Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Transportasi Multimoda

PENGEMBANGAN KAWASAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA BERBASIS TRANSIT DENGAN PENDEKATAN AKSESIBILITAS Yohanes Satyayoga Raniasta; Ikaputra Ikaputra; Dyah Titisari Widyastuti
Jurnal Transportasi Multimoda Vol 14, No 1 (2016): Maret
Publisher : Puslitbang Transportasi Antarmoda-Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.336 KB) | DOI: 10.25104/mtm.v14i1.84

Abstract

Transit Oriented Development (pengembangan kawasan berbasis transit) telah menjadi model penataan kawasan untuk mereduksi kemacetan dan kesemrawutan kota yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Kawasan Stasiun Tugu Yogyakarta merupakan kawasan tarikan dalam skala regional yang berbasis moda transportasi utama kereta api. Permasalahan aksesibilitas stasiun terhadap titik-titik tarikan kawasan menjadi isu yang perlu dicermati dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan di masa yang akan datang. Penelitian ini membahas tentang kemudahan pencapaian penumpang kereta api lokal dari Stasiun Tugu untuk mencapai titik-titik aktivitas yang menjadi tarikan pergerakan pada kawasan dengan menggunakan moda berjalan kaki dan kendaraan umum non motorized (NMT) becak. Metode kualitatif-kuantitatif rasionalistik digunakan untuk pendekatan dalam penelitian ini, melalui wawancara terhadap 100 orang responden dan observasi fisik lapangan. Hasil dari wawancara dianalisis deskriptif, hasil observasi fisik dianalisis dengan variabel aksesibilitas pejalan kaki dan NMT becak. Variabel aksesibilitas pejalan kaki meliputi aspek kedekatan (jarak, waktu), keterhubungan, kemudahan, kenyamanan, keramahan, dan keterlihatan. Sedangkan variabel aksesibilitas NMT becak meliputi kedekatan (jarak, waktu, biaya), keterhubungan, kemudahan, dan kenyamanan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 12 (dua belas) titik tarikan kawasan dengan tingkat aksesibilitas pejalan kaki dalam ambang batas bawah tingkat baik (nilai 2,54 dalam skala 4,00) dan aksesibilitas NMT becak dalam ambang batas bawah tingkat baik (2,53 dalam skala 4,00). Tipologi permasalahan aksesibilitas kawasan adalah tingginya intervensi jalur pejalan kaki dan becak oleh fungsi parkir kendaran bermotor dan aktivitas pedagang kaki lima, minimnya signage informasi, kurangnya fasilitas bagi difabel, serta ketidaktersediaan jalur penyeberangan dan pangkalan yang baik bagi becakĀ 
PENATAAN RUANG JALAN UNTUK BECAK (KASUS: KAWASAN MALIOBORO) Arsito Bayu Pramono Putro; Ikaputra Ikaputra; Dyah Titisari Widyastuti
Jurnal Transportasi Multimoda Vol 14, No 3 (2016): September
Publisher : Puslitbang Transportasi Antarmoda-Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (909.728 KB) | DOI: 10.25104/mtm.v14i3.167

Abstract

Kawasan Malioboro berdasarkan konferensi Walk 21 di Munich pada September 2013 mengedepankan penataan kawasan dengan mengarah kepada pedestrian street. Dalam konferensi tersebut disebutkan bahwa pengguna jalan dari pedestrian street tersebut juga termasuk kendaraan tak bermotor dan transportasi publik atau mass public transport. Intervensi dilakukan dengan dasar standar penataan ruang jalan. Pada saat ini jalur pedestrian sudah diperhatikan, tetapi untuk non-motorized transport yang salah satu di antaranya adalah moda becak belum ada suatu standar. Perlu ada rumusan standar jalur becak untuk melakukan penataan ruang jalan yang bersifat inklusif karena becak termasuk dalam non-motorized transport yang diakomodasi kawasan Malioboro. Langkah awal penelitian adalah kajian literatur mengenai becak dan dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan standar untuk becak. Berikut hasil temuan yang menjawab tujuan penelitian yaitu dasar untuk merumuskan standar penataan ruang jalan untuk becak, faktor-faktor yang perlu diketahui dalam merumuskan standar, komponen pembentuk standar dan cara merumuskan standar tersebut. Setelah standar penataan ruang jalan becak dirumuskan, langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan ke dalam konteks perkotaan dengan kasus kawasan Malioboro. Hasil kajian merupakan dasar dari rekomendasi yang dibuat untuk meningkatkan kualitas ruang jalan secara umum dan jalur becak secara khusus dan dapat diaplikasikan pada konteks kawasan lain yang serupa dengan kawasan Malioboro.
KONEKTIVITAS INTERMODA PADA PENGEMBANGAN STASIUN MANGGARAI YANG BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Okita Sisy Tiara; ikaputra ikaputra; dyah titisari widyastuti
Jurnal Transportasi Multimoda Vol 15, No 2 (2017): Desember
Publisher : Puslitbang Transportasi Antarmoda-Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1080.667 KB) | DOI: 10.25104/mtm.v15i2.764

Abstract

Pemerintah Daerah DKI Jakarta berupaya membuat terobosan untuk menanggulangi permasalahan kemacetanyang terjadi di DKI Jakarta, dengan merencanakan untuk membangun kawasan terpadu di beberapa titikpenting di Jakarta. Konsep TOD (Transit Oriented Development) merupakan bentuk perencanaan yangmengintegrasikan perencanaan spasial dengan perencanaan sistem transportasi kota, dengan stasiun sebagaipusatnya. Kawasan Stasiun Manggarai merupakan salah satu kawasan yang oleh Pemerintah Daerah DKIJakarta ditetapkan sebagai Kawasan TOD, seperti yang tertuang di dalam RTRW DKI Jakarta tahun 2030.Hal ini karena Stasiun Manggarai dianggap memenuhi tiga persyaratan pertimbangan perletakan kawasanTOD yaitu merupakan perpotongan koridor angkutan massal (dua atau lebih), kawasan yang memiliki nilaiekonomi tinggi atau diprediksi akan memiliki nilai ekonomi tinggi, dan kawasan yang ditetapkan sebagai pusatkegiatan. Namun kondisi kawasan stasiun Manggarai saat ini yang seharusnya merepresentasikan kawasanberbasis transit, diduga mengalami ketimpangan kondisi empiris terhadap kondisi ideal sebuah kawasanberbasis TOD. Kawasan Manggarai belum memiliki integrasi dan konektivitas intermoda yang memadai,sehingga perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat menjadi tidak efektif dan tidak efisien. Maka penelitianini mengambil fokus tentang konektivitas intermoda dengan tujuan untuk mengetahui tingkat konektivitasintermoda yang ada di kondisi eksisting kawasan Stasiun Manggarai saat ini. Sehingga dapat diketahuifaktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konektivitas intermoda di sebuah kawasan Stasiun dan hal-halyang perlu diperbaiki untuk mengisi gap antara kondisi empiris dengan kondisi ideal sebuah kawasan TOD.Penelitian ini dilakukan dengan metoda kualitatif yang mengelaborasikan berbagai teori terkait konektivitasintermoda di kawasan TOD sebagai dasar penilaian kondisi lapangan dari kawasan Stasiun Manggarai.Sehingga pada akhirnya diperoleh kesimpulan mengenai tingkat konektivitas intermoda di kawasan StasiunManggarai dan rekomendasi yang hendak disusun agar kawasan Stasiun Manggarai siap menjadi kawasanTOD dengan tingkat konektivitas intermoda yang paling optimal.