi ideal sebuah kawasanberbasis TOD. Kawasan Manggarai belum memiliki integrasi dan konektivitas intermoda yang memadai,sehingga perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat menjadi tidak efektif dan tidak efisien. Maka penelitianini mengambil fokus tentang konektivitas intermoda dengan tujuan untuk mengetahui tingkat konektivitasintermoda yang ada di kondisi eksisting kawasan Stasiun Manggarai saat ini. Sehingga dapat diketahuifaktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konektivitas intermoda di sebuah kawasan Stasiun dan hal-halyang perlu diperbaiki untuk mengisi gap antara kondisi empiris dengan kondisi ideal sebuah kawasan TOD.Penelitian ini dilakukan dengan metoda kualitatif yang mengelaborasikan berbagai teori terkait konektivitasintermoda di kawasan TOD sebagai dasar penilaian kondisi lapangan dari kawasan Stasiun Manggarai.Sehingga pada akhirnya diperoleh kesimpulan mengenai tingkat konektivitas intermoda di kawasan StasiunManggarai dan rekomendasi yang hendak disusun agar kawasan Stasiun Manggarai siap menjadi kawasanTOD dengan tingkat konektivitas intermoda yang paling optimal.
Analisis Kesediaan Pengguna Kereta Api terhadap Penerapan Protokol Covid-19 Agus Taufiq Mulyono; Arif Wismadi; Ikaputra ikaputra; Dwi Ardianta Kurniawan; Jan Prabowo Harmanto; Reni Puspitasari; listifadah listifadah
Warta Penelitian Perhubungan Vol 33, No 2 (2021): Warta Penelitian Perhubungan
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25104/warlit.v33i2.1954

Abstract

Pandemi COVID–19 menyebabkan perlunya penerapan protokol kesehatan pada pengoperasian kereta api. Protokol kesehatan tersebut berbasis pada minimalisasi kondisi 3C (Closed Space, Crowded Place, Closed Contact Setting). Penerapan protokol kesehatan dalam operasional KA memerlukan penerimaan pengguna agar dapat berjalan secara efisien. Untuk mengetahui kemauan pengguna kereta api terhadap penerapan protokol kesehatan, dilakukan survei online dengan metode stated preference. Parameter yang diuji meliputi tarif, kelengkapan dokumen kesehatan, protokol di stasiun, protokol di kereta, serta protokol pribadi. Hasil analisis memperlihatkan tingginya penerimaan penumpang terhadap penerapan protokol Covid pada perkeretaapian, yang diperlihatkan dengan kemauan menggunakan kereta yang lebih tinggi pada penerapan protokol kesehatan secara ketat dibandingkan penerapan secara longgar. Kondisi ini terjadi pada kereta api antar kota maupun kereta Jabodetabek.  Kata kunci: pandemi, covid 19, stated preference, persepsi, kereta api